Anda di halaman 1dari 4

HENTI JANTUNG DAN GAWAT JANTUNG

Ryan Faisaldo Sirad

2020

Abstrak

Henti jantung atau bisa disebut dengan cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung
secara tiba-tiba pada seseorang yang mungkin tidak pernah menderita atau
terdiagnosis penyakit jantung. Hal ini dikarenakan henti jantung ini datang dengan
mendadak atau tiba-tiba terjadi. Henti jantung dapat disebabkan oleh irama jantung
yang tidak teratur, yang disebut dengan aritmia. Aritmia yang berhubungan dengan
henti jantung adalah fibrilasi ventrikel. Pencegahan yang dapaat dilakukan untuk
menghindari henti jantung, yaitu tidak merokok, aktivitas fisik, menjaga berat badan
yang sehat. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan jika terdapat korban henti jantung
adalah melakukan RJP sesuai standar prosedur yang ada.

Henti jantung adalah tidak adanya fungsi mekanis otot jantung, jantung berhenti
berdetak secara abnormal dan tidak memompa secara efektif. Jika sirkulasi darah
tidak dipulihkan dalam beberapa menit dapat mengakibatkan hilangnya tekanan darah
arteri, kerusakan otak, dan kematian (Williams and Wilkins, 2008). Henti jantung
adalah keadaan klinis dengan curah jantung yang secara efektif adalah nol. Meskipun
dapat disebabkan oleh VF, asistol, atau aktivitas listrik tanpa nadi (PEA). Henti
jantung dapat ditimbulkan oleh disritmia lain yang kadang kala menimbulkan curah
jantung yang sama sekali tidak efektif (Bresler, 2006, p. 153).

Patofisiologi henti jantung tergantung dengan etiologinya. Namun, umumnya


mekanisme terjadinya kematian adalah sama yaitu akibat dari henti jantung. Saat
henti jantung maka peredaran darah akan terhenti, berhentinya peredaran darah akan
mengakibatkan oksigen yang diedarkan ke seluruh organ akan berhenti juga. Organ –
organ tubuh akan berhenti fungsinya karena tidak adanya suplai oksigen, termasuk
otak. Hipoksia pada otak akan menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan
berhenti bernafas normal. Kerusakan pada otak kemungkinan akan terjadi jika henti
jantung tidak ditangani selama 5 menit dan selanjutnya dapat terjadi kematian dalam
10 menit (Torpy, 2006).

Farmakologi atau obat-obatan yang sering digunakan pada kasus henti jantung seperti
epinerfin, vasopressin, dan amidaton. Epinerfin diberikan 1 mg, baik IV maupun IO
diberikan setiap 3-5 menit selama henti jantung pada pasien dewasa. Vasopressin
diberikan 40 unit baik IV maupun IO dapat digunakan sebagai dosis pengganti
pertama atau kedua dari peinerfin. Amiodaron pemberian yang direkomendasikan
adalah 300 mg baik intravena atau intraoseus dan dosis selanjutnya adalah 150 mg
(Sheehy, 2013, p. 77).

Terapi diet yang dilakukan pada penyakit jantung, yaitu jika obesitas atau kegemukan
dilakukan penurunan berat badan dan pembatasan kalori dalam diet, hindari lemak
jenuh, misalnya minyak goreng, jeroan, santan, kuning telur, batasi penggunaan
garam 2 – 3 gram per hari dan makanan sumber natrium lain, usahakan makan dengan
porsi kecil tapi sering yaitu 3x makan utama dan 2x makan selingan (Humas, 2018).

Pencegahan yang dapat dilakukan pada kasus henti jantung, yaitu (Torpy, 2006):

1. Temui dokter secara teratur dan ikuti rencana perawatan untuk kondisi kronis
seperti darah tinggi, penyakit jantung, dan diabetes.
2. Jangan merokok.
3. Pertahankan berat badan yang sehat.
4. Berolahraga secara teratur.
5. Makan – makanan yang seimbang rendah lemak jenuh dan buah – buahan dan
sayuran yang kaya nutrisi. Beberapa penelitian menunjukan makan makanan laut
secara teratur dapat mengurangi risiko henti jantung mendadak.
6. Bicakrakan dengan dokter anda tentang defibrilator implan jika memiliki penyakit
jantung yang parah.

Upaya pencegahan primer penyakit jantung diberikan kepada individu yangmasih


sehat dan berisiko, meliputi peningkatan kesadaran pola hidup sehat (seimbang gizi,
hindari rokok, hindari stres, mengawasi tekanan darah, dan teratur dalam
berolahraga), dan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sedangkan upaya
pencegahan sekunder pada orang yang pernah menderita penyakit jantung bertujuan
agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut, menghundari kecacatan dan status
psikologis penderita menjadi cukup baik (Widodo, 2012, p. 12). Pencegahan tersier
pada kasuskardiovaskuler bertujuan untuk mempertahankan kesehatan secara optimal
dengan dukungan dan kekuatan yang ada. Diharapkan dengan memiliki pengetahuan,
sikap dan prilaku yang baik, pasien dengan penyakit kardiovaskuler dapat memiliki
kemampuan untuk manajemen faktor risiko yang ada dan memodifikasi gaya
hidupnya sehingga tercipta kualitas hidup yang sehat (Indrawati, 2012, p. 20).

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien henti jantung. Tes darah
lengkap tes ini dilakukan untuk melihat zat kimia tubuh yang mempengaruhi fungsi
jantung, seperti kadar kalium, magnesium, atau hormon. Foto rontgen dada
diperlukan untuk memeriksa ukuran dan struktur serta pembuluh darah pada jantung.
Ekokardiografi atau USG jantung dapat membantu dokter dalam mengindentifikasi
bagian jantung yang tidak berfungsi dengan baik atau mengalami kerusakan, melalui
gelombang suara. Kateterisasi jantung adalah tes laboratorium yang dilakukan dengan
disuntikkannya zat pewarna khusus pada pembuluh darah yang menuju jantung, untuk
melihat apakah ada atau tidaknya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju
jantung.  Nuclear scan tadalah tes yang dilakukan untuk memeriksa gangguan pada
aliran darah jantung dan fungsi jantung, menggunakan bahan radioaktif (Bresler,
2006).
DAFTAR PUSTAKA

Bresler, M. J. (2006) Manual Kedokteran Darurat. 6th edn. Jakarta: EGC.

Humas, P. (2018) Penatalaksanaan Diet Pada Penyakit Jantung, Rsup Persahabatan.


Available at: https://rsuppersahabatan.co.id/berita/read/penatalaksanaan-diet-
pada-penyakit-jantung (Accessed: 12 March 2020).

Indrawati, L. (2012) Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Pasien


PJK Melakukan Pencegahan Sekunder Faktor Risiko di RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta. Universitas Indonesia. Available at: http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20313795-T 31743-Analisis faktor-full text.pdf.

Sheehy (2013) Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Singapore: ELSEVIER.

Torpy, J. M. (2006) ‘Cardiac Arrest’, American Medical Association, 295(1), p. 7424.

Widodo, A. (2012) ‘Upaya Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Pencegahan


Penyakit Jantung’, Publikasi iImiah, pp. 11–33. Available at:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/4420/2. Arif
Widodo.pdf?sequence=1&isAllowed=y.

Williams, L. and Wilkins (2008) Emergency Nursing made Icredibly Easy. 2nd edn.
Philadelphia: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai