T.A 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-
negara berkembang (Saidi, 2010). WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(WHO, 2006).
Berdasarkan data WHO (2010-b), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang
di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi
penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab
terbanyak di dunia (Xu, et al., 2010).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak ditemukan tidak
hanya pada negara-negara maju tapi juga pada negara-negara berkembang.
Menurut Janssen, et al., (2010), stroke merupakan penyebab utama kecacatan di
negara-negara barat. Di Belanda, stroke menduduki peringkat ketiga sebagai
penyebab DALY’s (Disability Adjusted Life Years = kehilangan bertahun-tahun
usia produktif).
Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke
menduduki urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit jantung
dan kanker (Heart Disease and Stroke Statistics—2010 Update: A Report from
American Heart Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood Institute
tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap
tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan stroke untuk pertama
kalinya dan 185.000 orang dengan serangan stroke berulang (Heart Disease and
Stroke Statistics_2010 Update: A Report From the American Heart Association).
Setiap 3 menit didapati seseorang yang meninggal akibat stroke di Amerika
Serikat. Stroke menduduki peringkat utama penyebab kecacatan di Inggris (WHO,
2010-a).
1
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
stroke baru setiap tahun, di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal
dalam 12 bulan (WHO, 2006). Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka
8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-
sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya,
juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia
di Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Menurut Davenport dan Dennis (2000), secara garis besar stroke dapat
dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, dari seluruh
penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara
sisanya merupakan jenis stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian
stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Dari studi
rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat
dipublikasi, ternyata pada 12 rumah sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat
1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, di
mana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik dan
103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras,
gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa
hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004). Identifikasi faktor
risiko stroke sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di suatu negara.
Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama
untuk menurunkan angka kejadian stroke
2
Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang menjadi
momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang
menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja,
penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi
tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian
otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita perawat bagian dari
tenaga medis untuk mempelajari tentang patofisologi, mekanisme, manifestasi
klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang harus di berikan pada
pasien stroke.
B. Rumusan masalah
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien STROKE NON HEMORAGI
2. Tujuan khusus
1. Bagi masyarakat
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2008).
E. Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
b. Post phase akut
1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2. Program fisiotherapi
3. Penanganan masalah psikososial
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
2.2 Asuhan Keperawatan Suspek Stroke Hemoragik
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Risiko Perfusi jaringan cerebral tidak efektif d.d hipertensi
2. Resiko defisit nutrisi d.d faktor psikologis
3. Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan Edukasi Diet
jaringan cerebral tindakan
tidak efektif keperawatan Observasi
diharapkan perfusi 1. Identifikasi
Kategori: serebral meningkat kemampuan
Fisiologis dengan kriteria hasil: pasien dan
1. tingkat keluarga
Subkategori: kesadaran menerima
Sirkulasi meningkat 5 informasi
2. tekanan intra 2. Identifikasi
cranial pengetahua
menurun 5 n saat ini
Definisi:
3. sakit kepala 3. Identifikasi
Berisiko mengalami menurun 5 pola makan
penurunan sirkulasi 4. Gelisah saat ini dan
darah ke otak menurun 5 masa lalu
Terapeutik
Faktor risiko 1. Jadwalkan
waktu yang
1. Keabnormalan tepat untuk
masa protrombin memberikan
dan/atay masa pendidikan
tromboplastin kesehatan
parsial Edukasi
2. Penurunan kinerja
ventrikel kiri 1. Informasika
3. Aterosklerosis n makanan
aorta yang
4. Diseksi arteri diperbolehk
5. Fibrilasi atrium an dan di
6. Tumor otak larang
7. Stenosis karotis 2. Anjurkan
8. Miksoma atrium mempertaha
9. Aneurisma serebri nkan posisi
10. Koagulasi (mis semi
anemia sel sabit fowler( 30-
11. Dilatasi 45 derajat)
Kardiomiopati 20-20 menit
12. Koagulasi setelah
intravaskuler makan
diseminata 3. Anjurkan
13. Embolisme mengganti
14. Cedera kepala bahan
15. Hiperkolesteronem makanan
ia sesuai diet
16. Hipertensi yang
17. Endokarditis diprogramk
infektif an
18. Katup prostetik Kolaborasi
mekanis
19. Stenosis mitral 1. Rujuk ke
20. Neoplasma otak ahli gizi dan
21. Infrak miokard sertakan
akut keluarga
22. Sindrom sick sinus jika perlu
23. Penyalahgunaan
zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping
tindakan (mis.
Tindakan operasi
bypass)
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik
aortic
4. Infrak miokard
akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis
infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterole
mia
10. Hipertensi
11. Dilatasi
kardiomiopati
Objektif:
-Tekanan darah berubah
lebih dari 20% dari
kondisi istirahat
-Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
-Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
sianosis
Kondisi Klinis
1. Anemia
2. Gagal jantung
Kongestive
3. Penyakit
jantung coroner
4. Penyaki katup
jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru
obstruktif
kronis(PPOK)
7. Gangguan
metabolic
8. Gangguan
musculoskeletal
BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan pada klien Tn. I.H Dengan Diagnosa medis SNH Gangguan Sistem
Persyarafan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat Di Ruangan HCU Noni Pria
Gedung baru lt 1 RSU Prof. Dr.H.Aloei Saboe Kota Gorontalo
Tanggal masuk : 9 Maret 2020 Sumber Informasi : Klien dan istri klien
Ruangan/kelas : HCU NONI PRIA Tanggal pengkajian : 12 Maret 2020
Nomor Reg :
Diagnosis Medis : Stroke Non Hemoragik
I. DATA DEMOGRAFI
A. Identitas Klien
Nama : Tn.I.H
Umur : 44 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jln Beringin,Kel Buladu,Kota Barat
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Gorontalo
Pendidikan : S1,Ners
Pekerjaan : Perawat
B. Penanggung Jawab
Nama : Ny.A.k
Umur : 40 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Irt
Hubungan dengan klien : Sebagai Istri
Lain-lain
(ASKES,JAMSOSTEK,Perusahaan) : KIS
2. Keluhan Utama
Saat di kaji pada tanggal 11 maret 2020, keluhan utama klien adalah
pusing kepalanya terasa berat, dan sakit pada tungkai serta susah untuk
menggerakan ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri
3. Kronologi Keluhan
Mulai timbulnya keluhan sejak hari selasa tepatnya pada tanggal 9 maret
2020. Keluarga klien mengatakan penyakit darah tinggi/penyakit
hipertensi klien kambuh yang menyebabkan kepala klien mulai terasa
berat, sakit pada tengkuk dan kepala, dan tiba-tiba langsung jatuh di
kediamannya sendiri. Setelah itu klien sudah tidak dapat/susah
menggerakan kaki dan tangan sebelah kirinya, untuk berjalan seperti ke
kamar mandi itu masih perlu bantuan dari orang lain.
D. Riwayat psikososial
Orang yang terdekat dengan klien adalah istri, anak-anak dan saudara-saudaranya.
Terlihat dari istri klien yang selalu setia menjaga klien di rumah sakit, dan
saudaranya yang selalu dating bergantian untuk menjenguk klien. Hubungan klien
dan keluarga juga sangat baik. Jika terdapat masalah selalu di diskusikan dan
yang mengambil keputusan adalah klien sendiri. Keluarga klien merasa khawatir
terhadap status kesehatan dan kesembuhan klien. Klien merasa ingin cepat
sembuh dan cepat keluar dari rumah sakit. Selama di rumah sakit klien lebih
memikirkan kesehatan dan ingin hidup sehat. Selama klien di rawat di rumah
sakit klien selalu bertindak kooperatif dengan tenaga kesehatan.
G. Aktivitas Sehari-hari
1. Nutrisi
- Sebelum sakit : Frekuensi makan klien berpola 3x dalam sehari
dengan porsi makan 1-2 piring penuh dihabiskan, nafsu makan baik
dengan komposisi makanan nasi, lauk, sayur. Makanan dihabiskan dan
tidak ada keluhan saat makan.
- Saat Sakit : Frekuensi makan klien menurun, terpola 3x sehari
namun porsi makan mengurang/sedikit, klien biasanya hanya bisa
makan 1-2 sendok lalu berhenti makan. Klien tidak memiliki nafsu
makan karena keluhan yang dideritanya. Makanan adalah makanan
yang disediakan di rumah sakit.
2. Cairan
- Sebelum sakit : frekuensi minum kurang lebih 7-8 gelas/hari, jenis
minuman air mineral ( 2000ml/hari)
- Saat sakit : frekuensi minum klien kurang lebih 1 botol per
hari ( botol aqua 1500ml) jenis minuman air mineral + IVFD RL 20
tpm
3. Eliminasi
BAK
- sebelum sakit : frekuensi BAK 5-6x/hari dalam jumlah
1500cc. warna urine kuning. Bau khas urine (ammonia) serta tidak
ada keluhan saat BAK.
- Saat sakit : frekuensi BAK 4-5x/hari berjumlah
1200cc/hari berwarna kuning jernih
BAB
- Sebelum sakit : Frekuensi BAB klien 1-2x/hari yaitu pada pagi
hari dan malam hari. Konsistensi feses lembek dan warna khas feses,
serta tidak ada keluhan BAB.
- Saat sakit : klien belum BAB selama dirumah sakit. Klien
mengeluh susah BAB. Istri klien mengatakan out put dan input tidak
seimbang.
4. Istirahat dan Tidur
- Sebelum sakit :klien tidur siang 3 jam (13.00-16.00) “selain dari
jam kerja klien”. Klien tidur malam 8 jam (22.00-05.00). klien tidak
mudah terbangun saat tidur kebiasaan klien sebelum tidur adalah
menonton
- Saat sakit : klien mengatakan saat dirumah sakit pada siang
hari sulit untuk tidur akibat hospitalisasi dan pusing yang dirasakan
serta sakit pada tengkuk. Klien tidur malam tidak seefektif saat
sebelum sakit. Klien sering terjaga dan mudah terbangun saat tidur.
5. Aktivitas dan latihan
- Sebelum sakit : kegiatan sehari-hari klien adalah sebagai seorang
perawat yang bekerja di puskesmas hulondalangi. Klien turun dari
rumah pada pukul 08.00-14.00. klien juga membuka praktek
pengobatan setiap malam hari. kegiatan waktu luang klien dihabiskan
untuk membaca,menonton dan tidur. Klien jarang berolaraga karena
terhalang oleh kesibukan kerja. Keluhan dalam beraktivitas klien
mudah capek.
- Saat sakit : klien tidak dapat melakukan aktivitasnya sebagai
seorang perawat. Klien terlihat bedrest total untuk menjaga kondisinya
saat ini dan mempertahankan tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Klien untuk beraktivitas masih dibantu oleh istrinya karena ekstremitas
atas bawah sebelah kiri susah digerakkan.
6. Personal Hygiene
- Sebelum sakit : klien mandi 2x sehari (pagi dan sore) menggosok
gigi 3x sehari ( pagi,sore dan sebelum tidur), gunting kuku seminggu
sekali
- Saat sakit : klien hanya membersihkan diri dengan washlap
atau tisu basah. Tidak menggosok gigi dan tidak memperhatikan
kebersihan kukunya
7. Rekreasi
- Sebelum sakit : klien selalu melakukan rekreasi dengan
keluarganya setiap sebelum sekali dan selalu merasa puas setelah
melakukan rekreasi
- Saat sakit : klien selama dirumah sakit tidak melakukan
rekreasi
B. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi MSCT Scan kepala tampak kontras irisan axial reformat coronal dan
sagittal dengan hasil sebagai berikut:
- tampak lesi hiperdens (57.7 HU) di absal ganglia dextra dengan
volume terukur sekitar 38,0 cm3 disertai perifokal oedema dan
mengkompresi system ventrikel lateralis dextra
- tampak pula lesi hiperdens di ruang intraventrikel lateralis dextra
serta di ruang sub arachnoid
- sulci dan gyri cerebri dextra tampak obliterasi
- midline tidak shift
- ruang subarachnoid dan system ventrikel cerebri menyempit, kiri
normal
- pons dan cerebellum dalam batas normal
- sinus paranasalis dan air cell mastoid dalam batas normal
- bulbus oculi dan struktur retrobulbar yang terscan dalam batas
normal
- tulang-tulang yang terscan intak
Kesan:
Perdarahan intracerebri dextra (volume terukur sekitar 38,0 cm3)
- perdarahan intraventricularis lateralis dextra dan
perdarahan sub arachnoid
- unilateral brain swelling cerebri dextra
C. Pengobatan
- RL+ Neurosanbe, Metamezole IV/ 3x1
- Pirasetam 3g IV/ 2x1
- citikolin 5mg IV/ 2x1
- mannitol IV/ 2x1
- Metamizol IV/ 3x1
- As. Trarex IV/ 3x1
- Captropil 5mg PO/3x1
- Amlodipin 5mg PO/3x1
- Atorvastatin 20mg PO/3x1
- Bisoprolol 5mg PO/1x1
- Dulcolax supp
KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengeluh pusing - Kesadaran apatis
- klien mengeluh kepala terasa berat - GCS: E= 3 V=4 M=5 total=12
- klien mengeluh tidak bisa - LDL KOLESTEROL: 112 Mg/dl
menggerakkan/susah menggerakkan - Terdapat gangguan pada nervus
ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri vestibularis (VIII) yaitu
(Semiparase sinistra) Klien tidak dapat berdiri sendiri
- klien mengeluh sakit pada tengkuk sepenuhnya
- istri klien mengatakan klien masih dibantu Klien masih membutuhkan orang lain
untuk beraktivitas seperti ke kamar kecil dalam beraktivitas
- klien mengatakan mudah capek Tidak dapat melakukan test rombert
- klien mengatakan sulit tidur siang karena dan stepping test
hospitalisasi dan pusing yang dirasakan - Kekuatan otot
serta tengkuk yang sakit 4 1
- klien mengeluh sulit tidur pada malam hari
4 1
- klien mengatakan sering terjaga dan mudah
terbangun saat tidur
- Terdapat kekakuan sendi pada ekstremitas
atas dan bawah sebelah kiri
- Terdapat kelainan pada nervus assesorius
(IX)
M. sternokleidomastoideus berfungsi
kurang baik, klien tidak dapat
menahan tahanan
m.trapezius tidak berfungsi dengan
baik, yaitu sedi sulit menahan tahanan
bahu, utamanya pada bahu sebelah
kiri.
- mata terlihat cewong (kantung hitam mata).
- wajah klien nampak terlihat pucat
- bibir klien nampak terlihat pucat
- klien terlihat bedrest total
- TTV:
TD : 170/90 mmHg
Nadi: 100x/m
Suhu: 36 c
RR : 24x/m
ANALISA DATA
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Ds: 1. Penurunan kekuatan Gangguan mobilitas
- klien mengeluh tidak bisa otot fisik
menggerakkan/susah 2. Kekakuan sendi
menggerakkan ekstremitas 3. Gangguan
atas dan bawah sebelah neuromuscular
kiri (Semiparase sinistra)
- istri klien mengatakan
klien masih dibantu untuk
beraktivitas seperti ke
kamar kecil
Do:
- Terdapat gangguan pada
nervus vestibularis (VIII)
yaitu
Klien tidak dapat berdiri
sendiri sepenuhnya
Klien masih
membutuhkan orang
lain dalam beraktivitas
Tidak dapat melakukan
test rombert dan
stepping test
- Kekuatan
otot 4 1
4 1
Do:
- mata terlihat cewong
(kantung hitam mata).
- wajah klien nampak terlihat
pucat
- bibir klien nampak terlihat
pucat
- klien terlihat bedrest total
- TTV:
TD : 170/90 mmHg
Nadi: 100x/m
Suhu: 36 c
RR : 24x/m
P:
Lanjutkan Intervensi
- monitor frekuensi
jantung dan
tekanan darah
sebelum memulai
mobilisasi
- monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
- fasilitasi
melakukan
pergerakan
- libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
A. Kesimpulan
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler mengacu pada setiap gangguan neurologic mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak.
Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik bisa trombotik
atau embolik. Stroke hemoragik dapat intraserebral atau subarachnoid. Pasien pada kasus di
atas menderita stroke iskemik dengan sebab utamanya adalah arteriosklerosis.
Oleh karena itu pentingnya dalam melakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dengan tepat sehingga dapat menentukan jenis dan dimana lokasi dari stroke
tersebut. Pemeriksaan penunjang yang sangat diajukan adalah CT-scan dan atau MRI karena
cepat dan efisien. Penatalaksanaan yang cepat pada pasien stroke akan sangat menentukan
kesembuhan pasien dengan serangan stok
Pada kasus ini klien Tn. IH masuk RS dengan diagnosa medis SNH (Stroke Non Hemoragik)
klien masuk RS pada tanggal 09 Maret 2020 di Ruangan HCU NINO PRIA RSUD Prof. Dr. H.
Aloe Saboe dengan keluhan pusing, kepala terasa berat, dan tidak bisa menggerakkan
ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri (hemiparase sinistra), klien tiba-tiba jatuh di
kediamannya dan langsung di bawah ke RS.Dari hasil pengkajian didapatkan kesadaran apatis
TTV TD : 170/90 mmHg, Nadi : 100x/menit, RR : 24x/menit, SB : 36 , Tinggi Badan Pasien,
Berat Badan : 75 kg
Perawat mulai tanggal 09 Maret 2020 ternyata masalah yang muncul pada klien Tn. IH
ditemukan tiga diagnose keperawatan yang muncul meliputi: gangguan mobilitas fisik,
gangguan pola tidur, dan resiko perfusiserebral tidak efektif
Rencana asuhan keperawatan dirumuskan mengacu kepada perencanaan teoritis dan
berdasarkan kepada masalah keperawatan yang muncul pada Tn. IH dengan intervensi yang
sesuai dengan teori
Tahap implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
disusun implementasi dilakukan dari tanggal 09 Maret 2020
Tahap evaluasi setelah dilakukan implementasi selama enam hari perawat, dari masalah
keperawatan yang muncul pada Tn. IH yang teratasi sebagian
DAFTAR PUSTAKA