Disusun Oleh:
GUSWENDY WOLAS WIBOWO
1161050051
Dokter Pembimbing:
dr. BUDIAWAN ATMADJA, Sp.Rad
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PERIODE 12 Desember 2016 21 Januari 2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
I.
PENDAHULUAN..................................................................................................3
II.
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
KESIMPULAN.................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31
I.
PENDAHULUAN
Pada praktik sehari hari, sering kali tumor hati diketahui pertama kali secara
kebetulan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) atau pencitraan (imaging)
abdomen lain, baik dalam rangka evaluasi penyakit hati kronik maupun untuk
indikasi lain. Hal ini dapat terjadi pada keadaan simtomatik maupun asimtomatik,
dengan atau tanpa penyakit hati yang sudah diketahui sebelumnya. Mungkin juga
tumor ditemukan pada pemeriksaan jasmani pasien yang mengeluhkan
pembesaran atau pembengkakan dikuadran kanan atas abdomen, dengan atau
tanpa disertai gejala subyektif atau fisis lain. Pada banyak kasus timbul masalah
diagnosis karena symptom yang ada tidak selalu disebabkan oleh lesi yang
ditemukan secara kebetulan dengan pencitraan. Biasanya dari satu temuan
pencitraan belum dapat ditegakkan diagnosis dan diperlukan pemeriksaan lanjutan
untuk memastikannya. 1-4,8
Umur , jenis kelamin, dan data demografi lain seperti tempat kelahiran dapat
menjadi kunci penting untuk mengetahui etiologi. Adanya factor resiko seperti
virus hepatitis atau sirosi hati memperbesar kemungkinan keganasan primer hati.
Penting untuk diketahui adanya riwayat tumor organ lain, penggunaan kontrasepsi
oral atau steroid anabolic serta potensi pajanan karsinogen lingkungan.
Hepatomegaly, splenomegaly, nyeri perut atau stigmata penyakit hati kronik
seperti ginekomastia,spider navi, dan eritema palmar merupakan temuan yang
penting. Enzim hati biasanya normal pada tumor hati jinak. Fosfatase serum
acapkali meningkat pada metastasis hepatic. Peningkatan kadar transaminase
serum disertai positivitas serologi virus hepatitis B atau C serta kadar besi serum
mengindikasikan latar belakang hepatitis kronik atau sirosi hati. 1-4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. KLASIFIKASI TUMOR HATI
berdasarkan jenis sel asalnya, tumor hati dapat diklasifikasikan seperti table
dibawah ini: 1-8
JINAK
Adenoma hepatoseluler
GANAS
TUMOR EPITELIAL
Karsinoma hepatoceluler (HCC)
Karsinoma fibrolamelar
Hepatoblastoma
Papilomatosis bilier
Kolangiokarsinoma (CC)
Hemangioma
Kistadenokarsinoma
TUMOR MESENKIMAL
Angiosarkoma
Fibroma
Fibrosarkoma
Leiomyoma
Leiomiosarkoma
Lipoma
Liposarkoma
Angiomiolipoma
Rabdomiosarkoma
Limfangioma
Mesothelioma
Hemangioendotelioma - epiteloid
TUMOR LAIN LAIN
Hiperplasia nodular fokal (FNH)
Tumor hati metastasis
Kista hati
B. TUMOR HATI JINAK
Selain kista hati, tumor hati jinak yang tersering ditemukan ialah hemangioma
(hemangioma kavernosa). Tumor ini dapat ditemukan pada semua tingkat
umur, lebih sering pada wanita, berupa lesi soliter atau multiple, dan biasanya
asimtomatik. Ukuran terbanyak adalah < 3cm dan sering berada di segmen
posterior lobus kanan (segmen 6 atau 7). Sangat jarang ditemukan tumor yang
berdiameter > 6 cm yang disebut giant hemangioma. Risiko terjadinya
perdarahan spontan sangat kecil dan reseksi hanya dianjurkan bila tumor
mengakibatkan keluhan yang bermakna.1
C. TUMOR HATI GANAS
D. DIAGNOSIS
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul ( dengan CT/ MRI) serta kadar AFP
serum3 400 ng/ml adalah diagnosis. 8
Diagnosis histologis diperlukan ( untuk lesi berdiameter <2cm) bila
tidak ada kontraindikasi dan diagnosis pasti diperlukan untuk mendapatkan
pilihan terapi. Untuk tumor berdiameter > 2cm, sulit menegakkan diagnosis
secara non invasive karena beresiko tinggi terjadinya diagnosis negative palsu
akibat belum matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara
imaging dan biopsy tidak diperoleh diagnosis definitive, sebaiknya ditindak
lanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis
dapat ditegakkan.
Gambar 1. USG oblik kanan subkostal. Segmen 5 dan 6 dari hati ditempati oleh
kista besar, lesi kistik berbentuk oval, berukuran 10,5 x 7,5 cm; dengan beberapa
"daughter cyst" di dalam "parent cyst".
Bila di dalam struktur anekoik tersebut tampak septa atau debris maka
Gambar 2.
lesi kistik besar di lobus kiri hati. Tidak ada penyengatan.
Pada MRI kista jinak tampak sebagai lesi densitas tinggi homogeny
pada T2W, rendah pada T1W dengan batas tegas dan rata serta tidak tampak
penyengatan pasca contrast. Kista jinak dapat tampak kompleks dengan
lobulasi, septa dan peninggian densitas pada T1W karena mengan dung
protein dan darah. Bila gambarannya kompleks, kemungkinan lesi lain juga
menyertai, misalnya adenoma kistik saluran empedu dan metastasis
kistadenokarsinoma musihosa/mucus. Tumor tersebut umumnya
memperlihatkan penyengatan kontras sekitar lesi.
B. HEMANGIOMA
Nodul hati jinak kedua terbanyak adalah hemangioma kavernosa.
Hemangioma merupakan lesi jinak yang paling sering ditemui. Insidens nya 5
7%. Lesi ini lebih sering ditemukan pada wanita (2 5 kali lebih sering
dibandingkan dengan laki laki). Penyakit ini biasanya asimptomatik. 10
15% hemangioma dapat bersifat multiple. Lesi >10 cm disebut hemangioma
raksasa. Nodul ini akan tampak sebagai suatu nodul hiperekoik dengan batas
tegas dan teratur, eko parenkimnya homogeny, dapat terlihat daerah hipoekoik
yang mewakili daerah fibrosis pada hemangioma. Pada keadaan perlemakan
hati derajat berat, hemangioma dapat terlihat sebagai suatu struktur yang
hipoekoik. Pada pemeriksaan dengan USG Doppler berwarna, biasanya tidak
dijumpai adanya aliran darah di daerah sentral nodul atau di perifer nodul
hemangioma.
9
10
.Pada MRI lesi yang kecil berukuran kurang dari 1 cm terlihat sebagai
nodul dengan penyengatan difus, dan sukar dibedakan dengan neoplasma lain
yang menyengat pada fase arterioportal seperti KHS kecil atau metastasis.
hipervaskuler. Pada kasus ini, gambaran yang berbeda didapatkan pada fase
11
prakontras scan. Lesi tidak berkapsul, kalsifikasi sangat jarang (<1%), dan
bentuk pedunculated dapat terjadi. Fase arteri khas memberi penyengatan yang
kuat dan hampir merata. Hipodens sentral scar terlihat pada 50% kasus dan
sangat patognomonik untuk FNH sentral scar sulit terlihat pada lesi ukuran
kecil. Rapid wash out dari penyengatan kontras juga khas untuk FNH.
yang
14
Gambar 11. Hyperplasia fokal nodular
15
Gambar 13. CT menunjukkan lesi massa besar heterogen hipodens yang timbul
dari lobus kanan hati dengan kalsifikasi
MRI lebih baik dan unggul dalam melihat batas tumor, adanya pembuluh
darah dan adenopati. Gambaran pada T1 umunya hipointens. Pada T2 gambarannya
hiperintense dibandingkan dengan jaringan normal hati dan terdapat area nekrosis dan
perdarahan yang umum.
16
Gambar 14. MRI memperlihatkan massa, yang heterogen
B. METASTASIS HATI
Metastasis hati dikenal sebagai keganasan sekunder yang paling
banyak mengenai organ hati. Pemeriksaan usg mempunyai nilai akurasi
diagnosis antara 90 94 % dalam deteksi metastasis ini. Metastasis hati
mempunyai lima gambaran dasar USG yaitu :
1. Bulls eye atau target pattern , adanya suatu kapsul hipoekoik yang mengelilingi
suatu nodul solid metastasis jenis ini sering ditemui pada penderita kanker paru
bronkogenik.
2. Hipoekoik metastasis tampak gambaran hipoekoik bulat yang hipovaskular, bisa
ditemui pada keganasan limfoma malignum, pancreas, ca cervix, adenokarsinoma
paru , karsinoma faring.
3. Hiperekoik metastasis, akan tampak sebagai nodul hiperekoik. Terkadang dapat
dijumpai bayangan akustik posterior lemah. Biasanya lesi ini mengandung banyak
pembuluh darah yang tidak normal. Dapat dijumpai pada kanker kolon, hepatoma,
koriokarsinoma, dan renal karsinoma.
17
4. Kistik metastasis, gambaran usg nya sangat menyerupai kista kompleks dengan
penyengatan akusti posterior kuat, biasanya dijumpai pada penderita dengan
keganasan yang mempunyai unsur kistik, seperti sisadekarsinoma pancreas dan
ovarium atau karsinoma kolon tipe musin.
5.
18
Gambar 16. Lesi pada lobus hati kiri dengan pusat hypoechoic
pusat dan pinggiran hypoechoic.
19
Gambar 18. A. metastasis kistik soliter dari Ca payudara. Tampak lesi hipodens
dengan tepi ireguler. Pasca kontras tampak rim enhancement. B multiple cystic
metastasis dari Ca cauda pancreas. Tampak tumor hipodens di kauda pancreas
(lihat panah)
20
Gambaran metastasis hati pada MRI juga bervariasil, tetapi MRI lebih
sensitif dibandingkan CT untuk mendeteksi metastasis hati . tampilan yang sering
terlihat pada T1 biasanya hypointens. Pada T2 biasanya hiperintens ringan sampai
sedang
21
C. KARSINOMA HEPATOSELULER
KHS merupakan tumor ganas yang paling sering dijumpai dan
merupakan 80 90 % tumor ganas di hati. Pada anak anak KHS adalah
tumor ganas kedua setelah hepatoblastoma. Tumor ini diperkirakan
berasal dari nodul displastik premaligna, kemudian mengalami
diferensiasi menjadi tumor ganas. Insidennya tinggi di jepang dan yunani,
serta sangat tinggi di asia tenggara, china, dan afrika sub-sahara. Sirosis
hati merupakan factor resiko terbesar terjadinya KHS pada 60-90% kasus.
KHS dapat tampak sebagai suatu nodul yang hipoekoik, hiperekoik,
atau campuran. Tetapi pengalaman menunjukkan bahwa KHS dengan
diameter kurang dari 3 cm kebanyakan akan tampak seperti suatu nodul
hipoekoik. Bila KHS membesar lebih dari 3 cm maka biasanya terjadi
proses degenerasi lemak dan dilatasi sinusoidal yang prominen sehingga
akan tampak sebagai suatu nodul yang hiperekoik atau campuran. Kadang
kadang akan tampak daerah sentral yang hipoekoik dalam hal ini
mewakili suatu proses nekrosis sentral pada KHS tersebut. Pada KHS
sering terlihat adanya suatu kapsul hipoekoik tipis mengelilingi KHS yang
berdasarkan pengalaman gambaran kapsul ini merupakan salah satu
gambaran USG yang cukup spesifik. Pada pemeriksaan dengan Doppler
berwarna akan tampak berbagai corakan gambaran vaskuler seperti basket
pattern, tumor vessel serta detouring pattern. Bila digabungkan dengan
pemeriksaan pengukuran Doppler indeks, yaitu RI (resisitive index) dan
PI ( pulsatility index) yang nilainya relative tinggi maka pemeriksaan
USG B-mode dan Doppler berwarna mempunyai nilai akurasi diagnosis
yang tinggi.
22
hepatic
lesion
23
24
Thrombus di dalam cabang vena porta terjadi 40% pada KHS dan biasanya
disebakan oleh invasi direct. Bila tumor masuk ke dalam vena porta maka akan
tampak lesi padat di dalamnya. thrombus pada cabang besar vena porta juda dapat
disebabkan oleh aliran lambat dan terjadinya thrombus.
Ct scan pada fase porta atau fase ekuilibrum tampak sebagai bayangan
hipodens di dalam vena porta . Akurasi deteksi KHS dengan ct scan menurun pada
sirosi hati karena distorsi parenkim oleh nodul nodul regenerasi. Tumor yang terletak
pada perifer hati mudah rupture, dengan gejala klinis yang khas berupa nyeri
mendadak di abdomen kanan atas .Diagnosis differential hemagnioma untu KHS yang
hipervaskular dan metastasis untuk nodel yang hipodens dengan rim enhancement.
Pada hati nonsirosis KHS terkadang sulit dibedakan dari FNH, adenoma atau
hemangioma.
25
Gambar 25. CT scan of the abdomen with quadriphasic liver protocol was performed which confirmed the
presence of a hyper-vascular lesion in segment 3, demonstrating washout on portovenous phase.
26
Pada MRI gambaran KHS bervariasi, pada T1 gambarannya dapat berupa iso
atau hyperintens disekitar hepar atau pun hiperintens yang dikarenakan lemak
intratumor atau menurunnya intensitas disekitar hepar. Pada T1 C+ penyengatan
terjadi pada arterial phase, washout cepat yang menjadi hypointens pada sisa hati
yang dikarenakan pasokan darah untuk KHS didominasi arteri hepatica bukan dari
vena porta. Biasanya dapat terjadi rim enhancement (kapsul).
Gambar 26. Kenaikan interval dalam ukuran lesi hepar disertai pertumbuhan lesi baru HCC
27
Gambar 27. Selected MR images demonstrate heterogeneous enhancing lesion. Note that the
peripheral components on the right side of the mass demonstrate more characteristic early arterial
enhancement with washout, becoming hypointense c.f to the remainder of the liver. The central
non-enhancing component remained non enhancing even in further delayed post contrast phases.
Rim enhancement, which is more obvious in delayed images.
28
III.
KESIMPULAN
Banyak modalitas pencitraan yang dapat dipakai dalam usaha mendeteksi dan
mendiagnosis berbagai kelainan patologis pada hati, mulai dari yang paling
sederhana seperti foto polos, sampai yang tercanggih seperti Computed
Tomography Scan (CT- Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Demikian
pula dari yang paling tidak invasive seperti Ultrasonografi (USG), sampai yang
paling invasif seperti angiografi.
Walaupun USG B-mode (hitam putih) masih mempunyai nilai akurasi yang
cukup tinggi untuk deteksi berbagai kelainan hati yang sering dijumpai di klinik,
modalitas ini belum mepunyai nilai akurasi diagnosis yang tinggi jika tidak
digabung dengan teknik usg Doppler berwarna atau power Doppler. Oleh karena
itu USG B-mode sebaiknya digunakan bersama sama dengan sarana diagnosis
pencitraan lainnya, seperti tomography computer, MRI, dan angiografi.
USG menawarkan keringanan dari segi ekonomi, kemudahan teknik, dan
merupakan tindakan non invasive yang unggul sebagai alat screening. Namun
demikian, CT-Scan dan MRI sering merupakan pemeriksaan lanjutan bila USG
kurang memberi informasi dan memerlukan informasi lebih luas dari organ
sekitarnya.
Dibandingkan dengan MRI, penggunaan CT-SCAN lebih mudah untuk pasien
karena pemeriksaan ini tidak membutuhkan kooperasi pasien yang tinggi, waktu
pemeriksaan lebih cepat, dengan multi slice CT hanya membutuhkan beberapa
detik ( one breath hold ), dan resolusi gambar lebih baik. Penggunaan kontras
iodium memberi informasi kontras enhancement (penyengatan kontras) yang
sudah biasa dikenal para ahli radiologi.
Kelemahan CT-scan dibandingkan dengan MRI hanya pada pengunaan
kontras iodium, yang pada sebagian kecil pasien dapat menimbulkan reaksi alergi,
serta penggunaan radiasi yang membuat pemeriksaan CT-Scan tidak dianjurkan
pada wanita hamil dan tidak etis dan tidak tepat untuk diulan ulang dalam waktu
singkat. Penggunaan CT- Scan pada kasus control ulang serta anak kecil harus
mempertimbangkan indikasi yang kuat.
MRI merupakan alat diagnosis imaging yang bersifat non radiasi yang aman.
Cara ini dipergunakan untuk control atau pemeriksaan berulan ulang, tetapi saat
ini MRI belum merupakan standart pencitraan hati karena perkembangan MRI
masih terus berlangsung untuk body imaging. Untuk mencapai resolusi yang
tinggi mendekati resolusi CT scan hati dibutuhkan MRI dengan gradient dan slow
rate yang tinggi serta body coil yang sempurna untuk body imaging. Disamping
29
itu, tebal potongan MRI saat ini belum dapat mengungguli ketipisan potongan CTscan yang sudah mencapai tebal 0.625 mm. pada tahun 2005, MRI mulai
meningkatkan kemampuannya untuk body imaging sehingga saat ini belum
banyak rumah sakit yang memiliki tipe alat MRI yang ideal untuk alat pencitraan
hati. Disamping itu, pemeriksaan MRI memerlukan waktu yang lebih lama dan
kooperasi pasien yang lebih tinggi. Kelemahan lain dari MRI adalah bentuk
lubang yang panjang dan sempit yang membuat sebagian kecil pasien mengalami
klaustrophobia.
Pemeriksaan MRI mampu memperlihatkan kontras jaringan lunak yang sangat
baik, tanpa paparan radiasi dan memakai zat kontras gadolinium yang aman. Zat
contrast dengan basis gadolinium mempunyai reaksi anafilaktik yang sangat
rendah dan dapat aman digunakan pada pasien insufisiensi ginjal. Masalah utama
MRI abdomen adalah pergerakan pulsatile jantung atau gerakan peristaltic usus
dan pernafasan yang dapat menurunkan kualitas gambar. Dibandingkan dengan
CT scan , MRI memberikan gambaran massa hati lebih superior.
DAFTAR PUSTAKA
30
31
32