Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Kortasio aorta adalah anomali jantung dengan karakteristik penyempitan


pada aorta yang menyebabkan penyumbatan aliran darah. Konsekuensi dari
penyumbatan ini berupa hipoplasia lengkung aorta. Penyempitan biasanya terletak
pada aortic isthmus, antara arteri subklavia kiri dan duktus arteriosus.1
Penyebab koarktasio aorta bersifat multifaktorial yang diduga disebabkan
oleh mutasi pada gen atau kromosom.2 Beberapa faktor predesposisi yang dapat
meningkatkan risiko seorang bayi menderita koarktasio aorta yaitu (1) memilliki
kelainan pada jantung, seperti: patent ductus arteriosus, adanya lubang di antara
dinding sekat jantung, atau penyakit katup bikuspidalis jantung, (2) memiliki
kondisi genetik tertentu, misalnya sindrom Turner dan (3) faktor sang ibu, seperti
paparan bahan tertentu dari lingkungan pada ibu hamil, serta makanan, minuman
atau obat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan.2
Koarktasio aorta merupakan 2-7% dari penyakit jantung bawaan dengan
insidensi 0,3-0,4 tiap 1000 kelahiran hidup. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:1, tetapi pada koarktasio aorta abdominal, perempuan memiliki
resiko lebih tinggi.
Perjalanan penyakit dari terjadinya kortasio aorta bergantung pada derajat
obstruksi, kecepatan progresi, patensi dari duktus arteriosus, resistensi dari
pembuluh pulmoner dan anomali dari aorta. Pada kasus kortasio aorta yang parah,
akan terjadi suatu afterload atau beban pada ductus arteriosus yang menutup. Hal
ini mengakibatkan tekanan sistolik dan diastolik pada ventrikel kiri meningkat,
diikuti dengan peningkatan tekanan pada atrium kiri dan dilatasi pada ruang jantung
bagian kanan bila foramen ovale terbuka. Namun bila foramen ovale tertutup,
tekanan pulmoner meningkat dan dilatasi ventrikel kanan disertai adanya hipertrofi
bagian tersebut. Gagal jantung dan shock cardiogenic dapat terjadi pada koarktasio
aorta yang parah dan adanya anomali jantung.3
Prognosis dari koarktasio aorta yang tidak mendapat sebuah penanganan
maupun pengobatan memiliki prognosis yang buruk, rata-rata pasien bertahan
hidup hanya sampai umur 31 tahun dan rata-rata ada yang meninggal saat berusia

1
20 tahun.4 Sedangkan pada pasien yang sudah mendapatkan operasi perbaikan pada
koarktasio aorta memiliki prognosis yang baik namun harus tetap dijaga seperti
kontrol hipertensi, pemantauan lanjutan untuk obstruksi yang berulang, dan
perawatan lanjutan.5
Berdasarkan latar belakang tersebut pada student project ini akan dibahas
lebih mendalam mengenai penyakit kortasio aorta terutama dalam penegakan
diagnosis dan tata laksana penanganan penyakitnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Koarktasi aorta pertama kali dideskripsikan oleh Morgagni pada tahun 1760.6
AoC adalah anomali jantung dengan karakteristik penyempitan pada aorta yang
menyebabkan penyumbatan aliran darah. Konsekuensi dari penyumbatan ini berupa
hipoplasia lengkung aorta. Penyempitan biasanya terletak pada aortic isthmus,
antara arteri subklavia kiri dan duktus arteriosus.7

Gambar 1. Ilustrasi dari AoC

2.2 Epidemiologi
Koarktasio aorta merupakan 2-7% dari penyakit jantung bawaan dengan
insidensi 0,3-0,4 tiap 1000 kelahiran hidup. Ras tidak berpengaruh terhadap
prevalensi koarktasio aorta.5
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1, tetapi pada
koarktasio aorta abdominal, perempuan memiliki resiko lebih tinggi. Sekitar 90%
kematian akibat koarktasio aorta yang tidak dikoreksi terjadi pada usia 50 tahun
dengan usia rata-rata 35 tahun. Kematian disebabkan oleh gagal jantung, ruptur
aorta, endokarditis infektif,dan perdarahan intracranial. Koarktasio aorta juga

3
sering berhubungan dengan kelainan jantung lainnya, dan berhubungan dengan
beberapa sindrom kompleks seperti sindrom Shone, sindrom Turner, sindrom
Digeorge, sindrom hipoplasia jantung kiri (HPLS), dan pada sindrom Kabuki.6
Sebagian besar kasus sporadis dan keterlibatan genetik hanya ditemukan pada
10-15% yaitu pada sindrom Turner (45,X), sindrom phenilketonuria maternal, dan
sindrom Kabuki.6
2.3 Etiologi
Koarktasio aorta merupakan salah satu penyakit jantung bawaan yang
penyebab kelainannya belum diketahui secara pasti. Penyebab koarktasio aorta
bersifat multifaktorial yang diduga disebabkan oleh mutasi pada gen
atau kromosom.2 Beberapa faktor predesposisi yang dapat meningkatkan risiko
seorang bayi menderita koarktasio aorta yaitu (1) memilliki kelainan pada jantung,
seperti: patent ductus arteriosus, adanya lubang di antara dinding sekat jantung,
atau penyakit katup bikuspidalis jantung, (2) memiliki kondisi genetik tertentu,
misalnya sindrom Turner dan (3) faktor sang ibu, seperti paparan bahan tertentu
dari lingkungan pada ibu hamil, serta makanan, minuman atau obat yang
dikonsumsi ibu saat kehamilan. Koarktasio aorta juga dapat timbul bukan karena
penyakit jantung bawaan, namun kasus ini jarang. Arteritis Takayasu dan
aterosklerosis adalah keadaan yang dapat mengakibatkan koarktasio aorta saat
dewasa.
Terdapat dua hipotesis yang sering dikemukakan mengenai etiologi dari
koarktasio yaitu teori jaringan duktus (ductal tissue theory) dan reducedflow
theory.8
a. Teori jaringan duktal (Ductal tissue theory)
Jaringan duktus arteriosus menginvasi aorta desenden pada distal dari istmus
aorta. Ketika duktus arterious kontriksi atau menyempit, maka terjadilah koartatio
aorta. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa koarktasio neontus terjadi hanya
setelah penutupan duktus arteriosus (tipe infantil), dan biasanya memiliki gejala
yang lebih berat. Obstruksi terlihat sebagai sebuah lekukan (posterior shelf) pada
sisi postero-lateral aorta descenden pada lokasi yang berlawanan dengan perlekatan
duktus arteriosus. Namun teori ini gagal menerangkan kejadian koarktasio aorta
pada beberapa tempat lainnya.8

4
b. Teori Reduced-flow
Pada teori ini, defek terbentuk sekunder akibat gangguan hemodinamik yaitu
aliran yang berkurang pada lokasi yang terkena. Pada fetus yang normal, ventrikel
kiri mengkontraksikan 30% dari kombinasi output ventrikel namun istmus aorta
yaitu proksimal aorta descenden antara LSCA (Left Subclavian artery) dan PDA
hanya menerima 10%, menyebabkan diameter yang lebih kecil daripada aorta
descenden. Jika kemudian aliran ventrikel kiri berkurang, maka penyempitan lebih
lanjut dari istmus kembali terjadi. Teori ini menerangkan hubungannya dengan tipe
obstruksi ventrikel kiri lainnya. Penelitian oleh Fishman dkk. mendukung teori ini,
model biri-biri dari sindrom hipoplastik ventrikel kiri (HPLS) dan stenosis aorta
kongenital dilakukan dengan mempengaruhi pre dan after load dari ventrikel kiri.
Preload yang normal menghasilkan dari pertumbuhan ventrikel kiri namun
mengikat aorta ascenden menyebabkan katup aorta stenosis hipoplasia dan sangat
tebal menyebabkan ventrikel kiri mengecil. Akhir-akhir ini Loscalzo
memperlihatkan hubungan antara limfedema dan koarktasio aorta pada sindrom
Turner, ketika terjadi obstruksi limfatik jugular pada fetus menekan dan
mengurangi aliran ke aorta ascenden, menyebabkan beberapa lesi obstruksi
ventrikel kiri meliputi kaorta, katup aorta bikuspid, dan HLHS.8
2.4 Patofisiologi
Pada neonatus, patofisiologi terjadinya koarktasio aorta bergantung pada
derajat obstruksi, kecepatan progresi, patensi dari duktus arteriosus, resistensi dari
pembuluh pulmoner dan anomali dari aorta. Pada kasus CoA yang parah, akan
terjadi suatu afterload atau beban pada ductus arteriosus yang menutup. Hal ini
mengakibatkan tekanan sistolik dan diastolik pada ventrikel kiri meningkat, diikuti
dengan peningkatan tekanan pada atrium kiri dan dilatasi pada ruang jantung bagian
kanan bila foramen ovale terbuka. Namun bila foramen ovale tertutup, tekanan
pulmoner meningkat dan dilatasi ventrikel kanan disertai adanya hipertrofi bagian
tersebut. Gagal jantung dan shock cardiogenic dapat terjadi pada CoA yang severe
dan adanya anomali jantung.9
Pada kejadian CoA dengan tingkat keparahan sedang, beban ventrikel kiri
meningkat perlahan, seiring dengan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Terjadinya
hipertrofi cenderung sebagai kompensasi terhadap meningkatnya kerja dinding

5
jantung dan untuk menjaga jumlah darah yang keluar masuk ventrikel atau disebut
ejection fraction (EF). Begitupula pada volume akhir diastolik akan normal dan
volume akhir sistolik menurun untuk menjaga EF ventrikel kiri. Anak dengan CoA
sedang biasanya tanpa gejala dan terdiagnosis saat dewasa secara aksidentil dalam
kejadian hipertensi atau terdiagnosis bila terjadi komplikasi.9
Mekanisme terjadinya hipertensi pada CoA belum diketahui secara pasti,
teori mekanikal menjelaskan bahwa tingginya tekanan darah dibutuhkan untuk
menjaga aliran darah pada daerah coarctation (penyempitan). Sedikitnya hubungan
antara peningkatan tekanan darah dan derajat obstruksi membuat tumpulnya
signifikansi teori tersebut. Teori humoral menyatakan menurunnya aliran darah
ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Sehingga akan ditemukan
kelainan pada sistem tersebut. Namun, kejadian hipertensi tetap terjadi pada
sepertiga pasien yang telah melakukan operasi pada daerah penyempitan yang
menunjukan adanya mekanisme lain pada kejadian hipertensi.9
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari koarktasio aorta sangat bervariasi bergantung dari
derajat obstruksi dan lesi lain yang berkaitan. Koarktasio aorta dapat menunjukkan
gejala dan tanda pada awal kehidupan, sementara pada kasus yang lebih ringan
tidak menunjukkan gejala hingga dewasa.10 Tanda dan gejala koarktasio aorta dapat
berupa pusing, pingsan, nyeri atau kram tungkai pada saat melakukan aktivitas,
tekanan darah tinggi yang terlokalisir (hanya pada tubuh bagian atas), kaki atau
tungkai teraba dingin, lemas, sakit kepala berdenyut, dan perdarahan hidung.11
 Gagal jantung
 Sistolik/murmur kontinyu menyebar ke punggung
Neonatus
 Pulsasi arteri femoral hilang atau lemah
 Hipertensi pada ekstremitas atas
 Gagal jantung
 Sistolik/murmur kontinyu menyebar ke punggung
Anak  Pulsasi arteri femoral hilang atau lemah
 Hipertensi pada ekstremitas atas
 Kardiomiopati

6
 Sistolik/murmur kontinyu menyebar ke punggung
 Pulsasi arteri femoral hilang atau lemah
 Hipertensi pada ekstremitas atas
Remaja
 Mudah lelah, klaudikasio
dan
 Serangan jantung (hipertrofi ventrikel kiri dan
Dewasa
aritmia)
 Retinopati hipertensi
 Endokarditis
Tabel 1. Manifestasi Klinis Koarktasio Aorta.12
2.6 Diagnosis
Diagnosis CoA baru dapat dilakukan setelah kelahiran. Diagnosis didapat
melalui pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan denyut jantung serta tekanan
darah dan diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk memperkuat
penegakkan diagnosis CoA. Secara signifikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik
yang sangat berperan penting dalam penegakkan diagnosis CoA adalah
pemeriksaan penunjangnya. Berikut pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
untuk memperkuat diagnosis adalah :
a. Koarktasio aorta sering dibantu penegakkan diagnosis melalui rontgen
toraks. Pada bayi dan anak rontgen toraks biasanya tampak normal. Dua
tanda patognomonis dari rontgen toraks adalah lekukan pada iga (rib
notching) dan gambaran tanda 3 pada aorta descenden proksimal. Rib
notching disebabkan karena aliran kolateral arteri interkostal posterior
yang berdilatasi dan berliku-liku menyebabkan penekanan ekstrinsik
pada iga. Biasanya hal ini terjadi pada batas bawah iga ke-3 hingga iga
ke-8.13
b. Ekokardiogram memberikan informasi mengenai lokasi, struktur dan
luasnya Koarktasio aorta, fungsi dan hipertrofi ventrikel kiri,
hubungannya dengan abnormalitas jantung, diameter pembuluh darah
aorta dan supraaortic.2
c. Elektrokardiogram (EKG) Sebagian besar Koarktasio aorta akan
menunjukkan dominasi ventrikel kanan yang normal pada bayi, dengan
deviasi aksis kanan yang ekstrim, kemudian terjadi hipertrofi ventrikel

7
kiri, terdapat dominasi ventrikel kiri dan strain pada beberapa bayi, hal
ini disebabkan oleh subendokardial iskemia. Selain itu dikarenakan
Koarktasio aorta sering disertai gejala lainnya maka abnormalitas pada
gambaran EKG dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan, kiri,
keduanya, atau bahkan normal. Pada beberapa kesempatan pemanjang
QT interval menunjukkan efek sekunder hipokalsemia pada sindrom di
George.2
d. Kateterisasi jantung yang dilakukan dengan memasukkan kateter pada
arteri atau vena untuk melihat keadaan jantung, hasil dari kateterisasi
jantung juga memberikan informasi tentang tingkat keparahan CoA.8
Pemeriksaan fisik harus tetap dilakukan sebelum bantuan penegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan lebih lanjut, Beberapa gejala yang muncul
pada pemeriksaan fisik pasien dengan diagnosis CoA adalah sebagai berikut:
Tekanan darah tinggi dilengan, dengan perbedaan tekanan yang signifikan antara
lengan dan tungkai, denyut nadi femoralis (selangkangan) lebih lemah
dibandingkan dengan denyut nadi karotis (leher) atau denyut nadi femoralis sama
sekali tak teraba, dengan bantuan stetoskop bisa terdengar murmur (bunyi jantung
abnormal), Mungkin ditemukan tanda-tanda gagal jantung kiri (terutama pada bayi)
atau tanda-tanda dari regurgitasi aorta.
2.7 Diagnosis Banding
CoA memiliki beberapa diagnosis banding, berikut beberapa penyakit yang
memiliki gejala mirip adalah Adrenal Hiperplasia Kongenital, Dilated
Cardiomyopati, Addison disease dan Hipertensi.14 Dalam penegakkan diagnosis
CoA harus dilakukan secara mendetail, karena jika terjadi kesalahan diagnosis yang
menyebabkan tatalaksana menjadi tidak tepat akan menimbulkan komplikasi yang
berakibat fatal. Contoh kesalahan dalam tatalaksana pada pasien CoA yang cukup
sering adalah hanya diintervensi pengobatan hipertensi tanpa pertimbangan
diagnosis koarktasio dan ketika pasien ini menunjukkan komplikasi koarktasio,
seperti aneurisma serebral yang pecah, reaksi yang fatal terjadi.
2.8 Treatment
Pengobatan perlu dilakukan begitu seseorang terdiagnosis menderita
koarktasio aorta. Tujuan pengobatan adalah untuk melebarkan pembuluh darah

8
yang menyempit. Tindakan pengobatan ditentukan berdasarkan usia pasien dan
tingkat keparahan penyempitan aorta yang dialami.
Ada dua metode penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
koarktasio aorta, yaitu melalui operasi dan angioplasti balon. Namun, sebelum
tindakan pengobatan dilakukan, dokter dapat memberi obat-obatan pada pasien
untuk mengendalikan tekanan darah. Pada bayi dengan koarktasio aorta yang parah,
pemberian obat dimaksudkan agar saluran duktus arteriosus terus terbuka, sampai
koarktasio diperbaiki.15
a. Operasi
Terdapat beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
koarktasio aorta, di antaranya adalah operasi untuk memotong bagian yang
menyempit dan menghubungkan kedua ujung pembuluh darah (resection with end-
to-end anastomosis), pemasangan pipa plastik tambahan sebagai jalan tembus aorta
yang menyempit (bypass graft repair), operasi pemotongan aorta yang menyempit
lalu menempelkan bahan tambahan sintetik guna melebarkan pembuluh
darah (patch aortaplasty), atau operasi pengambilan sebagian pembuluh darah dari
lengan kiri agar aorta yang menyempit dapat melebar (subclavian flap aortaplasty).
b. Angioplasti balon
Tindakan ini dapat dilakukan pada koarktasio aorta yang terjadi pertama kali
maupun koarktasio yang kambuh kembali setelah operasi. Dalam tindakan
ini, sebuah balon dipasang pada pintu masuk aorta yang menyempit, lalu
dikembangkan agar aorta dapat melebar dan darah mengalir secara lebih
lancar. Dalam banyak kasus, angioplasti balon ini sering dilanjutkan dengan
pemasangan cincin (stent) agar bagian aorta yang menyempit dapat tetap terbuka.
2.9 Prognosis
Prognosis dari koarktasio aorta yang tidak mendapat sebuah penanganan
maupun pengobatan memiliki prognosis yang buruk, rata-rata pasien bertahan
hidup hanya sampai umur 31 tahun dan rata-rata ada yang meninggal saat berusia
20 tahun. Setelah munculnya operasi untuk koarktasio aorta, prognosis pada
penderita koarktasio aorta mengalami perubahan.4 Pasien yang sudah mendapatkan
operasi perbaikan pada koarktasio aorta memiliki prognosis yang baik namun harus
tetap dijaga seperti kontrol hipertensi, pemantauan lanjutan untuk obstruksi yang

9
berulang, dan perawatan lanjutan sangatlah penting. Pasien yang telah mendapatkan
operasi perbaikan juga memiliki kurva bertahan hidup yang meningkat secara
signifikan meski tidak mendekati populasi sehat. Namun, ditemukan adanya
peningkatan resiko kematian diakibatkan oleh penyakit sekunder setelah operasi
perbaikan seperti masalah aneurisma di tempat perbaikan koarktasio atau ditempat
yang lain, gagal jantung kongestif, bakteri endokarditis, dan hipertensi.5

10
BAB III
KESIMPULAN

AoC adalah anomali jantung dengan karakteristik penyempitan pada aorta


yang menyebabkan penyumbatan aliran darah. Konsekuensi dari penyumbatan ini
berupa hipoplasia lengkung aorta. Koarktasio aorta juga sering berhubungan
dengan kelainan jantung lainnya, dan berhubungan dengan beberapa sindrom
kompleks lainnya. Penyebab koarktasio aorta bersifat multifaktorial yang diduga
disebabkan oleh mutasi pada gen atau kromosom. Koarktasio aorta dapat terdeteksi
dengan terdengarnya murmur atau adanya hipertensi pada pemeriksaan rutin. Tidak
terdapatnya pulsasi arteri femoralis dan perbedaan tekanan darah ekstremitas atas
dan bawah > 20 mm Hg merupakan tanda adanya koarktasio aorta. Koarktasio aorta
sering dibantu penegakkan diagnosis melalui rontgen toraks, Ekokardiogram,
Elektrokardiogram (EKG), Kateterisasi jantung. Diagnosis banding dapat meliputi
Adrenal Hiperplasia Kongenital, Dilated Cardiomyopati, Addison disease dan
Hipertensi. Pasien yang sudah mendapatkan operasi perbaikan pada koarktasio
aorta memiliki prognosis yang baik namun harus tetap dijaga seperti kontrol
hipertensi

11
DAFTAR ISI

1. Copel, J.A., dkk. 2018. Aortic Coarctation. Bennasar, M., Martinez, J.M.
Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis and Care second edition (pp. 384-386).
Philadelpia: Elsevier
2. Hoschtizky, J.A., Anderson, R.H., Elliott, M.J. 2010. Aortic Koarktasio
aortarctation and intterupted aortic arch. In: Anderson RP, Baker EJ, Penny D,
N.Readington A, Rigby MR, Wernovsky G, editors. Paediatric Cardiology. 3rd
ed. Philadelphia: Churching Livingstone; p. 945-956.
3. Jashari, Haki. 2016. The Effect Of Pressure Afterload Due To Aortic
Coarctation On Left Ventricular Function In Children. International Journal of
Cardiology 2016:1-97
4. Nguyen, Lan., Cook, Stephen C. Coarctation of the Aorta Strategies for
Improving Outcomes.2015. Cardiol Clin; 1: 6 – 8.
5. Patnana, Syamasundar R., Seib, Paul M., Windle, Mary L., Stewart, Julian M.,
Berger, Stuart., Alejos, Juan C. Coarctation of the Aorta. 2017. Society for
Cardiovascular Angiography and Intervention. [Tersedia di
https://emedicine.medscape.com/article/895502-overview#a5 Diakses pada 9
maret 2018].
6. Zani, A., Cozzi, D.A. 2008. Giovanni Battista Morgagni and His Contribution
to Pediatric Surgery. J. Pediatric. Surg. 43, 729–733.
https://doi.org/10.1016/j.jpedsurg.2007.12.065
7. Copel, J.A., dkk. 2018. Aortic Coarctation. Bennasar, M., Martinez, J.M.
Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis and Care second edition (pp. 384-386).
Philadelpia: Elsevier
8. Hamdan, M.A. 2006. Koarktasio aortarctation of the Aorta: A comprehensive
review. J Arab Neonatal Forum;3: p5-13.
9. Jashari, Haki. 2016. The Effect Of Pressure Afterload Due To Aortic
Coarctation On Left Ventricular Function In Children. International Journal
of Cardiology 2016:1-97
10. Baumgartner H, Bonhoeffer P, Groot NMSD, Haan Fd, Deanfield JE, Galie N,
et al. ESC Guidelines for the management of grown up congenital heart disease
(new version 2010). European Heart Jounal. 2010;31:2931-33.

12
11. Lily LS. Patophysiology of heart disease fourth edition. Lippincott. 2007.
12. Rosenthal E. Koarktasio aortarctation of the aorta from fetus to adult: curable
condition or life long disease process? Heart. 2005;91:1495-502.
13. Choi M, Nolan RL. Koarktasio aortarctation of the aorta. Queen's Health
Sciences Journal. 2005;6:49-50
14. Beekman RH. KOARKTASIO AORTARCTATIO AORTA. In: Allen HD,
Driscoll DJ, Shady RE, Feltes TF, editors. Moss and Adams' Heart Disease in
Infants, Children, and Adolescents: Including the Fetus and Young Adults,
7th Edition2008. p. 988-1033.
15. Mayo Clinic (2017). Diseasse and Conditions. Coarctation of the Aorta. U.S.
Department of Health and Human Services. Centers for Disease Control and
Prevention (2016). Facts about Coarctation of the Aorta.

13

Anda mungkin juga menyukai