Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang
dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan
stroke yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan
mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan
tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah
dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi
glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar
glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar
kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak
(Rico, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi
yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%)
dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%.
Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal,
prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan
daerah pedesaan (5,7%).
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara
berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke
iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat
seiring pertambahan usia (Dewanto, 2009).
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat

1
meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang
aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit
stroke (Aulia, 2008). Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai
penyakit yang menyerang usia produktif, karena generasi muda sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula
yang berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat
terjadinya penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013).
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua.
Dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang
mulai usia 40 tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya
penderita stroke usia muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola
makan tinggi kolesterol. Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah
sakit, justru stroke di usia produktif sering terjadi akibat kesibukan kerja
yangmenyebabkan seseorang jarang olahraga, kurang tidur, dan stres berat
yang juga jadi faktor penyebab (Dourman, 2013).
Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok merupakan
faktor risiko stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap
kejadian stroke pada wanita muda. Merokok dapat meningkatkan
kecenderungan sel-sel darah menggumpal pada dinding arteri,
menurunkan jumlah HDL (High Density Lipoprotein), menurunkan
kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang
berperan dalam perkembangan arterosklerosis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian adalah


bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik?

2
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis menerapkan suatu konsep
tentang asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien stroke hemoragik
dengan metode pendekatan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian dan menganalisa masalah yang ditemukan pada


pasien dengan stroke hemoragik di IGD RSU Haji Surabaya
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan stroke
hemoragik di IGD RSU Haji Surabaya
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
hemoragik di IGD RSU Haji Surabaya
4. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke
hemoragik di IGD RSU Haji Surabaya
5. Mengevaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada pasien dengan stroke
hemoragik di IGD RSU Haji Surabaya
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada
pasien dengan stroke hemoragik di IGD RSU Haji Surabaya
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik
1.4.2 Bagi profesi
Sebagai bahan untuk menambah wawasan atau pengetahuan dan
referensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
stroke hemoragik, sehingga dapat dilakukan tindakan cepat dan tepat untuk
mengatasi masalah keperawatan pada pasien.
1.4.3 Bagi IGD RSU Haji Surabaya.
Menambah pengetahuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik sehingga diharapkan
dapat memberikan perawatan dan penanganan yang optimal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008). Menurut
Geyer (2009) stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten fokus sekunder terhadap
peristiwa pembuluh darah. Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu
di dunia dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Dua pertiga stroke
terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita
mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden
stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto, 2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Artiani,
2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan
otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

2.2 Etiologi
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi adalah :
1) Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan

4
3) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4) Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
5) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke perdarahan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Sjahrir, 2003) :
1) Non modifiable risk factors
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetik
2) Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit
diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat
kontrasepsi
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi / lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah

2. 3 Patofisiologi stroke hemoragik

5
Ada dua macam stroke hemoragik menurut American Heart Association,
yaitu intracerebral hemoragik (ICH) dan subarachnoid hemoragik (SAH).
Intracerebral hemoragik terjadi ketika perdarahan masuk ke dalam otak,
sedangkan subarachnoid hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di
permukaan otak pecah dan perdarahan masuk ke ruang antara otak dan tulang
kepala (skull).
1) Perdarahan intracerebral (ICH)
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2) Perdarahan subarachnoid (SAH)
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau arteriovenous malformation
(AVM). Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah
besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan
pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang
subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3 - 5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 -
9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2 - 5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,

6
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O 2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 7 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Gambar 2.1 Macam stroke hemoragik

2.4 Manifestasi klinis stroke hemoragik


Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke :
1) Daerah serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi (defisit sensori)
b. Hemianopsi homonim kontralateral, yaitu gangguan lapang pandang
bagian kiri pada masing-masing mata (gangguan traktus optikus
kanan)

7
c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi (ketidakmampuan melakukan aktivitas motorik) bila
mengenai hemisfer nondominan
2) Daerah karotis interna
Serupa dengan bila mengenai arteri serebri media
3) Daerah serebri anterior
a. Hemiplegi dan hemianestesi kontralateral terutama di tungkai
b. Inkontinensia urine
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4) Daerah posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah
makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
b. Nyeri talamik spontan
c. Hemibalisme, yaitu gerakan menyentak terbatas pada satu sisi tubuh
5) Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagia, emosi labil)

2.5 Komplikasi
Komplikasi stroke hemorragik meliputi hematoma yang semakin meluas,
edema perihaematomal dengan peningkatan tekanan intrakranial, ekstensi
perdarahan intraventrikular dengan hidrosefalus, kejang, terjadi trombotik pada
vena, hiperglikemia, peningkatan tekanan darah, demam, dan infeksi (Balami,
2012).

2.6 Penatalaksanaan medis stroke hemoragik


Stroke perdarahan dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi dan
morbiditas yang berat. Pengobatan pilihan masih kontroversial, mengingat bahwa
data dari beberapa uji klinis belum memberikan bukti yang meyakinkan untuk
mendukung efektivitas surgical clot removal. Oleh karena itu, penanganan
dilakukan terutama terhadap edema serebri sebagai target potensial untuk terapi
intervensi pada penderita stroke hemoragik (Thiex dkk, 2007).

8
Beberapa hal yang berperan besar untuk menjaga agar tekanan intrakranial
tidak meningkat pada stroke, antara lain (Misbach, 2011) :
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 – 30 0 dengan tujuan memperbaiki
venous return.
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal.
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral,
sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan
akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3. Mengatasi kejang, menghilangkan rasa cemas, mengatasi rasa nyeri dan
menjaga suhu tubuh normal < 37,5o . Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat
metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di pihak
lain suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan
jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan
peningkatan TIK.
4. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit.
Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga
akan terjadi edema sitotoksik sedangkan hipernatremia akan menyebabkan
lisisnya sel-sel neuron.
5. Mengatasi hipoksia.
Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob,
sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang menghasilkan asam
laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat dan selanjutnya menyebabkan edema
otak dan peninggian TIK.
6. Menghindari beberapa hal yang menyebabkan peningkatan tekanan
abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang
berlebihan.
7. Pemberian larutan manitol 20 – 25% dengan dosis 0,75 – 1 mg / kgBB bolus,
diikuti 0,25 – 0,5 mg / kgBB setiap 3 – 5 jam tergantung pada respon klinis.
Komplikasi penggunaan manitol adalah hipotensi, hipokalemia, gangguan
fungsi ginjal karena hiperosmolaritas, gangguan jantung kongestif dan
hemolisis.
Terdapat beberapa pedoman untuk mengendalikan pembengkakan otak dan
peningkatan tekanan intrakranial. Jika penanganan yang relatif sederhana, seperti

9
obat penenang, ventilasi, dan posisi kepala yang ditinggikan, gagal untuk
mengontrol pembengkakan otak, perawatan medis lebih lanjut dapat diterapkan,
termasuk inotropik, salin hipertonik, manitol, dan hipotermia. Perfusi otak dan
tekanan intrakranial merupakan target terapi dalam mencegah hipoperfusi otak
yang berpotensi mengancam nyawa. Pedoman baru-baru ini merekomendasikan
target tekanan intrakranial adalah kurang dari 25 mmHg dan CPP lebih besar dari
atau sama dengan 60 sampai 70 mmHg (Thiex dkk, 2007).
Pada stroke hemoragik tindakan operasi dilakukan jika (Muhajir, 2019):
a. Lesi dengan efek massa, edema, atau pergeseran garis tengah (berpotensi
terjadinya herniasi
b. Lesi dimana gejalanya (hemiparese/phlegi, aphasia) terjadi akibat peningkatan
TIK atau efek massa dari klot ataupun edema disekitar lesi
c. Volume hematom sedang (10–30 cc), hematom luas (30–85 cc) dengan GCS
>8
d. Dijumpai tanda peningkatan TIK yang menetap/ persisten meskipun telah
diberikan terapi (kegagalan pemberian obat)
e. Penurunan kesadaran secara cepat (terutama dengan adanya tanda penekanan
batang otak)
f. Terjadi pada pasien – pasien usia muda (≤ 50 thn)
g. Onset kejadian stroke < 24 jam
h. Lokasi lesi yang cukup aman, yaitu lobar (biasanya menunjukkan hasil yang
baik), kapsula eksternal, hemisfer non-dominan, serebelum (GCS ≤13 atau
dengan volume hematoma ≥4 cm).
Khusus untuk stroke hemoragik infratentorial atau serebelum banyak
kontroversi mengenai tindakan bedah yang dilakukan, hal ini dikarenakan
kedekatannya dengan batang otak dan kemungkinan cedera dan komplikasi
katastropik..
Untuk alasan ini, hematoma fossa posterior lebih besar dari 3 cm dievakuasi
karena risiko kompresi batang otak dan hidrosefalus yang signifikan. Untuk
mengurangi tekanan intrakranial, evakuasi klot dengan pemasangan shunt
dilakukan untuk menurunkan volume, yang berkontribusi terhadap mengurangi
kompresi mekanis dari otak dan edema neurotoksik (Muhajir, 2019).

2.7 Pemeriksaan penunjang stroke hemoragik


1) Angiografi cerebral

10
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3) Computed tomography Scan (CT Scan)
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4) Magnetic Imaging Resonance (MRI)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5) Elektroenchepalograpghy (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.

2.8 Pathway stroke hemoragik

Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

↑ tekanan sistemik, Hipertensi Thrombus/emboli di serebral

Aneurisma

Perdarahan arachnoid/ventrikel Suplai darah ke jaringan


serebral tidak adekuat

Hematoma serebral

MK: Penurunan kapasitas


↑ TIK, Herniasi serebral adaptif intrakranial

↓ kesadaran Penekanan pusat Vasospasme arteri serebral


pernafasan

Iskemik/infark
MK: Pola nafas 11
tidak efektif
Defisit neurologi
Kerusakan fungsi MK: Defisit MK: Resiko gangguanMK: Gangguan mobilitas
N.VII
MK: Resiko jatuh danbroca
Area N.XII perawatan
MK: Resiko aspirasi diri
kananintegritas
Hemiparese/plegi
Hemisfer kiri kulit
Hemisferfisik
Hemiparese/plegi
kiri kanan
MK: Gangguan komunikasi verbal

Gambar 2.2 Pathway stroke hemoragik


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian keperawatan stroke hemoragik
1. Identitas
Mengkaji mulai dari nama, usia pasien, jenis kelamin, dan lain-lain (nomor
rekam medis).
2. Keluhan utama
Pasien pada umumnya datang dengan keluhan kelemahan pada ekstremitas,
defisit neurologis (motoric-sensorik), nyeri kepala, disertai mual muntah, atau
pada kasus perdarahan luas pasien datang dengan penurunan kesadaran.
3. Primary survey
a. Airway
Jalan nafas dapat ditemukan bebas maupun adanya sumbatan.
b. Breathing
Pasien dapat ditemukan dengan hiperventilasi, atau hipoventilasi, apabila
perdahan yang luas menekan pusat pernafasan. Dapat juga ditemukan

12
adanya suara nafas tambahan pada lapang paru seperti ronchi maupun
wheezing apabila terdapat penyakit paru ataupun jantung.

c. Circulation
Dapat ditemukan adanya hipertensi, sebagai riwayat hipertensi kronis yang
tidak terkontrol.
d. Disability
Dapat ditemukan penurunan kesadaran, atau kesadaran compos mentis
dengan adanya kelemahan ekstremitas dan defisit neurologis.
e. Exposure
Dapat ditemukan adanya hematoma tau jejas pada kepala maupun
anggota tubuh lain apabila pasien tidak sadar dan terjatuh.

4. Secondary survey
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan kronologis atau penyebab pasien
sebelum dibawa ke rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan lalu merupakan penyakit sebelumnya atau penyakit
kronis yang dialami pasien selama hidupnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga adalah apabila ada anggota keluarga pasien
yang memiliki kondisi kesehatan yang sama
d. Pemeriksaan fisik B1 – B6
1. Breathing
a. Data Subyektif:
Perokok (faktor resiko)
b. Data objektif
a) Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
b) Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
c) Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
2. Blood
a. Data Subjektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
b. Data objektif:
1) Hipertensi arterial
2) Disritmia, perubahan EKG
3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Brain

13
a. Data Subjektif:
1) Pusing hingga syncope
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid
3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
4) Penglihatan berkurang
5) Sentuhan :kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

b. Data objektif:
1) Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
2) Ekstremitas: kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya
reflek tendon dalam ( kontralateral )
3) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya).
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
6) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral
4. Bladder
a. Data objektif:
1) Inkontinensia, anuria
2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus (ileus paralitik)
5. Bowel
a. Data subjektif:
1) Nafsu makan hilang
2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
4) Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah

b. Data objektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)

14
2) Obesitas (faktor resiko )
6. Bone
a. Data subjektif:
1) Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis.
2) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
b. Data objektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
3) Gangguan penglihatan
e. Anamneses singkat (SAMPLE)
1) Sign and Symtoms (tanda dan gejala)
Tanda dan gejala actual yang ditemukan pada pasien.
2) Allergies (Riwayat Alergi)
Riwayat alergi obat dan makanan pada pasien.
3) Medications (Riwayat Pengobatan)
Obat rutin yang dikonsumsi pasien.
4) Past Illnes (Riwayat Penyakit)
Riwayat penyakit kronis pasien.
5) Last oral Intake (Asupan makan/minum terakhir)
Makan dan minum terakhir pasien.
6) Event before Incident (Kejadian sebelum insiden)
Kejadian atau kronologis sebelum pasien dibawa ke rumah sakit.
3.2 Diagnosa keperawatan stroke hemoragik
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan edema serebral
dibuktikan dengan tekanan darah meningkat dengan nadi melebar, tingkat
kesadaran menurun, respon pupil melambat atau tidak sama, refleks
neurologis terganggu.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
dibuktikan dengan penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas
abnormal.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral dibuktikan dengan tidak mampu berbicara atau mendengar,
menunujukkan respon tidak sesuai.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
dibuktikan dengan tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang,
stroke.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
dibuktikan dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun.

15
6. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan dibuktikan dengan penurunan
mobilitas
7. Resiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran menurun
8. Resiko jatuh dibuktikan dengan penurunan tingkat kesadaran
3.3 Rencana keperawatan stroke hemoragik
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakan Observasi
adaptif intrakranial keperawatan selama 1 x 24 1.Identifikasi penyebab pe-
berhubungan edema jam, diharapkan kapasitas ningkatan TIK (missal lesi,
serebral dibuktikan adaptif intrakranial me- gangguan metabolism, edema
dengan tekanan darah ningkat dengan kriteria serebral)
meningkat dengan hasil: 2. Monitor tanda/gejala
nadi melebar, tingkat a. Tingkat kesadaran me- peningkatan TIK (missal
kesadaran menurun, ningkat tekanan darah meningkat,
respon pupil melambat b. Sakit kepala menurun bradikardi, pola napas
atau tidak sama, c. Tekanan darah mem- ireguler, kesadaran menurun)
refleks neurologis baik 3. Monitor MAP (mean
terganggu d. Tekanan nadi membaik arterial pressure)
4. Monitor ICP (intra cranial
pressure) jika tersedia
5. Monitor status pernapasan
6. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi
semifowler
3. Hindari manuver
valsava
4. Cegah terjadinya
kejang
5. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
Edukasi
-
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian di-
uretik osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pe-
lunak tinja, jika perlu
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif berhubungan keperawatan selama 4 jam 1. Monitor pola napas
dengan depresi pusat diharapkan pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
pernapasan dibuk- pasien membaik dengan napas)

16
tikan dengan peng- kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas (missal
gunaan otot bantu a. Ventilasi semenit sedang gurgling, wheezing, ronkhi)
pernapasan, pola b.Dyspnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
napas abnormal c. Penggunaan otot bantu warna, aroma)
napas menurun Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head tilt dan
chin lift (jaw thrust jika
curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat, bila
tanpa kontraindikasi
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Observasi
verbal berhubungan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor kecepatan, tekanan,
dengan penurunan jam, diharapkan gangguan kuantitas, volume, dan diksi
sirkulasi serebral komunikasi verbal bicara
dibuktikan dengan membaik, dengan kriteria 2. Monitor proses kognitif,
tidak mampu berbicara hasil: anatomis, dan fisiologis yang
atau mendengar, a. Kemampuan berbicara berkaitan dengan bicara
menunujukkan respon meningkat (missal memori,
tidak sesuai b.Kemampuan mendengar pendengaran, dan bahasa)
meningkat 3. Identifikasi perilaku emosional
c. Kesesuaian ekspresi dan fisik sebagai bentuk
wajah/tubuh meningkat komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi
alternative (missal menulis,
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan)
2. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (misal
berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama,
bicara dengan perlahan
sambil menghindari
teriakan)

17
3. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang ingin
disampaikan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
Edukasi
1. Anjurkan bicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif,
anatomis,fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 1. Identifikasi kebiasaan
gangguan jam, diharapkan defisit aktivitas perawatan diri
neuromuskuler perawatan diri membaik sesuai usia
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil: 2. Monitor tingkat kemandirian
tidak mampu a. Kemampuan mandi 3. Identifikasi kebutuhan alat
mandi/mengenakan meningkat bantu kebersihan diri,
pakaian/makan/ke b. Kemampuan menge- berpakaian, berhias, dan
toilet/berhias secara nakan pakaian makan
mandiri, minat meningkat Terapeutik
melakukan perawatan c. Verbalisasi keinginan 1. Sediakan lingkungan yang
diri kurang, stroke melakukan perawatan terapeutik (misal suasana
diri meningkat hangat, rileks, privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi
(misal perfume, sikat gigi,
dan sabun mandi)
3. Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai
mandiri
4. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Kolaborasi
-
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisik berhubungan perawatan selama 3x24 1. Identifikasi adanya nyeri
dengan gangguan jam, diharapkan gangguan atau keluhan fisik lainnya
neuromuskuler mobilitas fisik membaik 2. Identifikasi toleransi fisik
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil : melakukan ambulasi

18
kekuatan otot a. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung
menurun, rentang meningkat dan tekanan darah sebelum
gerak (ROM) menurun b.Kekuatan otot meningkat memulai ambulasi
c. Rentang gerak (ROM) 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (misal
tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilitas fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (misal
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda)
Kolaborasi
-
6 Resiko gangguan inte- Setelah dilakukan tindakan Observasi
gritas kulit/jaringan perawatan selama 1x24 1. Identifikasi penyebab
dibuktikan dengan jam, diharapkan resiko gangguan integritas kulit
penurunan mobilitas gangguan integritas kulit (misal perubahan sirkulasi,
menurun dengan kriteria perubahan status nutrisi,
hasil: penurunan kelembapan, suhu
a. Elastisitas kulit lingkungan ekstrem,
meningkat penurunan mobilitas)
b. Hidrasi kulit meningkat Terapeutik
c. Kerusakan jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
menurun tirah baring
d. Kerusakan lapisan kulit 2. Lakukan pemijatan pada area
menurun penonjolan tulang, jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
4. Gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak
pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergenik pada kulit
sensitif
6. Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi

19
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (misal lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjjurkan meningktakan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada di luar rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
seukupnya
Kolaborasi
-
7 Resiko aspirasi dibuk- Setelah dilakukan tindakan Observasi
tikan dengan tingkat perawatan selama 1 x 24 4. Monitor pola napas
kesadaran menurun jam, diharapkan resiko (frekuensi, kedalaman, usaha
aspirasi menurun dengan napas)
kriteria hasil: 5. Monitor bunyi napas (missal
a. Tingkat kesadaran gurgling, wheezing, ronkhi)
meningkat 6. Monitor sputum (jumlah,
b. Kemampuan menelan warna, aroma)
meningkat Terapeutik
c. Dyspnea menurun 7. Pertahankan kepatenan jalan
d. Kelemahan otot napas dengan head tilt dan
menurun chin lift (jaw thrust jika
e. Akumulasi secret curiga trauma servikal)
menurun 8. Posisikan semi fowler atau
fowler
9. Berikan minum hangat, bila
tanpa kontraindikasi
10. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
11. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
12. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontra-
indikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
8 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Observasi
dibuktikan dengan perawatan selama 1x24 1. Identifikasi faktor resiko

20
penurunan ting-kat jam, diharapkan resiko jatuh (misal usia diatas 65
kesadaran jatuh menurun dengan tahun, penurunan tingkat
kriteria hasil: kesadaran, defisit kognitif,
a. Jatuh dari tempat tidur hipotensi ortostatik, dll)
menurun 2. Identifikasi resiko jatuh
b. Jatuh saat berdiri setidaknya sekali setiap shift
menurun atau sesuai kebijakan
c. Jatuh saat duduk institusi
menurun 3. Identifikasi faktor ling-
kungan yang meningkatkan
resiko jatuuh (misal lantai
licin, penerangan kurang)
4. Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala (misal
fall morse scale, humpty
dumpty scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan ber-
pindah dari tempat tidur ke
kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
6. Gunakan alat bantu berjalan
7. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga kese-
imbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk mening-
katkan keseimbangan saat
berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk me-
manggil perawat

21
22
BAB 4
KASUS STROKE HEMORAGIK: ICH + SAH PADA PASIEN NY. IJ
DI IGD RUMAH SAKIT HAJI
4.1 Pembahasan Kasus
Tanggal / Jam pengkajian : Ahad, 09 Juni 2019 / 13.30 WIB
Metode pengkajian : Observsasi dan wawancara
Triage : Merah
a. Pengkajian
Identitas
Nama : Ny. IJ
Usia : 74 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : Ahad, 09 Juni 2019
No. RM : 86xxxx
Dx Medis : Stroke hemoragik ICH + SAH
Keluhan utama
Anamnesa:
Ny. IJ usia 74 tahun dating ke IGD pada tanggal 9 Juni 2019 diantar oleh
Tim Gerak Cepat (TGC), pasien ditemukan tidak sadarkan diri di pinggir
jalan oleh warga lalu meminta bantuan TGC untuk dibawa ke RSU Haji.
Motion of injury (MOI) tidak diketahui, kesadaran atau GCS pasien saat
datang E2 V2 M3. Tidak lama setelah pasien berada di IGD RSU Haji
keluarga pasien datang, keterangan dari keluarga pasien hilang dari
rumah kurang lebih 5 jam sebelum pasien dibawa ke IGD RSU Haji.
Pasien memiliki riwayat HT tidak terkontrol dan sering pikun kurang
lebih 3 hari ini.
Masalah Keperawatan: Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
b. Primary survey
1) Airway
Jalan nafas terdengar bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas.

2) Breathing
Frekuensi napas 24-26x/menit, irama napas teratur, tampak penggunaan
otot bantu napas. Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru.

23
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler

Masalah Keperawatan: Pola nafas tidak efektif


3) Circulation
Akral teraba hangat, CRT <2 detik, nadi 217x/menit, irama
supraventricular takikardi, nadi teraba kuat dan cepat, TD: 133/104
mmHg, turgor kulit baik (kembali dalam 3 detik), SpO2: 94 - 95%.
Masalah Keperawatan:
Risiko penurunan curah jantung
4) Disability
Kesadaran semi coma GCS: 7 (E 2V2M3), pupil anisokor, reflek cahaya +/-,
diameter 2mm (miosis)/4mm (midriasis).
Masalah Keperawatan: Resiko jatuh
5) Exposure
Ditemukan adanya hematoma pada oksipital, tidak ada luka, Suhu 37oC.
c. Secondary survey
1) Riwayat kesehatan sekarang
Anak pasien mengatakan Ny. IJ hilang sejak pagi (pasien beberapa hari
terakhir sering lupa), kurang lebih sekitar pkl. 12.00 ditemukan warga
dipinggir jalan dan memanggil bantuan TGC untuk dibawa ke IGD RS
Haji.
2) Riwayat kesehatan lalu
Anak pasien mengatakan ada riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu,
biasa mengonsumsi amlodipine 10 mg tetapi sejak 2 bulan ini karena
pasien tinggal sendiri di rumah maka keluarga tidak mengetahui apakah
pasien rutin minum obat atau tidak. Riwayat sakit jantung dan diabetes
mellitus disangkal.

3) Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga tidak mengetahui riwayat kesehatan keluarga Ny. IJ
4) Pemeriksaan fisik B1 – B6
1. Breathing
Tidak ditemukan suara nafas tambahan, auskultasi dada ditemukan
dalam batas normal (dbn), respiratory rate (RR) 24-26x/menit, Spo2
94-95%.

24
2. Blood
Hasil heteroanamnesa ditemukan pasien riwayat hipertensi (HT) tidak
terkontrol. Tekanan Darah (TD) 133/104 mmHg, Nadi 217x/menit,
Suhu 37o Celcius. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan SVT dengan
hemodinamik stabil.
3. Brain
Pasien dalam kondisi penurunan kesadaran (GCS 223), ditemukan
lateralisasi ekstremitas kanan, ditemukan pupil anisokor (kanan 2mm,
kiri 4 mm).
4. Bladder
Ditemukan inkontinensia urine.
5. Bowel
Tidak ditemukan masalah pada bowel, namun untuk nutrisi
direncanakan pasang NGT dikarenakan adanya penurunan kesadaran,
yang dikhawatirkan adanya aspirasi.
6. Bone
Penurunan kesadaran pada pasien memunculkan masalah resiko jatuh
serta hambatan mobilitas fisik.
1 3
1 3
d. Anamneses singkat (SAMPLE)
1) Sign and Symtoms (tanda dan gejala)
Pasien mengalami penurunan kesadaran dan frekuensi napas cepat.
Masalah Keperawatan:
a) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
b) Pola nafas tidak efektif
2) Allergies (Riwayat Alergi)
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi obat dan
makanan.
3) Medications (Riwayat Pengobatan)
Keluarga pasien mengatakan pasien mengkonsumsi obat hipertensi
amlodipine 10 mg, tetapi selama 2 bulan ini keluarga tidak mengetahui
apakah pasien rutin minum obat atau tidak.
4) Past Illnes (Riwayat Penyakit)
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi.
5) Last oral Intake (Asupan makan/minum terakhir)
Keluarga pasien tidak mengetahui kapan pasien makan dan minum
terakhir.
6) Event before Incident (Kejadian sebelum insiden)

25
Keluarga mengatakan pasien hilang sejak pagi, dan diberi kabar warga
setempat pasien ditemukan tidak sadar dipinggir jalan.
e. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium, Ahad, 9 Juni 2019 jam 15.03 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Jumlah Sel Darah
Hb 13,1 g/dl* 12.8 – 16,8
Hematokrit 39,8% 33 – 45
Lekosit 15.200/ mm3* 4.500 – 13.500
Trombosit 285.000/ mm3 150.000 – 440.000
Eritrosit 4,21 juta/Ul 3.6 – 5.8
PDW 9,0 fL 9 – 13
RDW-SD 57,5 fL* 20 – 42
MPV 8,8 fL
PCT 0,32 %

Index 86,5 fL 80 – 100


MCV 29,7 fL 26 – 34
MCH 34,3 g/dL 32 – 36
MCHC
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
BUN 20 mg/dL 6 - 20
Creatinin 0,8 mg/dL* <1.2
Gula Darah
Gula Darah Sewaktu 158 mg/dL* <150
Fungsi Liver
SGOT 40 U/L* <40
SGPT 21 U/L <41
Elektrolit
Natrium (Na) 148 mmol/L 136 – 145
Kalium (K) 2,9 mmol/L 3.6 – 5.0
Klorida (Cl) 104 mmol/L 96 – 106
Jantung
CKMB 67 U/L 7 - 25
Masalah Keperawatan : Resiko penurunan curah jantung

b) Pemeriksaan Analisa Gas Darah, Ahad, 09 Juni 2019 jam 15.03 WIB
Pemeriksaan Hasil Nila Normal
Blood Gas
Corrected 37 C
Ph 7,426 7.35 – 7.45
PCO2 33,5 mmHg 32 – 45
PO2 248,8 mmHg 75 – 100
Meassured 37 C

26
Ph 7,426 7.35 – 7.45
PCO2 33,5 MmHg 32 – 45
PO2 248,8 mmHg 75 – 100

Calculated Data :
HCO3act 21,5 mmol/L
HCO3std 22,9 mmol/L
Be(ecf) -2,9 mmol/L
Be(b) -2,0 mmol/L
Ctco2 22,5 mmol/L
O2Saturasi 99,6 %
PO2/FiO2 4,69
Po2(a-a) 91,2 mmHg
PO2 (a/A) (T) 0,73
Entered Data Temp 37,0C
FiO2 53%

c) Pemeriksaan Elektrokardiograf, Ahad ,09 Juni 2019 pukul 14.00 WIB

HR : 217 x/menit
Supraventrikular takikardia
d) Pemeriksaan Rontgen, Ahad, 09 Juni 2019 Pukul 14.20 WIB

27
CTR = a + b x 100%
c
= 4,5 + 6,5 x

100%
15,5
= 70 %
f. Terapi medis
No Jenis Terapi Waktu Dosis Rute
1 Infus NaCl 0,9% 500ml 24 jam 14 tpm Intravena
2 Injeksi Ranitidine 8 jam 50 mg Intravena
3 Injeksi Ondancentron 8 jam 4 mg Intravena
4 Injeksi Santagesik 8 jam 1 gram Intravena
5 Injeksi amiodarone 15 – 20 menit 150 mg Intravena
(loading)
6 Injeksi diazepam Extra 10 mg Intravena
7 Pump nicardipine /jam 0,5 mcg Intravena
8 Injeksi piracetam 8 jam 3 gram
9 Drip manitol 4 jam 100 ml
10 Drip KCL 24 jam 12,5 meq
11 Kateter urine No 16
12 Terapi oksigen SM 6 lpm Inhalasi

4.2 Analisa data


No. Hari/Tgl Data Fokus Etiologi Masalah
1. Ahad/9 Ds: Riwayat HT tidak Penurunan
Juni Px dengan penurunan terkontrol kapasitas adaptif
kesadaran ↓ intrakranial
Do: Peningkatan tekanan
GCS 223 sistemik
CT Scan: ICH di ↓
temporal kiri dan Muncul aneurisma
parietal kanan, SAH pada pembuluh
luas di fossa anterior darah otak
dan posterior. Subacut ↓

28
infark di corona radiate Perdarahan
kanan kiri. arachnoid/ventrikel

Hematoma cerebral

PTIK/Herniasi
serebral
2. Ahad/9 Ds: Perdarahan Pola nafas tidak
Pasien dengan arachnoid /ventrikel
Juni efektif
penurunan kesadaran ↓
Do: Hematoma cerebral
GCS 223 ↓
RR: 24-26x/menit PTIK/Herniasi
Spo2 94-95% serebral
Pasien menggunakan ↓
Menekan pusat
simple mask 6 lpm
pernafasan di otak
3. Ahad/9 Ds: Perdarahan Risiko jatuh
Pasien dengan arachnoid /ventrikel
Juni
penurunan kesadaran ↓
Do: Hematoma cerebral
GCS 223 ↓
CT Scan: ICH di PTIK/Herniasi
serebral
temporal kiri dan ↓
parietal kanan, SAH Penurunan
kesadaran
luas di fossa anterior
dan posterior. Subacut
infark di corona radiate
kanan kiri.
4. Ahad/9 Ds: Perdarahan Resiko
Pasien dengan arachnoid /ventrikel penurunan curah
Juni
penurunan kesadaran ↓
Do: Hematoma cerebral jantung
TD: 133/104 mmHg ↓
N: 217x/menit PTIK/Herniasi
Interpretasi EKG serebral

Supraventrikular Gangguan
tachycardia pengaturan saraf
Nilai CKMB 67 U/L autonom

Mempengaruhi kerja
dan irama jantung

29
(aktivitas nervus
vagus ↑)

Memperlambat atau
menghentikan
aktivitas sel pacu
pada nodus SA
dengan cara
meninggikan
konduktansi ion
kalium

4.3 Diagnosa keperawatan dan kriteria hasil


No. Diagnosa keperawatan Kriteria hasil
1. Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan tindakan
intrakranial berhubungan edema keperawatan selama 1 x 24 jam,
serebral dibuktikan dengan tekanan diharapkan kapasitas adaptif
darah meningkat dengan nadi melebar, intrakranial meningkat dengan
tingkat kesadaran menurun, respon kriteria hasil:
pupil melambat atau tidak sama, a. Tingkat kesadaran meningkat
refleks neurologis terganggu b.Sakit kepala menurun
c. Tekanan darah membaik
d.Tekanan nadi membaik
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan
dengan depresi pusat pernapasan keperawatan selama 4 jam
dibuktikan dengan pola napas diharapkan pola nafas pasien
abnormal (hiperventilasi), fase membaik dengan kriteria hasil:
ekspirasi memanjang, penggunaan otot a. Ventilasi semenit sedang
bantu napas b.Dyspnea menurun
c. Penggunaan otot bantu napas
menurun
3. Risiko jatuh dibuktikan dengan Setelah dilakukan tindakan
penurunan tingkat kesadaran perawatan selama 1x24 jam,
diharapkan resiko jatuh menurun
dengan kriteria hasil:
a. Jatuh dari tempat tidur menurun
b.Jatuh saat berdiri menurun
c. Jatuh saat duduk menurun
4. Resiko penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan
dibuktikan dengan perubahan keperawatan selama 4 jam tidak
frekuensi jantung, perubahan irama terjadi penurunan curah jantung
jantung dengan kriteria hasil:
a. Kekuatan nadi perifer, ejection
fraction (EF) sedang
b.Palpitasi cukup menurun
c. Gambaran EKG aritmia cukup

30
menurun
d.Tekanan darah cukup membaik

31
4.4 Implementasi
Dx Jam Implementasi Respon
1,2,3,4 13.45 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (missal lesi, gangguan Kesadaran sopor, GCS: 7, E2V2M3
metabolism, edema serebral) Ada tanda peningkatan TIK
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (misal tekanan darah
meningkat, bradikardi, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
3. Identifikasi faktor resiko jatuh (misal usia diatas 65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi
ortostatik, dll)
1,2,3,4 13.50 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung TD : 133/104 mmHg
2. Monitor tekanan darah N : 217x/menit
3. Monitor saturasi oksigen RR : 26x/menit
4. Monitor EKG 12 sadapan SpO2 : 94%
Temp : 37o
EKG 12 Lead : Interpretasi supraventricular
tachycardi
1,2 13.55 1. Memberikan posisi head up 300 Posisi pasien head up 300
2. Memasang infus NaCl 0,9% 14 tpm
3. Melakukan pemeriksaan laboratorium
1,2,3,4 14.00 1. Memberikan injeksi santagesic 1 gr, injeksi ranitidine 50 Obat masuk melalui intravena
mg, injeksi ondancentrone 4 mg, injeksi amiodarone 150 Tidak terjadi kejang pada pasien
mg (loading) Nadi : 212-214 x/menit
2. Kolaborasi pemberian antikonvulsan, injeksi diazepam Spo2 : 100%
(ekstra) 10 mg
1, 2 14.10 1. Mengantar pasien CT Scan kepala dan foto thorax Pasien tidak kejang
Tidak terjadi pasien jatuh
1,2 14.30 1. Monitor tanda-tanda vital TD: 222/123 mmHg
2. Menjaga kepatenan jalan nafas N: 197 x/menit

32
3. Melakukan pemasangan foley catheter FR. 16, Cuff 20 ml, RR: 26x/menit
residu urine 100 ml warna kuning jernih (buang) SpO2: 100% dengan SM 6 lpm
GCS: 111 (post diazepam)
4 15.00 1. Memberi pump nicardipine 0,5 mcg/kgbb dengan BB TD: 221/137 mmHg
pasien 50 kg N: 198x/menit
RR: 28x/menit
SpO2: 100%
1,2,4 15.15 1. Menaikkan dosis nicardipine 1 mcg/KgBb Obat masuk melalui pump
2. Monitor EKG 12 sadapan, monitor aritmia TD: 221/137 mmHg
3. Monitor nilai laboratorium N: 198x/menit
4. Memposisikan pasien semi fowler RR: 28x/menit
5. Memberikan dukungan emosional dan spiritual pada SpO2: 100%
keluarga pasien GCS 111
6. Mempertahankan saturasi oksigen diatas 95% Hasil laborat:
Leukosit : 15.200/mm3
Natrium : 148 mmol
Kalium : 2,9 mmol
CKMB : 67 U/L
1,2,3,4 15.30 1. Monitor tanda-tanda vital TD: 194/77 mmHg
Nadi 180x/menit
RR: 24x/menit
SpO2: 100%
GCS 111
1,4 15.45 1. Memberi injeksi piracetam 3 gr Obat diberikan melalui intravena dengan pump
2. Memberi drip manitol 100 ml
3. Memberi pump amiodarone 150 mg dalam Nacl 0,9% 45
ml/3 jam
4. Drip KCL 12,5 meq dalam Nacl 0,9 500 ml dalam 12 jam

33
1,2,3,4 16.00 1. Monitor MAP TD: 172/73 mmHg
2. Monitor intake dan output N: 163x.menit
3. Monitor status pernapasan RR: 24x/menit
4. Memberikan lingkungan yang tenang rendah stimulus S: 38,8o C
Pasien pindah ICU SpO2: 100%
MAP: 106
GCS 1 1 1
Pupil: Anisokor

4.5 Evaluasi

No. Jam Respon TTD


1 16.00 S: -
WIB O: Tinok
- Kesadaran coma, GCS: 3, E1V1M1 (Post diazepam)
- Pola nafas normal
- Irama nafas regular
- Tidak terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
- Suara nafas vesikuler
- TD: 172/73 mmHg
- Nadi: 163x/menit
- RR: 24x/menit
- MAP: 106
- SpO2: 100% dengan oksigen masker simple mask 6 liter/menit
- Posisi pasien head up 30°
- Pupil: anisokor
A: Penurunan kapasitas adaptif intrakranial belum teratasi
Konsultasi dr. Haris, Sp.Bs:

34
1. Observasi ICU, untuk tindakan operatif atau tidak menunggu visited dr. Haris
2. Pasien puasa
3. Infus PZ 1500 ml/24 jam
4. Manitol 6 x 100 ml
5. Injeksi piracetam 3 x 3 gr
6. Injeksi antrain 3 x 1 gr
7. Injeksi ranitidine 2 x1 ampule
8. PZ 500 ml + Kcl 12,5 meq jalan 14 tpm
P: Lanjutkan intervensi, pasien dipindahkan ke ruang ICU RSU Haji Surabaya
2 16.00 S: -
WIB O: Tinok
- Kesadaran coma, GCS: 3, E1V1M1 (Post diazepam)
- Pola nafas normal
- Irama nafas regular
- Tidak terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
- Suara nafas vesikuler
- TD: 172/73 mmHg
- Nadi: 163x/menit
- RR: 24x/menit
- SpO2: 100% dengan oksigen masker simple mask 6 liter/menit
A: Pola nafas tidak efektif teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi, pasien dipindahkan ke ruang ICU RSU Haji Surabaya
3 16.00 S: -
WIB O:
- Kesadaran coma, GCS: 3, E1V1M1 (Post diazepam) Tinok
- Pola nafas normal
- Irama nafas regular
- Tidak terdapat penggunaan otot bantu pernapasan

35
- Suara nafas vesikuler
- TD: 172/73 mmHg
- Nadi: 163x/menit
- RR: 24x/menit
- SpO2: 100% dengan oksigen masker simple mask 6 liter/menit
1 1
- Kekuatan otot
1 1
- Tidak terjadi pasien jatuh
A: Risiko jatuh teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi, pasien dipindahkan ke ruang ICU RSU Haji Surabaya
4 16.00 S: -
WIB O:
- Kesadaran coma, GCS: 3, E1V1M1 (Post diazepam)
- Pola nafas normal Tinok
- Irama nafas regular
- Tidak terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
- Suara nafas vesikuler
- TD: 172/73 mmHg
- Nadi: 163x/menit
- RR: 24x/menit
- MAP: 106
- SpO2: 100% dengan oksigen masker simple mask 6 liter/menit
- CRT ≤ 2 detik
- Tidak ditemukan sianosis
A: Risiko penurunan curah jantung teratasi sebagian
Konsultasi dr. Reddy, Sp. Jp
1. Amiodarone 300 mg/6 jam, dilanjutkan 600 mg/18 jam

36
2. Nicardipine 0,5 mcg-2 mcg/KgBB/jam
3. PO spironolactone 1 x 25 mg
4. Terapi lain sesuai Bedah saraf
P: Lanjutkan intervensi, pasien dipindahkan ke ruang ICU RSU Haji Surabaya

37
DAFTAR PUSTAKA
Artiani, Ria, 2009, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
persyarafan, EGC, Jakarta
Aulia, 2009, Gaya hidup dan penyakit modern, Kanisius, Yogyakarta

Bhat, et.al, 2008, Dose Response Relationship Between Cigarette Smoking and
Risk of Ischemic Stroke Young Women, Journal of The American Stroke
Association. 2008;39:2439-2443

Dewanto G., 2009, Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
EGC pp 24-36, Jakarta
Dourman, 2013, Waspadai stroke usia muda, Cerdas Sehat, Jakarta

Geyer JD, 2009, Stroke a practical approach, Lippincott Williams & Wilkins,
USA

Junaidi, I., 2005, Panduan Praktik Pencegahan dan Pengobatan Stroke, PT.
Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta
Junaidi, I., 2011, Stroke Waspadai Ancamannya, ANDI, Yogyakarta

Misbach J., 2011, Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen, Balai


Penerbit FK UI, Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Rico, 2008, Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Pada


Usia Muda Kurang Dari 40 Tahun (Studi Kasus Di Rumah Sakit Di Kota
Semarang), Jurnal Epidemiologi
Thiex, R., Tsirka, S.E, 2007, Brain edema after intracerebral hemorrhage :
mechanisms, treatment options, management strategies, and operative
indications, Neurosurg Focus. 22 (5) : E6

WHO 2004, The WHO stroke surveillance, http://www.


who.int/ncd_surveillance/steps/stroke/en/flyerStroke2.pdf, Diakses 7 Juli 2019

38

Anda mungkin juga menyukai