Anda di halaman 1dari 58

SMF/BAGIAN REHABILITASI

MEDIK REFERAT
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
MARET 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

REFERAT
STROKE

Disusun Oleh:
Richard Gilbert Bandi, S.Ked
Marency Feranty Robe, S.Ked
Ayu Merisca Fanggidae, S.Ked

Pembimbing:

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK SMF/BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2022
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO) stroke merupakan gejala yang
didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung 24 jam atau lebih
dan atau dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau secara cepat dengan
gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark
cerebri, perdarahan intraserebral, atau perdarahan subaraknoid.

Stroke merupakan penyakit serobrovaskular yang sering ditemukan di negara


maju, saat ini juga banyak ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia. Di
negara maju stroke menjadi penyebab nomor satu admisi pasien ke rumah sakit,
dengan proporsi kematian sebanyak 20% dalam 28 hari pertama perawatan. Menurut
WHO bahwa 1 diantara 6 orang di dunia akan mengalami stroke di sepanjang
hidupnya, berdasarkan data dari American Health Association (AHA) menyebutkan
bahwa setiap 40 detik terdapat kasus baru stroke dengan prevalensi kasus sebesra
795.000 stroke baru atau berulang terjadi setiap tahunnya dan kira-kira setiap 4 menit
terdapat 1 pasien stroke meninggal. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2018 prevalensi strokedi Indonesia berdasarkan
diagnosis dokter pada penduduk berumur ≥ 15 tahun sebesar 10,9% atau diperkirakan
sebanyak 2.120.362 orang. Provinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta
(14,6%) merupakan provinsi dengan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia. Nusa
Tenggara Timur sendiri memiliki prevalensi stroke sebesar 8,42%.

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 – 15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literatur lain menyatakan
8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian
retrospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke adalah stroke
hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin
dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun
peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet dan warfarin yang dapat
menyebabkan perdarahan. 2 Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama
dengan kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan
ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.
Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi
suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota
gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai
dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang
terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi 6 cepat, gejala fokal
berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.
2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Stroke Organization didapatkan bahwa setiap
tahunnya ada 13,7 juta kasus baru stroke dan sekitar 5,5 juta kematian akibat stroke di
seluruh dunia serta > 80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh stroke non
hemoragik4. Data di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
peningkatan kasus stroke. Insiden stroke di Indonesia sebesar 51,6 per 100.000
penduduk dan angka kecacatan mencapai 1,6% untuk yang menetap dan 4,3% yang
mengalami perburukan, serta didapatkan pula stroke non-hemoragik (62,8%) lebih
sering terjadi dibandingkan dengan stroke hemoragik (37,2%). Stroke non-hemoragik
didapatkan lebih banyak terjadi pada perempuan (1,93 kali) daripada laki-laki (1,66
kali)7.
2.1.4 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke paling sering disebabkan oleh emboli
ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri10.
1. Emboli
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau
vertebralis akan tetapi juga dapat terjadi di jantung dan sistem vaskuler sistemik11.
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel,
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis,
 Fibralisi atrium,
 Infark kordis akut,
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis,
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif)
dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard10.
2. Trombosis
Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Stroke
terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan
otak dan menyebabkan kongesti dan radang. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi
stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh
darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi aliran darah sehingga meningkatkan resiko pembentukan
trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain
terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren.
Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis)10.
2.1.3 Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya stroke terbagi menjadi 2 yaitu : faktor yang tidak
dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari :8
1) Umur
Semakin bertambahnya umur maka semakin besar peluang seseorang untuk
terkena serangan stroke, dimana umur digolongan sebagai faktor resiko yang paling
penting bagi semua jenis stroke.
2) Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan insidens stroke non-hemoragik pada pria dan wanita,
insidens stroke pada wanita (1,93 kali) lebih tinggi daripada pria (1,66) serta
perempuan memiliki resiko kematian 2,68 kali lebih besar dari pada penderita pria.
3) Suku/Ras
Orang asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar daripada orang
eropa, hal tersebut ada kaitannya dengan lingkungan hidup, pola makan dan sosial
ekonomi yang mana salah satu contohnya makanan asia lebih banyak mengandung
minyak (yang telah dipakai berulang-ulang) daripada makanan orang eropa, sehingga
resiko terkena stroke lebih besar.
4) Keturunan/Keluarga
Bilamana kedua orang tua pernah mengalami stroke maka kemungkinan
keturunannya terkena stroke semakin besar. Riwayat keluarga adanya serangan stroke
atau penyakit pembuluh darah iskemik, sering pula didapat terjadi pada penderita
stroke yang muda. Berbagai faktor penyebab termasuk prediposisi genetik
aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi terdiri dari :9
1) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada
faktor resiko lainnya. Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memacu kekakuan
dinding pembuluh darah kecil yang dikenal dengan mikroangiopati. Hipertensi juga
akan memacu munculnya timbunan plat pada pembuluh darah besar. Timbunan plak
akan menyempitkan lumen atau diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan
mudah ruptur atau pecah dan terlepas. Plak yang terlepas akan meningkatkan resiko
tersumbatnya pembuluh darah yang lebih kecil. Bila ini terjadi maka timbulnya gejala
stroke. Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat
proses aterosklerosis. Hipertensi berperanan dalam proses aterosklerosis melalui efek
penekanan pada sel endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat
pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat.
2) Diabetes Mellitus
Individu dengan diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes. Hal ini disebabkan karena
diabetes berperan untuk mengurangi kemampuan tubuh untuk mencegah gumpalan
darah beku sehingga resiko terjadi stroke iskemik tidak dapat dipungkiri.
3) Kelainan Jantung
Penderita dengan kelainan jantung beresiko tinggi terhadap terjadinya stroke
bila dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kelainan jantung. Penyakit jantung
hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat pada EKG, sangat terkait
dengan kenaikan resiko baik stroke iskemik maupun pendarahan.
4) Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali.
Merokok memberikan konstribusi terbentuknya plak pada arteri. Asap rokok
mengandung beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat oksidator. Zat oksidator
ini menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat penimbunan lemak, sel
trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran arteri diseluruh tubuh termasuk
otak, jantung dan tungkai, sehingga merokok dapat memicu terjadinya aterosklerosis,
mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah menggumpal sehingga beresiko
terkena stroke.
5) Aktifitas Fisik (olahraga)
Aktifitas ini dilakukan lebih dari 3 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 jam
seminggu. Aktifitas dipengaruhi dari kegiatan yang dilakukan baik didalam ruangan
maupun di luar ruangan, seseorang kurang aktif secara fisik (yang olahraganya
kurang dari tiga kali atau kurang per minggu 30 menit) memiliki hampir 50% resiko
terkena stroke dibanding mereka yang aktif.
6) Kepatuhan Kontrol
Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya ke dokter atau rumah
sakit. Selain kontrol ke dokter penderita stroke harus mengontrol kolesterol, penderita
stroke juga harus mengontrol gula darahnya sehingga resiko serangan stroke yang
berikutnya dapat berkurang.
7) Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko peningkatan
hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan merupakan beban penting
pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Obesitas dapat meningkatkan kejadian
stroke terutama bila disertai dengan dislipedemia dan hipertensi melalui proses
aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring
atau mendengkur dan tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai oksigen secara
mendadak di otak. Obesitas juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan
darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes juga meningkatkan produk
sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal bebas.
8) Minum Alkohol
Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria) atau 15 gram
per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75 % gram dalam 24 jam) dan
alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah sehingga dapat meningkatkan resiko
stroke.
KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik

maupun stroke hemorragik.

a. Stroke Iskemik

yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi

atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark

pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis

(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah

menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau

sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur

pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria

karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari

lengkung aorta jantung.

Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :

 Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah

arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan

ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam

keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan

lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,

kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.


 Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta

percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang

berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke

semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral =

pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru

menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau

gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

 Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika

lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah

dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

 peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang

menuju ke otak.

 Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit

pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

 Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya

aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.

Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan

menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang

banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama

jantung yang abnormal.


Macam – macam stroke iskemik :

i. TIA

didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan

setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam,

tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.

ii. RIND

Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam

iii. Progressive stroke

iv. Complete stroke

v. Silent stroke

b. Stroke Hemorragik

Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan

intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM.

Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi

Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke

sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-

an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat

arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah

besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu

terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama

PIS.Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko

terjadinya stroke.

2. Penyakit Jantung

Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara

bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat

tekanan darah.

Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:

- Penyakit katup jantung

- Atrial fibrilasi

- Aritmia

- Hipertrofi jantung kiri (LVH)

- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan

peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses

arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai

lebih dini.

Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih

banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada

umur dan jenis kelamin yang sama.

4. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk

semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama

perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya

atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.

5. Riwayat keluarga.

Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen

sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,

penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam

keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada

usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan

obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada

wanita perokok atau dengan hipertensi.

7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan

koagulopati, dan kelainan darah lainnya.

8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat

merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.

Faktor predisposisi stroke hemoragik

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan

dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :

 Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya

dapat pecah.

 Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.

 Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti

payudara, kulit, dan tiroid.

 Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam

dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih

besar.
 Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

 Overdosis narkoba, seperti kokain.

PATOFISIOLOGI

Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling

sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab

utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala

adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan

kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis

serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia

atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada

beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria

besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel

ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen

pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk

pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan

dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang

mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria

karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan

membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan

melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi.

Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap

tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna

1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan

penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus

dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah

perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami

embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian –

bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi

adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua

penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan

merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan

intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi

darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang

terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan

otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan.

Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi.

Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut
dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar

tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

GEJALA KLINIS

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan

kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi

bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya

jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya

(tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang

mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul

pun tergantung dari bagian otak yang terkena.

Beberapa gejala stroke berikut:

 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

 Kesulitan menelan.

 Kesulitan menulis atau membaca.

 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,

membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.


 Kehilangan koordinasi.

 Kehilangan keseimbangan.

 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan

menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan

motorik.

 Mual atau muntah.

 Kejang.

 Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan

sensasi, baal atau kesemutan.

 Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

DIAGNOSIS

Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami

stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi.

Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-

tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah

diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut

berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat

meningkatkan ketepatan penilaian.


Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi

tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang

mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke

meliputi:

 Tumor otak

 Abses otak

 Sakit kepala migrain

 Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

 Meningitis atau encephalitis

 Overdosis karena obat tertentu

 Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga

menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat

dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat

akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan

pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).

Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke.

The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan


sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke

dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis.

antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis

neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya

adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau

stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus

dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan

antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara

keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada


Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada
3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score


Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik.

Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik,

sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya

87.5%

Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan

obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien 

memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan

darah apapun dapat digunakan.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)


Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang

            Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan

penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT

scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau

massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan

penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:

  jenis  patologi

 lokasi  lesi

 ukuran  lesi

 menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

            MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang

magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih

detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan

untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu

lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika

detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut.
Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam

tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.

            Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk

secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa

atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram).

Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di

beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit

setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak

dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT

scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini

bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.

            Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna

yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat

memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti

abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi

canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.

            Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-

kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang

dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna

diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram

memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga
merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan.

Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu

diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi

yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan

pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.

            Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi

atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan

penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher

yang mensuplai darah ke otak)

            Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan

pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan

gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada

dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat

bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi

elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk

mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

            Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang

dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya

arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan

peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan

untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu
mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,

anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu

dipertimbangkan.

Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik


Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
PENATALAKSANAAN

Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.

1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai

mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam

fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke

otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal

dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan pada tingkat optimal,

kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak diturunkan dengan

derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan

mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran

darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade

iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

- Breathing

- Blood

- Brain

- Bladder
- Bowel

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

• Stroke iskemik

• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

• Proteksi neuronal/sitoproteksi

• Stroke Hemoragik

• Pengelolaan konservatif

• Perdarahan intra serebral

• Perdarahan Sub Arachnoid

• Pengelolaan operatif

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk

mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi

dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien

dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan

merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan


otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2

jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena

dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan

atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik

> 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.

Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus

kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit

infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg

IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi

Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien

stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200

mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan

kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.

1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri

kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa
dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg

BB), dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm,

keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.

Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan

neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan

metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia

ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.

Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk perfusi

darah kejaringan otak

1.d . Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya

dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang

kondom kateter, pada wanita pasang kateter.

1.e . Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi,

Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan

makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema

otak

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya


2.a. Stroke iskemik

- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling

ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan

tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10%

diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa

pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari

3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat

penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja

yang dapat menerima obat ini.

Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi

seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan

meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat

lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran

darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral

300 mg/hari.

- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan

yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.


Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi

emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,

thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan.

Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6

jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan

oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor

trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan

dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR

pasien.

Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis

vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub

cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.

Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 –

1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,

dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua

kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan

kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas

fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor

adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan

menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.


- Proteksi neuronal/sitoproteksi

Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan

dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih

lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain:

o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan

cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat

terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin

suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis

Cohcrane Stroke Riview Group Study (Saver 2002) 7 penelitian

1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg

sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan

kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.

o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan

memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan

menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan

4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr

peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu

ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral. Therapeutic Windows 7 – 12

jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat

neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek

anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream

adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan

plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah

memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide

Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti

inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese,

sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti

oksidan.

o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti

calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 –

50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang

bermakna.

2.b. Stroke Hemoragik

- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan: Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat

6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue

plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada


pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien

yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.

Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan

obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.

- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid

o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada

pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya

diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium

Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama

21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian

dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk

mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari

ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah

iktus. Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif

cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20

mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga

dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220

mmHg menggunakan dopamin.


- Pengelolaan operatif

Tujuan pengelolaan operatif adalah: Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran cairan

serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.

Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah

keadaan/kondisi pasien itu sendiri :

Faktor faktor yang mempengaruhi :

1. Usia

Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi

1 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat

Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman

2. Tingkat kesadaran

Koma/sopor  tak dioperasi

Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan

neurologiknya menurun

Perdarahan serebelum: operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya

koma

3. Topis lesi

• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)


Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi

Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)  operasi

• Perdarahan putamen

Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi

Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit

neurologiknya memburuk

• Perdarahan talamus

Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat

perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.

• Perdarahan serebelum

Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka  operasi

Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan

Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak  operasi

4. Penampang volume hematoma

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc -------------

operasi

Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya

menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka ---------- operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum

timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15 hari

kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest

Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14

hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka

kematian yang tinggi (75%).

2. Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi

penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan

jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:

Untuk stroke infark diberikan :


a Obat-obat anti platelet aggregasi

b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

 Menghindari rokok, obesitas, stres

 Berolahraga teratur

Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang

paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan

penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika

seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan

kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini

sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum.

Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan


3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat

orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke

Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang

sering tertekan (sakrum, tumit)

 Modifikasi diet, bed side, positioning

 Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5  Evaluasi ambulasi

 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10  Aktifitas berpindah

 Latihan ADL: perawatan pagi hari

 Komunikasi, menelan

2-3 minggu  Team/family planing

 Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu  Home program


 Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu  Follow up

 Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat

sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa

dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik

dapat dilanjutkan di rumah.

Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang

menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat

pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada

waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas

perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah

walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise

2. Latihan duduk

3. Latihan berdiri

4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)

6. Latihan Positioning (Penempatan)

7. Latihan mobilisasi

8. Latihan pindah   dari kursi roda ke mobil

9.  Latihan berpakaian

10. Latihan membaca

11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

KOMPLIKASI

Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi

semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat

dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. 1

Komplikasi pada stroke yaitu:

1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat

menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi

peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan

kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,

timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian

mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah

penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.

3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke

hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.

4. Nyeri kepala

5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):

1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu

komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang

lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang

menggunakan pipa nasogastrik.

2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada

saat penderita mulai mobilisasi.

3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke.

Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien


stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke

ini.

4. Stroke rekuren

5. Abnormalitas jantung

Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:

- Edema pulmonal neurogenik

- Penurunan curah jantung

- Aritmia dan gangguan repolarisasi

6. Deep vein Thrombosis (DVT)

7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang

1. Stroke rekuren

2. Abnormalitas jantung

3. Kelainan metabolik dan nutrisi

4. Depresi

5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.


PROGNOSIS

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna

asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar

penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya

pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam

setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah

pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat

stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti

sebelum serangan stroke.

Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan

secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien

membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien.

Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.


BAB 3

CONTOH KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. EA No. RM : 494260
Umur : 54 tahun Tanggal status : 7 Maret 2022
dibuat
Jenis : Laki-Laki Dokter yang : dr. Imelda
kelamin merawat Sp.S
Bangsa : Indonesia Tanggal MRS : 7 Maret 2022
Suku : Timor
Alamat : TTS

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Kelemahan tubuh sebelah kanan, terjatuh.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien laki-laki 54 tahun datang dengan keluhan kelemahan tubuh sebelah kiri sejak 1

hari SMRS. Keluhan dirasakan secara mendadak saat pasien setelah mandi dan pasien

jatuh. Setelah jatuh pasien masih bisa berdiri dan bicara mulai pelo. Keluhan tidak

disertai dengan penurunan kesadaran. Keluhan lain seperti muntah, nyeri kepala,

kejang disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien memiliki riwayat Hipertensi yang tidak terkontrol

rutin. Riwayat DM, Kolesterol, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal.

Riwayat Pengobatan: Pasien punya riwayat minum obat antihipertensi dari

puskesmas.

Riwayat Keluarga: Hipertensi disangkal, DM disangkal, Kolesterol disangkal


Riwayat Sosial: Alkohol (+) Merokok (+)

3.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

Tekanan darah
Kiri : 150/90 mmHg
Kanan : 150/80 mmHg

Nadi
Kiri : 92x/menit, regular
Kanan : 90x/menit, regular
Pernapasan
Frekuensi : 21x/menit
Jenis : Thorakoabdominal
Pola : Normal
Suhu Aksila : 36,8 oC
Saturasi Oksigen : 96%
Status General
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-).
Hidung:.Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-/-), pernapasan cuping
...............hidung (-/-), darah (-/-), nyeri tekan (-/-)
Telinga: Normotia, serumen (-/-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-/-), sianosis (-)
Leher :
Arteri karotis komunis kanan : bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri : bruit (-)
Thoraks :
Paru : Vaskuler (+), rhonki(-), wheezing (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-) murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut cembung (-)
Perkusi : Timpani di 4 kuadran abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Genitalia : Tidak dievaluasi
Ekstremitas :

Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Kulit : Tidak didapatkan kelainan eflorensi kulit

Status neurologis:

GCS : E4V5M6

Meningeal sign : kaku kuduk (sde), brudzinski 1-4 (sde) tanda kernig (sde)

N.I : tde

N.II : tde
N.III, IV, VI : pupil bulat, letak sentral, 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), refleks

pupil terhadap benda dekat (+), pergerakan bola mata (dbn)

N.V : sensorik (sde) | motorik (sde) | refleks kornea (tde)

N.VII : sensorik (tde) | motorik : mengerutkan dahi (simetris) meringis (sisi kiri

tertinggal) mengembungkan pipi (sisi kiri tertinggal) lipatan naso labial dan sudut

bibir kiri tertinggal

N.VIII : dbn

N.IX,X : sensorik (tde) | disfagia (-) | disfonia (-) | kesimetrisan faring dan uvula

(dbn) | refleks muntah (+)

N.XI : tahanan sternocleidomastoideus (sde) | tahanan bahu (sde)

N.XII : posisi lidah saat istirahat (sde) | posisi lidah saat dijulurkan (asimetris ke kiri)

| kekuatan otot lidah (sde)

Pemeriksaan motorik :

Kekuatan otot : 5/1|5/1

Tonus : normal/flaksid | normal/flaksid

Refleks fisiologis

Bicep +2/+1

Tricep +2/+1
Patella +2/+1

Achilles +2/+1

Refleks patologis :

Hoffman-tromner : -/-

Babinsky : -/-

Chaddock : -/-

Schuffer : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

Gonda : -/-

Bing : -/-

Rosolimo : -/-

KESIMPULAN

Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama

24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas

selain vaskuler. Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian

nomor dua di dunia. Rehabilitasi medik pada pasien stroke terdiri dari fase awal dan

fase lanjutan. Fase awal terdiri dari proper bed positioning ,latihan lingkup gerak

sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah
emosiona. Pada fase lanjutan terdiri dari fisioterapi, terapi okupasi, terapi bicara,

terapi psikologis, pemakaian ortotik prostetik, sertaterapi sosial dan vokasional"

Anda mungkin juga menyukai