Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Eritroderma atau dermatitis eksfoliatif merupakan penyakit yang


dikarakteristikan oleh eritema dan kulit bersisik yang meliputi lebih dari 90%
permukaan tubuh (Okuduwa, 2009). Dermatitis eksfoliatif yang diinduksi oleh
obat merupakan sekumpulan reaksi hipersensitivitas obat yang jarang dan berat,
yang meliputi kulit dan biasanya terjadi beberapa hari atau minggu setelah
paparan obat (Yacoub, 2016)

Insidensi eritroderma sangat bervariasi mulaidari 0,9 sampai 70 orang


dalam 100.000 penduduk. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita
namun paling sering pada pria dengan rasio 2:1 sampai 4:1, dengan onset usia
rata-rata lebih dari 40 tahun (Umar, 2016). Eritroderma muncul pada 8% kasus
alergi obat (Thong, 2011). Eritroderma akibat erupsi obat lebih sering terjadi pada
anak dan dewasa tetapi jarang pada bayi (Siegfried, 2015).

Eritroderma disebabkan oleh banyak etiologi seperti perluasan penyakit


kulit lain, alergi obat, penyakit sistemik maupun idiopatik (Jadotte, 2015.) Hingga
saat ini patogenesis eritroderma masih belum jelas. Secara umum patofisiologi
eritroderma apapun penyebabnyaadalah sama. Pada eritroderma terjadi
peningkatan pergantian sel epidermis sehingga waktu transit yang diperlukan
keratinosit untuk melewati epidermis semakin pendek. Selain itu, terjadi
peningkatan sirkulasi epidermis, dermis dan peningkatan permeabilitas vaskuler
pada eritroderma (Sofyan, 2013)

Eritroderma secara klinis digambarkan dengan eritema luas, skuama,


pruritus dan lesi primernya biasanya sulit ditentukan (Fitzpatrick's, 2011).
Peradangan kulit yang begitu luas pada eritroderma merupakan salah satu
penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini semakin meningkat bila
diderita oleh penderita dengan usia yang sangat muda atau pada usia lanjut.
Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi
yang kronik.

1
Pasien dengan eritroderma umumnya memerlukan perawatan di rumah
sakit karena memerlukan pemantauan seluruh fungsi tubuhnya. Prinsip utama
dalam menatalaksanaeritroderma adalah mempertahankan kelembaban kulit,
menghindari garukan, menghindari faktor pencetus, penggunaan steroid dan
menangani penyebab serta komplikasinya (Umar, 2016). Laporan kasus ini
menjelaskan tentang eritroderma et causa erupsi obat pada wanita berusia 50
tahun dan penatalaksanaannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (red = merah) dan
derma, dermatos (skin = kulit), merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan
eritema mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai
skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada
eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena
bercampur dengan hiperpigmentasi. Bila eritema mencangkup antara 50% - 90%
maka sering dinamai pre-eritroderma.
Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya gambaran kemerahan yang
bersifat universal atau yang mencakup 90% permukaan tubuh diakibatkan oleh
pelebaran pembuluh darah pada kulit atau yang sering disebut eritema. Keadaan
tersebut berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma meskiupun
tidak begitu tepat karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan gambaran
penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus eritroderma umumnya terdapat
kelainan kulit yang ada sebelumnya misalnya psoriasis atau dermatitis atopik
(Djuanda, 2010).

II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan lebih dari setengah
kasus dari eritroderma. Seperti yang telah disebutkan bahwa pasien dengan
eritroderma bukan pasien yang sering ditemukan namun disadari adanya
peningkat jumlah pasien hari demi hari. Dengan penyebab utama ialah psoriasis
yang meluas oleh sebab itu insidensi meningkat seiring dengan insidensi psoriasis.
Identifikasi psoriasis mendasari penyakit eritroderma lebih dari seperempat kasus
didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah psoriasis berat.
(Djuanda, 2010 ; Fitzpatrick's, 2011)

3
Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita, namun paling sering
pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun,
meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Anak-anak bisa menderita
eritroderma lebih sering diakibatkan oleh alergi terhadap obat. Alergi terhadap
obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat
secara tradisional (Djuanda, 2010; Umar, 2018)

III. ETIOLOGI

Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat


sekarang semua eritroderma memiliki penyebab dasarnya, sehingga eritroderma
selalu sekunder. Eritroderma dapat disebabkan oleh 3 hal yang sudah diketahui
hingga saat ini yaitu:
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Diperlukan anamnesis yang teliti untuk memastikan bahwa alergi
obat yang terjadi secara sistemik ialah proses masuknya obat kedalam
tubuh dengan cara apapun termasuk melalui mulut, hidung, suntikan/infus,
rectum maupun vagina.
Keadaan ini banyak ditemukan pada anak hingga dewasa muda.
Obat yang dapat menyebabkan eritroderma adalah obat yang mengandung
arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturate. Pada
beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena pengobatan
sendiri dan pengobatan secara tradisional. Waktu mulainya obat ke dalam
tubuh hingga timbul penyakit bervariasi, dapat segera sampai 2 minggu.
Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk
lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh, diduga sebagai penyebabnya
ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi (Djuanda, 2010 ;
Fitzpatrick's, 2011)
2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit.
Eritroderma yang disebabkan oleh penyakit kulit lain, merupakan
penyebab eritroderma yang paling banyak ditemukan dan tersering
disebabkan oleh penyakit :

4
a) Psoriasis
Psoriasis dapat menjadi eritroderma disebabkan oleh 2 hal
yaitu oleh perkembangan penyakit psoriasis itu sendiri maupun
akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat. Oleh sebab itu perlu
dianamnesis dengan jelas riwayat penyakit psoriasis dan
pengobatan yang sudah dilakukan.
b) Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik yang dimaksud ialah dermatitis
seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga
dikenal sebagai penyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum.
Etiologinya belum diketahui pasti namun diduga disebakan oleh
dermatitis seboroika yang meluas. Usia penderita berkisar 4-20
minggu. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah
ptiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus, dermatitis atopic dan
liken planus (Djuanda, 2010; Siregar, 2004, Fitzpatrick's, 2011)
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal
hingga keganasan dapat memberikan kelainan kulit berupa eritroderma.
Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan
akibat perluasan penyakit kulit lain harus dicari penyebabnya, yang berarti
perlu pemeriksaan menyeluruh termasuk pemeriksaan laboratorium dan
foto toraks, untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam atau
infeksi fokal dan mencari kemungkinan adanya keganasan.
Adanyaleukositosis tanpa ditemukan penyebabnya, menunjukan adanya
infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati
(Djuanda, 2010).
Termasuk didalamnya ialah sindrom sezary yaitu suatu limfoma
yang belum diketahui penyebabnya ada yang menduga bahwa ini
berhubungan dengan stadium dini mikosis fungoides. Diduga juga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukan ke dalam
CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang ialah orang dewasa,
pria berkisar usia 64 tahun dan wanita berkisar 53 tahun. Sindrom ini

5
ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai
skuama dan rasa sangat gatal.
Pada sepertiga atau setengah dari pasien didapat splenomegaly,
limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis
palmaris dan plantasis, serta kuku yang distrofik.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat sel yang khas berupa sel
limfosit atipik yang disebut sel sezary. Dapat disebut sindrom sezary jika
jumlah sel sezary yang beredar 1000/m3 atau lebih atau melebihi 10% sel
yang beredar. Jika jumlah sel dibawah 1000/mm3 maka disebut sindrom
pre-sezary.

IV. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Dapat


diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan, perluasan
penyakit kulit dan penyakit sistemik menyebabkan tubuh bereaksi berupa
pelebaran pembuluh darah kapiler yang menyebabkan eritema yang universal.
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien
merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung.
Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan
yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,
kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas
menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme
basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme
basal.

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih


sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein (hipoproteinemia) dengan
berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama
gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.

6
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang
telah berlangsung berbulan-bulan, dapat terjadi perburukan keadaan umum yang
progresif (Djuanda, 2010).

Pathogenesis eritroderma mungkin berkaitan dengan pathogenesis


penyakit yang mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang
menjadi eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah
sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru dicurigai adanya hubungan
imunopatogenesis infeksi disebabkan oleh kolonisasi Staphylococcus aureus dan
toksin yang dihasilkan ( Fitzpatrick's, 2011).

V. GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang dimunculkan pada ertirodermal dapat berbeda-beda


berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya eritroderma. Namun secara garis
besar memiliki gejala umum berupa pasien sering mengeluh kedinginan.
Kedinginan terjadi karena vasodilatasi pembuluh darah kulit sehinggan
kehilangan panas tubuh dan rusaknya pengendalian regulasi suhu tubuh yang
menghilang, sehingga sebagai kompensasi, sekujur tubuh pasien menggigil untuk
dapat menimbulkan panas metabolik.

Kelainan kulit yang tampak secara umumnya timbul bercak eritema yang
dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus
dimulai dari daerah lipatan, hingga menyeluruh.Bila kulit kepala sudah terkena,
dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi
limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di
daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan
kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas,
kering dan kalau diraba tebal.

Pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat kelainan kulit dapat
juga mengenai membrane mukosa. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10
hari. Pada mulanya kulit hanya eritema universal terutama pada saat akut, setelah
mencapai fase penyembuhan barulah timbul skuama.

7
Gambar 1. Eritroderma Akibat Obat
Eritroderma yang terjadi akibat perluasan penyakit kulit lainnya
diantaranya psoriasis maka tanda khasnya akan menghilang. Akan menimbulkan
gejala awalnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
terjadinya psoriasis ditemukan kelainan kulit lebih eritematosa dan agak meninggi
dari pada sekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal.

Gambar 2. Eritroderma psoriasis


Eritroderma yang disebabkan dermatitis seboroik pada bayi (penyakit
Leiner) memberikan gejala klinisyang keadaan umumnya baik tanpa keluhan dan
gambaran kelainan kulit berupa eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama
yang kasar.

8
Gambar 3.Eritroderma akibat Dermatitis seboroik
Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan seperti yang
sudah dijelaskan pada etiologi termasuk dalam golongan ini adalah sindrom
Sezary. Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang
universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat infiltrat pada
kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah pada pasien didapati
splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis
palmaris et plantaris, serta kuku yang distrofik. (Djuanda, 2010 ; Siregar, 2004)

9
Gambar 4. Sindrom Sezary

Gambar 5. Mikosis Fungoides


VI. DIAGNOSIS

Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran


klinis, dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu
menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini
merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang
seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminology, dermatologi, morfologi

10
serta diagnosis banding. Pengobatannya disesuaikan dengan diagnosis penyakit
yang mendasarinya, dengan tetap memperhatikan keadaan umum seperti
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuhm memperbaiki hipoalbumin dan
anemia, serta pengendalian infeksi sekunder.

Diagnosis ditegakkan ditegakan berdasarkan adanya eritema yang


universal dapat disertai dan tidak oleh skuama halus, karena harus melihat dari
tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan
dan perubahan kuku pada psoriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala,
biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL.
likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan hiperkeratotik skala besar kulit kepala,
biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan
pitiriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya
dapat menegakkan diagnosis.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan karena penyakit eritroderma pada
dasarnya dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan dapat mengakibatkan
komplikasi sistemik. Pada eritroderma terjadilah eritema yang berarti pelebaran
pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan penguapan yang dapat
mengakibatkan dehidrasi. Kehilangan skuama yang dapat mencapai 9 gram/m2
pada permukaan kulit mengakibatkan kehilangan protein. Sehingga pada
pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
relative gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut
meningkat dan leukositosis
2. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada kebanyakan pasien dengan eritroderma
dapat membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma sampai dengan 50%
kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat
dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis

11
menonjol, sehingga terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan
perpanjangan rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti
bandlike limfoid infiltrate di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform
mononuclear atipikal dan Pautrier’s microabscesses. Pada pasien dengan
Sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Biopsi pada
kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis
bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom Sezary, jika jumlah sel
Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar.
Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary.
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan
gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis
papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada
pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga ditemukan. Pada eritroderma
ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang
dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya (Djuanda, 2010 ;
Fitzpatrick's, 2011)

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Ada beberapa diagnosis banding pada eritroderma:


1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik
pada keluarga asma bronkial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi
di antara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan
dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena
alergi inhalasi (Sen, 2016). Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang
mungkin terjadi pada usia berapa pun, tetapi biasanya timbul sebelum usia
5 tahun. Biasanya ada tiga tahap: balita, anak-anak, dan dewasa.

12
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada
orang dewasa di mana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-
existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis,
sendangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis
variabel, derma eosinofil dan parakeratosis (Siregar, 2004).

Gambar 6. Dermatitis atopik


2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.
Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk
psoriasi tidak tampak lagi karena dapat menghilang, plak-plak psoriasis
menyatu, eritema dan skuama tebal universal.Psoriasis mungkin menjadi
eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat
dihambat atau sangat cepat. Faktor genetic berperan. Bila orangtuanya
tidak menderita psoriasi, resiko mendapat psoriasi 12%, sedangkan jika
salah seorang orang tuanya menderita psoriasis, resikonya mencapai 34-
39%.
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner (Djuanda, 2010 ; Umar,
2018)

13
Gambar 7. Psoriasis
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai
dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40
tahun (Sen, 2016). Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki dari
pada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan
lemak dan minum alkohol (Djuanda, 2010)
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur.
Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe).
Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak
pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. (Djuanda, 2010)

14
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis
yang meningkat seperti pada psoriasi. Hal ini dapat menerangkan mengapa
terapi dengan sitostisk dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah
mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, atau defisiensi
imun.

Gambar 8. Dermatitis seboroik

IX. PENATALAKSANAAN

Secara teori, penatalaksanaan eritroderma dapat dibagi menjadi lini


pertama dan lini kedua. Lini pertama berisi tentang penatalaksanaan secara umum
sedangkan lini kedua adalah penatalaksanaan khusus setelah etiologi ditegakkan.
Secara ringkas, tabel 1 dapat menjelaskan terapi yang diberikan pada eritroderma
(Wolff K, 2008)

15
Prinsip utama penatalaksanaan eritroderma adalah mempertahankan
kelembaban kulit, menghindari garukan, menghindari faktor pencetus,
penggunaan steroid dan menangani penyebab serta komplikasinya. Idealnya,
pasien eritroderma dengan penyebab apapun harus dirawat di rumah sakit. Hal ini
disebabkan karena eritroderma memerlukan pemantauan seluruh fungsi tubuh
seperti nutrisi, protein,keseimbangan elektrolit, status sirkulasi dan suhu tubuh
(Umar, 2018; Sofyan, 2013; Fitzpatrick's, 2011)

Tabel 1. Penatalaksanaan Eritroderma

X. KOMPLIKASI

Komplikasi pada eritroderma bisa berupa komplikasi yang ringan hingga


berat. Komplikasi dapat terjadi pada banyak sistem organ selain epidermis dan
dermis. Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan
extrarenal water lostkarena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit yang
rusak. Peningkatan extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas tubuh
yang menyebabkan hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan
dehidrasi.Respon tubuh terhadap dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output,
yang bila terus berlanjut akan menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi

16
klinis seperti takikardia, sesak, dan edema.Oleh karena itu evaluasi terhadap
balans cairan sangatlah penting pada pasien eritroderma

Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari


ketidakseimbangan elektrolit, edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot.
Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan alopesia, palmoplantar
keratoderma, kelainan pada kuku ektropion, hingga perburukan keadaan umum
yang progresif.

Komplikasi yang harus lebih diperhatikann ialah komplikasi sistemik


akibat eritroderma seperti hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan dan
albumin, dengan takikardia dan kelainan jantung harus mendapatkan perawatan
yang serius. (Djuanda, 2010; Umar, 2018; Fitzpatrick's, 2011)

XI. PROGNOSIS

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang


mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan
obat dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini ialah
yang tercepat dibandingkan dengan golongan yang lain.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami
ketergantungan kortikosteroid (corticosteroid dependence). (Djuanda, 2010)
Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan,
tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak
terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai dengan
kondisi yang lemah (Sen, 2016)

17
BAB III

LAPORAN KASUS

Ny P, usia 50 tahun, agama islam, sudah menikah , tingal di paringin


Kalimantan Selatan datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Balangan pada
tanggal 4 Oktober 2018 dengan keluhan bercak kemerahan diseluruh tubuhnya
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya dua hari yang lalu muncul bercak kemerahan dikepala. Bercak
tersebut, makin lama semakin menyebar keseluruh tubuh. Bercak merah tersebut
kemudian terasa panas dan gatal. Semakin lama, bercak kemerahan, panas dan
gatal dirasa semakin bertambah sampai megganggu aktivitas sehari- hari pasien.
Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari, bertambah merah, panas. Pasien
juga sering menggaruk- nggaruk badanya. Selain itu, pasien juga mengeluh
seluruh tubuh pecah- pecah, bersisik mengelupas terasa perih, kaki dan tangan
terasa kaku. Kadang pasien juga menggigil, 1 minggu sebelumnya pasien post op
katarak dan diberi obat sefadroxil diminum selama 5 hari dan sudah berhenti
semenjak 2 hari smrs. Untuk mengurangi keluhannya pasien belum
mengkonsumsi obat apapun.
Pada pemeriksaan di UGD di dapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, lemas dan kesdaran composmentis. tanda tanda vital tekanan darah
180/90 mmHg, nadi 126 kali permenit, pernafasan 26 kali permenit, dan suhu
aksiler 38 derajat celcius. Tidak diidapatkan konjungtiva anemis dan sklera
ikterik. Didapatkan pembesaran pada pemeriksaan leher yang dicurigai ke arah
hipertiroid. Dinding thorax terlihat simetris, dengan pola nafas normal, vesikuler
tidak didapatkan rhonki ataupun wheezing pada auskultasi thorax. Abdomen
terlihat datar, bising usus dalam batas normal, pada perkusi abdomen didapatkan
hasil dalam batas normal, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba membesar, tidak
teraba massa, dan tidak terdapat nyeri tekan epigastrium. Pada ekstremitas tidak
terlihat adanya edema dengan perabaan akral hangat dan CRT 2 detik.tetapi pada
pemeriksaan dermatology didapatkan makula eritema generalisata yang disertai
skuama tipis pada hampir seluruh bagian tubuh ( regio capitis, regio fasialis, regio

18
coli anterior dan posterior, trunkus anterior dan posterior, serta pada ke empat
ekstremitas)
Kemudiaan pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium pada saat di
UGD berupa gula darah sewaktu dengan hasil 259 mg/dL dan TSH 1.84 uIU/ml. .
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut maka pasien ini awalnya di diagnosis sebagai eritroderma et causa suspek
drug eruption (cefadroxil) dan hipertensi serta diberikan terapi berupa infus
asering 20 tetes per menit, injeksi methylprednisolon 3x 62.5 mg, injeksi
dipenhidramin 2x1 ampul, ineksi pantoprazole 1x40 mg, propanolol tablet 3x10
mg, amlodipin 1x5mg
Pada pemeriksaan perawatan hari pertama pasien pukul 06.00 pasien
mengeluhkan seluruh tubuh masih terasa gatal, panas serta kemerahan dan
bersisik pada kulit masih ada. tanda tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
81 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit, suhu 36.7 derajat celcius. Pasien
mengaku mempunyai riwayat diabetes tetapi lupa nama obat yang dikonsumsi.
pasien belum memakai insulin injeksi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan perawatan hari pertama pasien maka
diagnosis pasien bertambah menjadi eritroderma et causa drug eruption
(cefadroxil) dengan hipertensi dan diaetes tipe 2. kemudian diberikan terapi infus
asering 20 tetes per menit, injeksi methylprednisolon 3x 62.5 mg, injeksi
dipenhidramin 2x1 ampul, ineksi pantoprazole 1x40 mg, injeksi intra muskular
novorapid 3x6 internasional unit, propanolol tablet 3x10 mg, amlodipin 1x5mg.

19
Pada pemeriksaan hari kedua keluhan gatal pada kulit sudah berkurang
tetapi kemerahan dan kulit bersisik masih banyak, tanda tanda vital dalam batas
normal, tetapi pada pemeriksaan gula darah sewaktu hari kedua didapatkan hasil
453 mg/dL sehingga diberikan tambahan terapi berupa injeksi intramuskular
levemir 1 x 12 dan dosis injeksi intramuskular novorapid yang awalnya 3 x 6
internasional unit menjadi 3x8 internasional unit .pemberian methylprednisolon
pada hari kedua perawatan juga dikurangi dari semula 3 x 62.5 mg menjadi 2 x
62.5 mg dengan tujuan tappering off.

20
Pada pemeriksaan hari ketiga keluhan gatal pada kulit masih ada tetapi
sudah berkurang dibandingkan dengan hari kedua, kemerahan dan kulit bersisik
juga masih dirasakan, tanda tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan
gula darah sewaktu hari ketiga didapatkan hasil 252 mg/dL sehingga diberikan
tambahan terapi berupa injeksi intramuskular levemir 1 x 12 internasional
unit.pemberian methylprednisolon pada hari kedua perawatan juga dikurangi dari
semula 2 x 62.5 mg menjadi 1 x 62.5 mg dengan tujuan tappering off.
Pada hari keempat keluhan gatal pada kulit sudah jauh berkurang
dibandingkan dengan pertama kali masuk rumah sakit, kemerahan pada kulit juga
sudah jauh berkurang dibandingkan sebelum masuk rumah sakit, tetapi kulit
pasien banyak yang terkelupas, tanda tanda vital dalam batas normal, sehingga
pasien sudah boleh pulang dengan obat pulang cefixime 2 x 1 gram, glimepirid 1
x 2 mg, vitamin c 2 x 1 tablet, propanolol 2 x 100 mg, amlodipin 1 x 5 mg
Pada kasus, diberikan edukasi agar tidak meminum antibiotik jenis
sefalosporin seperti cefadroxil dan turunannya, edukasi untuk menghindari
menyentuh atau menggaruk lesi karena dapat menimbulkan infeksi sekunder, dan
edukasi agar menggunakan sabun yang tidak menimbulkan iritasi seperti sabun
bayi.

21
22
BAB IV

PEMBAHASAN

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/


hampir seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama yang bersifat generalisata.
Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria, terutama pada usia rata-rata 40-60
tahun. Penyebab tersering eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit
sebelumnya, reaksi obat, alergi obat, dan akibat penyakit sistemik termasuk
keganasan.
Pada kasus ini didapatkan gambaran eritema pada hampir seluruh bagian
tubuh yang bisa dikatakan generalisata yang disertai dengan skuama yang juga di
dapatkan pada hampir seluruh bagian tubuh sesuai dengan definisinya maka kasus
ini bisa di diagnosa dengan eritroderma. Diagnosis banding kasus ini adalah
eritroderma et causa psoriasis. Eritroderma et causa psoriasis dapat disebabkan
oleh karena pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri
yang meluas. Jika pada eritroderma psoriasis, gambaran psoriasis sudah tidak khas
lagi karena dapat menghilang akibat plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan
skuama tebal pada hampir seluruh tubuh. Selain itu, eritroderma psoriasis
berhubungan erat dengan faktor genetik. Tetapi pada kasus ini, diagnosis banding
eritroderma et causa psoriasis dapat disingkirkan karena tidak terdapat riwayat
penyakit kulit lain sebelumnya dan tidak adanya riwayat penyakit kulit psoriasis
pada keluarga pasien. Sehingga pada kasus ini dapat di diagnosa eritroderma et
causa drug eruption karena adanya riwayat minum obat sebelumnya,dan pasien
tidak mengetahui riwayat alergi obat sebelumnya.

Penatalaksanaan eritroderma yaitu dengan pemberian kortikosteroid dan


pengobatan topikal dengan pemberian emolien serta pemberian terapi
simptomatik dan supportif lainnya seperti cairan dan perawatan di ruangan yang
hangat. pada pasien ini diberikan terapi berupa infus asering 20 tetes per menit,
injeksi methylprednisolon 3x 62.5 mg secara tappering off, injeksi dipenhidramin
2x1 ampul, ineksi pantoprazole 1x40 mg, propanolol tablet 3x10 mg, amlodipin
1x5mg, saat pulang pasien diberi cefixime 2 x 200mg, glimepirid 1 x 2 mg,
vitamin c 2 x 1 tablet, propanolol 2 x 100 mg, amlodipin 1 x 5 mg.

23
Prognosis pada eritroderma tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
Eritroderma yang disebabkan oleh erupsi alergi obat memiliki prognosis yang
cenderung lebih baik bila obat penyebabnya diketahui dan dihentikan
pengkonsumsiannya. Pada kasus ini pasien mengalami reaksi alergi yang
disebabkan oleh obat yang dicurigai adalah antibiotik. Sayangnya, hal ini belum
dapat dipastikan karena memerlukan pemeriksaan tes alergi. Tes alergi ini baru
dapat dilakukan setelah pasien sembuh dan tidak sedang mengkonsumsi obat
antialergi. Setelah obat penyebab eritroderma pada pasien diketahui dan
dihentikan pengkonsumsiannya, pasien memiliki prognosis yang baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.

Umar SH, Kelly AP. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis) [internet].


USA: Medscape; 2016 [disitasi pada 27 Desember 2017]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview#showall

Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2004.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th eds. New York: McGraw Hill,
2001.

Sen A, Chowdhury S, Poddar I, Bandyopadhyay D. Inpatient dermatology:


Characteristics of patients and admissions in a tertiary level hospital in Eastern
India. Indian J Dermatol [serial online] 2016 [disitasi 2018 Dec 27];61:561-4.
Available from: http://www.e-ijd.org/text.asp?2016/61/5/561/190104

Thong BYH, Tan TC. Epidemiology and risk factors for drug allergy. Br J Clin
Pharmacol. 2011; 71(5): 684-700.

Siegfried EC, Hebert AA. Diagnosis of atopic dermatitis: mimics, overlaps, and
complications. J Clin Med. 2015; 4(5): 884-917.

Jadotte YT, Schwartz RA, Karimkhani C, Boyers LN,Patel SS. Drug eruptions
and erythroderma. Dalam: Hall JC, Hall BJ.Cutaneous drug eruptions:
diagnosis, histopathology and therapy.London:Springer-Verlag; 2015. hlm.
251-8.

Sofyan A, Rahmah SN, Madjid A. Erythroderma caused drug allergies. IJDV.


2013; 1(4):27-33.

25

Anda mungkin juga menyukai