PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini.
Stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal
tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan kematian,
kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Iskandar,
2011). Stroke merupakan kelainan otak yang banyak dijumpai di masyarakat. Stroke
juga merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang dikategorikan sebagai
penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan, disamping sebagai
penyebab kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia (Gofir, 2009).
Penyakit yang terkait dengan pembuluh darah ke otak merupakan penyebab kematian
nomor tiga di Amerika Serikat dan menjadi penyebab sekitar 150.00 kematian setiap
tahunnya. Sekitar 550.000 orang mengalami stroke setiap tahunnya. Ketika stroke
yang kedua kalinya dimasukkan kedalam kondisi tersebut, angka kejadian meningkat
menjadi 700.000 per tahun hanya di Amerika Serikat sendiri. Stroke merupakan
penyebab utama kecacatan pada orang dewasa dan merupakan diagnosis utama teratas
dalam perawatan
jangka panjang. Lebih dari 4 juta penderita stroke yang bertahan hidup dengan tingkat
kecacatanyang bervariasi. Sebesar 31% dari orang tersebut membutuhkan bantuan
untuk perawatan diri, 20% membutuhkan bantuan untuk ambulasi, 71% memiliki
beberapa gangguan dalam kemampuan bekerja sampai tujuh tahun setelah menderita
stroke dan 16% dirawat di rumah sakit (Black & Hawks, 2014).
1
Indonesia merupakan negara berkembang dengan prevalensi stroke yang cukup tinggi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan
yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi,
sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI
Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil
sedangkan Sumatera Barat 7,4 per mil. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama didapatkan data capaian Tim Ketuk Pintu
Layani Dengan Hati pada Desember 2016 adalah 8.110 KK dan 23.067 jiwa. Dari
hasil pendataan didapatkan 10 penyakit terbanyak diantaranya stroke menduduki
urutan ketiga terbanyak setelah hipertensi dan Diabetes Melitus sebanyak 33 jiwa
(Puskesmas Kebayoran Lama, 2016).
B. Tujuan Penulisan
2
C. Manfaat
1. Manfaat Bagi Institusi RSUD Pasa Minggu
Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan program pelayanan kesehatan
bukan saja kepada pasien stroke, akan tetapi juga pelayanan kepada keluarga pasien
terlebih yang mengalami kecemasan.
2. Manfaat bagi Peneliti
Untuk memperoleh pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian, dan sebagai
referensi untuk peneliti selanjutnya
3. Manfaat bagi keluarga klien
Sebagai bahan masukan pengetahuan tentang bagaimana cara menghadapi penyakit
stroke.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf yang
terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah diotak
(Pinzon & Asanti, 2010).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke otak (Black
& Hawks, 2014)
Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di
tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
B. Klasifikasi stroke
Menurut Black & Hawks, 2014 stroke dibedakan menjadi 2 :
1. Iskemia
Iskemia terjadi ketika suplai darah kebagian otak terganggu atau
tersumbat total. Penyumbatan ini disebabkan oleh adanya trombosis
atau embolisme.
a) Trombosis
Trombus (penggumpalan) mulai terjadi dari adanya kerusakan
pada baagian endotelial dari pembuluh darah.
b) Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan embolus
(udara) yang terbentuk dibagian luar otak kemudian mengalir
melalui sirkulasi serebal melekat pada pembuluh darah dan
menyumbat arteri.
2. Hemoragik
Hemoragik (Perdarahan) paling banyak disebabkan oleh ruptur
arterioskelrotik dan hipertensi pembuluh darah, yang menyebabkan
perdarahan kedalam jaringan otak (intraserebral).
4
C. Faktor resiko stroke
Stroke merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor resiko
atau bisa disebut multikausal. Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian stroke dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi (Black, 2014).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a) Umur
Umur merupakan faktor resiko stroke, dimana semakin
meningkatnya umur seseorang, maka resiko untuk terkena
stroke semakin meningkat. Menurut hasil penelitian
framingham study menunjukkan resiko stroke meningkat pada
kelompok umur 45-55, 55-64, 65-74, tahun.
b) Jenis kelamin
Kejadian stroke diamati lebih sering terjadi pada laki–laki
dibandingkan wanita.
c) Ras
Orang dengan kulit hitam, hispanik amerika, cina dan jepang
memiliki insidn stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang berkulit putih. Di indonesia sendiri, suku batak dan
padang lebih rentan terserang stroke dibandingkan dengan suku
Jawa. Hal ini dilihat dari pola dan jenis makanan yang banyak
mengandung kolesterol.
d) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pada keluarga yang pernah mengalami stroke dapat
menjadi faktor resiko untuk terserang stroke juga. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya genetik, pengaruh
budaya, dan gaya hidup dalam keluarga, serta pengaruh
lingkungan.
6
tekanan darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem
kardiovaskuler melalui berbagai macam mekanisme tubuh.
g) Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak
dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya hipertensi, yang
memberikan sumbangan faktor resiko untuk terkena sroke.
h) Stress
Keadaan stress dapat memproduksi hormon kortisol dan
adrenalin yang berkonstribusi pada proses ateroskerosis. Kedua
hormon tersebut meningkatkan jumlah trombosit dan produksi
kolesterol. Kortisol dan adrenalin dapat merusak sel yang
melapisi arteri, sehingga lebih mudah bagi jaringan lemak
untuk tertimbun didalam dinding arteri.
D. Manifestasi klinis
Menurut Brunner and Suddarth, 2002 manifestasi klinis terjadinya stroke
sebagai berikut :
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada satu sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralisis dan hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflek
tendon dala ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan
tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada
ekstremitas yang terkena dapat dilihat.
2. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai berikut:
7
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dan
dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk mneghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya).
3. Gangguan persepsi
Ketidakmampuan untuk meninterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual-spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lipa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien
ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin akan diperberat oleh respon alamiah
pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain yang
umum terjadi yaitu labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan
kurang kerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke mungkin pasien mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan
karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang setelah stroke
kandung kemih menjadi atonik. Dengan kerusakan sensasi dalam respon
terhadap pengisian kandung kemih.
E. Patofisiologi
Stroke adalah berkurangnyaa suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
8
lambat atau cepat) disebabkan oleh trombosis ( bekuan darah didalam
pembuluh darah diotak), embolisme (penyumbatan pembuluh darah yang
terjadi diberbagai tubuh oleh embolus atau udara yang dibawa oleh aliran
darah), iskemia (penurunan aliran darah), hemoragik serebral (perdarahan
diotak yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah). Selain itu stroke juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko seperti usia >65 tahun, memiliki
riwayat stroke, penyakit jantung, diabetes melitus, jemis kelamin, ras,
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, merokok, konsumsi alkohol, dan stres.
F. Komplikasi
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. (Sumber : Brunner
and Suddarth)
9
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mecari perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
b) CT-Scan Kepala
CT scan biasanya digunakan di bagian kepala untuk mendeteksi jaringan
yang mati akibat stroke, tumor, jaringan yang mengeras akibat tumpukan
kalsium, pendarahan, dan trauma pada tulang.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI adalah prosedur diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan
mendeteksi kelainan organ di dalam tubuh dengan menggunakan medan
magnet dan gelombang frekuensi radio tanpa radiasi sinar X atau bahan
radioaktif.
d) Lumbal pungsi
Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis
tetap menjadi acuan.
e) EEG (Elektroensefalogram)
Elektroensefalogram (EEG) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk
mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya
kelainan dari otak.
f) Doppler Transkranial
Pemeriksaan ini dilakukan pengukuran kecepatan aliran darah pada arteri
serebralis. Hasilnya memberi informasi mengenai keberadaan, kualitas,
dan perubhan aliran darah pada area tertentu di otak.
g) EKG (Elektro Kardiogram)
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menurut (Rahajuningsih, 2009)
a) Pemeriksaan Gula darah
10
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemi maupun
hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala
neurologis.
b) Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan
elektrolit baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun
magnesium.
c) Pemeriksaan Analisa Gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnoe juga menyebabkan
gangguan neurologis.
d) Pemeriksaan hematologi lengkap
Dari pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit
serta morfologi sel darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan
trombositemia esensial adalah kelainan sel darah yang dapat
menyebabkan stroke.
e) Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi
acuan untuk mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam
beberapa jam sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal,
disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan
kreatinin).
f) Pemeriksaan koagulasi darah
Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT)
digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi.
H. Penatalaksanaan
Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan medis
pada awal serangan bertujuan menghindari kematian dan mencegah kecacatan.
Setelah itu, perawatan medis ditujukan untuk mengatasi keadaan darurat medis
pada stroke akut, mencegah stroke berulang, terapi rehabilitatif untuk stroke
kronis, dan mengatasi gejala sisa akibat stroke. Terapi stroke secara medis
11
antara lain dengan pemberian obat-obatan, fisioterapi, dan latihan fisik untuk
mengembalikan kemampuan gerak sehari-hari (Wiwit S., 2010).
1. Terapi farmakologi
a) Stroke iskemik
Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang pertama reperfusi
yaitu memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk
memperbaiki iskemik dengan obat-obat antitrombotik (antikoagulan,
antiplatelet, trombolitik). Kedua dengan neuroproteksi yaitu
pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang lebih berat akibat
adanya area iskemik (Fagan and Hess, 2008).
b) Stoke hemoragik
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian manitol, semacam
diuretik osmotik yang membantu dalam menurunkan peningkatan TIK
(Black & Hawks, 2014).
2. Terapi non farmakologi
a) Perubahan Gaya Hidup Terapeutik
Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas
fisik merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk
semua pasien yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang
membutuhkan terapi obat untuk hipertensi atau dislipidemia, obat
tersebut harus diberikan, bukannya digantikan oleh modifikasi diet dan
perubahan gaya hidup lainnya (Goldszmidt et al., 2011).
b) Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara
dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan
sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus
diberitahu untuk melakukan aktivitas aerobik sekitar 30- 45 menit
setiap hari (Goldszmidt et al., 2011).
3. Rehabilitasi pasca stroke
Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi,
meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas
rehabilitasi stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen
dan pencegahan penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya
rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik memilki
12
prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi berbicara, terapi
fisik, dan terapi occupasional (Aminoff, 2009).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. KASUS
Pasien Tn. U, usia 58 th datang ke IGD RS tanggal 12/12/2019 degan keluhan lemas
seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS. Sudah mulai sulit makan sejak 2 minggu SMRS,
makan sehari hanya 1-2 suap persekali makan, itupun harus di suapi oleh keluarga. Kontak
tidak adekuat, pasien sulit di ajak komunikasi sejak 1 bulan sebelum SMRS. Batuk (+),
produksi sputum (-), demam (-), sesak (-), nyeri dada (-), diare (-).
Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis E4M6Vafasia. Pupil bulat isokor d
3mm/3mm, Reflek cahaya +/+, motorik 3+3+3+3+/ 3+3+3+3+, 3+3+3+3+/ 3+3+3+3+.
Ronkhi +/-, Akral hangat, CRT <2, edema (+) pada kedua tungkai kaki, luka (-). Tugor
kulit lambat, membran mukosa kering.
TD : 135/108 mmHg, N : 109x/ menit, RR : 20x/ menit, Suhu : 36.8’ C, Saturasi O2 : 99%
Room air.
Di IGD, pasien dilakukan pemsangan NGT dan Folley Catheter
Dilakukan pemeriksaan Radiologi :
CT-Scan Brain Non-Kontras 12/12/2019, Kesan : Sugestif chronic small vessel
ischemic disease white matter periventrikel lateral bilateral. Cerebral atrophy.
Sinusittis maxilaris sinistra, dengan sugestif mass sinus maxilaris dextra DD/ proses
peradangan. Cavum nasi : tidak tampak massa
CT-Scan SPN : Sugestif chronic small vessel ischemic disease white matter
periventrikel lateral bilateral. Cerebral atrophy. Sinusittis maxilaris sinistra, dengan
sugestif mass sinus maxilaris dextra DD/ proses peradangan
Rontgen Thorax tanggal 12/12/2019, Kesan : Pneumonia
13
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
14
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Teori atau Konsep Pengkajian
2. Pengkajian Keperawatan
a. Skrining awal : Data Subjektif, Data Objektif dan Diagnosa Potensial
15
b. Pengkajian Komprehensif
1) IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. U
Umur : 58 th
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
2) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis E4M6Vafasia. Pupil bulat
isokor d 3mm/3mm, Reflek cahaya +/+, motorik 3+3+3+3+/ 3+3+3+3+,
3+3+3+3+/ 3+3+3+3+. Ronkhi +/-, Akral hangat, CRT <2, edema (+) pada kedua
tungkai kaki, luka (-). Tugor kulit lambat, membran mukosa kering. TD : 135/108
mmHg, N : 109x/ menit, RR : 20x/ menit, Suhu : 36.8’ C, Saturasi O2 : 99%
Room air.
16
4) Riwayat penyakit sekarang :
Pasien Tn. U, usia 58 th datang ke IGD RS tanggal 12/12/2019 degan keluhan
lemas seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS. Sudah mulai sulit makan sejak 2
minggu SMRS, makan sehari hanya 1-2 suap persekali makan, itupun harus di
suapi oleh keluarga. Kontak tidak adekuat, pasien sulit di ajak komunikasi sejak 1
bulan sebelum SMRS. Batuk (+), produksi sputum (-), demam (-), sesak (-), nyeri
dada (-), diare (-).
5) Riwayat Penyakit dahulu : Hipertensi sejak 5 tahun lalu (dengan Amlodipine
1x10 mg)
6) Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
7) Riwayat Alergi : Tidak ada
8) Pengkajian Sistem Tubuh
a). Sistem Pernapasan
Suara napas ronkhi +/-, sesak tidak ada, irama teratur, tidak terlihat
penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan room air, Saturasi 99%. Tidak
ada retraksi dinding dada, pergerakan dada simetris, batuk (+) tidak ada
produksi sputum, tidak ada riwayat penyakit pernapasan sebelumnya
b).Sistem Kardiovaskular
Nadi 109x/ menit, TD 135/108 mmHg, Irama terataur, denyut nadi kuat, Akral
hangat, tidak terdapat distensi vena jugularis, pengisian kapiler kurang dari 2
detik, terdapat edema pada kedua tungkai kaki, suara jantung normal, nyeri
dada tidak ada, riwayat Hipertensi sejak 5 tahun lalu dengan Amlodipine 1x10
mg.
d).Sistem Perkemihan
Tidak ada gangguan berkemih sebelumnya, saat ini pasien terpasang Folley
Catheter, warna urine kuning pekat, tidak terdapat stolsel ataupun darah pada
urine, jumlah urine saat ini 500 ml, tidak ada distensi kandung kemih.
17
e). Sistem Pencernaan
Pasien sulit makan dan menelan sejak 2 minggu SMRS, makan hanya 1-2 suap
persekali makan. Gigi dan lidah terlihat bersih, tercium adanya bau mulut,
tidak terlihat adanya stomatitis dan pemakaian gigi palsu, tidak ada muntah,
abdomen supel, nyeri abdomen tidak ada, hepar teraba, tidak ditemukan
adanya hemoroid.
18
k).Sistem Reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi.
9) Pengkajian Fungsional
a). Oksigenasi
Pernapasan spontan, suara napas ronkhi +/-, batuk (+), tidak ada produksi
sputum.
Pasien sulit makan dan minum sejak 2 minggu SMRS, Hasil pemeriksaan Lab
Natrium 167 mEq/L, Chlorida 122 mEq/L. Urine kunign pekat, produksi 500
ml.
c). Nutrisi
e). Eliminasi
Sebelum sakit, pola eliminasi pasien tidak ada masalah, BAK dan BAB
normal. Sejak sakit, karena pasien mengalami kesulitan dalam makan dan
minum, BAB menjadi jarang.
19
beristirahat. Pasien biasa tidur malam pukul 23.00 WIB dan bangun jam 04.00
WIB.
Sejak sakit, pasien menjadi tidak bekerja dan lebih banyak di rumah saja. Pola
tidur menjadi tidak menentu.
g). Psikososial
h). Komunikasi
Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik sejak 1 bulan SMRS, awalnya
keluhan hanya dirasakan sesaat, namun lambat laun bicara jadi semakin tidak
jelas.
i). Seksual
Pasien tidak dapat menjalankan peran seksual seperti biasa sejak mengalami
penurunan kesehatabn ini.
k). Belajar
Pasien hanya lulusan SMA, tapi sebelum sakit pasien merupakan tipe orang
yang selalu mau belajar hal baru.
20
12/12/201 Hemoglobin 18.0 g/dL 13.2 - 17.3
9 Hematokrit 53 % 40 – 52
Leukosit 10.2 10^3/uL 3.8 - 10.6
Trombosit 286 10^3/uL 150 – 440
Eritrosit 6.07 10^6/uL 4.40 - 5.90
Natrium 167 mEq/L 135 – 147
Kalium 5.00 mEq/L 3.50 - 5.00
Chlorida 122 mEq/L 95 - 105
SGPT 26 u/L < 50
SGOT 40 u/L < 50
GDS 156 mg/dL 70-180
Ureum 20 mg/dL < 48 mg/dL
Kreatinin 0.82 mg/dL 0.70-1.30 mg/dL
b).Pemeriksaan Penunjang
c). CT-Scan Brain Non-Kontras 12/12/2019, Kesan : Sugestif chronic small
vessel ischemic disease white matter periventrikel lateral bilateral. Cerebral
atrophy. Sinusittis maxilaris sinistra, dengan sugestif mass sinus maxilaris
dextra DD/ proses peradangan. Cavum nasi : tidak tampak massa
d). CT-Scan SPN : Sugestif chronic small vessel ischemic disease white matter
periventrikel lateral bilateral. Cerebral atrophy. Sinusittis maxilaris sinistra,
dengan sugestif mass sinus maxilaris dextra DD/ proses peradangan
e). Rontgen Thorax tanggal 12/12/2019, Kesan : Pneumonia
21
Amlodipine 1x10 mg PO
22
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
23
RR : 20x/ menit h. Monitor pasien jika merasa
Saturasi O2 : 99% Room air kenyang, mual dan muntah
5. Pasien terpasang NGT
Kekurangan volume cairan Bd. Dalam 1x24 jam, masalah keperawatan kekurangan a. Berikan cairan yang sesuai
Kegagalan mekanisme regulasi volume cairan berkurang/ hilang b. Tingkatkan intake / asupan
- Keseimbangan elektrolit dan Asam Basa cairan peroral
- Status Nutrisi : Asupan makanan dan cairan c. Berikan air melalui selang
DS :
Dengan Kriteria Hasil : sesuai dengan kebijakan
1. Keluarga mengatakan pasien mulai a. Denyut jantung normal lembaga dan indikasi
lemas seluruh tubuh sejak 1 b. Serum Natrium normal d. Pantau adanya tanda dan geja
minggu SMRS c. Serum Chlorida normal retensi cairan
DO : d. Asupan makanan secara oral atau NGT baik e. Monitor TTV yang sesuai
e. Asupan cairan secara oral atau intravena baik f. Monitor kadar natrium
1. KU : Tampak sakit sedang
dengan ketat pada pasien yang
2. Kesadaran : Composmentis
mengalami peningkatan kadar
3. GCS : E4M6Vafasia
natrium.
4. TTV :
g. Monitor manifestasi
TD : 135/108 mmHg
hipernatrium pada sistem
N : 109x/ menit
saraf dan muskuloskeletal
S : 36.8’ C
h. Monitor manifestasi
RR : 20x/ menit
hipernatrium pada sistem
Saturasi O2 : 99% Room air
kardiovaskular
24
5. Tampak edema pada tungkai kaki i. Monitor manifestasi
6. Membran mukosa tampak kering hipernatrium pada sistem
7. Tugor kulit tampak melambat pencernaan
8. Natrium : 167 mEq/L j. Monitor masukan dan
pengeluaran
Hambatan komunikasi verbal Bd. Dalam 1x24 jam, masalah keperawatan hambatan a. Gunakan perilaku non verbal
Kesulitan mengekspresikan pikiran komunikasi berkurang/ hilang untuk memvasilitasi
secara verbal - Komunikasi komunikasi
- Perfusi Jaringan : Serebral b. Dengarkan isi pesan maupun
DS :
Dengan Kriteria Hasil : perasaan yang tidak terungkap
1. Keluarga mengatakan pasien sulit
a. Menggunakan bahasa non verbal dengan baik selama percakapan
di ajak komunikasi sejak 1 bulan
b. Mengenali pesan yang diterima dengan baik c. Gunakan interaksi berkala
SMRS
c. Dapat melakukan pertukaran pesan yang akurat dengan untuk mengeksplorasi arti dari
DO : orang lain perilaku klien
1. KU : Tampak sakit sedang d. Dapat mengarakan pesan pada penerima yang tepat d. Monitor kecepatan bicara,
2. Kesadaran : Composmentis e. Nilai rata-rata tekanan darah normal tekanan, kecepatan, kuantitas,
25
26
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
NOC : Status Nutrisi : Asupan Nutrisi, Status Menelan
Indikator :
i. Asupan kalori baik
j. Kemampuan mengunyah baik
k. Reflek menelan sesuai dengan waktunya baik
l. Penerimaan makanan baik
m. Tersedak tidak ada
n. Batuk tidak ada
o. Muntah tidak ada
p. Peningkatan usaha menelan ada
NIC : Manajemen Nutrisi, Bantuan perawatan diri : Pemberian makanan, Pemberian
makan dengan tabung enternal
Aktivasi :
i. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
j. Tentukan jumalh kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi
k. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan
l. Monitor kemampuan pasien untuk menelan
m. Jelaskan prosedur kepada pasien
n. Siapkan selang nasogastrik sesuai peraturan lembaga
o. Tinggikan kepala tempat tidur 30 samapi 45 derajat selama pemberian makanan
p. Monitor pasien jika merasa kenyang, mual dan muntah
27
NIC : Manajemen elektrolit/ cairan, Manajemen Hipernatremia
Aktivasi :
k. Berikan cairan yang sesuai
l. Tingkatkan intake / asupan cairan peroral
m. Berikan air melalui selang sesuai dengan kebijakan lembaga dan indikasi
n. Pantau adanya tanda dan geja retensi cairan
o. Monitor TTV yang sesuai
p. Monitor kadar natrium dengan ketat pada pasien yang mengalami peningkatan kadar
natrium.
q. Monitor manifestasi hipernatrium pada sistem saraf dan muskuloskeletal
r. Monitor manifestasi hipernatrium pada sistem kardiovaskular
s. Monitor manifestasi hipernatrium pada sistem pencernaan
t. Monitor masukan dan pengeluaran
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih merupakan masalah
medis yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3
di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang
memerlukan perawatan. Pengkajian yang sangat diperhatikan dalam asuhan
keperawatan stroke ini adalah pemeriksaan fisik 12 saraf kranial. Diagnosa yang dapat
diangkat pada asuhan keperawatan pasien dengan stroke ini adalahGangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah serebral,
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit pengetahuan:
keluarga berhubungan dengan keterbatasan kognitif, Kerusakan komunikasi verbal
behubungan dengan kerusakan neuromuskular, Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan trauma neurologis, Gangguan harga diri berhubungan dengan
perubahan psikososial dan Resiko tinggi terhadap menelan behubungan dengan
kerusakan neuromuskular.
B. Saran
Agar pengetahuan tentang “Askep pada Klien Stroke” dapat di pahami dan dimengerti
oleh para pembaca sebaiknya makalah ini di pelajari dengan baik karena dengan
mengetahui “Askep pada Klien Stroke” dapat menambah pengetahuan dan wawasan
dalam ilmu medis. Karena dengan bertambah nya pengetahuan dan wawasan tersebut
maka kita akan temotivasi lagi untuk belajar menjadi orang yang lebih baik dalam hal
ilmu pengetahuan.
29
DAFTAR PUSTAKA
30