Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke non hemoragik adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan

tiba – tiba, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh penyakit

serebrovaskuler. Stroke terjadi saat terdapat gangguan aliran darah ke bagian otak.

Aliran darah terganggu karena adanya sumbatan pembuluh darah , karena

thrombus atau embolus atau ruptur pembuluh darah. ( Morton, dkk. 2010)

Stroke merupakan penyakit penyebab kecatatan nomor satu didunia.

berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus atau faktor yang bisa

mengakibatkan terjadinya stroke non hemoragik mencakup faktor yang dapat

dirubah seperti jenis kelamin dimana pria lebih sering ditemukan menderita stroke

dibanding wanita.makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke serta

keturunan.sedangkan faktor yang dapat dirubah adalah hipertensi, penyakit

jantung, kolesterol tinggi, obesitas, diabetes mellitus, polisetemia, stress

emosional, merokok, peminum alkohol, obat – obatan terlarang, aktivitas yang

tidak sehat, kurang olaraga, makanan berkolesterol. Berdasarkan penyebabnya

stroke iskemik atau stroke non hemoragik dibagi menjadi 3 jenis yaitu stroke

trombotik dimana proses terbentuknya thrombus yang membuat pengumpalan.

Stroke embolik yaitu tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Dan

hipoperfusion sistemik yaitu berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh

karena adanya gangguan denyut jantung. ( Nurarif. 2012)

1
Hasil penelitian kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik paling

dominan kekuatan otot derajat dua. Kekuatan otot sangat berhubungan dengan

sistem neuromuscular yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi

otot untuk melakukan kontraksi, maka semakin kecil pula kekuatan yang

dihasilkan oleh otot tersebut.(Sukawana, dkk. 2011 )

Stroke akan mengakibatkan dampak yang fatal bagi tubuh seseorang

diantaranya seperti penurunan aktifitas atau gangguan mobilisasi. Sumbatan pada

darah akan mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi sehingga

mengakibatkan gangguan pada sistem saraf pusat. Saraf yang kekurangan nutrisi

lama kelamaan akan kehilangan fungsinya. Seorang pasien stroke non hemoragik

mungkin mengalami kelumpuhan pada salah satu sisi bagian tubuh atau semua

bagian tubuh. Kelumpuhan ini akan mempengaruhi kontraksi otot, berkurangnya

kontraksi otot akan mempengaruhi kekuatan otot pasien, hal tersebut akan

berdampak pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia

Menurut WHO ( World Health Organitation) tahun 2012, kematian akibat

stroke sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan oleh hipertensi selain itu sebesar

16% disebabkan oleh tingginya kadar gula darah dalam tubuh. Berdasarkan

RISKESDAS tahun 2007 prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 %

per 1000 penduduk, sedangkan pada NTT prevalensi stroke yang didiagnosa oleh

tenaga kesehatan yaitu 4,5 % dan yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan atau

dengan gejala sebanyak 7,1 %. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) pada tahun 2013 penderita stroke di Kota Kupang masih tergolong

tinggi seiring bertambahnya usia, tercatat sebanyak (6 %) penderita yang

2
mengalami stroke di Kota Kupang. Berdasarkan data yang diperoleh penderita

yang menjalani rawat inap dan rawat jalan tahun 2013-2014 di RSUD Prof. Dr.W.

Z. Johanes Kupang, tercatat penderira stroke non hamoragik pada tahun 2013

sebanyak 107 orang dan tahun 2014 sebanyak 263 dan tahun 2015 sebanyak 109

orang.

Melihat banyaknya penderita stroke non hemoragik di RSUD. Prof.

Dr.W.Z.Johannes Kupang, dibutuhkan tindakan berupa asuhan keperawatan.

Peran perawat dalam hal mengatasi penyakit stroke non hemoragik sangat penting

dimana selain sebagai pemberi asuhan keperawatan merawat pasien sesuai

prioritas masalah yang terjadi, perawat juga sebagai pendidik agar terjadinya

perubahan pengetahuan dan kemandirian pasien serta keluarga tentang penyakit

stroke non hemoragik dan pencegahannya serta mengurangi terjadinya kecacatan

fisik akibat penurunan otot volunter yang berdampak pada gangguan mobilisasi

( Hidayat, 2013) dan dianjurkan bagi penderita untuk melakukan aktifitas sedikit

demi sedikit sesuai dengan kemampuan pasien agar otot tidak mengalami

kekakuan, otot yang dilatih terus menerus dapat meningkatkan fungsi otot yang

telah menurun. Melihat permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk

mengetahui lebih jauh tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik di Ruang Komodo RSUD. Prof. Dr.W.Z.Johannes Kupang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran pengkajian pada pasien stroke non hemoragik ?

3
2. Bagaimana rumusan diagnosa keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik ?

3. Bagaimana perencanaan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik ?

4. Bagaimana implementasi keperawatan pada pasien stroke non hemoragik?

5. Bagaimana evaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke

non hemoragik

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gambaran gangguan- gangguan pada pasien stroke

non hemoragik

2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien stroke non hemoragik

3. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik

4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik

5. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teori

4
Meningkatkan pengetahuan pembaca dan untuk pengembangan ilmu

keperawatan agar dapat melakukan pencegahan untuk menjaga diri sendiri

maupun orang disekitarnya agar tidak terkena stroke.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Dapat dipakai untuk acuan dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan bagi pasien khususnya dengan gangguan sistem

persarafan, stroke non hemoragik dan melakukan pencegahan dengan

memberi penyuluhan kepada pasien hipertensi karena bisa berakibat

menjadi penyakit stroke.

b. Bagi Perawat

Agar perawat dapat membuat asuhan keperawatan yang tepat pada

pasien dengan stroke non hemoragik.

c. Bagi Instansi Akademik

Dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk

mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikannnya di masa

yang akan datang.

d. Bagi Pasien dan Keluarga

5
Supaya pasien dan keluarga bisa mengerti gambaran umum tentang

penyakit stroke non hemoragik beserta perawatan yang benar agar

penderita mendapat perawatan yang tepat.

e. Bagi Pembaca

Menjadi sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca

karya tulis ini agar mengetahui dan lebih memperluas pengalaman

tentang cara merawat pasien yang terkena stroke non hemoragik.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Stroke Non Hemoragik

2.1.1 Pengertian

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh

darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.(

Nurarif, Kusuma. 2012). Stroke iskemik atau non hemoragik adalah infark atau

kematian jaringan yang serangannya terjadi pada usia 20 – 60 tahun dan biasanya

timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental) yang disebabkan

karena trombosis maupun emboli pada pembuluh darah di otak ( Fransisca 2009)

sedangkan menurut Morton, dkk. 2010 stroke non hemoragik adalah defisit

neurologis yang mempunyai awitan tiba – tiba, berlangsung lebih dari 24 jam dan

disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler.stroke terjadi saat terdapat gangguan

aliran darah ke bagian otak. Aliran darah terganggu karena adanya sumbatan

pembuluh darah , karena thrombus atau embolus atau ruptur pembuluh darah.

2.1.2 Etiologi

Stroke iskemik atau stroke non hemoragik dibagi menjadi 3 jenis : Stroke

trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat pengumpalan. Stroke

embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Hipoperfusion sistemik

: berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan

denyut jantung .

7
Faktor – faktor yang menyebabkan stroke : Faktor yang tidak dapat

dirubah ( non reversible) : Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita

stroke dibanding wanita. Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena

stroke. Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke. Faktor yang

dirubah ( reversible) : hipertensi, penyakit jantung, kolesterol timggi, obesitas,

diabetes mellitus, polisetemia, stress emosional. Kebiasaan : merokok, peminum

alcohol, obat – obatan terlarang, aktivitas yang tidak sehat, kurang olaraga,

makanan berkolesterol.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Stroke non hemoragik biasanya ditandai dengan awitan mendadak

kerusakan neurologis lokal. Menurut Kusuma (2012) pasien dapat mengalami

tanda seperti : Tekanan darah meningakat ( hipertensi ), Kelemahan atau

kelumpuhan setengah badan. Tiba – tiba hilang rasa peka atau mati rasa.

Perubahan penglihatan. Bicara cedal atau pelo. Gangguan bicara atau bahasa.

Gangguan penglihatan. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.

Muntah. Gangguan daya ingat. Nyeri kepala hebat. Vertigo atau pusing.

Kesadaran menurun.

2.1.4 Klasifikasi

Pengklasifikasian stroke non hemoragik menurut Lyndon dalam Fransisca (2009)

adalah :

1. Transient ischemic attack: Stroke yang berlangsung hanya beberapa menit,

dapat terjadi beberapa kali dalam sehari.

8
2. Gangguan neurologic iskemik reversible : Berlangsung lebih lama dengan

kesembuhan yang cepat dengan gangguan minimal tetapi menetap

3. Stroke in evolution : Dengan bertambahnya gangguan neurologic yang terjadi

berangsur – angsur dan bisa bertambah buruk.

4. Stroke lengkap : Gangguan neurologik menetap, adanya infark, selalu bersifat

mendadak yang biasanya terjadi pada penderita hipertensi.

9
2.1.5 Patofisiologi
Trombus emboli

Menyumbat arteri otak

Sel otak kekurangan oksigen


dan nutrisi

Iskemik / infark

Deficit neurologi

Penurunan control volunter Kemampuan batuk berkurang Kemampuan komunikasi berkurang

Penumpukan
Hemiplagia atau sekret sekret Disfungsi bahasa
hemiparese dan komunikasi

Kekuatan otot Ketidakefektifan


menurun Gangguan
bersihan jalan napas
komunikasi verbal

Kemampuan
merawat diri
menurun Kemampuan
Reflex mengunyah
aktifitas berkurang
dan menelan menurun

Defisit perawatan
diri Hambatan
Nafsu makan
mobilitas fisik
menurun
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Sumber : Batiacca ( 2009)

10
Stroke non hemoragik disebabkan oleh thrombosis akibat plak aterosklerosis yang

memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar

otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis dilokasi yang

terbatas seperti ditempat percabangan arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada

permukaan plak bersama dengan fibrin, perlengkatan trombosit secara perlahan

akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.trombus dan emboli

didalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawah hingga terperangkap dalam

pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju

ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen,

sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan

asidosis. Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh thrombus dan

emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah,

jika hal ini berlanjut terus – menerus maka jaringan tersebut akan mengalami

infark, dan kemudian akan menggangu sistem persarafan yang ada ditubuh seperti

: penurunan control volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau hemiparese

sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, defisit perawatan diri

karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri sendiri, pasien tidak

mampu untuk makan karena reflex menelan menurun sehingga nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh. Defisit neurologis akan menyebabkan penurunan control

volunter maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan mengakibatkan

penumpukan secret sehingga pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan

otot –otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi verbal

berupa disfungsi bahasa dan komunikasi.

11
2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare

(2002) adalah:

1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke

otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke

jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta

hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam

mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah

jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan

intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran

darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk

mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area

cedera.

3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium

atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan

aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral.

Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian

trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan

harus diperbaiki.

12
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan


pada penyakit stroke adalah:

1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik


seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.

2. Ct-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya


infark.

3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada


thrombosis, emboli serebral, dan tia (transient ischaemia attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

4. MRI (magnetic resonance imaging): menunjukkan daerah yang mengalami


infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

5. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

6. EEG (electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada


gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang


berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.

8. Pemeriksaan darah rutin dan Pemeriksaan darah lengkap.

9. Pemeriksaan Kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

13
2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan stroke non hemoragik memiliki empat tujuan utama :

perbaikan aliran darah serebral (reperfusi), pencegahan trombosis berulang,

perlindungan saraf, dan perawatan suportif. Fokus pengobatan awal adalah

menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga hal yang diperlukan adalah

oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat.

Terapi pada penderita stroke non hemoragik bertujuan untuk meningkatkan

perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah thrombosis

lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah sekunder lain,

beberapa terapi adalah :

1. Terapi trombolik : Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator

yang berfungsi memperbaiki aliran darah dengan menguraikan bekuan darah,

tetapi terapi ini harus dimulai dalam waktu 3 jam sejak manifestasi klinis stroke

timbul dan hanya dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau penyebab lain

disingkirkan.

2. Terapi antikoagulan : Terapi ini diberikan bila penderita terdapat risiko tinggi

kekambuhan emboli, infark miokard yang baru terjadi, atau fibrilasi atrial.

3. Terapi antitrombosit : Seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel dapat

diberikan untuk mengurangi pembentukan thrombus dan memperpanjang waktu

pembekuan.

14
4. Terapi suportif : Berfungsi untuk mencegah perluasan stroke dengan tindakan

meliputi penatalaksanaan jalan napas dan oksigenasi, pemantuan dan

pengendalian tekanan darah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut,

pengendalian hiperglikemi pada pasien diabetes sangat penting karena kadar

glukosa yang menyimpang akan memperluas daerah infark.

Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretic untuk menurunkan

edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark

serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau

memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem

kardiovaskular. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit

memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan emboli.

2.1.9 Pencegahan

1. Dianjurkan untuk melakukan 3 M.

A. Menghindari : rokok, stress mental, minum kopi, alkohol dan kegemukan.

B. Mengurangi : asupan lemak, kalori, garam dan kolesterol yang berlebihan.

C. Mengontrol atau mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus, penyakit

jantung.

2. Penyuluhan tentang modifikasi faktor risiko dan mengajarkan tentang

mengenali tanda dan gejala stroke serta olahraga teratur 3-4 kali seminggu.

3. Anjurkan konsumsi makanan dengan gizi seimbang.

4. Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE.(Setyopratono.2009)

15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data – data yang akurat dari klien sehingga dapat diketahui

berbagai permasalahan yang dialami pasien. ( Alimul aziz. 2013)

Anamnese pemeriksaan stroke non hemoragik meliputi :

Identitas pasien : nama, umur, alamat, pendidikan, nomor registrasi, diagnosa

medis.

Keluhan utama : pasien biasanya mengalami nyeri kepala disertai gangguan

bicara,kelemahan anggota gerak baik sebagian atau seluruh bagian tubuh, tubuh

tiba- tiba lemas tanpa diketahui penyebabnya.

Riwayat penyakit dahulu : pada pasien stroke biasanya ditemukan riwayat

hipertensi,diabetes mellitus, sering merokok.

Riwayat kesehatan keluarga : kemungkinan adanya riwayat stroke dalam keluarga

Sedangkan dalam pola pengkajian fungsional gordon yang dikutip dari kozier

(2010)meliputi :

A. Pola nutrisi : penderita stroke mengalami penurunan pada glosofaringeus

sehingga reflex menelan berkurang.

B. Pola aktifitas dan latihan : penderita stroke tidak akan mampu melakukan

aktifitas dan perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak

16
adalah tanda yang pasti ada pada penderita stroke.kekuatan otot berkurang,

mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan.

C. Pola tidur dan istirahat : penderita stroke lebih banyak tidur dan istirahat karena

semua sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan

kesadaran sehingga lebih banyak diam.

D. Pola persepsi dan kognitif : penderita stroke akan mengalami gannguan pada

semua pola pengecapan, peraba, pendegaran, penglihatan, penciuman.

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (b1-b6)

dengan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien :

1). B1 (Breathing) pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi

pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering

didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadarans koma.pada

klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya

tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan

kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (blood) pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi

peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmhg).

17
3) B3 (Brain) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya

tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang

rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

4) B4 (Bladder) setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol

motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau

berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik

steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel) didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan

menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh

peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan

nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis

luas.

6) B6 (Bone) stroke adalah penyakit yang mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,

gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi

motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi

pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,

18
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen kulit akan

tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,

perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol

karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk

beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta

mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Tabel 1. Pengkajian kekuatan otot dan gangguan koordinasi

Skala Persen (%) Karakteristik

kekuatan otot

0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi

atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan

topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan

melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal

melawan gravitasi dan tahanan.

Sumber : Wedho,dkk.(2013).konsep kebutuhan dasar manusia I.kupang

19
Penilaian kemampuan mobilitas bertujuan untuk menilai gerak ke posisi miring,

duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa bantuan.

Tabel 2. Kategori tingkat kemampuan aktivitas :

Tingkat Kategori

Aktivitas

Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi

dalam perawatan

Sumber : Wedho,dkk.(2013).konsep kebutuhan dasar manusia I.Kupang

7) Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter

yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan

pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah

indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem

digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan

keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar

pada tingkat letargi, stupor, dan semikoma. Jika klien sudah mengalami koma

maka penilaian gcs sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan

bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

20
Penilaian Glassgow Coma Scale (GCS) secara kwantitatif.

Skala Nilai

Respon buka mata

Spontan 4

Dipanggil 3

Rangsang nyeri 2

Tidak ada respon ( diam) 1

Respon verbal

Orientasi baik 5

Jawaban kacau 4

Kata-kata tidak jelas 3

Bunyi tidak beraturan 2

Tidak bersuara 1

Respon motorik

Sesuai perintah 6

Lokalisasi nyeri 5

Reaksi pada nyeri 4

Fleksi (abnormal) 3

Ekstensi ( abnormal ) 2

Tidak ada respon 1

Sumber : Wedho,dkk.(2013).konsep kebutuhan dasar manusia I. Kupang

21
8) Status mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan

aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

9) Fungsi intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa

kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan

dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

10) Kemampuan bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi

dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari

girus temporalis superior (area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien

tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada

bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia

ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat

dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan

bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung

jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan

tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir

dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

22
Analisa data

Beberapa data yang dapat menjadi penunjang dalam pengkajian dari keadaan

pasien stroke non heaemoragik menurut Wilkinson (2012) diantaranya adalah :

1. Masalah keperawatan : intoleransi aktifitas

Etiologi : kelemahan fisik

Data pendukung : tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap

aktifitas, mengalami keletihan atau kelemahan saat beraktifitas, lebih

banyak melakukan tirah baring, adanya keluhan nyeri pada tubuh saat

beraktifitas, adanya bagian tubuh yang mengalami kesulitan untuk

bergerak.

2. Masalah keperawatan : ketidak efektifan bersihan jalan napas

Etiologi : disfungsi neuromuskular

Data pendukung : ditemukan adanya suara napas tambahan, perubahan

irama dan frekuensi pernapasan, batuk tidak efektif, sianosis, kesulitan

berbicara, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, adanya retraksi

dinding dada, adanya sputum berlebih.

3. Masalah keperawatan : Hambatan mobilitas fisik

Etiologi : Gangguan neuromuskuler

Data pendukung : Kesulitan membolak – balik posisi tubuh, dispnea saat

beraktifitas,keterbatasan rentang gerak sendi, melambatnya pergerakan,

gerakan tidak terkoordinasi.

23
4. Masalah keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Etiologi : kesulitan mengunyah dan menelan

Data pendukung : Menolak untuk makan, nyeri abdomen, bising usus

hiperaktif, membran mukosa pucat, rongga mulut terluka, kelemahan otot

yang berfungsi untuk mengunyah dan menelan.

5. Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri berupa makan/minum,

mandi/hygiene, berpakian/berhias, eliminasi.

Etiologi : Gangguan neuromuskuler

Data pendukung : ketidakmampuan pasien dalam akses kekamar mandi,

mengeringkan badan, membersihkan tubuh, mengambil dan memakai

pakaian, mengancingkan baju, melepas pakian, memegang alat makan,

membuka wadah maka, mengambil minuman, hygiene eliminasi yang

tepat, menyiram kloset, memanipulasi pakain untuk eliminasi.

6. Masalah keperawatan : Hambatan komunikasi verbal

Etiologi : Perubahan pada sistem saraf pusat.

Data pendukung : kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal,

disorientasi tiga lingkup, tidak dapat berbicara, verbalisasi yang tidak

sesuai, bicara pelo, gagap.

24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini dapat

memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung jawab dan

tanggung gugat perawat. ( Alimul aziz. 2013)

Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan penyakit stroke non

hemoragik menurut (Wilkinson, 2012) :

1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan disfungsi

neuromuskuler.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kesulitan

mengunyah dan menelan.

5. Deficit perawatan diri ( makan, mandi,berpakian,toileting ) yang

berhubungan dengan gangguan musculoskeletal (kelemahan fisik)

6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem

saraf pusat.

25
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan

yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah –

masalah pasien. Perencanaaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat

suatu proses keperawatan ( Alimul aziz. 2013)

I. Diagnosa : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Goal atau sasaran asuhan keperawatan adalah selama perawatan pasien akan

mempertahankan toleransi aktifitas yang normal.

Obyektif atau kriteria evaluasi yang akan dicapai mencakup : pasien menyatakan

keinginan untuk meningkatkan aktifitas secara bertahap. Pasien dapat

melakukan rom pasif diikuti rom aktif.kekuatan otot meningkat menjadi 5,

tingkat kemandirian menjadi 0. Pasien tidak lemah. Tekanan darah,

kecepatan nadi , respirasi tetap dalam batas normal selama aktivitas.

Tindakan keperawatan yang direncanakan adalah :

1. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas.

Rasional: melalui tindakan ini perawat dapat menentukan tindakan yang

sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2. Bantu pasien untuk beraktifitas diselingi istirahat

Rasional: untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah

keletihan

26
3. Ajarkan dan bantu latihan rom setiap 4jam.tingkatkan dari pasif ke aktif

sesuai toleransi pasien.

Rasional : latihan rom dapat mencegah kontraktur sendi dan atrofi otot.

4. Kaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan aktifitas ( tekanan darah,

respirasi, denyut dan irama jantung)

Rasional : pemantauan tanda- tanda vital dapat membantu pengkajian

toleransi terhadap peningkatan latihan dan aktifitas.

5. Atur posisi pasien minimal setiap 2 jam.

Rasional : perubahan posisi dapat membantu mencegah kerusakan kulit

dengan mengurangi penekanan.

6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

Rasional : untuk merencanakan dan memantau program aktifitas jika perlu.

II. Diagnosa : Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

disfungsi neuromuskuler

Goal : pasien akan mempertahankan keefektifan jalan napas selama dalam

perawatan.

Obyektif : bersihan jalan napas kembali normal dengan kriteria hasil pasien batuk

secara efektif, pasien dapat mendemonstrasikan teknik batuk yang terkontrol.

pasien dapat mengeluarkan sputum, tidak ada ronchi. pernapasan normal.

Tindakan keperawatan yang direncanakan :

1. Kaji status pernapasan setiap 4 jam atau menurut standart yang ditetapkan.

27
Rasional : untuk mendeteksi tanda awal bahaya

2. Anjurkan untuk posisi semi fowler atau fowler

Rasional : untuk membantu bernapas dan ekspansi dada

3. Ajarkan pasien batuk efektif dan lakukan drainase postural

Rasional : untuk mobilisasi sekresi yang mengganggu oksigenasi.

4. Beri oksigen sesuai terapi

Rasional : untuk mempertahankan jalan napas.

5. Anjurkan pasien untuk minum air hangat

Rasional : untuk mencairkan secret.

III. Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan kesulitan mengunyah dan menelan.

Goal : pasien akan mempertahankan keseimbangan nutrisi selama dalam

perawatan

Obyektif: hasil yang diharapkan : berat badan pasien ideal sesuai tinggi badan,

menghabiskan porsi makan yang disediakan, tidak muntah, mual. Tidak

terjadi penurunan berat badan yang berarti, terhindar dari aspirasi.

Tindakan keperawatan yang direncanakan :

1. Timbang berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari

2. Rasional : untuk mendapatkan data yang akurat

28
3. Pantau asupan dan haluaran pasien

Rasional : karena berat badan dapat meningkat akibat dari retensi cairan.

4. Beri makanan sedikit tapi sering dan dalam keadaan yang masih hangat

Rasional : Mencegah terjadinya mual dan muntah.

5. Berikan sejumlah makanan yang dianjurkan melalui slang

Rasional : untuk menyuplai kebutuhan.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional : untuk mencegah integritas kulit serta mencegah terjadinya

infeksi nosokomial.

7. Berikan perawatan hidung dan perawatan pada slang.

Rasional : Rasional : untuk merencanakan nutrisi yang tepat bagi pasien.

IV. Diagnosa : Deficit perawatan diri ( makan, mandi,berpakian,toileting )

yang berhubungan dengan gangguan musculoskeletal (kelemahan fisik)

Goal : pasien akan :meningkatkan perawatan diri, meningkatkan kemampuan

merawat kebersihan mulut dan gigi selama dalam perawatan

Obyektif atau kriteria evaluasi yang akan dicapai mencakup :pasien dapat

menyampaikan perasaan keterbatasan, pasien dan anggota keluarga dapat

melakukan program perawatan diri setiap hari. Pasien bebas dari bau badan,

keringat dan sel yang mati, mulut tampak bersih, tidak bau.rambut bersih,

kuku tangan dan kuku kaki bersih dan pendek.

29
Tindakan keperawatan yang direncanakan adalah :

1) Observasi tingkat fungsional pasien setiap pergantian tugas jaga;

dokumentasikan dan laporkan setiap perubahan.

Rasional : melalui tindakan ini, perawat dapat menentukan tindakan yang

sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien

2) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai

deficit perawatan diri

Rasional : untuk membantu klien mencapai tingkat fungsional tertinggi sesuai

kemampuannya.

3) Pantau pencapaian perawatan diri setiap hari. Hargai pencapaian klien.

Rasional : penguatan dan penghargaan akan mendorong pasien untuk terus

berusaha

4) Bantu sebagian atau sepenuhnya saat mandi atau kebersihan setiap hari .

Bantu pasien hanya jika dia mengalami kesulitan.

Rasional : untuk meningkatkan perasaan mandiri

5) Ajarkan pasien dan keluarga tentang langkah-langkah mandi dan kebersihan

lainya. Gunakan instruksi sederhana satu-persatu,mintna pasien dan keluarga

mendemonstrasikan kembali dibawa pengawas.

Rasional : demonstrasi ulang dapat mengindetifikasi area masalah dan dapat

meningkatkan kepercayaan diri dan mudah dimengerti pasien dan keluarga

6) Berikan privasi

Rasional : meningkatkan harga diri

30
7) Berikan waktu yang cukup untuk pasien melakukan tugas mandi dan

kebersihan lainnya,

Rasional : ketergesa-gesaan menimbulkan stress yang tidak seharusnya terjadi

dalam meningkatkan kegagalan. .( kusuma. 2012)

V. Diagnosa : Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan

perubahan pada sistem saraf pusat.

Goal : pasien akan mempertahan komunikasi verbal yang efektif selama dalam

perawatan.

Obyektif : pasien akan mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan, pasien

akan mampu menggunakan bahasa isyarat, pasien mampu mengenali pesan

yang diterima, pasien mengkomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi

alternatif.

Tindakan keperawatan yang dianjurkan adalah :

1) Kaji kemampuan pasien untuk berbicara, mendengar dan memahami

pembicaraan.

Rasional : untuk menilai kemampuan pasien dan mendapatkan data

yang akurat.

2) Pantau dan catat perubahan pola bicara atau tingkat orientasi.

Rasional : perubahan dapat mengindikasikan peningkatan atau

penuruna kondisi.

3) Berbicaralah dengan jelas, pelan, dan dalam nada normal pada saat

berbicara kepada pasien.

31
Rasional : modifikasi dalam bicara dapat meningkatkan pemahaman.

4) Dukung upaya pasien dalam berkomunikasi dan berikan penguatan

positif

Rasional : untuk membantu pemahaman pasien.

5) Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk berespon.

Rasional: tindakan ini meningkatkan konsep diri pasien dan

mengurangi frustasi.

6) Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara.

VI. Diagnosa : Risiko kerusakan integitas kulit berhubungan dengan

imobilitasi fisik.

Goal : Pasien akan mempertahankan integritas kulit yang utuh selama dalam

perawatan

Objektif : pasien akan mempertahankan keutuhan kulit yang utuh, tidak ada luka/

lesi pada kulit, kulit lembab, kulit tidak kering, tidak bersisik, tidak ada

lesi.kulit tidak kemerahan.

Tindakan keperawatan yang direncanakan adalah :

1. Monitoring keadaan kulit pasien

Rasionalnya : deteksi dini terhadap perubahan kulit dapat mencegah atau

meminimalkan kerusakan integritas kulit.

2. Anjurkan untuk ubah posisi setiap 2 jam dan ikuti jadwal pengubahan

posisi

32
Rasionalnya : tindakan tersebut dapat mengurangi tekanan pada jaringan,

meningkatkan sirkulasi dan mencegah kerusakan kulit.

3. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan kulit pasien agar tetap bersih

dan kering dan berikan lotion bila perlu.

Rasionalnya : untuk mencegah terjadinya gesekan yang menimbulkan

kerusakan integritas kulit.

4. Anjurkan keluarga untuk menjaga seprei pasien kering, bersih, bebas dari

kerutan dan kusut.

Rasionalnya : seprei yang kering dan lembut dapat mencegah eksoriasi

dan kerusakan kulit.

5. Jelaskan kepada keluarga tanda awal kerusakan kulit.

Rasionalnya : tindakan tersebut mendorong kepatuhan terhadap program

perawatan kulit.

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Menurut Alimul Aziz (2013) Tahap pelaksanaan merupakan langkah

keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai

strategi keperawatan ( tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam

rencana tindakan keperawatan.

Implementasi keperawatan didasarkan pada diagnosa keperawatan yang

didapatkan dari pengkajian dan perencanaan yang telah disusun sebelumya

oleh perawat. Tindakan keperawatan yang dilakukan letakkan kepala pada

posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam ,

mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabilselanjutnya

33
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1 – 2 liter/ menit. Pemberian nutrisi dengan

cairan isotonic, kristaloid atau koloid 1500-2000ml dan elektrolit sesuai

kebutuhan. Pemberian nutrisi peroral hanya jika fungsi menelan atau kesadaran

menurun dianjurkan melalui slang nasogastrik. Jika terjadi hipoglikemia (kadar

gula darah < 60mg% dengan gejala ) segera diatasi dengan dextrose 40%

sampai kembali normal.bila terjadi peningkatan tekanan darah maka obat yang

direkomendasikan adalah natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa beta,

penyekat ace, atau antagonis kalsium. Sedangkan bila terjadi hipotensi maka

berikan dopamin 2-20unit/kg/menit samapi tekanan darah sistolik >110mmhg.

Untuk pemberian antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan dan agen

neuroproteksi yaitu citikolin atau piracetam jika didapatkan tejadinya

afasia.(Setyopratono.2009) semua tindakan keperawatan dilakukan setelah

adanya persetujuan dari pasien ataupun keluarga.

Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi Diuretic untuk

menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5

hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah

terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain

dalam sistem kardiovaskular. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena

trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan

emboli. Dalam melakukan implementasi keperawatan perlu

mempertimbangkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit yang

diderita, kondisi fisik pasien, dan keterlibatan pasien maupun keluarga dalam

proses keperawatan, hal ini sangat berguna dalam rangka menghindari

34
ketergantungan pasien dalam pemberian pelayanan keperawatan.(Gallo,dkk

2011)

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari asuhan keperawatan dengan

cara mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau

tidak.pada tahap evaluasi kegiatan yang dilakukan yaitu mengevaluasi selama

proses perawatan berlangsung dan menilai respon klien. (Alimul aziz. 2013)

selama evaluasi, pertimbangan tujuan perawatan dan evaluasi apakah hasil yang

diharapkan tercapai. Pendekatan berpikir kritis mempertimbangkan semua faktor

saat mengevaluasi pelayanan klien. Dasar pengetahuan perawat dan

pengalamannya merupakan perspektif penting saat menganalisis data pengkajian

klien. Aspek akhir dari evaluasi akan menentukan apakah harapan klien tentang

personal hygiene telah terpenuhi. Harapan klien merupakan pedoman penting

untuk menentukan kepuasannya.(Sulistyo, dkk. 2012 )

Format ini dapat digunakan pada catatan medik yang berorientasi pada

masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di

identifikasi oleh semua anggota tim perawat. Format SOAPIER terdiri dari:

a) S merupakan data Subyektif: Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan

atau yang dirasakan sendiri oleh pasien.

b) O merupakan data objektif : Tanda-tanda klinik dan fakta yang

berhubungan dengan diagnosa keperawatan meliputi data fisiologis dan

35
informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic laboratorium.

c) A merupakan pengkajian (assesment) : Analisis data Subyektifdan objektif

dalam menentukan masalah pasien.

d) P merupakan perencanaan : Pengembangan rencana segera atau untuk

yang akan dating dari intervensi tindakan untuk mencapai status kesehatan

optimal.

e) I merupakan intervensi merupakan rencana tindakan yang akan dilakukan

oleh perawat.

f) E merupakan evaluasi : Merupakan analisis respon pasien terhadap

intervensi yang diberikan.

g) R merupakan revisi : Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan

adanya respon pasien terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan

perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi rencana asuhan

keperawatan. Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan adalah

pasien dapat toleransi aktifitas yng dilakukan, efektifan bersihan jalan

napas sehingga pasien tidak batuk. Tidak terjadinya hambatan mobilitas

fisik, nutrisi pasien seimbang dimana berat badan pasien tidak mengalami

penurunan, tidak terjadinya deficit perawatan diri ( makan,

mandi,berpakian,toileting ) serta tidak adanya hambatan komunikasi

verbal yang dialami oleh pasien (Kusuma. 2012)

36
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan adalah pasien dapat

toleransi aktifitas yang dilakukan, efektifan bersihan jalan napas sehingga pasien

tidak batuk dan tidak sesak. Tidak terjadinya hambatan mobilitas fisik, nutrisi

pasien seimbang dimana berat badan pasien tidak mengalami penurunan, tidak

terjadinya deficit perawatan diri ( makan, mandi, berpakian, toileting) serta tidak

ada hambatan komunikasi verbal yang dialami pasien (Kusuma, 2012)

37
BAB III

METODOLOGI DAN PEMBAHASAN

3.1 Pendekatan

Studi ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.

Metode deskriptif yaitu sekumpulan obyek yang biasanya bertujuan untuk

membuat atau deskriptif gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang

terjadi di dalam suatu populasi tertentu. Studi kasus dilakukan dengan cara

meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit

tunggal. Unit tunggal dapat berarti satu orang. Unit yang menjadi kasus

tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan

keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian

kejadian khusus yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan

dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu

(Notoatmodjo, 2010).

Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan dengan diagnosa stroke non hemoragik Penelitian dilakukan selama

3 hari di ruang rawat inap 3 laki RSUD Prof. W.Z. Johannes Kupang. Sumber

informasi dilakukan melalui anamnesa dari pasien atau keluarga, pemeriksaan

fisik, serta data penunjang berupa hasil laboraturium.

38
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pada studi kasus pasien stroke non hemoragik ini dilakukan di ruang

Komodo RSUD Prof.W.Z. Johannes Kupang. Lama penelitian 3 hari, waktu

dimulai sejak tanggal 16 April 2018 sampai dengan 22 April 2018.

3.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian studi kasus pasien stroke non haemoragik ini adalah Tn.

S.T . pasien di Ruang Komodo RSUD.Prof. Dr.W.Z .Johannes Kupang.

3.4 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk studi kasus ini adalah :

1. Wawancara diperoleh melalui anamnesa berisi tentang identitas pasien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sebelumnya,

riwayat kesehatan keluarga. Sumber data dari pasien, keluarga, serta

perawat dan petugas kesehatan lainnya.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik pada sistem tubuh. Pemeriksaan pada

pasien stroke non haemorogik meliputi inspeksi, palpasi.perkusi,

auskultasi.

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi berupa rekaman medic ( status ) pasien serta hasil dari

pemeriksaan diagnostik

39
3.5 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam

opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan

jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi

wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah

penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan

studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya

diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam

analisis adalah :

1. Pengumpulan data.

Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dokumen. Hasil

ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkrip.

2. Mereduksi data.

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data obyektif dianalisis

berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal .

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan teks naratif. Kerahasiaan dari responden

dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari responden.

40
4. Kesimpulan

Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian keperawatan ,

diagnosis keperawatan , perencanaan keperawatan, tindakankeperawatan,

dan evaluasi keperawatan.

3.6 Uji keabsahan data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data / informasi

yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan

validitas tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang

waktu pengamatan / tindakan dan sumber informasi tambahan

menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu pasien,

perawat dan keluarga klien yang mengalami pasien stroke non

haemoragik.

3.7 Etika Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan berbagai prosedur yang

berhubungan dengan etika penelitian yang meliputi :

1. Informed concent (lembaran persetujuan menjadi responden)

Adalah lembaran persetujuan yang akan diberikan kepada subjek yang

akan diteliti. Informed concent menjelaskan maksud dari penelitian serta

dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika

responden bersedia maka mereka harus menandatangani surat persetujuan

penelitian. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak responden.

41
2. Anonymity

Adalah kerahasiaan identitas responden dan harus dijaga. Oleh karena itu

peneliti tidak boleh mencantumkan nama responden pada pengumpulan

data.

3. Confidentiality

Adalah kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena

hanya kelompok dan data tertentu apa saja yang akan disajikan atau

dilaporkan sebagai hasil penelitian.

42
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Studi kasus dilakukan diruangan Komodo RSUD Prof Dr .W. Z Johannes

Kupang, Ruang Komodo merupakan ruangan kelas 3 khusus pasien jenis kelamin

laki- laki, menerima pasien Interna dan Bedah , mempunyai 6 kamar yaitu A, B,

C, D, E, F. dan setiap kamar memiliki 4 tempat tidur. Studi kasus dilakukan pada

kamar B bed 2. Lamanya penelitian yaitu 3 hari, dimulai dari tanggal 16 April

2018 sampai tanggal 18 April 2018.

4.1.2 Karakteristik partisipan (Identitas Pasien)

Pasien yang dirawat berinisial Tn.S.T berusia 62 tahun, berjenis kelamin

laki – laki. Pasien merupakan suku Timor, beragama Kristen Protestan. Pasien

bekerja sebagai seorang Petani, berdomisili di TDM 2. Pendidikan terakhir

Sekolah Dasar. Pasien masuk rumah sakit tanggal 13 April 2018 dengan diagnosa

Stroke Non Hemoragik

4.1.3 Data Asuhan Keperawatan

4.1.3.1 Pengkajian

Pada pengkajian yang dilakukan tanggal 16 April 2018 pukul 09.00 wita

data didapatkan dengan cara observasi, pemeriksaan fisik dan data – data

43
pendukung yang ada seperti hasil labortorium maka didapatkan hasil sebagai

berikut : Keluhan Utama : Pasien mengatakan lemas pada ektremitas bagian kiri

(wajah sampai kaki tidak dapat di gerakan, ), belum buang air besar kurang lebih

3 hari.

Riwayat Sebelum Sakit : Keluarga Pasien ( Anaknya ) mengatakan

Bapaknya belum pernah menderita sakit seperti ini selama hidupnya ,hanya

sakit biasa seperti Batuk ,pilek dan berobat ke puskesmas,bapaknya tidak pernah

mengikuti posyandu lansia dan tidak pernah melakukan pemeriksaan seperti

Tekanan Darah dan lainnya .

Riwayat saat masuk rumah sakit : pasien masuk rumah sakit pada tanggal

13 April 2018 dengan keluhan tiba – tiba pusing, muntah 4 kali,rasa lemah pada

tangan dan kaki kiri, kepala sakit, bicara tidak jelas. Pasien lalu dibawah IGD

RSUD Prof.Dr.W. Z .Johannes Kupang.

Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan bahwa merupakan anak

ke empat dari lima bersaudara, sekarang tinggal bersama istri dan keempat

anaknya. Ayah dan ibunya telah meninngal dan tidak mengetahui dengan jelas

penyebab kematian. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

menderita penyakit menular maupun penyakit keturunan. ( genogram terlampir)

Riwayat kesehatan lingkungan : Pasien mengatakan ia tinggal bersama

istri dan anaknya. Istrinya sering menjaga kebersihan dalam rumah dan

lingkungan sekitar. Pasien mengatakan penerangan dan pencahayaan dalam

rumahnya baik.

44
Riwayat kesehatan lainnya : Pasien mengatakan tidak pernah

menggunakan alat bantu : gigi palsu, kacamata, alat bantu pendengaran, dan lain-

lain

Observasi dan pemeriksaan fisik :

1. Keadaan Umum : Keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis,

pasien tampak lemah, terpasang inful NS 20 Tpm.

2. Tanda – tanda vital, Berat badan dan tinggi badan tidak dilakukan

pengukuran: Tekanan darah : 160/90mmhg. Suhu : 37,2 0c / Aksila. Nadi :

88 kali / menit. Pernapasan : 24 kali / menit.

3. B1 ( Breathing) : Pada pemeriksaan paru - paru : bentuk dada simetris,

tidak ada retraksi dinding dada, pada auskultasi terdengar bunyi vesikuler,

tidak terdengar bunyi wheezing, tidak ada bunyi ronchi.

4. B2 ( Blood ) : Tekanan darah 160/90 mmhg, pada pemeriksaan jantung :

tidak terjadi pembesaran pada area jantung, bunyi jantung normal (s1 s2

tunggal).

5. B3 ( Brain) : Pasien sadar penuh dengan GCS (glassglow coma scale) 15.

pasien mampu membedakan bau – bauan, kelopak mata tertutup secara

sempurna, adanya gerakan bola mata mengikuti arah yang ditunjuk, pupil

isokor

6. B4 (Bladder) : Pasien menggunakan kateter jumlah urine kurang lebih

1000cc/hari. Warna kuning jernih.

7. B5 ( Bowel) : pasien mengatakan pasien belum buang air besar selama

4 hari. tampak distensi abdomen, bising usus 5 kali permenit

45
8. B6 ( Bone) : pergerakan terbatas pada ekstremitas bagian atas dan

ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 2 (gerakan otot penuh

melawan gravitasi dengan topangan), tingkat kemampuan pasien 4( sangat

tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam

perawatan). Tidak ada edema pada ekstremitas.

Ketergantungan pola aktivitas sehari-hari :

1. Pola nutrisi dan metabolik : keluarga pasien mengatakan selama sahat

pasien makan 3 kali sehari terdiri dari nasi, sayur dan lauk ikan, tempe dan

tahu. Pasien minum air kurang lebih 8 gelas perhari. Saat ini pola nutrisi

pasien baik, pasien mampu menghabiskan porsi makanan yang disediakan.

2. Pola aktifitas dan latihan : Saat dikaji pasien mengatakan sebelum sakit

kegiatan sehari – hari adalah bekerja kantoran. Saat sakit pasien

mengatakan badan lemah, tangan kanan dan kaki kanan lemah,semua

aktifitas dibantu oleh keluarga.

3. Pola istirahat dan tidur : Pasien mengatakan sebelum sakit tidur malam 6

jam. Saat ini pola tidurnya tidak ada gangguan.

4. Pola kognitif dan persepsi sensorik. Pasien mengatakan fungsi panca indra

seperti : kemampuan penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan

baik.

5. Pola interaksi keluarga mengatakan sebelum sakit pasien mampu

berinteraksi dengan baik dengan semua anggota keluarga maupun

tetangga. Saat ini pasien mampu berinteraksi dengan baik dengan keluarga

dan petugas.

46
6. Pola toleransi terhadap stress keluarga mengatakan sebelum sakit ketika

ada masalah pasien suka marah.saat ini pasien nampak tenang.

7. Pola sistem nilai kepercayaan keluarga mengatakan sebelum sakit pasien

rajin beribadah saat ini pasien didoakan oleh keluarga dan kerabatnya.

Pemeriksaan Penunjang : Pada tanggal 17 April 2018 dilakukan

pemeriksaan darah lengkap. Darah rutin : HB 14.0 gr/dl( 13-18 gr/dl) jumlah

eritrosit 5,46 10^6/uL (normal 4,50-6,20 10^6/uL), hematokrit 42,3% (normal

40,0-54,0 %), Jumlah leukosit 6,23 10^3/uL (4,0-10,0 10^3/uL). Hitung Jenis :

neutrofil 75,3 % (normal 50-70 %), limfosit 17,8% (normal 20-40 %), monosit 7,6

% (normal 2-8 %), jumlah neutrofil 3,15 10^3/uL (normal 1,50-7,00 10^3/uL),

jumlah limfosit 2,35 10^3/uL (normal 1,00-3,70 10^3/uL), jumlah monosit 0,30

10^3/uL (normal 0,00-0,70 10^3/uL)

Pada tanggal 18 April 2018 dilakukan pemeriksaan kimia darah : GDS 158

mg/dl ( 70-150). Ureum 19,70( 17.00-43.00). Kreatinin 0,72 ( 0,7-1,3). Kolesterol

total 182 ( < 200). Trigliserida115 ( <150). Asam urat (1,9-7,9). SGOT 26 (<35).

SGPT 34 (<41).

Terapi yang didapat : infus cairan NS 20 tetes/ menit. injeksi Piracetam 3

x 3gr, indikasinya pengobatan infark serebral, kontraindikasinya hipersensitif

terhadap piracetam, penderita gangguan ginjal berat.Captopril 3 x 25mg,

indikasinya pasien hipertensi, pasien gagal jantung kronik, pasien kelainan

jantung pasca serangan jantung, pasien ginjal terkait penyakit gula ( Diabetes).

Kontraindikasinya pasien alergi terhadap obatgolongan ACEI, pasien tidak dapat

47
berkemih, penyempitan pembuluh darah ginjal, kehamilan. Amlodipin 1 x 5mg

indikasinya pasien hipertensi,penyakit jantung koroner, pasien nyeri

dada.kontraindikasinya pasien hipersensitifitas terhadap amlodipin, gagal jantung

akut, hipotensi disertai gejala seperti pingsan kelainan fungsi jantung, kelainan

fungsi hati. Clopidogrel 3 x1 tablet, indikasinya mengurangi terjadinya

aterosklerosis, stroke dan kematian vaskuler, pada pasien dengan aterosklerosis

terdokumentasi oleh stroke yang baru terjadi.kontraindikasinya pasien dalam

pengobatan dengan asam salisilat, pengobatan trombolik, kerusakan hati, anak –

anak usia dibawah 18 tahun, ibu hamil. Dulkolax suposutoria 1 x 10mg

ektra,indikasinya memperlancar buang air besar, konstipasi. Kontraindikasinya

riwayat alergi pada bisacodyl, dehidrasi berat, intoleransi laktosa, gangguan

gerakan usus. pasien yang menjalani operasi perut. Diet rendah garam.

4.1.3.2 Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 16 April 2018 data yang dapat

dianalisa sebagai berikut : Masalah keperawatan pertama adalah ketidakefekifan

perfusi jarinan Cerebral di tandai dengan, Data subyektif pasien mengatakan

badannya terasa lemah, sering pusing , sakit kepala dan bicara tidak jelas sejak

masuk rumah sakit. Data obyektif : pasien tampak bedrest total, tampak bicara

tidak jelas,semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan petugas,tampak distensi

abdomen, bising usus 2 kali permenit.

Masalah keperawatan kedua adalah Hambata Mobilitas Fisik yang

disebabkan oleh kelemahan fisik ditandai dengan Data subyektif : pasien

48
mengatakan badan lemah, kaki dan tangan kiri susah untuk bergerak.,Susah untuk

beraktivitas, semua kebutuhan dibantu oleh keluarga dan petugas. Data obyektif :

pasien tampak lemah, pada pemeriksaan ekstremitas pergerakan terbatas pada

ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 2

(gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan), tingkat kemampuan

pasien 4( sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam

perawatan).asien tampak bedrest total.

Masalah keperawatan ke tiga adalah konstipasi berhbungan dengan kurang

aktivitas fisik, yang ditandai dengan : data subjective : pasien mengatakanbelum

pernah BAB sudah 3 hari sejak masuk rumamah sakit

Masalah keperawatan ketiga adalah Risiko kerusakan integritas kulit yang

disebabkan oleh imobilitas fisik, yang ditandai dengan, Data obyektif : pasien

tampak lemah, pasien tampak bedrest total, semua aktifitas dibantu oleh keluarga

dan petugas.

4.1.4 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian dan hasil analisa data maka ditegakkan diagnosa

keperawatan sebagai berikut :

1) ketidakefekifan perfusi jaringan Cerebral berhubunga dengan kerusakan

jaringan otak.

2) Hambatan Mobiltas fisik berhubungan dengan penurunanmasa otot

3) Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik yang ditandai dengan :

4) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitasi fisik

49
4.1.5 Intervensi Keperawatan

Dalam proses keperawatan perencanaan meliputi menetapkan priorotas

masalah, tujuan, intervensi dan rasionalnya. Pada kasus Tn. S.T. ditegakkan 3

diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajian dan diprioritaskan menurut

prioritas masalah keperawatan :

1) Prioritas masalah I yaitu diagnosa 1. Ketidak fektifan perfusi jarngan

serebral merupakan prioritas berat karena dapat mengancam kesehatan,

karena menyebabkan terjadinya kelemahan fisik dan mengalami gagguan

bicara bahkan dapat menyebabkan kematian.

2) Prioritas masalah II yaitu diagnosa II, Hambatan Mobilitas Fisik

berhubungan dengan penurunan masa otot. Merupakan prioritas sedang

karena mengancam kesehatan yaitu mengakibatkan oedema, dekubitus,

batu kandung kemih, serta kontrakturnya sendi-sendi.

3) Prioritas masalah III yaitu diagnosa III, konstipasi berhubungan dengan

kurang ativitas.merupakan prioritas sedang karna dapat mengancam

kesehatan yaitu, trjadinya wasi dan hemaroid pad rectum serta infeksi.

4) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitasi fisik

merupakan prioritas rendah karena tidak mengancam kehidupan namun

potensial mengancam kesehatan pasien.

50
Diagnosa I. ketidakefektivan perfusi jarinagan cerebral berhubungan dengan

kerusakan jaringan otak. Goal : pasin dapat terbebas dari keetidak efektivan

perfusi jaringan cerebral selama dalam perawatan. Objective : dalam jangka waktu

1x24 jam diharapkan pasien dapat: TIK dalam batas normal, TD stabil, pasien

bicara dengan jelas,tidak tjadi ortostatik hipertensi,menunjukkan perhatian,

konsentrasi dan orentasi.

Intervnsi :

1) Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas,dingin dan benda

tajam atau tumpul.

2) Monitor adanya paretes

3) Batasi gerakkan pada kepala, leher dan punggung

4) Monitor kemampuan BAB

5) Kaloborasi pemberian obat analgetik

Diagnose Diagnosa II : Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot . Goal : Pasien akan mempertahankan mobilisasi fisik yang

normal selama perawatan. Obyektif : dalam jangka waktu 2x24 jam pasien

mampu melakukan ROM pasif diikuti ROM aktif.pasien menyatakan keinginan

untuk meningkatkan aktifitas secara bertahap.

Intervensi :

1. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas.

Rasional: melalui tindakan ini perawat dapat menentukan tindakan yang sesuai

untuk memenuhi kebutuhan pasien.

51
2. Bantu pasien untuk beraktifitas diselingi istirahat. Rasional: untuk

menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah keletihan.

3. Ajarkan dan bantu latihan ROM setiap 4 jam.tingkatkan dari pasif ke aktif

sesuai toleransi pasien. Rasional : latihan rom dapat mencegah kontraktur

sendi dan atrofi otot.

4. Kaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan aktifitas (tekanan darah,

respirasi, denyut dan irama jantung). Rasional : pemantauan tanda- tanda vital

dapat membantu pengkajian toleransi terhadap peningkatan latihan dan

aktifitas.

5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Rasional : untuk merencanakan dan

memantau program aktifitas jika perlu.

Diagnose II. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik. Goal :

Pasien bebas dari konstipasi selama dalam perawatan. Obyektif : dalam jangka

waktu 1x24 jam pasien dapat BAB dengan konsistensi lembek, tidak nyeri saat

BAB, bising usus normal 5-30 kali permenit.

Intervensi :

1) Monitor tanda dan gejala konstipasi. Rasionalnya : sebagai data dasar

dalam melakukan tindakan

2) Monitor bising usus. Rasionalnya : adanya bunyi abnormal : meningkat

pada diare dan menurun pada konstipasi.

3) Anjurkan untuk asupan cairan 2500ml – 3000ml/hari. Rasionalnya :

membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi.

52
4) Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi serat ( sayuran dan buah -

buahan). Rasionalnya : serat bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.

5) Kolaborasi pemberian obat pencahar sesuai indikasi. Rasionalnya :

mempermudah defekasi

Diagnosa IV . Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring

yang lama. Goal : pasien akan mempertahankan keutuhan kulit selama dalam

perawatan. Obyektif : dalam jangka waktu 1x24 jam tidak ada tanda – tanda

kerusakan integritas kulit : kulit tidak kering, tidak bersisik, tidak ada lesi.kulit

tidak kemerahan.

Intervensi :

1. Monitoring keadaan kulit pasien. Rasionalnya : deteksi dini terhadap

perubahan kulit dapat mencegah atau meminimalkan kerusakan integritas

kulit.

2. Anjurkan untuk ubah posisi setiap 2 jam dan ikuti jadwal pengubahan posisi

yang dipasang diatas tempat tidur. Rasionalnya : tindakan tersebut dapat

mengurangi tekanan pada jaringan, meningkatkan sirkulasi dan mencegah

kerusakan kulit.

3. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan kulit pasien agar tetap bersih dan

kering dan berikan lotion bila perlu. Rasionalnya : untuk mencegah terjadinya

gesekan yang menimbulkan kerusakan integritas kulit.

53
4. Anjurkan keluarga untuk menjaga seprei pasien kering, bersih, bebas dari

kerutan dan kusut. Rasionalnya : seprei yang kering dan lembut dapat

mencegah eksoriasi dan kerusakan kulit.

5. Jelaskan kepada keluarga tanda awal kerusakan kulit. Rasionalnya : tindakan

tersebut mendorong kepatuhan terhadap program perawatan kulit.

4.1.6 Implementasi Keperawatan.

Hari pertama, Rabu ,18 April 2018 .

Diagnosakeperawatan 1. Ketidakefektifan perfusi jaringa serebaral

b.d. kerusakan jaringan otak. Tindakkan kepeawatan yang dilakukan adalah jam

13.00 wita,monitor daerah tertentu yanghanya peka terhadap rangsangan, hasil

yang ditemukan pada kaki kiri dan tangan kiri pasien mati rasa dan tidak dapat

digerakkan. Jam 13.15 wita membtasi gerakkan pada kepala dan leher pasien,

hasil : pasien tampak tidur terlentangdan kepala di miringkan kekanan. Jam 13.30

memonitor kemampuan BAB pasien,hasil : pasien belum BAB semenjakmasuk

Rumah sakit.

Diagnosa keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot, tindakan keperawatan : Jam 13.00 wita mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas, hasil : pergerakan

terbatas pada ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan

kekuatan otot 2, tingkat kemampuan pasien 4,semua aktifitas dibantu oleh

keluarga dan petugas. Jam 13.30 wita membantu pasien untuk beraktifitas

54
diselingi istirahat, hasil : pasien mengatakan badan lemah sehingga belum mau

beraktifitas.

Diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas

fisik, tindakan keperawatan yang dilakukan: jam 13.00 wita memonitor tanda

dan gejala konstipasi, hasil yang ditemukan pasien mengatakan belum BAB selam

4 hari, tampak distensi abdomen . Jam 13.15 wita memonitor bising usus, hasil :

bising usus 5 kali / menit. Jam 13.20 wita menganjurkan untuk mengkonsumsi

cairan 2500ml – 3000ml/hari, hasil : pasien mengatakan mengerti dengan anjuran

yang diberikan. Jam 13.30 wita menganjurkan untuk makan makanan yang tinggi

serat (sayur dan buah-buahan) hasil : tampak pasien makan sayur dan makan

buah (pepaya) .

Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan imobilitas fisik tindakan keperawatan : Jam 13.00 wita memonitoring

keadaan kulit pasien hasil : tampak kulit pasien kering dan bersisik. Jam 13.15

wita menganjurkan untuk rubah posisi setiap 2 jam dan mengikuti jadwal

pengubahan posisi yang dipasang diatas tempat tidur, hasil : pasien merubah

posisi dari terlentang menjadi miring kiri, dibantu perawat dan keluarga. Jam

16.40 wita menganjurkan keluarga untuk mempertahankan kulit pasien agar tetap

bersih dan kering dan berikan lotion bila perlu, hasil : tampak punggung pasien

dibersihkan dan diberi pelembab (minyak baby oil) Jam 13.45 menganjurkan

keluarga untuk menjaga seprei pasien kering, bersih, bebas dari kerutan dan kusut,

hasil : istri pasien mengatakan mengerti dengan anjuran yang diberikan. Jam

14.00 wita menjelaskan kepada keluarga tanda awal kerusakan kulit, hasil : istri

55
pasien tampak mengerti setelah dijelaskan tentang tanda awal kerusakan kulit

yaitu kulit kering, kemerahan dan terasa panas.

Hari kedua, Kamis , 19 April 2018 .

Diagnose keperawatan Ketidakefektivan perfusi jaringan cerebral b.d.

penurunan masa otot. Tindakkan keperawatan : 08.00 wita memonitor adanya

paratese,hasil: pasien mengatakan keram pada kaki dan tangan kanan. Jam 8.30

Mendiskusikan mengena penyebab perubahan sensasi, hasil : keluga pasien

memahami apa yg disampaikan perawat. Jam 10.00, mengkaloborasi pemeria

obat,hasil : pasien diberkan obat piractam 3x3gr, amlodipin 1 x 5 mg, captropil 3

x 25 mg,clopidrogel 3 x 1 tablet.

Diagnosa keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot, tindakan keperawatan : Jam 09.30 wita mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas, hasil : pergerakan

terbatas pada ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan

kekuatan otot 2, tingkat kemampuan pasien 4,semua aktifitas dibantu oleh

keluarga dan petugas. Jam 11.00 wita membantu pasien untuk beraktifitas

diselingi istirahat, hasil : pasien mengatakan badan lemah sehingga belum mau

beraktifitas. Jam 11.30, mengajaarkan pasien dan keluarga tentang ROM passive

dan active,hasil : keluarga mengatakan paham dan dapat melakukan latihan ROM

pasive setiap pagi.

Diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas

fisik, tindakan keperawatan: jam 08.00 wita memonitor tanda dan gejala

56
konstipasi, hasil : pasien mengatakan belum BAB selama 5 hari, tampak distensi

perut. Jam 08.15 wita memonitor bising usus, hasil : bising usus 3 kali / menit.

jam 08.30 wita mengkolaborasi pemberian obat pencahar, Hasil : jam 12.15

melayani pemberian dulkolax suposutoria 10 mg perdubur.

Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan imobilitas fisik tindakan keperawatan : Jam 13.00 wita memonitoring

keadaan kulit pasien hasil : tampak kulit pasien kering dan bersisik. Jam 13.15

wita menganjurkan untuk rubah posisi setiap 2 jam dan mengikuti jadwal

pengubahan posisi yang dipasang diatas tempat tidur, hasil : pasien merubah

posisi dari terlentang menjadi miring kiri, dibantu perawat dan keluarga. Jam

16.40 wita menganjurkan keluarga untuk mempertahankan kulit pasien agar tetap

bersih dan kering dan berikan lotion bila perlu, hasil : tampak punggung pasien

dibersihkan dan diberi pelembab (minyak baby oil) Jam 13.45 menganjurkan

keluarga untuk menjaga seprei pasien kering, bersih, bebas dari kerutan dan kusut,

hasil : istri pasien mengatakan mengerti dengan anjuran yang diberikan. Jam

14.00 wita menjelaskan kepada keluarga tanda awal kerusakan kulit, hasil : istri

pasien tampak mengerti setelah dijelaskan tentang tanda awal kerusakan kulit

yaitu kulit kering, kemerahan dan terasa panas.

Hari ketiga, Rabu 19 April 2018

Diagnose keperawatan Ketidakefektivan perfusi jaringan cerebral b.d.

penurunan masa otot. Tindakkan keperawatan : 08.00 wita.memonitor adanya

tromboplebitis, hasil : padakaki kiri pasien kulit tampak bengkak dan turgor kulit

57
jelek. Jam 10.00, mengkaloborasi pemeria obat,hasil : pasien diberkan obat

piractam 3x3gr, amlodipin 1 x 5 mg, captropil 3 x 25 mg,clopidrogel 3 x 1 tablet.

Diagnosa keperawatan hamatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunanmasa otot, tindakan keperawatan: Jam 08.30 wita mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas, hasil : pergerakan

terbatas pada ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan

kekuatan otot 2, tingkat kemampuan pasien 4,semua aktifitas dibantu oleh

keluarga dan petugas. Jam 09.00 wita membantu pasien untuk beraktifitas

diselingi istirahat, hasil : pasien tampak berusaha merubah posisi tidur ke posisi

duduk tetapi lemah. Jam 09.30 wita mengajarkan dan membantu latihan ROM

tingkatkan dari Pasif ke Aktif sesuai toleransi pasien, hasil : pasien mengikuti

latihan ROM Pasif yaitu fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas dan bawah. Jam

10.00 wita mengkaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan aktifitas :

mengukur tekanan darah, respirasi, denyut nadi, hasil : TD : 140/90mmhg, S =

37,2 0c. RR = 18x/i, N = 76x/i.

Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan imobilitas fisik, tindakan keperawatan : Jam 09.00 wita memonitoring

keadaan kulit pasien hasil : tampak kulit pasien lembab dan bersisik. Jam : 09.15

wita menganjurkan untuk rubah posisi setiap 2 jam dan mengikuti jadwal

pengubahan posisi yang dipasang diatas tempat tidur, hasil : tampak pasien

merubah posisi setiap 2 jam sesuai jadwal perubahan posisi yang dipasang pada

tempat tidur. Jam 09.20 wita menganjurkan keluarga untuk mempertahankan kulit

pasien agar tetap bersih dan kering dan berikan lotion bila perlu, hasil : tampak

58
punggung pasien dibersihkan dan diberi pelembab (minyak babi oil) Jam 09.30

menganjurkan keluarga untuk menjaga seprei pasien kering, bersih, bebas dari

kerutan dan kusut, hasil : tampak istri pasien mengatur seprei setiap kali pasien

merubah posisi.

Hari keempat , Kamis 19 April 2018.

Diagnose keperawatan Ketidakefektivan perfusi jaringan cerebral b.d.

penurunan masa otot. Tindakkan keperawatan : 08.00 wita.memonitor adanya

tromboplebitis, hasil : padakaki kiri pasien kulit tampak bengkak dan turgor kulit

jelek. Jam 10.00, mengkaloborasi pemeria obat,hasil : pasien diberkan obat

piractam 3x3gr, amlodipin 1 x 5 mg, captropil 3 x 25 mg,clopidrogel 3 x 1 tablet

Diagnosa keperawatan hambatan moblitas fisik berhubungan dengan

penurunanmasa otot, tindakan keperawatan : Jam 08.30 wita mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas, hasil : pergerakan

terbatas pada ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan

kekuatan otot 3, tingkat kemampuan pasien 3,semua aktifitas dibantu oleh

keluarga dan petugas. Jam 09.00 wita mengajarkan dan membantu latihan ROM

tingkatkan dari Pasif ke Aktif sesuai toleransi pasien, hasil : pasien mengikuti

latihan ROM Pasif yaitu fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas dan bawah. Jam

09.30 wita mengkaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan aktifitas :

mengukur tekanan darah, respirasi, denyut nadi, hasil : TD : 140/90mmhg,

S = 36,7 0c. RR = 18x/i, N = 94x/i. Jam 10.10 mengkolaborasi dengan ahli

fisioterapi, hasil : tampak pasien dilatih ROM Pasif.

59
Diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas

fisik, tindakan keperawatan yang dilakukan: jam 13.00 wita memonitor tanda

dan gejala konstipasi, hasil yang ditemukan pasien mengatakan sudah BAB

semenjak tadi pagi, tampak tidak ada distensi abdomen . Jam 13.15 wita

memonitor bising usus, hasil : bising usus 5 kali / menit. Jam 13.20 wita

menganjurkan untuk mengkonsumsi cairan 2500ml – 3000ml/hari, hasil : pasien

mengatakan mengerti dengan anjuran yang diberikan. Jam 13.30 wita

menganjurkan untuk makan makanan yang tinggi serat (sayur dan buah-buahan)

hasil : tampak pasien makan sayur dan makan buah (pepaya)

Hari kelima, Jumat 19 April 2018

Diagnose keperawatan Ketidakefektivan perfusi jaringan cerebral b.d.

penurunan masa otot. Tindakkan keperawatan : 08.00 wita.memonitor adanya

tromboplebitis, hasil : padakaki kiri pasien kulit tampak bengkak dan turgor kulit

jelek. Jam 10.00, mengkaloborasi pemeria obat,hasil : pasien diberkan obat

piractam 3x3gr, amlodipin 1 x 5 mg, captropil 3 x 25 mg,clopidrogel 3 x 1 tablet

Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot, tindakan keperawatan : Jam 08.30 wita mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan aktifitas, hasil : pergerakan

terbatas pada ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan

kekuatan otot 4, tingkat kemampuan pasien 3, semua aktifitas dibantu oleh

keluarga dan petugas. Jam 09.00 wita mengajarkan dan membantu latihan ROM

tingkatkan dari Pasif ke Aktif sesuai toleransi pasien, hasil : pasien mengikuti

60
latihan ROM Aktif yaitu turun dari tempat tidur dan berjalan, dibantu keluarga.

Jam 09.30 wita mengkaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan aktifitas :

mengukur tekanan darah, respirasi, denyut nadi, hasil : TD : 130/90mmhg, S =

37,1 0c. RR = 20x/i, N = 98x/i.

4.1.7 Evaluasi Keperawatan

Setelah melaksanakan tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, menetapkan diaagnosa keperawatan, menentukan rencana/intervensi

dan implementasi, tahapan terakhir adalah melakukan evaluasi atas rencana yang

sudah dilaksanakan. Evaluasi dalam bentuk catatan perkembangan yang terdiri

dari S (subyektif) yaitu keluhan yang dirasakan oleh pasien, O (obyektif) yaitu

data yang diperoleh melalui observasi langsung, A (assesment) yaitu analisa, P

(planning) merupakan tindak lanjut yang akan dilakukan bila masalah belum

teratasi.

Hari pertama, Rabu , 18 April 2018 .

Diagnosa keperawatan ketidakefektivan perfusi jaringan berhubungan

dengan kerusakan jaringan otak . evaluasi dilakukan pada jam 21.00 wita. S :

pasie menatakan badanya masih tersa lemah, kaki dan tangan kiri tida dapat

digerakkan, masih seringpusing dan sakit kepala O : Tampak kaki kiri dan tangan

kiri tidak dapat digerakkan dan mati rasa, tampak pusing dan kadangbicara

ngawur. A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi. P :

Pertahankan intervensi 1-5.

61
Diagnose 2. Hambatan monilitas fisik. Evaluasi dilakuan pada jam 21.00

wita. S ; pasien mengatkan badanya lemah dan bagian ekstermitas kiri atas dan

bawah tidak dapat digerakkan. O: Pergerakan terbatas pada ekstremitas bagian

atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 2, tingkat kemampuan

pasien 4,semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan petugas. TD : 140/90mmhg, S

= 37,6 0c. RR = 22x/i, N = 96x/i. A : Masalah hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan masa otot belum teratasi. P : Lanjutkan

intervensi no. 1-5

Diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas

fisik, evaluasi dilakukan jam 21.30 wita. S : Pasien mengatakanbelum BAB

semenjakmasuk rumah sakit . O : adanya distensi perut, bising usus 3 kali

permenit. A : Masalah konstipasi berhubungan dengan imobilitasi fisik belum

teratasi. P : Intervensi dilanjutkan.

Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan imobilitas fisik, evaluasi dilakukan pada jam 21.30 wita. S : Keluarga

pasien mengatakan hanya bisa berbaring diatas tempat tidur . O : Tampak kulit

pasien kering, seprei tampak rapih dan bersih. pasien merubah posisi miring kiri

dan miring kanan dibantu perawat dan keluarga setiap 2 jam. A : Masalah risiko

kerusakan integritas kulit teratasi sebagian P : pertahankan intervensi no. 1-5

62
Hari kedua , Kamis 19 April 2018.

Diagnosa keperawatan ketidakefektivan perfusi jaringan berhubungan

dengan kerusakan jaringan otak . evaluasi dilakukan pada jam 08.30 wita. S :

pasie mengatakan badanya masih tersa lemah, kaki dan tangan kiri tida dapat

digerakkan, masih sering pusing dan sakit kepala O : Tampak kaki kiri dan tangan

kiri tidak dapat digerakkan dan mati rasa, tampak pusing dan kadangbicara

ngawur. A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi. P :

Pertahankan intervensi 1-5.

Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot, evaluasi dilakukan jam 13.30 wita.S: Pasien mengatakan

badan lemah, tangan kanan dan kaki kanan lemah.O : Pergerakan terbatas pada

ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 2,

tingkat kemampuan pasien 4,semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan petugas.

TD : 140/90mmhg, S = 37,6 0c. RR = 22x/i, N = 96x/i. A : Masalah intoleransi

aktifitas aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik belum teratasi. P :

Lanjutkan intervensi no. 1-5

Diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas

fisik, evaluasi dilakukan jam 13.30 wita. S : Pasien mengatakan sudah BAB

dengan konsistensi lunak, tidak nyeri saat BAB. O : Tidak adanya distensi perut,

bising usus 20 kali permenit. A : Masalah konstipasi berhubungan dengan

imobilitasi fisik teratasi. P : Intervensi dihentikan.

63
Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan imobilitas fisik, evaluasi dilakukan pada jam 13.30 wita. S : Keluarga

pasien mengatakan kulit tidak ada luka maupun kemerahan. O : Tampak kulit

pasien kering, seprei tampak rapih dan bersih. pasien merubah posisi miring kiri

dan miring kanan dibantu perawat dan keluarga setiap 2 jam. A : Masalah risiko

kerusakan integritas kulit teratasi sebagian P : pertahankan intervensi no. 1-5

Hari ketiga , Jumad, 20 April 2018 .

Diagnosa keperawatan ketidakefektivan perfusi jaringan berhubungan

dengan kerusakan jaringan otak . evaluasi dilakukan pada jam 08.30 wita. S :

pasie mengatakan badanya masih tersa lemah, kaki dan tangan kiri tida dapat

digerakkan, masih sering pusing dan sakit kepala O : Tampak kaki kiri dan tangan

kiri tidak dapat digerakkan dan mati rasa, tampak pusing dan kadangbicara

ngawur. A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi. P :

Pertahankan intervensi 1-5.

Diagnosa keperawatan mobiitas fisik berhubungan dengan penurunan

masa otot : evaluasi keperawatan dilakukan jam 14.00 wita.S: Pasien mengatakan

badan lemah, tangan kanan dan kaki kanan lemah. O : Pergerakan terbatas pada

ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 2,

tingkat kemampuan pasien 4,semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan petugas.

pasien melakukan ROM Pasif yaitu fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas dan

bawah dengan bantuan. TD : 140/90mmhg, S = 36,6 0c. RR = 18x/i, N = 96x/i. A :

64
Masalah Intoleransi aktifitas aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik belum

teratasi. P : Pertahankan intervensi no. 1,3-4

Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan imobilitas fisik, evaluasi keperawatan dilakukan pada jam 13.30 wita. S :

Keluarga pasien mengatakan tidak ada kulit pasien yang kemerahan, tidak

bersisik. O : Tampak tidak ada tanda –tanda kerusakan kulit, kulit tampak lembab,

seprei tampak rapih dan bersih.pasien tampak melakukan mperubahan posisi

setiap 2 jam. A : Masalah Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

imobilitas fisik teratasi. P : Intervensi dihentikan

Hari keempat, Sabtu ,21 April 2018 .

Diagnosa keperawatan ketidakefektivan perfusi jaringan berhubungan

dengan kerusakan jaringan otak . evaluasi dilakukan pada jam 08.30 wita. S :

pasie mengatakan badanya masih tersa lemah, kaki dan tangan kiri tida dapat

digerakkan, masih sering pusing dan sakit kepala O : Tampak kaki kiri dan tangan

kiri tidak dapat digerakkan dan mati rasa, tampak pusing dan kadangbicara

ngawur. A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi. P :

Pertahankan intervensi 1-5.

Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot, evaluasi dilakukan pada jam 13.30 wita. S : Pasien

mengatakan tangan kanan dan kaki kanan sudah bisa digerakkan tanpa bantuan

tetapi masih lemah. O : Pergerakan terbatas pada ekstremitas bagian atas dan

ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 3, tingkat kemampuan pasien 3.

65
pasien tampak melakukan ROM Pasif yaitu fleksi dan ekstensi pada ekstremitas

atas dan bawah. TD : 140/90mmhg, S = 36,7 0c. RR = 18x/i, N = 94x/i. A :

Masalah Intoleransi aktifitas aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

teratasi sebagian. P : Pertahankan intervensi No. 1,3,4

Hari kelima, Minggu , 22 April 2018 .

Diagnosa keperawatan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik, evaluasi dilakukan pada jam 13.00 wita. S : Pasien mengatakan

tangan kanan dan kaki kanan sudah bisa digerakkan tanpa bantuan tetapi masih

lemah. O : Pada pemeriksaan ekstremitas pergerakan terbatas pada ekstremitas

bagian atas dan ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 4 tingkat

kemampuan pasien 3. A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian. P :

intervensi dihentikan.

4.2 Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan diuraikan kesenjangan – kesenjangan yang

terjadi antara teori dan kasus nyata yang ditemukan saat memberikan asuhan

keperawatan pada pasien TnsS.T. yang menderita stroke non hemoragik di Ruang

Komodo RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang. Pembahasan ini akan diuraikan

sesuai proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

66
4.2.1 Pengkajian.

Stroke non hemoragik adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan

tiba – tiba, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh penyakit

serebrovaskuler. stroke terjadi saat terdapat gangguan aliran darah ke bagian otak.

Aliran darah terganggu karena adanya sumbatan pembuluh darah , karena

thrombus atau embolus atau ruptur pembuluh darah. Faktor – faktor yang

menyebabkan stroke : faktor yang tidak dapat dirubah ( non reversible) : jenis

kelamin, usia, keturunan .Faktor yang dirubah ( reversible) : hipertensi,

penyakit jantung, kolesterol tinggi, obesitas, diabetes mellitus, polisetemia, stress

emosional. kebiasaan : merokok, peminum alcohol, obat – obatan terlarang,

aktivitas yang tidak sehat, kurang olaraga, makanan berkolesterol.

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data – data yang akurat dari klien sehingga dapat diketahui

berbagai permasalahan yang dialami pasien pengkajian pada tinjauan teoritis

meliputi pengkajian fisik, riwayat penyakit sekarang dan masa lalu, faktor

penyebab stroke, riwayat pengobatan.

Berdasarkan teori yang di ungkapkan Brunner & Suddarth, ( 2010 ) bahwa

pada pengkajian pasien dengan stroke non hemoragik dapat terjadi gangguan

multisistem. Keluhan utama : pasien biasanya mengalami nyeri kepala disertai

gangguan bicara,kelemahan anggota gerak baik sebagian atau seluruh bagian

tubuh, tubuh tiba- tiba lemas tanpa diketahui penyebabnya. Riwayat penyakit

dahulu : pada pasien stroke biasanya ditemukan riwayat hipertensi, diabetes

67
mellitus, sering merokok. Riwayat kesehatan keluarga : kemungkinan adanya

riwayat stroke dalam keluarga.

Menurut Kozier (2010) meliputi : pola nutrisi : penderita stroke

mengalami penurunan pada glosofaringeus sehingga reflex menelan berkurang.

Pola aktifitas dan latihan : penderita stroke tidak akan mampu melakukan aktifitas

dan perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak adalah tanda

yang pasti ada pada penderita stroke. Kekuatan otot berkurang, mengalami

gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan. Pola tidur dan istirahat : penderita

stroke lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem tubuhnya akan

mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran sehingga lebih banyak

diam. Pola persepsi dan kognitif : penderita stroke akan mengalami gangguan

pada semua pola pengecapan, peraba, pendegaran, penglihatan, penciuman.

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien : pengkajian B1 (breathing) pada

inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi

bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi

sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien

stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Inspeksi pernapasannya tidak

ada kelainan. B2 (blood) pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan

renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah

>200 mmhg). B3 (brain) stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,

68
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area

yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pada pengkajian B4

(bladder) setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara

karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol

motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau

berkurang. B5 (bowel) didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu

makan menurun, mual muntah pada fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi

konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang

berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. Pengkajian B6 (bone) stroke

adalah penyakit yang mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap

gerakan motorik.. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis

pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien

kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka

turgor kulit akan buruk.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan perawat senior, pengkajian

tidak dilakukan secara head to toe tetapi hanya dilakukan pengkajian berfokus

pada apa yang di keluhkan pasien. Semua pasien stroke mengalami hemiparese,

tingkat kesadaran pasien beragam, dari composmentis, somnolen dan coma.

Tingkat kekuatan otot pasien tergantung luas area hemiparese yang dialami.

69
Pada kasus Tn. S.T.. ditemukan bahwa pasien merasa lemah pada tangan

kanan dan kaki kanan kepala sakit, susah bergerak karena lemah, ekstremitas

pergerakan terbatas pada ekstremitas bagian atas dan ekstremitas bagian bawah,

dengan kekuatan otot 2 (gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan),

tingkat kemampuan pasien 4 (sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau

berpartisipasi dalam perawatan). Tanda dan gejala lain yaitu tekanan darah

160/90 mmhg.suhu : 37,2 0c. Nadi : 88 kali / menit. Pernapasan : 18 kali / menit,

belum buang air besar kurang lebih 4 hari.

Kesenjangan yang ditemukan pada kasus pasien Tn. S.T. yaitu pada

pengkajian B1 (breathing) pada inspeksi tidak ditemukan klien batuk, tidak ada

peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan

peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti

ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

yang menurun.sedangkan pada pengkajian B5 (bowel) didapatkan adanya

keluhan tidak mengalami kesulitan menelan, nafsu makan baik. Mual sampai

muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga

menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Kualitas kesadaran pasien compos

mentis. Status mental tidak mengalami perubahan.

Dalam tahap ini penulis mendapatkan fakta bahwa tidak semua tanda dan

gejala dari Stroke Non Haemoragik menurut teori dapat ditemukan langsung pada

pasien SNH. Pemeriksaan fisik tidak dilakukan secara head to toe karena jumlah

pasien dan jumlah perawat, tidak sebanding, untuk melanyani pasien dengan

berbagai tingkat ketergantungan.

70
4.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dalam buku aplikasi Asuhan Keperawatan

berdasarkan NANDA NIC-NOC yang disusun oleh Amin & Hardi (2013)

diagnosa yang dapat ditegakkan pada pasien stroke non hemoragik adalah

sebagai berikut : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan disfungsi

neuromuskuler.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kesulitan

mengunyah dan menelan. Deficit perawatan diri ( makan,

mandi,berpakian,toileting ) yang berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

(kelemahan fisik). Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan

pada sistem saraf pusat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat ruangan, diagnosa yang

sering ditegakkan pada pasien SNH adalah Ketidak Efektifan Perfusi Jarinagan

Cerebral Berhubungan Dengan Kerusakan Jaringan Otak.

Pada kasus nyata diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. S.T.

adalah : Ketidak Efektifan Perfusi Jarinagan Cerebral Berhubungan Dengan

Kerusakan Jaringan Otak. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan masa otot. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.

Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.

71
Berdasarkan teori dan kasus nyata maka ditemukan beberapa diagnosa

yang tidak ditegakkan pada Tn. S.T. adalah ketidak efektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler, diagnosa tersebut tidak diangkat

karena pasien tidak mengeluh sesak napas, tidak batuk, pernapasan dalam batas

normal. Diagnosa Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

kesulitan mengunyah dan menelan. Deficit perawatan diri ( makan,

mandi,berpakian,toileting ) yang berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

(kelemahan fisik), tidak ditegakkan karena pasien tampak bersih, tidak bau, pasien

dimandikan 2 kali sehari. Diagnosa Hambatan komunikasi verbal berhubungan

dengan perubahan pada sistem saraf pusat tidak ditegakkan karena tidak adanya

data yang mendukung masalah tersebut, pasien bicara tiadak jelas pello.

Dalam tahap ini penulis mendapatkan fakta bahwa diagnosa yang yang

menjadi prioritas teori adalah tidak sama dengan diagnosa prioritas yang dialami

oleh pasien.

4.2.3 Intervensi keperawatan

Secara teoritis perencanaan disusun berdasarkan masalah yang ditemukan

pada pasien dan prioritas masalah mengancam kehidupan dan membutuhkan

penanganan segera. Tujuan yang dibuat ditetapkan secara lebih umum tetapi pada

prakteknya tujuan perawatan dimodifikasi sesuai kondisi pasien. Tujuan yang

dibuat mempunyai batasan waktu, dapat diukur, dapat dicapai rasional sesuai

kemampuan pasien, sedangkan rencana tindakan keperawatan yang disusun

berdasarkan daftar masalah keperawatan intervensi disusun berdasarkan diagnosa

keperawatan yang ditegakkan.

72
Pada kasus Tn. S.T. tidak ditemukan kesenjangan – kesenjangan antara

teori dan kasus nyata karena semua rencana tindakan berdasarkan diagnosa

keperawatan menurut teori diterapkan pada pasien Tn.S.T.

Berdasarkan hasil wawancara pada perawat : diagnosa dirumuskan

berdasarkan keluhan pasien dan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik. Prioritas

masalah berdasarkan kriteria mengancam kehidupan, mengancam kesehatan serta

mengganggu tumbuh kembang.

Dalam tahap ini penulis mendapatkan fakta bahwa penetapan diagnosa yang

menjadi prioritas masalah pada kasus nyata dan teori adalah sama.

4.2.4 Implementasi keperawatan

Berdasarkan teori implementasi disusun berdasarkan diagnosa

keperawatan yang ditegakkan, serta berorientasi pada pasien dan tindakan

keperawatan yang direncanakan.

Implementasi pada Tn.S.T. tidak mengalami kesenjangan antara teori dan

praktek, dimana pada kasus ada implementasi yang ditetapkan berdasarkan teori

seperti : melatih ROM Aktif , menganjurkan untuk miring kiri dan kanan setiap 2

jam.

4.2.5 Evaluasi keperawatan

73
Evaluasi sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan

pengkajian, penetapan diagnosa, membuat perencanaan dan implementasi.catatan

perkembangan dilakukan sebagai bentuk dari evaluasi (SOAP).

Evaluasi pada Tn. S.T. sesuai dengan hasil implementasi yang dibuat pada

kriteria objektif yang ditetapkan. Dalam evaluasi untuk diagnosa ketidakefektifn

perfusi jaringan dan hambatan mobilitas fisik belum teratasi,karena asien masih

mengeluh lemah, sering pusing dan TD meningkat. konstipasi berhubungan

dengan tirah baring lama masalah teratasi. diagnosa Risiko kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan imobilitasi fisik masalah teratasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat, evaluasi untuk pasien

SNH untuk Masalah Mobilisasi dibutuhkan waktu minimal 1 minggu untuk dapat

melakukan ROM pasif menjadi ROM aktif.

Dari tahap ini, penulis mendapatkan fakta bahwa tidak semua kriteria

evaluasi dapat dicapai selama pasien dirawat di rumah sakit, semuanya

membutuhkan waktu, proses, kemauan pasien, ketaatan pasien dalam

mengkonsumsi obat,dan mengikuti anjuran yang disampaikan oleh tenaga medis

yang merawat.

BAB IV

74
Penutup

5.1 Kesimpulan.

Penerapan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik pada

dasarnya sama antara teori dan kasus nyata. Hal ini dapat dibuktikan dalam

penerapan kasus pasien Tn.S.T. yang menderita stroke non hemoragik. Penerapan

kasus ini dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan yaitu : pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi :

1. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Hasil pengkajian

pada Tn. S.T. : Pasien mengatakan badan bagian kanan lemah.susah bergerak

karena lemah, belum buang air besar kurang lebih 4 hari. Keadaan umum

sedang, kesadaran komposmentis, pasien tampak lemah, terpasang inful RL 16

Tpm. Tekanan darah : 160/80mmhg. Suhu : 37,6 0c / Aksila. Nadi : 76 kali /

menit. Pernapasan : 24 kali / menit. Berat badan 56 kg. Tinggi badan

158cm.Berat badan ideal 50,2 kg – 54,2kg. hari. tampak distensi abdomen,

bising usus 5 kali permenit. pergerakan terbatas pada ekstremitas bagian atas

dan ekstremitas bagian bawah.dengan kekuatan otot 2 (gerakan otot penuh

melawan gravitasi dengan topangan), tingkat kemampuan pasien 4( sangat

tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan).

Pada tanggal 17 maret 2016 dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Darah

rutin : HB 15 gr/dl( 13-18 gr/dl) jumlah eritrosit 5,20 10^6/uL (normal 4,50-

6,20 10^6/uL), hematokrit 47,3% (normal 40,0-54,0 %), Jumlah leukosit 4,2

10^3/uL (4,0-10,0 10^3/uL). Hitung Jenis : neutrofil 49 % (normal 50-70 %),

75
limfosit 32% (normal 20-40 %), monosit 7,6 % (normal 2-8 %), jumlah

neutrofil 3,15 10^3/uL (normal 1,50-7,00 10^3/uL), jumlah limfosit 2,35

10^3/uL (normal 1,00-3,70 10^3/uL), jumlah monosit 0,30 10^3/uL (normal

0,00-0,70 10^3/uL). Pada tanggal 18 Aprilt 2018 dilakukan pemeriksaan kimia

darah : GDS 158 mg/dl. Ureum 19,70. Kreatinin 0,72. Terapi yang didapat :

infus cairan Ringer Laktat 16 tetes/ menit. injeksi Piracetam 3 x 3gr.

.Captopril 3 x 25mg. Amlodipin 1 x 5mg. Clopidogrel 3 x1 tablet. Dulkolax

suposutoria 1 x 10mg ekstra. Diet rendah garam.

2. Diagnosa keperawatan yang diangkat sesuai dengan hasil pengkajian :

intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Konstipasi

berhubungan dengan kurang aktivitas fisik, serta Risiko kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan imobilitas fisik

3. Perencanaan yang diberikan pada Tn.S.T. sesuai dengan teori. Karena semua

rencana tindakan berdasarkan diagnosa keperawatan menurut teori diterapkan

pada pasien Tn.S.T. perencanaan dibuat untuk mengatasi masalh keperawatan

yang ditemukan : Rencana keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi

masalah Konstipasi : 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi.2. Monitor bising

usus. 3. Anjurkan untuk asupan cairan 2500ml – 3000ml/hari.4. Anjurkan

untuk makan makanan yang tinggi serat ( sayuran dan buah - buahan). 5.

Kolaborasi pemberian obat pencahar sesuai indikasi.

Rencana tindakan yang diberikan untuk mengatasi masalah Intoleransi

aktifitas adalah : 1. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam ambulasi dan

melakukan aktifitas. 2. Bantu pasien untuk beraktifitas diselingi istirahat. 3.

76
Ajarkan dan bantu latihan rom setiap 4 jam.tingkatkan dari pasif ke aktif

sesuai toleransi pasien. 4. Kaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan

aktifitas ( tekanan darah, respirasi, denyut dan irama jantung).5. Kolaborasi

dengan ahli fisioterapi

Rencana tindakan yang diberika untuk mengatasi masalah Risiko kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik . 1. Monitoring keadaan

kulit pasien.2. Anjurkan untuk ubah posisi setiap 2 jam dan ikuti jadwal

pengubahan posisi yang dipasang diatas tempat tidur. 3. Anjurkan keluarga

untuk mempertahankan kulit pasien agar tetap bersih dan kering dan berikan

lotion bila perlu.4. Anjurkan keluarga untuk menjaga seprei pasien kering,

bersih, bebas dari kerutan dan kusut. 5. Jelaskan kepada keluarga tanda awal

kerusakan kulit.

4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun. Implementasi yang dilakukan pada Tn S.T.

selama 6 hari perawatan. Pada pelaksanaan, semua tindakan dilakukan sesuai

dengan rencana perawatan. Diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan

dengan kurang aktivitas fisik, tindakan keperawatan: Memonitor tanda dan

gejala konstipasi. Memonitor bising usus. Mengkolaborasi pemberian obat

pencahar. Melayani pemberian dulkolax suposutoria 10 mg perdubur.

Diagnosa keperawatan intoleransi aktifitas berhubungan dengan

kelemahan fisik, tindakan keperawatan : Mengkaji tingkat kemampuan pasien

dalam ambulasi dan melakukan aktifitas. Membantu pasien untuk beraktifitas

77
diselingi istirahat. Melati ROM pasif sesuai toleransi pasien.mengukur tanda-

tanda vital.

Diagnosa keperawatan Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

imobilitas fisik tindakan keperawatan : Memonitoring keadaan kulit

Menganjurkan untuk rubah posisi setiap 2 jam dan mengikuti jadwal

pengubahan posisi yang dipasang diatas tempat tidur. Menganjurkan keluarga

untuk mempertahankan kulit pasien agar tetap bersih dan kering dan berikan

lotion bila perlu. Menganjurkan keluarga untuk menjaga seprei pasien kering,

bersih, bebas dari kerutan dan kusut. Menjelaskan kepada keluarga tanda awal

kerusakan kulit.

5. Evaluasi yang dilakukan pada Tn.S.T. semuanya dilakukan dalam bentuk

soap sesuai dengan kriteria hasil.evaluasi dalam bentuk catatan

perkembangan. Masalah intoleransi aktifitas teratasi sebagian. masalah

konstipasi telah teratasi dan masalah risiko kerusakan integritas kulit teratasi

78
5.2. Saran

Dalam merawat pasien dengan stroke non hemoragik, pasien perlu

diperhatikan kondisi pasien atau keadaan pasien agar perawatan yang diberikan

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut :

1. Bagi Institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan

seoptimal mungkin, mampu menyediakan fasilitas, sarana dan

prasarana yang memadai dalam pemberian asuhan keperawatan pada

pasien stroke non haemoragik.

2. Bagi perawat.

Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kwalitas pelayanan

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien khususnya

pada pasien Stroke non haemoragik, serta mampu melakukan asuhan

keperawatan kepada pasien sesuai dengan Standar Operasional

Prosedur (SOP) serta memberikan asuhan keperawatan yang optimal,

dimodifikasi sesuai dengan kondisi pasien serta ketersediaan alat di

Rumah sakit.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menyediakan fasilitas, sarana, prasarana dalam

proses pendidikan dan melengkapi perpustakaan dengan buku-buku

keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada pasien Stroke non

haemoragik.

79
4. Bagi pasien dan keluarga

Bagi pasien diharapkan dapat melakukan pengobatan secara rutin dan

dapat mengikuti program terapi yang diberikan. Bagi keluarga pasien

diharapkan dapat memberikan motivasi serta mampu merawat pasien

saat berada di Rumah Sakit maupun dirumah

5. Bagi mahasiswa.

Dalam melaksanakan praktek diharapkan menguasai konsep dasar

penyakit dan menyesuaikan dengan keadaan dilapangan praktek

sehingga dapat memperkaya wawasan berpikir mahasiswa tentang

penyakit.

80
BAB III

TINJAU KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 GAMBARAN KASUS :

3.1.1 Pengkajian :

Kasus ini di ambil di Ruangan Perawatan Komodo kamar B2 .RSUD

Prof.DR.johannes Kupang pada tanggal ,16 April 2018 Pukul : 09.00.Pasien yang

dirawat berinisial : Tn. S.T. Jenis kelamin Laki – laki,Berusia : 62 Tahun.

Berdomisili di TDM II,Beragama Kristen protestan,bersttus Menika ,pekerjaan

Petani,berpendidikan Sekoah dasar,berasal dari suku Timor .

3.1.2 Riwayat Sakit Dan Kesehatan :

Keluhan Utama masuk : Pasien masuk Rumah sakit pada tanggal,13

April 2018 jam 09.00. di ruangan Komdo Kama B2 RSUD.Prof.Dr W.Z

Johannes Kupang dengan Keluhan utama : Pasien mengatakan lemas pada

ekstremitas kiri ( Wajah sampai kaki tidak dapat di gerakan ). Riwayat sakit saat

ini : Pasien masuk RS pada tanggal 13 April 2018 jam : 09.00.dengan keluhan

pasien tiba –tiba pusing,Rasa lemas pada ektremitas bagian kiri,kepala

sakit,sempat terjatuh dari tempat duduknya dan tidak bisa bangun sendiri

langsung keluarganya membawa ke RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang

untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut . Pemeriksaan Tanda – tanda vital

sebagai berikut : TD : 160/80 mmhg ,Suhu :37oC, Nadi 82 x/ menit ,RR,24 x/

menit .Terapi yang di dapat adalah sebagai berikut :Infus Nacl 0,9% 500 ccdrip

81
KTC 30 mg/8 jam .,Manitol ,6 x 100 cc ,Piracetam 3 x 3 gr.,Ranitidin 2 x 50

mg,O2 4 ltr/menit . Penyakit yang pernah di derita : Pasien mengatakan

sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini, Hanya pernah menjalankan

operasi katarak pada tahun 2014. Penyakit yang pernah di derita Keluarga : Pasien

mengatakan dari keluarga tidak perna mengalami penyakit seperti ini .Riwayat

Alergi : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami alergi berupa obat – obatan

ataupun Makanan .Diagnosa medik saat masuk RS adalah :Stroke Non

Hemoragik .

3.1.3 Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum Pasien : Lemah,Kesadaran Compomentis,berusia 62 tahun.

TB dan BB Tidak dilakukan pengukuran,TTV : TD.140/80 mmhg,Suhu , 37,2

Derajat celsius ,Nadi ,76 x/ menit. ,RR,22 x/menit

a. B1 (Breathing)/ Pernapasan :

Pasien mengatakan sesak napas kalau terlalu banyak bergerak atau

beraktifitas .pada saat pemeriksaan irama napas teratur tidak ada bunyi napas

tambahan .hanya pada saat tidur kebisaan ngorok .

b. B2 (Blood )/ Cardiovasculer :

Pasien mengatakan nyeri dada saat batuk,bunyi jantung tidak ada kelainan

,Tidak ada bunyi suara tambahan,tubuh erasa hangat .

c. ( BRAIN) Persyarafan Dan Pengindraan :

Tidak diketemukan refleks patologis Pasien mengatakan susa tidur pada

waktu sehat ,sekarang pasien tidur saja ( Bedres ) karena pergerakan

82
terbatascxpada pengindraan tampak pupil maataa Normal,reaksi terhadap

cahaya baik,konjungtiva/sklera mata tampak baik ,warna merah .mata tidak

kabur dan tidak menggunakan kaca mata atau alat bantu ,Bentuk telingah

normal tidak menggunakan alat bantu ,Pendengaran baik hidung Normal

tidak ada polip .

d. .B4 (BLADDER )/ Perkemihan :

Pasien BAK menggunakan alat bantu ( Cateter ) jumlah urine yang

tertampung 2000 cc/hari .Warna urine Kuning ,tidak ada nyeri tekan pada

daerah abdomen

e. B5 ( BOWEL ) Pencernaan :

Pasien mengatakan napsu makannya berkurang/menurun,tidak mual dan

tidak muntah,selalu menghabiskan porsi makan yang disaajikan berupa

bubur saring ,minum 1000 cc/hari jenis minuman yakni Susu 200cc/4 jam

dan air putih 50 cc /4 jam ,mulut kotor membran mukosa

lembab,Tenggorokan kesulitan dalam menelan pada abdomen tidak ada

nyeri tekan peristaltik usus 9 x/menit,tidak ada pembesaran pada hepar

,tidak ada pembesaran lien ,Pasien mengatakan belum buang air besar sejak

masuk rumah sakit . Makan minum menngunakan alat bantu menggunakan

NGT,makan dan minum dalam jumlah terbatas sesuai instruksi yang

diberikan ,karena Refleks menelan masih terganggu ,berbicara kurang jelas

tapi masih bisa di mengerti ,pasien mengelu sudah 3 hari belum BAB .

83
B .RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

 Keluhan utama :
Pasien mengatakan lemas pada ekstremitas bagian kiri ( Wajah sampai
kaki tidak dapat di gerakan )
 Riwayat keluhan utama :
 Mulai timbul keluhan : sejak 3 hari yang lalu pasien tiba –tiba
merasa pusing dan ditemukan jatuh dari tempat duduk.
 Sifat keluhan : Menyebar
 Lokasi : dari wajah sampai ke kaki .
 Keluhan lain yang menyertai : berupa pusing dan sakit kepala
‘batuk dan rasa sesak.
 Faktor pencetus yang menimbulkan serangan :
 Apakah keluhan bertambah/berkurang pada saat – saat tertentu (
saat –saat mana ) pada malam hari biasanya berkurang .
 Upaya yang di lakukaan untuk mengatasi masalah kesehat
Kebiasaan sakit selalu ke sarana kshatan terdekat ( Puskesmas )
3.Riwayat penyakit sebelumnya :
 Riwayat penyakit yang pernah diderita :
Pasien baru pertama kali mengalami sakit seperti ini ,pasien hanya
masuk rumah sakit pertama kali untuk operasi katarak .
 Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat ataupun makanan .
 Riwayat Operasi :
Pasien mengatakan sejak tahun 2014 pasien menjalani operasi
Katarak .

4.Kebiasaan :

 Merokok :
Pasien mengtakan sebelumnya dia merokok sudah delapan tahun
pasien tidak merokok lagi .

84
 Miniman Alkohol :
Pasien mengatakan biasa konsumsi alkohol tapi tidak setiap hari .
 Minum Kopi :
Pasien mengatakan kebiasaan minum kopi tiga kali satu gelas
sehari .
 Minum Obat - obatan :
Pasien mengatakan biasa minum obat kalau sakit .

PEMERIKSAAN FISIK :

1. Tanda – tanda Vital :


Tekanan Darah : 160/80 mmhg. Nadi : 84 x/ menit.Pernapasan : 24
x/ menit . Suhu Badan : 37,6 derajat celsius .
2. Kepala dan leher :
Pasien mengatakan sakit kepala dan pusing .
Bentuk kepala normal tidak ada benjolan atau luka .
Tidak ada lesi dan tidak ada masa.
Obsevasi wajah simetris
Penglihatan :
Tidak ada gangguan penglihatan .
Konjungtiva : Tidak ada Anemis dan Ikterus .
Sklera : Tidak ada kelainan .
Pasien Tidak menggunakan kaca mata .
Penglihatan : Normal .
Tidak ada peradangan dan nyeri .
Pernah mengalami operasi mata ( katarak )
Pendengaran : Normal
Hidung : Tidak ada Polip.
Tenggorokan dan mulut :
Keadaan gigi utuh dan tidk menggunakan gigi palsu
Ada gangguan bicara : bicara kurrang jelas ( pelo )
Tidak ada gangguan saat menelan .

85
Tidak ada pembesaran kelenjar
3 Sistim Kardio vaskuler :
Tidak ada nyeri dada
Inspeksi :bentuk dada simetris .
Kesadaran / GCS : M 4 V 3 M 1.
Bibir : Normal warna bibir merah muda.
Kuku : tidak ada sianosis
Capiliary Refili : Tidak ada kelainan .
Tangan : Normal tidak ada tanda – tanda edema .
Kaki : Normal tidak ada edema .
Sendi : Normal tidak ada kelainan .
Ictus cordis/Apicalpulse : Teraba .
Vena jugolaris teraba .
Perkusi pembesaran jantung : Tidak ada pembesaran jantung .
Auskultasi BJ I Dan BJ II : tidak ada kelainan .

4.Sistim Respirasi

Pasien mengatakan tidak ada gangguan saat bernapas .

Inspeksi : Pasien mengeluh batuk berdahak .

Bentuk dada : simetris .

Irama Napas : Teratur .

Tidak ada Retradasi otot Pernapasan .

Pasien menggunakan alat bantu pernapasan ( menggunakan O2 .4

liter / menit .

Perkusi : Tidak ada kelainan .

Inspirasi : Normal (Tidak ada kelainan ).


Ekspirasi : Normal ( tidak ada ekspirasi ).

86
- Tidak ada bunyi Ronchi.
- Tidak ada bunyi Wheesing .
- Tidak ada krepitasi .
- Tidak ada bunyi Rales .
5. Sistim Pencernaan :
a. Keluhan rasa sakit saat menelan . Makan dan minum menggunakan
alat ( NGT ) .
b.Inspeksi :
Turgor kulit : Normal ( Elastis )
Keadaan bibir : Tidak ada kebiruan atau sianosis .
Keadaan Mulut : Warna mukosa merah muda .
Tidak ada luka atau perdarahan .
Tidak ada tandda – tanda radang .
Keadaan gusi Baik .
Keadaan abdomen
Warna kulit sawo matang .
Tidak ada luka
Tidak ada pembesaran abdomen .
Keadaan Rektal :
Tidak ada luka,perdarahan ,haemoroid, luka tumor atau
Bengkak .
c. Auskultasi :
Bising usus Normal .
d. Perkusi :
Tidak ditemukan kelainan .
e.Palpasi :
Tidak di temukan adanya kelainan .
6.Sistim Persyarafan
a. Keluhan : Pasien mengatakan Ekstremitas kiri tidak bisa di
gerakan .
b. Tingkat kesadaran : Cm ( Compos mentias GCS :E 4 M6 V 5 .

87
c. Pupil : Normal ,
d. Kejang Tidak di temukan kejang .
e. Jenis Kelumpuhan ada kelumpuhan pada ekstremitas bagian kiri . f.
Parasthesia : Normal ,tidak di ketemukan ada kelainan .
g. Koordinasi gerak : Normal .
h. Cranial Nerves ;
i. Reflekses :
7. Sistim Musculoskeletal :
a. Keluhan : kemampau pergerakan sendi terbatas .
b. Kelainan Ekstremitas : Ekstremitas bagian kiri susah di gerakan .
c. Nyeri otot : tidak ada nyeri .
d. Nyeri sendi :
e . Refleksi sendi :
f. Kekuatan otot : 4| 1

4| 1

8.Sistim Integumentan :

a.Rash :

b.Lesi :

c.Torgor : Sedang Warna : Kemerahan .

d.Kelembaban : Kulit lembab .

e. Petechie :

f. Lan – Lain :

9. Sistim Perkemihan :

a.Gangguan : Tidak ada Gangguan Kencing .

b.Alat bantu :Pasien menggunakan kateter .

88
c. Kandung kencing : Normal biasa – biasa saja .

d. Produksi urine : 1500 cc- 3000 cc .

e.Intake cairan : Minum 1000 cc ( Susu 200 cc/4 jam ,Air 50 cc/ 4

jam .

f.Bentuk alat kelamin : Normal ( tidak di ketemukan kelainan )

g.Uretra : Normal tidak ada kelainan .

Lain – lain :

10.Sistim Endokrin :

a.Keluhan : Tidak ada kelainan .

b.Pembesaran Kelenjar : Tidak di temukan adanya pembesaran

kelenjar .

c.Lain – lain :

11.Sistim Reproduksi

a. Tidak di temukan adanya pembesaran prostat .

b. Lain – lain :

12.Pola kegiatan sehari – hari ( ADL ) :

A . Nutrisi :

1.Kebiasaan :

Pola makanss : 3 x

Frekwensi : Normal

Napsu Makan : Baik .

89
Makanan Pantangan : Tidak ada .

Makanan yang disukai : Nasi Jagung .

Banyaknya minuman dalam sehari : 1 – 10 gelas atau lebih .

Jenis minuman dan makanan yang tidak disukai : tidak ada

Berat Badan dan tinggi Badan : tidak di ketahui karena tidak

Dilakukan Pengukuran .

2.Perubahan selama sakit :


Makan dan minum menggunakan alat ( NGT ) .
B. Eliminasi
1. Buang Air Kecil ( BAK ) .
a.Kebiasaan :
Frekwensi dalam sehari : 2 -3 x atau lebih . Warna : Kuning .
Bauh Pesing jumlah / hari :
b.Perubahan selama sakit : Warna Urine menjadi kuning keruh
seperti Air teh keras .
2.Buang Air Besar ( BAB ).
a.Kebiasaan : Frekwensi dalam sehari : 2 x ,Warna : Kuning.
Konsistensi : Lembik .
b.Perubahan selama sakit : Sejak mask rumah sakit sudah 3 hari
belum BAB .
c.Olaraga dan aktifitas : Setiap harinya bekerja sebagai petani di
kebun .
d.Istirahat dan tidur :
Jumlah jam tidur sehari : 4 – 6 jam .
Lainnya : Pasiien mengatakan susah untuk tertidur di siang
Maupun malam hari .
Pola interaksi sosial :
1.Siapa orang yang paling terdekat : Istri .

90
2.Organisasi sosial yang di ikuti : Kegiatan di desa maupun di gereja .
3.Keadaan Rumah dan lingkungan :
- Status Rumah : Milik pribadi .
- Cukup/Tidak : Cukup .
- Bising / Tidak : Tidak .
-Banjir/Tidak : Tidak
4.Jika mempunyai masalah apakah di bicarakan dengan orang lain
Yang dipercayai terdekat : di bicarakan dengan istri dan anak –
Anaknya secara baik .
5,Bagaimana anda mengatasi suatu masalah dalam keluarga :
Mengatasi sendiri dengan tenang dan aman .
6.Bagaimana interaksi dalam keluarga : Baik .

Kegiatan Keagamaan /Spiritual :

1.Ketaatan menjalankan Ibadah : Pasien selalu mengikuti kegiatan

Ibadah dan ikut ke gereja .

2.Keterlibatan dalam organisasi keagamaan : Pasien selalu

Mengikuti kegiatan bersama – sama .

Keadaan Psikologis selama sakit :

1.Persepsi klien terhadap penyakit yang di derita :

Pasien mengatakan saya pasrah dan menyerahkan sepenuhnya

Kepada Tuhan .

2.Persepsi klien terhadap keadaan kesehatannya :

Selalu tabah dalam menghadapi penderitaanya .

3.Pola interaksi dengan tenaga kesehatan dan lingkungan :

Pasien mengatakan siap menjalankan semua aturan yang

91
Diberikan baik dari Dokter atau perawat dan berharap agar bisa

Sembuh seperti biasa .

Data Laboratorium dan Diagnostik :

f. Pemeriksaan Darah :
 Hematologi Darah Rutin :
- HB : 14,0 Nilai Normal : 13,0 – 18,0 gram% .
- Jumlah Eritrosit : 5,46/ul Nilai Normal : 4,50- 6,20
- Hematokrit : 42,3 % Nilai Normal :40,0 -54,0 .
 MCV,MCH,MCH :
- MCV : 77,5 L Nilai Normal : 81,0 -96,0 .
- MCH :25,6 L Nilai Normal : 27,0 – 36,0 .
- MDW-SD :33,8 L Nilai Norml : 37- 54 .
- Jumlah Leukosit : 6,23 10^3/ul Nilai Normal :4,0-10,0.
 Hitung Jenis :
- Eosinofil : 0,5 L% Nilai Normal : 1,5 – 5,0 .
- Neutrofil : 75,3 H% Nilai Normal :50- 70 .
- Limfosit : 17,8 L% Nilai Normal : 20- 40 .

Pemeriksaan Urine : belum ada pemeriksaaan .

Diagnostik Test : Foto Kepala ( CT scan ) : Intracerebral hemoragik.

Pemeriksaan Lain : Belum di lakukan .

Penatalaksanan Pengobatan :

 Obat Pembedahan Tidak ada .


 Obat – obat :
- Infus NaCl 0,9 % 500 cc drip KTC 30 mg/ 8.jam .
- Manitol : 6 x 100 cc .
- Piracetam : 3 x 3 gram .
- Ranitidin : 2 x 50 mg .

92
ANALISA DATA

1. *.Data Subyektif :

Pasien mengatakan lemas pada ekstremitas bagian kiri ( Wajah sampai

Kaki tidak dapat di gerakan )

*Data Obyektif :

Pasien tampak lemas ektremitas bagian kiri ( Wajah sampai kaki tidak

Dapat di gerakan .

*Etiologi :

Gangguan Neurovaskuler .

*Masalah :

Hambatan Mobilitasi fisik .

2.*Data Subyek :

Keluarga mengatakan pasien mengalami gangguan Vokal bicara ( Pelo )

*Data Obyektif :

Kata – kata yang dikeluarkan tidak terlalu jelas namun bisa di mengerti .

*Data Obyekttf :

93
Kata – kata yang dikeluarkan tidak terlalu jelas namun bisa di mengerti .

*Etiologi :

Gangguan sistim saraf pusat .

*Masalah :

Hambatan Komunikasi Verbal .

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1.Hambatan Mobilitasi fisik berhubungan dengan Gangguan

Neuromuskular .

2.Hambatan Komunikasi Verbal berhubungan dengan Gangguan

Sistim saraf pusat .

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Hambatan Mobilitasi fisik berhubungan dengan


Gangguan Neuromuskular .
2. Hambatan Komunikasi Verbal berhubungan dengan
Sistim saraf pusat .

PERENCANAAN KEPERAWATAN :

*.Diagnosa Keperawatan dan Data Pendukung :

I.Hambatan Mobilitasi fisik berhubungan dengan Gangguan

Neurovaskelar yang di tandai dengan :

DS : Pasien mengatakan lemas pada ekstremitas bagian kiri

( Wajah sampai kaki tidak dapat digerakan )

DO : Pasien tampak lemas ekstremitas bagian kiri tidak

94
Dapat digerakan .

*Tujuan :

- GOAL :

Pasien tidak akan mengalami hambatan mobilitasi fisik

Selama dalam perawatan

-Obyektif :

Pasien tidak akan mengalami gangguan Neuromuskular

Selama dalam perawatan.

-Kriteria Hasil Evaluasi :

Dalam waktu 3 x 24 Jam perawatan pasien akan menunjukan :

Label NOC 1 :

Toleransi terhadap aktifitas :

a.Kekuatan Tubuh bagian atas ( 5 )

b.Kekuatan Tubuh bagian bawah ( 5 )

c.Kecepatan berjalan ( 5 )

d.Jarak berjalan ( 5 )

e.Kemudahan dalam beraktivitas hidup hariaan ( ADL ) (5 )

f.Frekwensi Napas ketika beraktivitas ( 5 )

Indikator :

E : terganggu .

-Intervensi/Rencana tindakan :

95
NIC Label 1 :

1.Ajarkan pasien tentang pengelolaan kegiatan dan teknik

Managemen waktu untuk mencegah kelelahan.

2.Tingkatkan tirah baring/batasi kegiatan.

3.Monitor kardioresponsi selama beraktivitas.

4.Kolaborasi dengan ahli gizi tentang asuhan energi dari makanan .

- Diagnosa Keperawatan dan Data pendukung

II.Hambatan Komunikasi Verbal berhubungan dengan gangguan

Sistim saraf pusat yang ditandai dengan :

DS :Keluarga mengatakan pasien mengalami gangguan vokal bicara

( Pelo )

DO :Kata – kata yng di keluarkan tidak terlalu jelas namun bisa

Di mengerti,

-Tujuan :

GOAL : Pasien dapat berkomunikasi selama dalam perawatan.

ObYEKTIF : Pasien terbebas dari gangguan sistim saraf pusat

Selama dalam perawatan .

KRITERIA HASIL/EVALUASI : Dalam waktu 3 x 24 jam

Perawatan pasien akan menunjukan :

NOC:label 1 :

Komunikasi kan :

96
1. Menggunakan bahasa lisan vokal ( 5 )
2. Kejelasan berbicara ( 5 )
3. Pertukaran pesan yang akurat dengan orang lain .

INTERVENSI/RENCANA TINDAKAN :

NIC Label I : Peningkatan komunikasi ; kurang bicara .

1.Monitir kecepatan bicara.

2.Sediakan metode alternatif untuk berkomunikas( kedipan mata,

Mengangkat alis tanda dengan tangan atau postur.

3.Instruksikan pasien untuk bicara pelan .

4.Berikan pertanyaan dimana pasien dapat menjawab dengan

Jawaban sederhana ya atau tidak .

5.Menjelaskan penyebab dari hambatan komunikasi secara verbal

Kepada pasien dan keluarga .

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN :

Tgl/Jam : 17 April 2018

Diagnosa Keperawatan :

1.Hambatan Mobilitasi fisik berhubungan dengan Gangguan

Neuromuskular yang di tandai dengan :

DS :Pasien mengatakan lemas pada ekstremitas bagian kiri

( Wajah sampai kaki tidak dapat digerakan )

DO :Pasien tampak lemas ekstremitas bagian kiri

( Wajah sampai kaki tidak dapat digerakan )

97
Tindakan Keperawatan :

09.40 : Mengajarkan pasien dan keluarga Pasien melakukan

Tirah baring agar pemulihan tenaga yang efektif ( semuaa

Yang paasienbutuhkan di sediakan untuk dilakukan oleh

Keluarga ),dari makan ,minum ,sampai BAB/BAK .

09.50 :Anjurlkan pasien agar banyak beristirahat untuk membantu

Proses pemulihan .

11.00 :Memonitor TTV :

TD : 140/70 mmhg, Nadi : 82 x/ menit. Suhu : 37o C ,

RR :24 x/ menit .

KU :Pasien lemah saat bergerak atau saat mengatur posisi

12.00 : Melayani makan siang ( MLP ) yaitu susu ,Air putih untuk

Memberikan energi yang cukup bagi tubuh pasien .

2.Diagnosa Keperawatan : Hambatan Komunikasi verbl berhubungan

Dengan Gangguan sistim saraf pusat di tandai dengan :

DS :Keluarga mengatakan pasien mengalami gangguan vokal bicara

( Pelo )

DO : Kata – kata yang dikeluarkan tidak selalu jelas namun bisa

Dimengerti .

Tindakan Keperawatan :

Jam : 10.00. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa suara

98
Pelo yang terjadi pada pasien adalah ; karena stroke yang

Di alami sehingga menyebabkan implus saraf pada mulut

Dan lidah menjadi terganggu dan akan mengalami

Pemulihan secara perlahan – lahan dengan terapi

Obat – 0bat yang di berikan .

1.40 : Monitor kecepatan bicara pasien ( kata yang diucapkan


Kurang jelas ) .

11.20 : Menganjurkan pasien untuk menggunakan cara alternatif

Seperti kedipan mata, atau dengan tangan bila mengalami

Kesulitan untuk berbicara .

11.30 : Meminta pasien untuk berbicara secara perlahan dan

Berulang untuk bisa mengetahui dan mengerti maksud

Dari kata – kata yang di ucapkn oleh pasien .

EVALUASI KEPERAWATAN :

1 TGL/JAM : 17 April 2018

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

Hambatan Mobilitasi fisik berhubungan dengan Gangguan

Neuromuskular yang di taandai dengan :

DS :Pasien mengatakan lemas pada ekstremitas bgian kiri

( Wajah sampai kaki tidak dapat di gerakan ) .

DO : Pasien tampak lemas ekstremitas bagian kiri

99
( Wajah sampai kaki tidak dapat di gerakan ) .

EVALUASI ( CATATAN PERKEMBANGAN : SOAP )

Jam : 14.00 :

S :Pasien mengatakan badan masih lemah tidak bisa digerakan .

O :Ku ,lemah,pergerakan otot terbatas,skala kekuatan otot

O :Keadaan Umum ,Pergerakan otot terbatas,skala kekuatan

Otot kurang dari normal ( Normal ,5 )

A :Masalah belum teratasi .

P :Intervensi : 1,2,3,4,5 .di lanjutkan .

Tgl/Jam : 18 April 2018 .

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

2.Hambatan Komunikasi Verbal berhubungan dengan gangguan sistim

Saraf Pusat yang di tandai dengan :


DS : Keluarga mengatakan pasien mengalami gangguan Vokal bicara
( Pelo )
DO : Kata – kata yang di keluarkan tidak terlalu jelas namun bisa
Di mengerti .
Jam : 14.00 :
S :Keluarga mengatakan pasien mengalami gangguan vokal
Bicara ( pelo )
O :Kata – kata yang di keluarkan tidak terlalu jelas .
A : Masalah belum teratasi .
P : Intervensi , 1,2,3 di lanjutkan .

100
101

Anda mungkin juga menyukai