Anda di halaman 1dari 52

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard
dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke
tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat
disekitarnya. Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai
negara berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk.,
2013).Pada umur 15 tahun hingga 64 tahun dapat digunakan untuk melihat
seberapa besar pengetahuan masyarakat. Masyarakat pada usia tersebut
diharapkan telah mempersiapkan upaya pencegahan stroke karena stroke yang
semula dianggap sebagai penyakit yang didominasi orang tua ternyata stroke
dapat menyerang siapa saja. Berdasarkan Depkes tahun 2011 menyatakan bahwa
pada usia produktif sangat berpotensi terserang penyakit tidak menular khususnya
stroke. Umur dalam penelitian ini terbanyak pada rentang umur > 31 tahun yang
merupakan rentang usia dewasa muda dengan persentasenya 53,5 %. Berdasarkan
tingkat pengetahuan masyarakat mengikut kelompok jenis kelamin, didapati
perempuan mempunyai pengetahuan yang baik berbanding laki-laki yang
mempunyai pengetahuan yang sedang terhadap stroke. Hal ini mungkin karena
laki-laki lebih peka terhadap stroke berbanding perempuan akibat dari
epidemiologi yang menyatakan lelaki lebih rentan untuk mendapat stroke
disebabkan faktor hormon.
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.
Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada.
Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk,
60,7 persennya disebabkan oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 %
penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau
sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau
2

kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Menurut kemenkes RI tahun 2018
dikalteng penderita penyakit stroke 8,4% , sedangkan data pencatatan dari ruang
H BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya diketahui bahwa dari bulan Juli
sampai Desember 2019 terdapat 120 kasus pasien yang terkena stroke non
hemoragik atau sebanyak 4 % dari 588 pasien yang dirawat.
Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus
dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah
penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitkas,
kolesterol, merokok, dan stres. Banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam
keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang
memerlukan perawatan dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran
perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke
non hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja
tetapi juga psikologis penderita.
Perawat berperan penting dalam pencegahan dan penanggulangan stroke,
baik dari upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Untuk
promotif, perawatan dapat membantu dengan mengadakan prromosi kesehatan
untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan tentang penyakit stroke, dari
pengertian stroke, gejala stroke, penyebab stroke, komplikasi yang ditimbulkan
bila tidak ditangani, serta tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien/masyarakat. Untuk preventif, perawat dapat memberikan
penjelasan bagaimana upaya pencegahan penyakit stroke misalnya diet rendah
garam pada hipertensi, menganjurkan untuk olahraga dapat melatih dan
melenturkan otot-otot yang kaku. Untuk kuratif perawat dapat memberikan
terapi maupun obat-obatan sebagai tindakan kalaborasi dengan tim kesehatan
maupun dokter, untuk upaya rehabilitative pada klien stroke terutama pada
klien pasca stroke hal ini untuk mencegah stroke berulang yang dapat
memburuk kondisi klien pasca stroke dan meminimalkan kecepatan. Pasca
stroke biasanya klien memerlukan rehabilitasi seperti terapi fifik, terapi wicara,
terapi okupasi, rehabilitasi psikologis juga diperlukan, seperti sebagai rasa
motivasi, terapi wisata dan sebagainya. karena pasca stroke biasanya, merasa
3

kondisi tubuh cacat membuat penderita merasa tidak berguna dan merasa
membebani keluarga. (Sismadi,2018;Maulana, 2018).
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan Asuhan Keperawatan dan berharap Asuhan Keperawatan dan
pendidikan kesehatan tentang Stroke Non Hemoragik yang di berikan dapat
bermanfaat bagi Ny. R dan keluarga di ruang Nusa Indah RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya agar dapat mengetetahui tentang Stroke Non
Hemoragik.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis Stroke
Non Hemoragik di ruang Nusa Indah RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umun dari penulisan studi kasus adalah untuk mendapatkan atau
memperoleh kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus,
dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2Tujuan khusus
1.3.2.1. Mahasiswa mampu menulis latar belakang studi kasus.
1.3.2.2. Mahasiswa mampu menulis konsep dasar penyakit dan menejemen
keperawatan terkait kaus yang dikelola.
1.3.2.3. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny. R.
1.3.2.4. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Ny. R
1.3.2.5. Mahasiswa mampu memberikan intervensi keperawatan pada Ny. R
1.3.2.6. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. R
1.3.2.7. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasikan pada Ny. R
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi penderita
Dengan penelitian ini penderita dapat menambah pengetahuannya tentang
Stroke Non Hemoragik dalam kehidupan sehari-hari dandapatmeningkatkan
motivasi untuk tetap semangat dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan
secara rutin
2. Bagi keluarga
4

Memberikan informasi dan saran bagi keluarga mengenai pentingnya


pengetahuan pada Stroke Non Hemoragik dan motivasi untuk memeriksakan diri
berobat
3. Bagi Masyarakat
Penelitianini diharapkandapatmenambah wawasan bagi masyarakat bahwa
pengetahuan tentang Stroke Non Hemoragik sangat dibutuhkan .
4. Bagi Peneliti
Memberi pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian serta
mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapat dibangku kuliah
kedalam bentuk penelitian ilmiah.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik


2.1.1 Definisi

Gambar 1 contoh orang terkena stroke

Stroke adalah suatu episode dari disfungsi neurologis yang disebabkan oleh
iskemik atau hemoragik, berlangsung selama > 24 jam atau meninggal, tetapi
tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2012,)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2010, hlm. 130)
Berdasarkan 3 definisi di atas, maka sdapat disimpulkan Stroke adalah
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak atau akut dengan tanda
klinis lokal maupun global yang berlangsung selama + 24 jam. Dapat
menyebabkan kematian karena gangguan peredaran darah ke otak, termasuk di
dalamnya peredaran Subarachnoid dan Infark Serebral (kematian jaringan otak)

7
6

tidak termasuk di dalamnya gangguan peredaran darah sepintas, misalnya karena


faktor fisiologis, tumor otak, infeksi karena trauma.
2.1.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.
1) Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. 
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada; Penyakit jantung dengan shunt
yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiriatrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis; Fibrilasi atrium; Infarksio kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis; kadang-kadang pada
kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik.
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: Embolia septik,
misalnya dari abses paru atau bronkiektasis; Metastasis neoplasma yang
sudah tiba di paru; Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombivalvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma.Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan
oleh infark miokard dan 85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.
2) Thrombosis
7

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteriserebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aortathorasik, arteritis).
2.1.3 Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lesi atau
pembuluh darah mana yang tersumbat dan ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat. Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Defisit
neurologi pada stroke antara lain menurut (Smeltzer & Bare, 2010):
1) Defisit motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya refleks
tendon dalam atau penurunan kekuatan otot untuk melakukan pergerakkan,
apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali biasanya dalamwaktu 48 jam,
peningkatan tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan tonus otot
abnormal pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.
2) Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
8

c. Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya


(apraksia) seperti terlihat ketika penderita mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
3) Defisit persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Gangguan persepsi sensori pada stroke
meliputi:
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara
mata dan korteks visual. Kehilangan setengah lapang pandang terjadi
sementara atau permanen (homonimus hemianopsia). Sisi visual yang
terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala penderita
berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cendrung mengabaikan bahwa
tempat dan ruang pada sisi tersebut yang disebut dengan amorfosintesis.
Pada keadaan ini penderita hanya mampu melihat makanan pada setengah
nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
b. Gangguan hubungan visual-spasialyaitu mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada penderita dengan
hemiplegia kiri. Penderita tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Kehilangan sensori, karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau berat dengan kehilangan propriosepsi yaitu kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
4) Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita ini
menghadapi masalah stress dalam program rehabilitasi.
5) Defisit kandung kemih
Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca
stroke mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi. Tonus otot meningkat dan
9

refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat, dan spastisitas


kandung kemih dapat terjadi.
2.1.4 Patofisiologi
Pada fase akut perubahan terjadi pada aliran darah otak. Pada daerah tempat
terjadinya iskemik, secara etiologi terdapat perbedaan yaitu iskemik global dan
iskemik flokal. Pada iskemik global aliran darah secara keseluruhan menurun
akibat tekanan perfusi misalnya karena syok irreversible akibat henti jantung,
perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat, dan lain-lain. Sedangkan
pada iskemik yang fokal terjadi akibat turunnya tekanan perfusi otak regional.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh
darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah otak baik sebagian
atau seluruh lumen pembuluh darah otak, penyebabnya antara lain:
1) Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan
trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis didaerah tersebut. Selain
itu proses pada arteriol karena vaskulitis atau lipohialinosis dapat
menyebabkan stroke iskemik karena infark lakunar.
2) Perubahan akibat proses hemodinamik dimana terjadi perfusi sangat
menurun karena sumbatan didaerah proximal pembuluh arteri karotis atau
vertebribasilaris.
3) Perubahan akibat perubahan sifat darah, misalnya sicle sell, leukemia akut,
polisitemia, hemoglobinopati, dan makroglobulinemia.
4) Tersumbatnya pembuluh akibat emboli darah proximal, misalnya artery – to
artery thrombosis, emboli jantung dan lain-lain.
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
ditingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan
kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya
akan berakhir dengan kematian neuron.
2.1.2 Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1) Berhubungan dengan immobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
10

2) Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,


terjatuh.
3) Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4) Hidrosefalus
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan


ialah sebagai berikut:
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan  perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) Computerized Tomografi Scaning (CT Scan)
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4) Magnetic Imaging Resonance (MRI)
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) Elektro Encephalografi (EEG)
11

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
1) Pengobatan Konservatif 
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapimaknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasanagregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atauemboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
2) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arterikarotis di leher. 
b. Revaskularisasi yaitu hasil dari dua jenis prosedur pembedahan bypass arteri
koroner grafting (CABG) dan intervensi koroner perkutan (PCI). Keduanya
dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri koroner.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register,
diagnosa medis.
3) Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo
dan tidak dapat berkomunikasi.
12

4) Riwayat Penyakit Sekarang


Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, di samping gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat adiktif, kegemukan.
6) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
1) Pengkajian Primer
(1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
(2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar ronchi/aspirasi.
(3) Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, distritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
(4) Disability
Yang dinilai adalah tingkat kesadaran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran
sopor, GCS: M=2 V=2 E=2. Pupil isokor.
(5) Eksposure
Pasien harus dibuka pakaiannya, misalnya ditemukan luka lecet, adanya
odema dll.
2) Pengkajian Sekunder
(1) B1 (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
13

(2) B2 (Blood): renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah > 200 mmHg).
(3) B3 (Brain): defisit neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).
(4) B4 (Bladder): inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
(5) B5 (Bowel): kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
(6) B6 (Bone): kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada kulit, jika pasien kurang oksigen, kulit
akan pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI Defenisi dan Indikator Diagnostik


Edisi 1)
Diagnosis keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan stroke
non hemoragik yaitu sebagai berikut:
1) Bersihan jalan napas tidak efektif ( D.0149 )
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif ( D.0017 )
3) Gangguan komunikasi verbal ( D.0119 )
4) Defisit perawatan diri ( D. 0018 )
14

5) Gangguan mobilitas fisik ( D.0054 )


6) Gangguan integritas kulit ( D.129 )
7) Penurunan kapasitas adaftif intrakranial ( 0066 )
8) Pola nafas tidak efektif berhubungan ( D.0005 )
9) Defisit nutrisi ( 0018 )

2.2.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah pendeskripsian utuh perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus Stroke Non Hemoragik
maka intervensi keperawatan meliputi:
1) Diagnosa 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suplai aliran
darah ke otak lancar dengan kriteria hasil:
- Nyeri kepala/vertigo berkurang sampai dengan hilang
- Berfungsinya saraf dengan baik
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi:
Monitoring neurologis
(1) Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
(2) Monitor tingkat kesadaran klien
(3) Monitor tanda-tanda vital
(4) Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
(5) Monitor respon klien terhadap pengobatan
(6) Hindari aktivitas jika tekanan intrakranial (TIK) meningkat
(7) Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
(1) Bersihkan jalan napas dari sekret
(2) Pertahankan jalan napas tetap efektif
(3) Berikan oksigen sesuai instruksi
(4) Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
15

(5) Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen


(6) Observasi tanda-tanda hipoventilasi
(7) Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
(8) Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur
2) Diagnosa 2: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu
untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:
- Dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
- Dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
- Dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
Intervensi:
(1) Libatkan keluarga untuk membantu memahami informasi dari/ke klien
(2) Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
(3) Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan
klien
(4) Dorong klien untuk mengulang kata-kata
(5) Berikan arahan/perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
(6) Programkan speech-language teraphy
(7) Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
3) Diagnosa 3: Defisit perawat diri: mandi, berpakaian, makan, toileting
berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan
mandiri klien terpenuhi, dengan kriteri hasil:
- Klien dapat makan dengan bantuan orang lain/mandiri
- Klien dapat mandi dengan bantuan orang lain
- Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain/mandiri
- Klien dapat toileting dengan bantuan alat
Intervensi:
(1) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri
(2) Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan, mandi,
berpakaian dan toileting
16

(3) Beri bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
(4) Beri dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuannya
(5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien
4) Diagnosa 4: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien dapat
melakukan pergerakan fisik dengan kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
- Pasien berpartisipasi dalam program latihan
- Pasien mencapai keseimbangan saat duduk
- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi
Intervensi:
(1) Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstremitas
yang sehat
(2) Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstremitas yang parese/plegi
dalam toleransi nyeri
(3) Topang ekstremitas dengan bantal untuk mencegah atau mengurangi
bengkak
(4) Ajarkan ambulasi sesuai tahapan dan kemampuan klien
(5) Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang disarankan
(6) Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
5) Diagnosa 5: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan pasien mampu
mengetahui dan mengontrol resiko dengan kriteria hasil:
- Klien mampu mengenali tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
- Klien mampu berpartisipasi dalam pencegahan resiko luka tekan (masase
sederhana, alih baring, manajemen nutrisi, manajemen tekanan)
Intervensi:
17

(1) Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan
gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan
(2) Berikan masase sederhana
(3) Lakukan alih baring
(4) Beri manajemen nutrisi
(5) Beri manajemen tekanan
6) Diagnosa 6: Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi
aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil:
- Dapat bernapas dengan mudah, frekuensi pernapasan normal
- Mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi
Intervensi:
(1) Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
(2) Pertahankan jalan napas
(3) Lakukan saction bila diperlukan
(4) Haluskan makanan yang akan diberikan
(5) Haluskan obat sebelum diberikan
7) Diagnosa 7: Resiko injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi
trauma pada pasien dengan kriteria hasil:
- Bebas dari cedera
- Mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan dan cara untuk
mencegah cedera
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Intervensi:
(1) Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
(2) Memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
(3) Memberikan penerangan yang cukup
(4) Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
8) Diagnosa 8: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran
18

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan pola napas


pasien efektif dengan kriteria hasil:
- Menunjukkan jalan napas paten (tidak tercekik, irama napas normal,
frekuensi napas normal, tidak ada suara napas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
(1) Pertahankan jalan napas yang paten
(2) Observasi tanda-tanda hipoventilasi
(3) Beri terapi O2
(4) Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
(5) Observasi tanda-tanda vital
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap pasien dengan Stroke Non Hemoragik. Perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana
keperawatan.
19

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian di rumah sakit RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya di ruang Nusa Indah pada tanggal 21 Januari 2020 pukul
08.00 WIB di dapatkan hasil:
3.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa 21 Januari 2020, pukul :
08.00 WIB pada Ny. R, umur 60 Tahun, jenis kelamin perempuan,
suku/bangsa Dayak / Indonesia, agama Islam, pekerjaan Swasta, pendidika
terakhir SMA, status perkawinan menikah, alamat jl. Pertiwi I Sampit,
tanggal masuk rumah sakit 16 Januari 2020, dengan diagnosa medis Stroke
Non Hemoragik.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran dan
batuk .
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 16 Januari 2020 pasien dirujuk dari RS Sampit karena di Rs
Sampit alat tidak lengkap karena di kepala pasien ada cairan, pada saat di
rumah keluarga mengatakan pasien lemah, kesadaran menurun dan sesak
napas ± 5 hari. Di IGD pasien terpasang infus NacL 0,9 % + KCL 2 botol
mendapatkan obat terapi Citicolin 2 x 500 mg, Neurobion 2 x 1 ampul dan
ranitidin 2 x 50 mg tanda tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, nadi
129 x/menit, pernapasan 24 x/menit suhu 37,5ºC , malamnya pukul 02.00
subuh pasien di bawa ke ruang Nusa Indah untuk mendapatkan penanggan
yang lebih lanjut.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya di rawat di RS sampit, pasien
sudah 2 tahun mengalami stroke dan sudah bedrest selama 2 bulan dan
pasien melalukan operasi lukan dekubitus di RS Sampit.

19
20

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit stroke dan hipertensi.

GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan:

:Laki-laki
:Perempuan
:Tinggal Serumah
: Pasien
:Meninggal Dunia

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 KeadaanUmum
Pasien tampak terbaring lemah di tempat tidur, terpasang infus NacL 0,9
% 20 Tpm di tangan sebelah kiri, terpasang NGT tertutup, terpasang
oksigen nasal kanul 2 Lx/menit, dan terpasang kateter urine.
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran somnolent, ekspresi wajah meringis, bentuk badan
kurus, cara berbaring/bergerak terlentang, tidak bisa berbicara, suasana
hati tidak bisa dikaji , penampilan rapi, fungsi kognitif orientasi waktu
ketika ditanya pasien tidak bisa berbicara, orientasi orang ketika ditanya
pasien tidak menjawab, orientasi tempat ketika ditanya pasien tidak bisa
menjawab.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
0
Suhu/T 36,6 C Axilla, Nadi/HR 89 x/mt, Pernapasan/RR 21
x/tm,Tekanan Darah/BP 170/110 mmHg.
21

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada semetris, pasien tidak merokok, batuk sejak 2 bulan yang
lalu, Respirasi 21x/menit, type pernafasan dada, irama pernafasan tidak
teratur, suara nafas bronchial, suara nafas tambahan ronkhi basah dan
dahak/sputum bewarna putih dan agak kuning.
Masalah keperawatan : Bersihan jalan nafas
3.1.3.5 Cardiovaskuler (Bleeding)
Tidak ada nyeri dada, tidak ada pusing/sakit kepala, tekanan darah 170/110
mmHg, Nadi : 89 x/mnt dan teraba kuat, suara jantung normal S1 S2 lup
dup, suhu 36,6oC, CRT > 2detik, tidak cyanosis, akral teraba hangat.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 V:1 M :1 dan total Nilai GCS: 6 somnolent,
kesadaran Ny. R somnolent, pupil Ny. R isokor tidak ada kelainan, reflex
cahaya kanan dan kiri positif dan pasien tampak gelisah.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada
pemeriksaan ini pasien tidak mampu menjawab pertanyaan perawat. Saraf
kranial II (Optikus): pasien tidak mampu membaca nama perawat dengan
baik pada saat perawat meminta pasien untuk membaca namanya. Saraf
kranial III (Okulomotor): pasien dapat membuka matanya pada saat di
panggil. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat menggerakan bola
matanya. Saraf kranial V (Trigeminalis): pasien tidak dapat mengunyah.
Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke
kiri dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien tidak dapat
membedakan rasa manis dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien
tidak dapat menjawab dimana suara petikan jari perawat kiri dan kanan.
Saraf kranial IX (Glosofaringeus): pasien tidak dapat merasakan rasa
asam, asin dan manis. Saraf kranial X (Vagus): pasien tidak dapat
menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): pasien tidak dapat menggerakkan
leher dan bahu. Saraf kranial XII (Hipoglosus): pasien tidak mampu
mengeluarkan lidahnya.
22

Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari negatif, jari ke


hidung negatif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki negatif, uji
kestabilan tubuh negatif, pasien tidak dapat menggerakan tubuhnya, uji
kestabilan tubuh negatif dan uji sensasi pasien pada saat di sentuh tidak
bisa merespon.
Masalah Keperawatan : Penurunan kapasitas intrakranial
3.1.3.7 Eliminasi Urine (Bladder)
Produksi Urine 300 ml selama jam dinas, warna kuning, bau amoniak,
tidak ada keluhan dan masalah keperawatan.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir terlihat tampak lembab dan agak kotor kering, tidak ada lesi, gigi
tampak kotor ada caries, gusi terlihat tidak ada peradangan dan
perdarahan, lidah tampak kotor dan tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan pada mukosa, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada
keluhan nyeri pada tenggorokan saat menelan. Palpasi abdomen tidak
teraba massa dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen. Tidak ada hemoroid
pada rectum. Pasien BAB 1x sehari warna kuning dan lunak
konsistensinya.
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri
3.1.3.9 Tulang Otot integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, tidak terdapat 1 1
1 1
nyeri dan bengkak, paresis di seluruh tubuh,
Hemiparese di anggota tubuh ekstremitas atas dan
bawah, dan kaku pada seluruh tubuh dan ukuran otot
atropi.
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, tidak ada alergi
makanan, tidak ada alergi kosmetik, suhu kulit Ny. R hangat , warna kulit
normal tidak ada kelainan, turgor kulit baik halus tidak kasar maupun
kemerahan tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut
lurus, distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
23

3.1.3.11 Sistem Pengindraan


Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, sklera
normal/putih, kornea bening. Pasien tidak memakai kecamata dan tidak
keluhan nyeri pada mata. Fungsi pendengaran baik, penciuman normal,
hidung simetris, dan tidak ada polip.
Masalah Keperawatan tidak ada
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak teraba, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjat tiroid tidak teraba,
mobilitas leher terbatas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak di kaji karena pasien menolak untuk di kaji, Tidak ada
masalah keperawatan.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Presepsi terhadap kesehatan dan penyakit :
Sehat itu sesuatu yang penting karena kesehatan sangat penting bagi saya
dan sehat itu mahal, saat sakit seperti ini saya perlu biaya banyak untuk
kembali sehat.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
TB : 155
BB Sekarang : 42 kg
BB Sebelum Sakit : 55 kg
IMT : 42/(1,55)2= 17.48 (berat badan kurang)
Klasifikasi Nilai IMT :
No. IMT Status Gizi Kategori
1 <17,0 Gizi kurang Sangat kurus
2 17,o-18,5 Gizi kurang Kurus
3 18,5-25,0 Gizi baik Normal
4 25,0-27,0 Gizi lebih Gemuk
5 >27.0 Gizi lebih Sangat gemuk
Diet : cair, diet khusus : rendah lemak

Pola Makan Sehari-hari Selama Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari 4 x sehari 3 x sehari


24

Porsi 4 gelas susu 1 Porsi

Nafsu makan Berkurang Normal

Jenis Makanan Susu, bubur Nasi, ikan, sayur,


lauk pauk

Jenis Minuman Air putih Air putih

Jumlah minuman/cc/24 jam 1500 ml 1500 ml

Kebiasaan makan Pagi, siang, sore dan Pagi, siang, sore


malam dan malam

Keluhan/masalah Keluarga pasien Defisit nutrisi


mengatakan pasien
susah karena sulit
menggunyah
makanan

Masalah keperawatan : Defisit nutrisi

3.1.4.3 Pola istirahat dan Tidur


Sebelum sakit : ± 2 jam dan tidur malam ± 7 jam, pola tidur pasien baik.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.4 Kongnitif
Keluarga pasien mengatakan mengerti tentang penyakit yang di derita
pasien.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.1.4.5 Konsep diri
Gambaran diri : Pasien seorang yang sakit yang perlu perawatan
Ideal diri : Ingin cepat sembuh
Identitas Diri : Seorang perempuan, ibu dari 3 anak dan seorang istri
Peran diri : Sebagai ibu rumah tangga, keluarga pasien mengatakan tidak
bisa melakukan apa-apa sakit
Harga diri : pasien tidak merasa malu dengan keadaanya sekarang
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah

3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari


25

Pasien sudah mengalami sakit stroke selama 2 tahun dan bedrest sudah 2
bulan tidak bisa menggerakkkan seluruh anggota tubuhnya. Sebelum sakit
pasien dapat beraktivitas seperti biasanya, namun setelah sakit pasien
hanya bisa berbaring ditempat tidur, skala aktivitas 4 sangat bergantung
dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan.
Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
3.1.4.7 Koping-Tolerasi terhadap stress
Koping individu baik, bila sakit pasien hanya bisa menanggis.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Menganut agama Islam , tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang dianut, pasien dan keluarga menerima tindakan
medis.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah.
3.1.5 Sosial Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik pada saat di ajak berbicara
dikarenakan adanya penurunan kesadaran pada pasien
Masalah Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa Dayak dan Indonesia
3.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh suami dan keluarga
saat Ny. R di rawat di Nusa Indah terlihat keluarga selalu menjenguk.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan
lingkungannya sekitar, perawat maupun dokter.
3.1.5.5 Orang Penting / terdekat
Orang yang paling dekat dengan Tn. E adalah Istri, anak, dan keluarga.
3.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama
keluarga dan beristirahat.
26

3.1.5.7 Kegiatan Beribadah


Dirumah maupun dirumah sakit pasien hanya bisa berdoa
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Pemeriksaan Lab :
Pada tanggal : 16 Januari 2020
No. Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1. Glukosa Sewaktu 181 mg/dl <200 mg//dl
2. Ureum 19 mg/dl 21 – 53 mg/dl
3. Creatinin 0,83 mg/dl 0,7 – 1,5 mg/dl
7. WBC 10.39 4,50-11.00
8. HGB 10.3 10.5-18.0
9. HCT 30.4 37.0-48.0
10. PLT 379 150-400

Hasil pemeriksaanX-Ray Thorax Ap pada tanggal 20 Januari 2020


1. Cor tidak membesar, CTR < 50 %, aorta normal, trachea di tengah
2. Sunues costofrenikus, diafragma normal
3. Pulmo : hlli normal, corakan bronkovaskular meningkat
4. Tampak bercak infiltrat pada parakardial dextra
5. Jaringan lunak dan tulang dinding dada tidak tampak kelainan
Kesan : tidak tampak kardiomegali dan paru tidak tampak kelainan

3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Tanggal 17-19Januari 2020

No Nama Obat Dosis Indikasi


.
1. Inf. NacL 0,9 % 500 cc/IV Untuk menambah cairan dan
elektrolit didalam tubuh
2. Inj. Citicoline 500 mg , Meningkatkan daya ingat dan
2x1 /IV mempercepat masa pemulihaan
akibat stroke
3. Inj. Ranitidin 2x1/IV Mengatasi gejala nyeri lambung
atau nyeri ulu hati akibat
peningkatan asam lambung
4. Inj. Glauceta 3x500 mg/ Untuk mencegah dan mengurangi
27

IV gejala penyakit ketinggian seperti


sakit kepala, muntah dan sesak
napas
5 Inj. Phenytoin 1x100 Untuk mengobati neuralgia
mg/IV trigeminal sejenis nyeri saraf yang
berpengaruh pada wajah
6 Inj. Hidrocortisone 100 mg Untuk meredakan peradangan dan
2x1/IV dapat digunakan sebagai untuk
mengatasi alergi, kelainan kulit,
kolitis vulseratip, artriti, lukus,
psoriasis, dan gangguan
pernapasan.
7 OBH Sirup 3x8 ml/ oral Untuk meredakan batuk yang
disertai dengan demam
8 Inj. Metil. p 3x4 mg/IV Digunakan untuk mengurangi
gejala pembengkakan, rasa nyeri,
dan reaksi alergi.

Palangkaraya, 21 Januari 2020

( Lafa Nolla )
28

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Asap polusi udara, Bersihan jalan nafas
Keluarga pasien mengatakan infeksi virus, bakteri dan tidak efektif
pasien batuk sudah 2 bulan parasit

DO :
- Suara nafas tambahan ronkhi Hipersekresi lender +
basah inflansi
- Tipe pernafasan dada
- Bernapas menggunakan otot
bantu Infeksi saluran nafas
- Irama napas tidak teratur
- Sputum bewarna putih agak
kekuningan
Sekret menumpuk di
- Di scations pada hari sabtu 18
Januari 2020 sebanyak 2x
bronkus
TTV :
TD : 170/110 mmHg
S : 36,6 ºC Sesak nafas karna secret
RR : 21 x/menit tidak dapat keluar
N : 89 x/menit

Hasil pemeriksaanX-Ray Bersihan Jalan nafas


Thorax Ap : tidak efektif
1. Cor tidak membesar, CTR
< 50 %, aorta normal,
trachea di tengah
2. Sunues costofrenikus,
diafragma normal
3. Pulmo : hlli normal,
corakan bronkovaskular
meningkat
4. Tampak bercak infiltrat
pada parakardial dextra
DS : Trombos emboli serebral Penurunan Kapasitas
Keluarga pasien mengatakan Adaptif Intrakranial
sudah 2 bulan pasien tidak bisa
merespon dengan baik pada Sumbatan aliran darah
saat di ajak berbicara dan O2
(penuruna kesadaran)

DO : Infark jaringan serebral


- Pasien tampak gelisah
- Nilai GCS, E4 V1 M1= 6
- Tingkat kesadaran somnolent
29

- Fungsi kognitif terganggu


- Pasien tampak mengantuk
- Ada riwayat cairan di kepala
TTV :
TD : 170/110 mmHg
S : 36,6 ºC
RR : 21 x/menit
N : 89 x/menit

DS : Obstruksi vena di otak Gangguan


Keluarga pasien mengatakan
komunikasi verbal
paien tidak mampu berbicara
selama 2 bulan Odema

DO :
- Tidak mampu berbicara Peningkatan TIK
pada saat di ajak berbicara
- Sulit menggunakan ekspresi
wajah
- Sulit menggunakan ekspresi Bicara terganggu afasia
tubuh
- Afasia
DS : Infark jaringan serebral Gangguan mobilitas
Keluarga pasien mengatakan fisik
selama 2 bulan pasien tidak
dapat menggerakan seluruh Perubahan perfusi
tubunyanya jaringan
DO : Hemiplegi, parapsegi
- Tingkat kesadaran pasien
somnolent
- Aktivitas di bantu Kelemahaan fisik
- Skala aktfitas 4 sangat
bergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan.
- Uji Kestabilan tubuh negatif
- Terpasang kateter urine
- Kemampuan pergerakan
sendi terbatas
- Kekuatan otot
1 1

1 1

TTV
TD : 170/110 mmHg
S : 36,6 ºC
30

RR : 21 x/menit
N : 89 x/menit
DS : Sirkulasi serebral Defisit Perawatan
Keluarga pasien mengatakan terganggu Diri
selama sakit pasien tidak
pernah di oral hygene
Penurunan darah dan O2
DO : ke otak
- Pasien tidak mampu mandi
- Mulut pasien menggeluarkan
bau yang tidak sedap Hipansia serebral
- Terdapat karang gigi
- Lidah pasien tampak kotor
Kerusakan pusat gerak
TTV
TD : 170/110 mmHg
S : 36,6 ºC Mobiltas menurun
RR : 21 x/menit
N : 89 x/menit
Tidak dapat melakukan
perawatan diri hanya bisa
terbaring
DS : Tingkat kedaran Gangguan intreritas
menurun kulit
Keluarga pasien mengatakan
ada luka post op di bokong
Kelemahaan fisik
dan dibelakang pasien

DO :
Penurunan mobilitas
- Tampak luka di bokong dan
dibelakang pasien
- Penurunan mobilitas fisik
Tirah baring lama
- Kulit kering
- Skala aktfitas 4 sangat
bergantung dan tidak dapat
melakukan atau
berpartisipasi dalam
perawatan.

DS : Ketidakmampuan Defisit nutrisi


Keluarga pasien mengatakan menelan
selama sakit stroke berat badan
pasien berkurang dari 55 ke 42
Ketidakmampuan
DO : mencerna makanan
- Pasien tampak kurus
- Pasien tidak bisa menelan
dan hanya bisa makan
melalui Ngt Ketidakmampuan
31

- Otot pengunyah lemah memgabsorbsi nutrien


- Otot menelan lemah
- Membran mukosan pucat

TB : 155
BB : 42
IMT : 42/(1,55)2 = 17.48 (berat
badan kurang)

PRIORITAS MASALAH
1. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan Infark jaringan
serebral di tandai dengan keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa
merespon pada saat bicara selama 2 bulan, pasien tampak gelisah, tingkat
32

kesadaran somnolent, fungsi kognitif terganggu, nilai GCS, E4 V1 M1= 6,


pasien tampak mengantuk, hasil pemeriksaan X-Ray Thorax Ap tidak tampak
kardiomegali dan paru tidak tampak kelainan ttv td 170/110 mmHg suhu 36,6
ºC, rr 21 x/menit, dan 89 x/menit.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubung dengan sekret menumpuk di
bronkus di tandai dengan keluarga pasien mengatakan pasien batuk sudah 2
bulan suara nafas tambahan ronkhi basah, tipe pernafasan dada, bernapas
menggunakan otot bantu, Sputum bewarna putih agak kuning
Irama napas tidak teratur TTV Td 170/110 mmHg, rr 21x/menit, suhu 36,6 ºC,
nadi 89x/menit, hasil pemeriksaanX-Ray Thorax Ap tidak tampak
kardiomegali dan paru tidak tampak kelainan.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan memgabsorbsi nutrien di
tandai dengan Keluarga pasien mengatakan selama sakit stroke berat badan
pasien berkurang dari 55 ke 42, pasien tampak kurus, pasien tidak bisa menelan
dan hanya bisa makan melalui NGT, otot pengunyah lemah, otot menelan
lemah, membran mukosan pucat Tb 155 cm, Bb 42 dan IMT : 42/(1,55) 2 =
17.48 (berat badan kurang).
4. Gangguan itregritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama di tandai
dengan
keluarga pasien mengatakan ada luka post op di bokong dan dibelakang
pasien, tampak luka di bokong dan dibelakang pasien, penurunan mobilitas
fisik, kulit kering dan skala aktfitas 4 sangat bergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tirah baring lama di tandai
dengan, keluarga pasien mengatakan selama 2 bulan pasien tidak dapat
menggerakan seluruh tubunyanya, tingkat kesadaran pasien samnolent,
aktivitas di bantu, kkala aktfitas 4 sangat bergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan, uji Kestabilan tubuh negatif,
terpasang kateter urine,kKemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
ekstremitas atas dan bawah 1.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tidak dapat melakukan perawatan
diri hanya bisa terbaring di tandai dengan Keluarga pasien mengatakan selama
sakit pasien tidak pernah di oral hygene, pasien tidak mampu mandi, ulut
pasien menggeluarkan bau yang tidak sedap, terdapat karang gigi, lidah pasien
tampak kotor Ttv Td 170/110 mmHg, suhu 36,6 ºC, Rr 21 x/menit, dan nadi
89x/menit
7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berbicara terganggu afasia
di tandai dengan keluarga pasien mengatakan paien tidak mampu berbicara
selama 2 bulan, tidak mampu berbicara pada saat di ajak berbicara, sulit
menggunakan ekspresi wajah, sulit menggunakan ekspresi tubuh dan Afasia
33

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. R


Ruang Rawat : Nusa Indah

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Setelah dilakukan tindakan
Dx 1 : Penurunan 1. Identifikasi penyebab 1.Terjadi nya peningkatan
keperawatan selama 1 x 7
kapasitas adaptifi peningkatan kranial kranial
jam diharapkan masalah
intracranial berhubungan 2. Monitor peningkatan tekanan 2.Mengetahui tekanan darah
pasien teratasi dengan kriteria
dengan infark jaringan darah pasien dalam rentang normal
hasil :
serebral dibuktikan atau tidak.
1. Keluhan sakit kepala
keluarga pasien 3. Monitor pelebaran tekanan darah 3.Dapat mengetahui pelebaran
berkurang
mengatakan pasien tidak nadi (selisih TDS dan TDD) tekanan darah nadi.
2. Tekanan darah dalam
bisa merespon pada saat 4. Meminimalkan stimulus dengan 4.Pasien merasa lebih nyaman
rentang normal
bicara selama 2 bulan menyediakan lingkungan yang dan tidak terganggu dengan
3. Pasien tidak gelisah lagi
nyaman lingkungan sekitar
. GCS = 9 5. Kolaborasi pemberian obat 5.Mengurangi rasa sakit yang
diuretik citi Citicoline 500 mg pasien rasakan
2x1 IV

Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui pola nafas pasien
Dx 2 : Bersihan jalan teratur atau tidak
keperawatan 3 x 24 jam
napas tidak efektik 2. Posisikan pasien semi fowler 2. Supaya jalan nafas pasien lancar
diharapkan bersihan jalan
berhubungan dengan 3. Untuk membantu pasien dalam
nafas pasien teratasi, dengan 3. Berikan oksigenasi bernafas agar tidak sesak
sekret menumpuk di
kriteria hasil 4. Supaya secret/dahak pasien mampu
bronkus di tandai dengan 1. Mulai terlihat kepatenan jalan keluar
keluarga pasien
34

nafas pasien 4. Ajarkan teknik batuk efektif 5. Kolaborasi agar secret yang
mengatakan pasien batuk 2. Tidak terdengar bunyi nafas menumpuk bisa di keluarkan.
selama 2 bulan tambahan 5. Kolaborasi dalam pemberian
3. Tidak merasakan sesak nafas penggisapan seckret (secsen) untuk
saaat bernafas maupun saat mengeluarkan secret OBH siru 3x8 ml
beraktivitas. oral
4. Keadaan pasien semakin
membaik

Setelah dilakukan tindakan


Dx 3 : Defisit nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengelola asupan nutrisi
keperawatan selama 1 x 7 jam
berhubungan dengan yang seimbang
nutrisi pasien terpenuhi
ketidakmampuan 2. Jika makanan yang disukai
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi makanan yang disukai
mengabsorbsi nutrien di dapat dimasukan, kerjasama
1. Mencerna jumlah nutrien
tandai dengan keluarga ini dapat di upayakan setelah
yang tepat
pasien mengatakan selama pulan
2. Menunjukkan tingkat 3. Monitor berat badan
sakit stroke berat badan 3. Mengetahui perkembangan
energi biasanya nafsu
pasien menurundari 55 kg berat badan
makan meningkat
ke 42 kg 4. Pasien dapat mersakan
3. Nafsu makan meningkat 4. Lakukan oral hygine sebelum makan dan tidak tercampur
makan dengan kotoran di dalam
mulut
5. Mendapatkan gizi yang bagus
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan mempermudah proses
dan protein
penyembuhan
6. Anjurkan posisi duduk saat
6. Tidak tersedak dan posisi
makan
makan lebih enak dan
memudahkan pasie untuk
makan
Dx 4 : Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk menjaga keutuhan,
35

intregritas kulit keperawatan 2x7 jam luka gangguan integritas kulit kelembaban dan mencegah
berhubungan dengan tirah pada kaki pasien tidak perkembangan
baring lama di tandai terinfeki dengan kriteria hasil: mikroorganisme
dengan keluarga pasien 1. Eritema kulit dan eritema 2. Monitor karakteritis luka 2. Untuk meningkatkan
mengatakan ada luka post disekitar luka minimal penyembuhan luka seta
op di bokong dan 2. Luka kering tidak ada pus mencegah terjadinya
dibelakang tubuh pasien 3. Jahitan kering komplikasi luka
3. Ubah posisi tiap 2 jam tirah 3. Untuk meningkatkan
baring kenyamanan dan keamanan
serta mencegah komplikasi
4. Pertahankan teknik steril saat 4. Untuk mencegah
melakukan perawatan luka komplikasi luka dan
meningkatkan
penyembuhan luka
5. Anjurkan prosedur perawatan 5. Agar keluarga pasien bisa
luka secara mandiri melakukan perawatan luka
6. Kalaborasi pemberian antibiotik 6. Untuk membantuk proses
penyembuhan luka

DX 5 : Gangguan 1. Observasi TTV


Setelah dilakukan tindakan 1. Mengetahui setiap
mobilitas fisik keperawatan selama 1 x 7 perubahan yang terjadi pada
berhubungan dengantirah jam, diharapkan gangguan klen secara dini dan untuk
baring lama di tandai mobilitas dapat tertasi penetapan tindakan yang
dengan keluarga pasien dengan Kriteria Hasil: tepat.
mengatakan selama 2 2. Menghindari terjadinya
bulan tidak dapat 1. Dapat menggerakan 2. Identifikasi keluhan fisik lainnya kelelahan dan mengetahui
menggerkana seluruh tangan dan kaki
keadaan pasien
tubunya 2. Tidak kaku
3. Gerakkan aktif memberikan
36

3. Dapat menggerakan 3. Ajarkan klien untuk melakukan massa, tonus dan kekuatan
anggota tubuh latihan gerak aktif pada ototserta memperbaiki
ekstremitas yang sakit/ ROM fungsi jangtung dan
pernapasan
4. Fasilitasi aktivitas ambulasi 4. Psoses penyembuhan yang
dengan alat bantu misalnya lamabat seringkali menyertai
tongkat trauma kepala dan
pemulihaan secara fisik
merupakan bagian yang
amat penting dari suatu
pemulihan tersebut.
5. Keluargajadi mengetahui
5. Jelaskan tujuan dan prosedur untuk apa ambulasi
ambulasi dilakkukan pada pasien
stroke
6. Kalaborasi dengan ahli fisioterapi 6. Menurunkan risiko
untuk latihan fisik klien terjadinya jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek
pada saat daerah yang
tertekan

Dx 6 : Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi usia dan budaya 1. Memfasilitasi pemenuhan
diri berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 dalam membantu kebersihan diri kebutuhan perawatan diri
tidak dapat melakukan jam diharapkan masalah 2. Monitor kebersihan tubuh 2. Mengetahui kebersihan
perawatan diri hanya pasien teratasi dengan kriteria 3. Fasilitasi menggosok gigi sesuai badan pasien
37

terbaring di tandai dengan hasil : kebutuhan 3. menghilanagkan kotaran


selama sakit pasien tidak 1. Klien dapat mandi dengan 4. Identifikasi kebutuhan alat bantu didalam mulut
pernah oral hygine bantuan orang lain kebersihan diri 4. Keluarga menjadi tau apa
2. Klien dapat memakai 5. Ajarkan kepada keluarga cara saja alat yang bisa di
pakaian dengan bantuan memandikan dan oral hygine gunakan pada saat
orang lain / mandiri memandikan pasien
3. Tidak tercium Bau yang 5. Supaya tubuh pasien bersih
tidak sedap dan merasa enak
4. Keadaan pasien bersih dan
rapi

Dx 7 : Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor proses kognitif dan 1. Memudahkan pasien
komunikasi verbal keperawatan 1x7 jam fisiologis yang berkaitan dengan memahami bahasa
berhubungan dengan diharapkan gangguan bicara misalnya bahasa
berbicara terganggu afasia komunikasi verbal teratasi 2. Gunakan metode komunikasi 2. Memenuhi kebutuhan
di tandai dengan keluarga dengan dengan kriteria hasil : alternatif misalnya misalnya komunikasi sesuai dengan
pasien mengatakan paien 1. Pasien mampu dengan menulis kemampuan klien.
tidak mampu berbicara berkomunikasi dengan
selama 2 bulan baik 3. Anjurkan berbicara perlahan 3. Menggurangi kecemasan
2. Pasien mampu dan kebiSngungan pada saat
memberikan bahasa tubuh berkomunikasi
untuk menandakan 4. Kalaborasi ke ahli patolgi bicara 4. Melatih klien belajar
komunikasi atau terapis berbicara secara mandiri
dengan baik dan benar

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


38

Nama : Ny. R
Ruang : Nusa Indah
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Selasa, 21 januari 2020 S : Keluarga pasien mengatakan pasien
1. Megidentifikasi penyebab peningkatan
Jam 10. 00 Wib masih tidak bisa bicara
kranial
Dx 1 O : Pasien tampak lemah, pada saat di ajak
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
berbicara pasien juuga tidak bisa
3. Memonitor pelebaran tekanan darah
menjawab, GCS pasien E:4 V:1 M1 = 6
nadi (selisih TDS dan TDD)
kesadaran masih somolent
4. Meminimalkan stimulus dengan ( Lafa Nolla )
A : Masalah belum teratasi
mrnyediakan lingkungan yang nyaman
P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4, dan 5
5. Berkolaborasi pemberian obat diuretik
Citicoline 500 mg 2x1 IV
Selasa, 21 januari 2020 1. Memonitor pola nafas S : Keluarga pasien mengatakan pasien
Jam 10. 00 Wib 2. Memposisikan pasien semi fowler masih batuk dan tidak bisa mengeluarkan
3. Berikan oksigenasi
Dx 2 4. Mengajarkan teknik batuk efektif
dahaknya
5. Berolaborasi dalam pemberian penggisapan O : Pasien tambah batuk, terdengan suara
seckret (secsen) untuk mengeluarkan secret napas tambahan rochi basah, masih tidak
mengekuarkan dahak sendiri dan masih
terpasang oksigen nasal kanul 2lx/menit ( Lafa Nolla )
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan itervensi 1,2,3,4, dan 5
Selasa, 21 januari 2020 S : Keluarga pasien mengatakan pasien
1. Mengidentifikasi status nutrisi
Jam 10. 00 Wib masih belum bisa makan melalui mulut
2. Mengidentifikasi makanan yang disukai
Dx 3 dan masih menggunakan NGT
39

O : Pasien terbaring di tempat tidur, masih


3. Memonitor berat badan
terpasang Ngt
4. Melakukan oral hygine sebelum makan
A : Masalah belum teratasi
5. Memberikan makanan tinggi kalori dan
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5, dan 6 ( Lafa Nolla )
protein
Selasa, 21 januari 2020 1. Mengidentifikasi penyebab S : Keluarga pasien mengatakan bokong
Jam 10. 00 Wib gangguan integritas kulit dan di bagian belakan tubuh pasien
Dx 4 2. Memonitor karakteritis luka masih ada luka
3. Menggubah posisi tiap 2 jam tirah O : Pasien tampak lemah, luka post op
baring belum kering di bagian belakang dan
4. Mempertahankan teknik steril saat terlihat masih basah setelah di lakukan
melakukan perawatan luka tindakan keperwatan mengganti verban ( Lafa Nolla )
5. Menganjurkan prosedur perawatan pada luka, luka telihat bersih.
luka secara mandiri A : Masalah teratasi sebagian
6. Berkalaborasi pemberian antibiotik P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5, dan 6
Selasa, 21 januari 2020 1. Mengidentifikasi keluhan fisik lainnya S : Keluarga pasien mengataka pasien
Jam 10. 00 Wib 2. Mengajarkan klien untuk melakukan masih belum bisa mengangkat
Dx 5 latihan gerak aktif pada ekstremitas tangannya
yang sakit/ ROM O : Pasien tampak dibantu pada saat
3. Mempasilitasi aktivitas ambulasi badanya di miringkan, seluruh tubuh
dengan alat bantu misalnya tongkat masih kaku pada saat digerakan
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tampak kesakitan, setelah dilakukan ( Lafa Nolla )
ambulasi tindakan keperawatan keluarga pasien
5. Berkalaborasi dengan ahli fisioterapi dapat mempraktekkan cara melakukan
untuk latihan fisik klien ROM
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi, 1,2,3,4, dan 5
40

Selasa, 21 januari 2020 1. Megidentifikasi usia dan budaya S : Keluarga pasien mengatakan mulut
Jam 10. 00 Wib dalam membantu kebersihan diri pasien agak bersih setelah di lakukan oral
Dx 6 2. Memonitor kebersihan tubuh hygine
3. Memfasilitasi menggosok gigi sesuai O : Mulut pasien agak bersih setelah di
kebutuhan lakukan oral hygine.
4. Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu A : Masalah teratasi sebagian
kebersihan diri P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4, dan 5
5. Mengajarkan kepada keluarga cara
( Lafa Nolla )
memandikan dan oral hygine
Selasa, 21 januari 2020 1. Memonitor proses kognitif dan S : Keluarga pasien mengataka pasien masih
Jam 10. 00 Wib fisiologis yang berkaitan dengan bicara belum bisa berbicara
Dx 7 misalnya bahasa O : Pasien masih tidak bisa berbicara pada
2. Gunakan metode komunikasi alternatif saat berkomunikasi
misalnya misalnya dengan menulis A : Masalah belum teratasi
3. Anjurkan berbicara perlahan P : lanjutkan interveni 1,2,3, dan 4
4. Kalaborasi ke ahli patolgi bicara atau ( Lafa Nolla )
terapis
41

BAB 4
PEMBAHASAN

Pelaksanaan asuhan keperawatan secara murni mengacu pada konsep dan


teori yang sudah ada, bukanlah suatu upaya yang mudah, sering ditemukan
kesenjangan antara keduanya. Dalam BAB ini penulis akan menjelaskan tentang
kesesuaian maupun kesenjangan antara kasus nyata yang ditemukan di lapangan
dengan teori yang ada serta faktor penghambat dan pendukung terhadap proses
keperawatan yang telah diberikan pada Ny. R dengan diagnosa medis Stroke Non
Hemoragik (SNH) di ruang Nusa Indah RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
yang dimulai dari hari selasa tanggal 21 Januari 2020. Pembahasan akan dimulai
dengan beberapa tahapan dalam proses keperawatan yang sistematis dimulai
dengan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
serta pendokumentasian. Adapun pembahasan yang penulis lakukan sebagai
berikut:
4.1 Pengkajian
Dalam pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. E yang dilakukan dari hari
selasa tanggal 21 Januari 2020. dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik
(SNH), data didapat secara langsung melalui wawancara, pengkajian, pemeriksaan
fisik serta didokumentasikan pada klien dan keluarga, ditemukan data-data klien
keluaraga pasien mengatakan: “penurunan kesadaran”.
Pada tanggal 16 Januari 2020 pasien dirujuk dari RS Sampit karena di Rs
Sampit alat tidak lengkap karena di kepala pasien ada cairan, pada saat di rumah
keluarga mengatakan pasien lemah, kesadaran menurun dan sesak napas ± 5 hari.
Di IGD pasien terpasang infus NacL 0,9 % + KCL 2 botol mendapatkan obat
terapi Citicolin 2 x 500 mg, Neurobion 2 x 1 ampul dan ranitidin 2 x 50 mg tanda
tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 129 x/menit, pernapasan 24 x/menit
suhu 37,5ºC , malamnya pukul 02.00 subuh pasien di bawa ke ruang Nusa Indah
untuk mendapatkan penanggan yang lebih lanjut.
Pasien tampak terbaring lemah di tempat tidur, terpasang infus NacL 0,9 %
20 Tpm di tangan sebelah kiri, terpasang Ngt tertutup, terpasang oksigen nasal
kanul 2 Lx/menit, dan terpasang kateter urine.

41
42

Tingkat kesadaran somnolen, pasien nampak gelisah, pasien terbaring di


tempat tidur terpasang selang NGT, terpasang kateter urine, terpasang oksigen
nasal kanul 2Lx/menit, terpasang inf NaCl 0,9% 20 tpm.
Tingkat kesadaran Somnolent, ekspresi wajah bingung, bentuk badan
kusus , cara berbaring/bergerak terlentang, tidak bisa bebicara, Suasana hati tidak
bisa dikaji , Penampilan cukup rapi , Fungsi kognitif orientasi waktu ketika
ditanya pasien tidak menjawab, orientasi orang ketika ditanya pasien tidak
menjawab, orientasi Tempat ketika ditanya pasien tidak menjawab.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, tidak terdapat nyeri dan bengkak,
paresis di seluruh tubuh, Hemiparese di anggota tubuh ekstremitas atas dan
bawah, dan kaku pada seluruh tubuh dan ukuran otot atropi.
1 1
1 1

Menurut teori Manajemen Keperawatan pada kasus Stroke Non Hemoragik


pengkajian yang di lakukan yaitu pengkajian primer, airway , Breathing,
Circulation, Disability dan Eksposure, dan pengkajian sekunder, Breathing,
Blood, Brain, Bladder, Bowel dan Bone. Faktor pendukung yang dilakukan
penulis dalam hal pengkajian adanya kerjasama pasien dan keluarga dalam
pemberian waktu.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian pada Ny. R, penulis mengangkat tujuh diagnosa
keperawatan berdasarkan dari analisa data yang diperoleh penulis yaitu Penurunan
Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan Infark jaringan serebral,
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubung dengan sekret menumpuk di
bronkus, Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan memgabsorbsi
nutrien di, Gangguan itregritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tirah baring lama, Defisit
perawatan diri berhubungan dengan tidak dapat melakukan perawatan diri hanya
bisa terbaring, dan Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berbicara
terganggu afasia. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (SDKI Defenisi
dan Indikator Diagnostik Edisi 1)
43

Sedangkan pada teori (Muttaqin, 2012 SNH)ada Sembilan diagnosa


keperawatan yaitu: risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat, gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi ke otak, Defisit perawatan diri: mandi, makan, berpakaian, ke
toilet berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, Risiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik, Risiko aspirasi berhubungan dengan
penurunan kesadaran, Risiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran,
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran, dan bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di bronkus..
Dari hasil pengkajian pada Ny. R dengan teori menurut SDKI defenisi dan
indikator diagnostik ada beberapa kesamaan yang ditemukan penulis Bersihan
jalan napas tidak efektif, risiko perfusi serebral tidak efektif, gangguan
komunikasi verbal, defisit perawatan diri, gangguan mobilitas fisik ,gangguan
integritas kulit, penurunan kapasitas adaftif intrakranial, Pola nafas tidak efektif
berhubungan, dan defisit nutrisi.
Adapun faktor pendukung dalam perumusan diagnosa keperawatan adalah
terkumpulnya data-data masalah keperawatan dari respon klien dan tersedianya
catatan keperawatan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan klien.
Sedangkan faktor penghambatnya bagi penulis adalah kurangnya ketelitian dan
keterbatasan pengetahuan dari penulis dalam merumuskan diagnosa keperawatan
sesuai dengan klien. dari ke sembilan diagnosa keperawatan yang di dapatkan dari
pengkajian terhadap pasien ada 7 kesamaan diagnosa yang dapat diangkat
penurunan kapasitas adaftif intrakranial, bersihan jalan napas tidak efektif, defisit
nutrisi, defisit perawatan diri, gangguan komunikasi verbal, gangguan mobilitas
fisik dan gangguan integritas kulit.
4.3 Perencanaan/Intervensi
Perencanaan adalah suatu perilaku spesifik yang diharapkan dari klien atas
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Yang perlu dipersiapkan atau
langkah-langkah untuk membuat suatu perencanaan adalah yang pertama
pengumpulan data, mengidentifikasi masalah yang dijadikan diagnosa,
menetapkan tujuan-tujuan yang dilakukan, mengidentifikasi hasil dan yang
44

terakhir penulis (Perawat) memilih perencanaan/intervensi keperawatan untuk


mencapai hasil dan tujuan yang diinginkan.Perencanaan dibuat berdasarkan
prioritas masalah, pada kasus Ny. R yang menjadi prioritas keperawatan adalah
Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan Infark jaringan
serebral, Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubung dengan sekret menumpuk
di bronkus, Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan memgabsorbsi
nutrien di, Gangguan itregritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tirah baring lama, Defisit
perawatan diri berhubungan dengan tidak dapat melakukan perawatan diri hanya
bisa terbaring, dan Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berbicara
terganggu afasia. Dalam membuat perencanaan penulis menyesuaikan dengan
sumber-sumber referensi yang berhubungan dengan stroke non hemoragik tetapi
tidak semua perencanaan yang ada diteori diangkat oleh penulis. Ada beberapa
perencanaan pada kasus Ny. R dengan teori yaitu tidak terdapat kriteria waktu
sedangkan pada kasus kriteria waktu selama 1x24 jam, dari masing-masing
diagnosa.
Adapun faktor penghambat bagi penulis dalam menentukan intervensi
keperawatan pada Ny. R adalah masih sulitnya penulis menentukan prioritas dan
diagnosa keperawatan yang telah diatur dalam teori dalam urutan umum yang
dapat diubah sesuai dengan keadaan individual klien, dimana perawat dapat
memilih atau menambahkannya, sehingga agak sulit menentukan situasi klien
untuk menarik intervensi. Sedangkan faktor pendukung bagi penulis dalam
menentukan intervensi keperawatan adalah adanya kerjasama yang baik dengan
klien sehingga penulis bisa menentukan intervensi keperawatan menurut prioritas
keperawatan.
4.4 Pelaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan/implementasi keperawatan adalah tahap pada tindakan nyata
yang dilakukan perawat kepada klien mengacu pada perencanaan/intervensi. Yang
perlu disiapkan sebelum melakukan pelaksanaan/implementasi adalah melihat
teori tentang proses keperawatan pada klien dengan Stroke non hemoragik
perawat harus menyelidiki dan mempelajari untuk menyusun rencana asuhan
keperawatan untuk klien, yang kemudian disajikan dalam bentuk rencana untuk
45

pedoman melakukan tindakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan penulis sesuai


dengan rencana tindakan berdasarkan prioritas masalah yang dilakukan 1x24 jam.
Diagnosa keperawatan yang pertama : Mengidentifikasi penyebab
peningkatan kranial, memonitor peningkatan tekanan darah, memonitor pelebaran
tekanan darah nadi (selisih TDS dan TDD), meminimalkan stimulus dengan
mrnyediakan lingkungan yang nyaman dan berkolaborasi pemberian obat diuretik.

Diagnosa keperawatan yang kedua : Memonitor pola nafas, memposisikan


pasien semi fowler, memberikan oksigenasi, mengajarkan teknik batuk efektif,
berolaborasi dalam pemberian penggisapan seckret (secsen) untuk mengeluarkan
secret.
Diagnosa keperawatan yang ketiga : Mengidentifikasi status nutrisi,
mengidentifikasi makanan yang disukai, memonitor berat badan, melakukan oral
hygine sebelum makan, memberikan makanan tinggi kalori dan protein,
menganjurkan posisi duduk saat makan.
Diagnosa keperawatan yang keempat : Mengidentifikasi penyebab
gangguan integritas kulit, memonitor karakteritis luka, menggubah posisi tiap 2
jam tirah baring, mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka,
menganjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri, dan berkalaborasi
pemberian antibiotik.
Diagnosa keperawatan yang kelima : Mengidentifikasi keluhan fisik
lainnya, mengajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang sakit/ ROM, mempasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu misalnya
tongkat, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi, dan berkalaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Diagnosa keperawatan yang keenam : Memonitortingkat kemandirian,
mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian dan berhias,
memberikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normalse
suaikemampuannya, melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
perawatan diri klien, dan menganjurkan melakukan perawatandiri secara
konsisten sesuai kemampuan.
Diagnosa keperawatan yang ketujuh : Memonitor proses kognitif dan
fisiologis yang berkaitan dengan bicara misalnya bahasa, gunakan metode
46

komunikasi alternatif misalnya misalnya dengan menulis, anjurkan berbicara


perlahan, dan balaborasi ke ahli patolgi bicara atau terapis.
Dalam teori diagnosa yang diutamakan adalah penurunan kapasitas adaptif
intrakranial dan penulis tidak memiliki kesamaan dimana penulis lebih
mengutamakan pelaksanaan tentang adalah penurunan kapasitas adaptif
intrakranial. Faktor pendukung dalam pelaksanaan/implementasi adalah klien dan
keluarga kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat adalah keterbatasan penulis dalam
melakukan tindakan keperawatan dan peralatan yang bisa menunjang tindakan
keperawatan
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah hal yang memuat keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan.
Evaluasi keperawatan yang pertama penulis mendapatkan hasil data
subjektif dan objektif keluarga pasien mengatakan pasien masih tidak bisa
bicara , pasien tampak lemah, pada saat di ajak berbicara pasien juuga tidak bisa
menjawab, GCS pasien E:4 V:1 M1 = 6 kesadaran masih somolent,m asalah
belum teratasi, lanjutkan Intervensi 1,2,3,4, dan 5,
Evaluasi keperawatan yang kedua penulis mendapatkan hasil data Subjektif
Objektif Keluarga pasien mengatakan bokong dan di bagian belakan tubuh pasien
masih ada luka, pasien tampak lemah, luka post op belum kering di bagian
belakang dan terlihat masih basah, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5, dan 6.
Evaluasi keperawatan yang ketiga penulis mendapatkan hasil data Subjektif
Objektif Keluarga pasien mengatakan pasien masih belum bisa makan melalui
mulut dan masih menggunakan Ngt, pasien terbaring di tempat tidur, masih
terpasang Ngt, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5, dan 6.
Evaluasi keperawatan yang keempat penulis mendapatkan hasil data
Subjektif Objektif , Keluarga pasien mengatakan tidak ada tanda-tanda lecet
pada kulit pasien, dari hasil pemeriksaan tampak tidak ada luka tekan pada kulit
pasien,kulit pasien tampak tidak ada lecet, tekstur kulit pasien kelembapannya
terjaga setelah menggunakan lotions, keluarga pasien nampak memahami cara
47

merawat kulit pasien khususnya belakang bokong pasien agar tidak terjadi luka
tekan,Masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi 1,2,3,4.
Evaluasi keperawatan yang kelima penulis mendapatkan hasil data Subjektif
Objektif Keluarga pasien mengataka pasien masih belum bisa mengangkat
tangannya , pasien tampak dibantu pada saat badanya di miringkan, seluruh tubuh
masih kaku pada saat digerakan tampak kesakitan, masalah belum teratasi,
lanjutkan intervensi, 1,2,3,4, dan 5.
Evaluasi keperawatan yang keenam penulis mendapatkan hasil data
Subjektif Objektif Keluarga pasien mengatakan mulut pasien agak bersih setelah
di lakukan oral hygine, mulut pasien agak bersih setelah di lakukan oral hygine,
masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi 1,2,3,4, dan 5.
Evaluasi keperawatan yang ketujuh penulis mendapatkan hasil data
Subjektif Objektif Keluarga pasien mengataka pasien masih belum bisa berbicara,
pasien masih tidak bisa berbicara pada saat berkomunikasi, masalah belum
teratasi, lanjutkan interveni 1,2,3, dan 4
Sedangkan menurut pada teori (Muttaqin, 2012 ) evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya yang sudah berhasil
dicapai.Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut.
Pada saat di lakukan pengkajian dan wawancara keluarga dan pasien dapat
berkerjasama dengan baik, dari pengkajian dan anamesa di dapat kan 7 diangnosa
keperawatan sedangkan di SDKI defenisi dan indikator diagnostik Edisi 1 ada
sembilan diagnosa keperawatan karena data subjektif dan objektif ada yang tidak
ada/ tidak sama di teori di SDKI defenisi dan indikator diagnostik Edisi 1 Faktor
pendukung adalah perawat ruangan dapat bekerja sama sehingga mudah dalam
melaksanakan rencana tindakan. Sedangkan faktor penghambat adalah keluarga
klien kurang kooperatif dan keterbatasan penulis dalam menganalisa kondisi, dan
melakukan tindakan keperawatan pada klien lebih dalam lagi.
BAB 5
PENUTUP
48

5.1 Kesimpulan
Dalam uraian ini terdapat beberapa kesimpulan oleh penulis mengenai
konsep dasar teori dengan membandingkan kasus pada Ny. R dengan Penyakit
Stroke Non Hemoragik di RuangNusa Indah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya yang dimulai dari hari selasa, tanggal 21 Januari 2020 , beberapa
kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
5.1.1 Pengkajian
Dalam pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. R yang dilakukan dari hari
selasa, tanggal 21 Januari 2020 dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik,
data didapat secara langsung melalui wawancara, pengkajian, pemeriksaan fisik
serta di dokumentasikan pada klien dan keluarga, didapatkan data – data klienya
itu keluarga pasien mengatakan “Batuk”
5.1.2 Diagnosa
Dari hasil pengkajian pada Ny. R penulis mengangkat 7 Penurunan
Kapasitas Adaptif Intrakranial berhubungan dengan Infark jaringan serebral,
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubung dengan sekret menumpuk di
bronkus, Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan memgabsorbsi
nutrien di, Gangguan itregritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tirah baring lama, Defisit
perawatan diri berhubungan dengan tidak dapat melakukan perawatan diri hanya
bisa terbaring, dan Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan berbicara
terganggu afasia. Ada beberapa kesamaan yang ditemukan oleh penulis dengan
diagnose dari SDKI definisi dan indikator diagnostik Edisi 1. yaitu bersihan jalan
napas tidak efektif, risiko perfusi serebral tidak efektif, gangguan komunikasi
verbal, defisit perawatan diri, gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit,
penurunan kapasitas adaftif intrakranial, pola napas tidak efektif, dan defisit
nutrisi.

5.1.3 Intervensi

48
49

Perencanaan adalah suatu perilaku spesifik yang diharapkan dari klien atas
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Yang perlu dipersiapkan atau
langkah – langkah untuk membuat suatu perencanaan adalah yang pertama
mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah yang dijadikan diagnosa,
47 mengidentifikasi hasil yang terakhir
menetapkan tujuan – tujuan yang dilakukan,
penulis (perawat) memilih perencanaan / intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Perencanaan dibuat berdasarkan prioritas masalah. Pada
kasus Ny. R yang menjadi prioritas keperawatan adalah Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, Infeksi berhubungan
dengan penyakit kronis, Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahaan
otot dan Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Dalam membuat perencanaan penulis menyesuaikan dengan sumber –
sumber referensi yang berhubungan dengan penyakit Stroke Non Hemoragik,
tetapi tidak semua perencanaan yang ada diteori diangkat oleh penulis. Ada
beberapa perencanaan pada kasus Ny. R dengan teori yaitu tidak terdapat criteria
waktu sedangkan pada kasus criteria waktu selama 1 x 7 jam dan1 x 24 jam dari
masing – masing diagnosa.
5.1.4 Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang
telah dibuat, dalam melakukan intervensi penulis di bantu oleh keluarga klien
serta bekerja sama dengan perawat lainnya.Dalam teori penulis memiliki
kesamaan dimana lebih mengutamakan pelaksanaan tentang bersihan jalan napas.
Faktor pendukung dalam pelaksanaan / implementasi adalah klien dan keluarga
kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
5.1.5 Evaluasi
Evaluasi adalah hal yang memuat keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Evaluasi keperawatan yang pertama penulis mendapatkan
hasil masalah teratasi intervensi dihentikan. Evaluasi keperawatan yang kedua
penulis mendapat kan hasil masalah belum teratasi intervensi masih dilanjutkan.
Dan evaluasi keperawatan yang ketiga penulis mendapatkan hasil masalah teratasi
intervensi dihentikan.
5.2 Saran
50

Sesuai dengan penulisan diatas, maka dapat dikemukakan saran – saran


sebagai berikut:
5.2.1 ManfaatTeoritis
Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca agar dapat melakukan
pencegahan untuk diri sendiridan orang sekitarnya agar tidak terkena Stroke
Non Hemoragik, dimana Stroke Non Hemoragik adalah Stroke adalah suatu
keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Penulisan karya tulis ini
juga berfungsi untuk mengetahui antara teori dan kasus nyata yang terjadi
dilapangan sinkron atau tidak kerena dalam teori yang sudah ada tidak selalu
sama dengan kasus yang terjadi sehingga disusunlah asuhan keperawatan dan
laporan keperawatan pada Ny. R
5.2.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Manfaat penulisan laporan asuhan keperawatan ini bagi Rumah
Sakit yaitu dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan
tindakan asuhan keperawatan bagi pasien khususnya dengan
Penyakit Stroke Non Hemoragik, dan melakukan pencegahan
dengan memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan
keluarga yang beresiko mengidap penyakit Stroke Non Hemoragik.
b. Bagi Instansi Akademik
Manfaat praktis bagi akademik yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu
tentang asuhan keperawatan pada pasien denganPenyakit Stroke
Non Hemoragik.
c. BagiMahasiswa
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan mampu membuat
asuhan keperawatan dengan baik terhadap penderita penyakit
persyarapan terutama Penyakit Stroke Non Hemoragik. Oleh karena
itu, mahasiwa keperawatan juga harus mampu berperan sebagai
pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan
51

edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai


tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA
52

Baticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer & Bare, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta ; EGC
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,  Edisi
3. Jakarta ;  EGC
Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta ; Gajah Mada
University Press
Mansjoer, Arif, 2012, Ilmu Penyakit Saraf, EGC : Jakarta.
Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2012, Buku Ajar KMB, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai