Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

“OPEN FRACTURE HUMERUS”

Tugas Kepaniteraan Klinik


Departemen Bedah, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
Periode 18 November 2018 - 27 Januari 2018

Pembimbing :
Dr. Putu Bagus Didiet Khresna Wibawa, Sp.OT

Disusun oleh :
Fadhil Wiryawan
181.0221.014

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN, JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
“OPEN FRACTURE HUMERUS”

Diajukan untuk memenuhi persyaratan ujian


Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah, RSUP Persahabatan
Jakarta

Oleh :

Fadhil Wiryawan
181.0221.014

Jakarta, Januari 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh :

Pembimbing

Dr. Putu Bagus Didiet Khresna Wibawa, Sp.OT

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga laporan kasus yang berjudul “OPEN FRACTURE HUMERUS” ini telah
berhasil diselesaikan. Tiada gading yang tak retak dan tiada hasil yang baik tanpa
dukungan pihak-pihak yang telah memberikan pertolongan, demikianlah laporan
kasus ini tersusun dan terselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Putu Bagus Didiet Khresna Wibawa, Sp.OT selaku pembimbing, yang sabar dalam
membimbing dan memberikan pengarahan serta mengorbankan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi tersusunnya
laporan kasus ini, serta semua pihak terkait yang telah membantu proses pembuatan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, penulis memohon maaf jika terdapat kekurangan, dan segala kritik dan saran,
sangat penulis terima dengan tangan terbuka. Penulis berharap laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Januari 2018

Fadhil Wiryawan

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


BAB II. LAPORAN KASUS ................................................................................. 2
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 15
BAB IV. KESIMPULAN...................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus.


Fraktur tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan
patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang
humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan
atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur), gangguan
pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis, neurolisis).1
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal.
Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),
retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat
penting untuk diketahui.1
.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS
Nama pasien : Ny. FR
Usia : 20 tahun
No. RM : 23949xx
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kebon Jeruk
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum menikah
Agama : Islam

II.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 29 November 2018 pukul 17.00 WIB di bangsal Cempaka Atas,
RSUP Persahabatan Jakarta.
Keluhan Utama :
Nyeri pada tangan kiri post KLL 1 jam SMRS tanggal 17 November
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada 17 November 2018, 1 jam SMRS pasien mengalami KLL dan
pasien merasakan nyeri pada tangan kiri. Pasien saat itu sedang mengendarai
motor dan ditabrak oleh motor lain. Pasien tidak pingsan setelah kejadian.
Pasien diantar ke IGD RSUP Persahabatan oleh warga. Pasien mengeluh
nyeri pada tangan kirinya dan dapat digerakan namun hanya terbatas, jari
masih dapat digerakkan. Pasien tidak dapat mengingat kejadian pastinya,
pasien hanya ingat sedang naik motor untuk ke suatu tempat lalu pasien
ditabrak motor, setelah itu pasien langsung dibawa IGD rumah sakit. Pasien
menyangkal adanya mual, muntah, sesak ataupun pusing.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal

2
 Riwayat mag : sejak SMP
 Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi atau DM : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Pengobatan :
Pasien belum diobati dimanapun. Post KLL pasien langsung dibawa ke
IGD RSUP Persahabatan.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 November 2018 pukul
17.00 WIB di bangsal Cempaka Atas, RSUP Persahabatan Jakarta.

Primary survey
A : Clear
B : Spontan 20x/menit. SpO2 98%
C : Reguler, Nadi 80x/menit, TD 127/82 mmHg
D : E4M6V5, tangan kiri tertutup elastic bandage, nyeri bila digerakkan
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 160 cm
Tanda-tanda vital :
 TD : 127/82 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Suhu : 36,7oC
 Pernapasan : 20 x/menit
 SpO2 : 98%
Status Generalis :

3
Kepala : Normosefal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva pucat (tidak ada/tidak ada), pupil isokor,
refleks pupil direk (ada/ada), refleks pupil indirek
(ada/ada), tidak ada luka.
Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (tidak ada/tidak ada),
tidak ada luka
Hidung : Napas cuping hidung (tidak ada/tidak ada), deformitas /
septum deviasi (tidak ada/tidak ada), mukosa hiperemis
(tidak ada/tidak ada), sekret (tidak ada/tidak ada), tidak ada
luka
Mulut : Mulut simetris, bibir sianosis (tidak ada), bibir kering
(tidak ada), sariawan (tidak ada), faring hiperemis (tidak
ada), Tonsil T1/T1 tidak ada luka
Leher : Trakea berada di tengah, tidak berdeviasi, intak, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening, JVP tidak meningkat
Thoraks
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : BJ S1 dan S2 reguler, murmur (tidak ada), gallop (tidak
ada)

Pulmo :
Inspeksi : Normochest, pergerakan simetris, retraksi (tidak ada)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (ada/ada), wheezing (tidak
ada/tidak ada), ronkhi (tidak ada/tidak ada)
Abdomen :

4
Inspeksi : Dinding abdomen cembung, jaringan parut / luka bekas
operasi (tidak ada), warna kulit sama dengan warna kulit
sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Ekstremitas :
Atas : Edema (ada/tidak ada), CRT (< 2 detik), akral dingin
(tidak ada/tidak ada), sianosis (tidak ada), turgor kulit
normal. Tertutup elastic bandage
Bawah : Edema (tidak ada/tidak ada), CRT (< 2 detik), akral
dingin (tidak ada/tidak ada), sianosis (tidak ada), turgor
kulit normal.
Status lokalis
Regio Humerus sinistra:
L : Tangan kiri terpasang elastic bandage dan back slab
F : Nyeri dan kesemutan. Sensorik baik. Akral hangat
M : ROM terbatas karena nyeri

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Tanggal periksa : 27 November 2018, pukul 11.40 WIB

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Darah Perifer Lengkap
Hemoglobin 10.4 (L) 12.0 – 14.0 g/dL
Hematokrit 29.3(L) 40 – 48 %
Eritrosit 3.91(L) 4.5 – 5.5 juta/uL
MCV 74.9(L) 82 – 92 fL
MCH 24.8 27 - 31 pg

5
MCHC 35.0 32 - 36 g/dL
Trombosit 428.000 (H) 150.000 - 400.000 /uL
Leukosit 5.46 5.000 - 10.000 /uL
Hitung Jenis
Basofil 0.7 0-1%
Eosinofil 2.9 1-3%
Neutrofil 63.3 52 - 76 %
Limfosit 22.7 20 - 40 %
Monosit 10.3 (H) 2-8%
RDW-CV 15. (H) 11.5 - 14.5 %
KIMIA KLINIK
GDS 102 70 - 200 mg/dL
Kreatinin Darah 0.6 0.6 - 1.2 mg/dL
Ureum Darah 30 18 - 55 mg/dL
SGOT 19 5-34 U/L
SGPT 18 0-55 U/L
HEMOSTASIS
PT + INR
PT Pasien 10.3 9.8-11.2 detik
Kontrol 11.2 Detik
INR 0.92
APTT
APTT pasien 32 31-47 detik
32.2 Detik
ELEKTROLIT
Na darah 133 (L) 135-145 mEq/L
K darah 4.3 3.5-5 mEq/L
Cl darah 101 98 – 107 mEq/L

2. Rontgen

6
a. Humerus sinistra dan Elbow sinistra
Tanggal pemeriksaan : 17 November 2018

Expertise
Swelling jaringan lunak distal humerus kiri
Tampak fraktur distal os humerus kiri dengan displacement
Celah sendi elbow tidak menyempit
Kesan : Fraktur 1/3 distal humerus kiri

7
b. Thoraks
Tanggal pemeriksaan : 17 November 2018

Expertise
Tulang-tulang intak
Diafragma dan sinus kostofrenikus normal
Corakan bronkovaskuler normal tak tampak infiltrate
Hilus tak menebal
Jantung ukuran normal
Tak tampak pelebaran mediastinum
Kesimpulan : radiografi toraks dalam batas normal

II.5 DIAGNOSIS
 Open fraktur 1/3 distal humerus sinistra

II.6 PENATALAKSANAAN
 Debridement
 Backslab di OK

8
 Ranap, pro ORIF elektif

II.7 FOLLOW UP

LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal pembedahan : Sabtu, 17 November 2018
Diagnosis pra-bedah : Open fraktur humerus sinistra
Nama pembedahan : Debridement
Backslab
Jenis anestesi : Umum
Jam mulai pembedahan : 19.00 WIB
Jam selesai pembedahan : 19.50 WIB

Laporan Pembedahan :
1. Pasien posisi supine dalam anestesi umum
2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
3. Terlihat luka di humerus sinistra
4. Luka diperbesar dengan insisi 2 cm proksimal dan distal
5. Dilakukan debridement dan penyiraman luka dengan NaCl
6. Luka dijahit dengan prolen 2.0
7. Pasang backslab
8. Operasi selesai

Komplikasi selama operasi : Tidak ada


Jumlah pendarahan : 30 cc

PASCA PEMBEDAHAN
Diagnosis pasca-bedah : Open fraktur os humerus sinistra post debridement
+ backslab
Instruksi pasca-bedah :
- Pantau TTV
- GV luka bila rembes

9
- Pertahankan backslab
- Diet bebas
- Terapi ceftriaxone 2x1 gr
Ketorolac 3x30 mg
Ranitidin 3x50 mg

Tanggal 30 November 2018, pukul 06.30 WIB


S Pasien masih merasakan nyeri
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 110/70 mmHg, N 80x/menit, S 36,5oC, RR 20x/menit, SpO2
98%
Status generalis : Dalam batas normal
Status lokalis : Regio ekstremitas atas sinistra  Nyeri, ROM terbatas
A  Open fraktur Humerus sinistra post debridement + backslab
P Pro ORIF hari ini
Persiapan darah
Antibiotik profilaksis cefazolin 1x2 gr IV
Mark site

LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal pembedahan : Jumat, 30 November 2018
Diagnosis pra-bedah : Open fraktur Humerus sinistra
Nama pembedahan : ORIF Humerus kiri
Jenis anestesi : GA
Jam mulai pembedahan : 09.50 WIB
Jam selesai pembedahan : 12.50 WIB

Laporan Pembedahan :

10
1. Pasien posisi supine dalam anestesi umum
2. Asepsis dan antisepsis
3. Insisi posteriolateral humerus kiri, identifikasi fragmen fraktur, reposisi +
fiksasi dengan locking broad plate 8 holes + 10 cortical screw, tes stabilitas 
stabil
4. Luka operasi dicuci, ditutup primer
5. Tes stabilitas  stabil
6. Operasi selesai

Komplikasi selama operasi : Tidak ada


Jumlah pendarahan : 100 cc

PASCA PEMBEDAHAN
Diagnosis pasca-bedah : Open fraktur os humerus sinistra post ORIF
Instruksi pasca-bedah :
- Awasi tanda vital
- Diet biasa
- IVFD RL
- Cefotaxim 2x1 gr IV
- Ketorolac 3x30 m IV
- Ranitidin 2x50 mg IV
- Ro humerus sinistra

Rontgen Pasca-Operasi

11
Tanggal periksa : 30 November 2018, pukul 03.44 WIB

1. Rontgen Humerus sinistra AP/Lat

Expertise
Tampak fraktur komplit distal os humerus kiri dengan fiksasi interna kedudukan
baik perbaikan disbanding ro lama

Tanggal 1 Desember 2018, pukul 09.50 WIB


S Nyeri saat menggerakan ekstremitas atas berkurang
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg, N 80x/menit, S 36,4oC, RR 20x/menit, SpO2
98%
Status generalis : Dalam batas normal
Status lokalis : Regio ekstremitas atas sinistra  Nyeri, ROM terbatas
A  Open fraktur humerus sinistra post ORIF
P Rencana rawat jalan
Terapi pulang Asam mefenamat

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Anatomi Humerus


Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan
skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna
dan radius.3
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang
bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio
gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.
Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput
humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan
collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.3
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder
pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk
segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian
lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V
dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai
titik perlekatan tendon musculus deltoideus.3
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian
distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol
bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan
caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial
dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan suatu
depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan

13
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang
menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.3
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.

Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4


Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. pectoralis Clavicula, Tuberculum Aduksi dan Nervus pectoralis
major sternum, majus dan merotasi medial medialis dan
cartilago sisi lateral lengan pada sendi lateralis
costalis II- sulcus bahu; kepala
VI, terkadang intertubercul clavicula
cartilago aris dari memfleksikan
costalis I-VII humerus lengan dan kepala
sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, Nervus
dorsi vertebrae intertubercul dan merotasi medial thoracodorsalis
lumbales, aris dari lengan pada sendi
crista sacralis humerus bahu; menarik
dan crista lengan ke arah
iliaca, costa inferior dan
IV inferior posterior
melalui

14
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. deltoideus Extremitas Tuberositas Serat lateral Nervus axillaris
acromialis deltoidea dari mengabduksi
dari humerus lengan pada sendi
clavicula, bahu; serat anterior
acromion memfleksikan dan
dari scapula merotasi medial
(serat lengan pada sendi
lateral), dan bahu, serat posterior
spina mengekstensikan
scapulae dan merotasi lateral
(serat lengan pada sendi
posterior) bahu.

M. Fossa Tuberculum Merotasi medial Nervus


subscapularis subscapularis minus dari lengan pada sendi subscapularis
dari scapula humerus bahu
M. Fossa Tuberculuum Membantu M. Nervus
supraspinatus supraspinata majus dari deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi pada
sendi bahu
M. Fossa Tuberculum Merotasi lateral Nervus
infraspinatus infraspinata majus dari lengan pada sendi suprascapularis
dari scapula humerus bahu
M. teres Angulus Sisi medial Mengekstensikan Nervus
major inferior dari sulcus lengan pada sendi subscapularis
scapula intertubercul bahu dan membantu
aris aduksi dan rotasi

15
medial lengan pada
sendi bahu
M. teres Margo Tuberculum Merotasi lateral dan Nervus axillaris
minor lateralis majus dari ekstensi lengan
inferior dari humerus pada sendi bahu
scapula
M. Processus Pertengahan Memfleksikan dan Nervus
coracobrachi coracoideus sisi medial aduksi lengan pada musculocutaneus
alis dari scapula dari corpus sendi bahu
humeri

Anatomic neck

Gambar 2.1. Tampilan Anterior Humerus5

16
Anatomic neck

Gambar 2.2. Tampilan Posterior Humerus5

Gambar 2.3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus5

17
Gambar 2.4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus5

Gambar 2.5. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus5

18
Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang melingkari
periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah mengalami cedera
akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada cedera nervus
radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan
sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat
menggenggam.1

Gambar 2.6. Nervus Radialis dan Otot-Otot yang Disarafinya6

19
III.2 Fraktur Humerus
III.2.1. Defenisi
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.2

III.2.2. Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2
Trauma dapat bersifat2:
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur.
Tekanan pada tulang dapat berupa2:
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang

III.2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7%
kasus dari seluruh fraktur.7 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi
sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur.8 Walaupun berdasarkan data tersebut
fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi
peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis.8

20
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur
rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur
ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius.
Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada
usia rata-rata 54,8 tahun.7

III.2.4 Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus

III.2.4.1 Fraktur Proksimal Humerus(9,10)


Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang
terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan
kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi
karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor.
Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma
langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada
saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada
dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktur
2. Two-part fracture :
 anatomic neck

21
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

22
I

MINIMAL DISPLACEMENT

2-PART 3-PART 4-PART

II

ANATOMICAL NECK

III

SURGICALL NECK

IV

GREATER TUBEROSITY

LESSER TUBEROSITY

ARTICULAR SURFACE

VI

FRACTURE DISLOCATION

23
III.2.4.2 Fraktur Shaft Humerus(9)
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga
distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak
langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk
mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik
terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi artikular

III.2.4.3 Fraktur Distal Humerus9


Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk
semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur
humerus.(9)
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh
atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena
siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila
jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap
lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia
tua.(9,10)
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat
bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku

24
lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri
tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal.(9,10)
1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang
mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur
suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas
kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi fraktur
supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type
(pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari
humerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi
karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan
lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam posisi ekstensi
dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke
arah posterior terhadap humerus.(11)
Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi
akibat jatuh pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan
siku dalam posisi sedikit fleksi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang
bengkak dengan sudut jinjing yang berubah. Didapati tanda fraktur dan pada
foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler dengan fragmen distal yang
terdislokasi ke posterior.(11)
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami
pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang
abnormal. Nadi perlu diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus
diperiksa untuk mencari ada tidaknya bukti cedera saraf dan gangguan
vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat terjadi: "acute
volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa;
paralysis.(11)
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari
dan ekstensi jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati gangguan
sensorik pada bagian dorsal serta metacarpal I. Pada lesi saraf ulnaris didapati
ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan adduksi jari. Gangguan
sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada lesi saraf medianus didapati

25
ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari dengan jari lain. Sering didapati
lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut saraf
interoseus anterior. Di sini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk
melakukan fleksi.
a. Pada Dewasa
 Fraktur suprakondilus extension type
Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan
yang terekstensi. Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal
terdesak ke belakang lengan bawah (biasanya dalam posisi pronasi)
terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang bergerigi mengenai
jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai arteri brachialis atau n.
medianus. Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum anterior
ruptur; terjadi hematom fossa cubiti dalam jumlah yang signifikan.(11)
 Fraktur suprakondilus flexion type
Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada
sendi siku pada distal humeri.(11)
b. Pada Anak
Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur
siku. Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari
fraktur suprakondiler pada anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi.
Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada daerah siku pada saat
digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada bagian
anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis. Pada
anak, fraktur suprakondiler dapat diklasifikasikan menurut Gartland.(9)
Klasifikasi Gartland(9)
Tipe I : tidak ada pergeseran
Tipe II : ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat
disertai angulasi atau rotasi
Tipe III : pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral

26
2. Transkondiler Fraktur(9)
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
3. Interkondiler Fraktur(9)
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur
humerus distal yang lain.
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen
kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular
4. Kondiler Fraktur(9)
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan
ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen
b. Pada Anak
 Lateral Condyler Physeal Fractures(9)
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh
fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6
tahun.
Klasifikasi Milch :
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui
celah kapitulotroklear. Hal ini timbul pada fraktur salter-
harris tipe IV. Siku stabil dikarenakan troklea intak.
Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh
karena ada kerusakan pada troklea.
Klasifikasi Jacob:

27
Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler
Intak
Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku
 Medial Condyler Physeal Fractures(9)
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini
timbul pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear. Ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe VI.
Klasifikasi kilfoyle :
Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak
Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari
penarikan otot fleksor

III.2.5 Diagnosis
III.2.5.1 Anamnesis12
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan
persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita
bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai
ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab
ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan ….”, yang dimaksud
tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya tanyakan
bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau
beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan
anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.

28
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta
pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-
tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
-
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai
nyeri, sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot
menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh
pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit)
dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat
pada anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.

2. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan
adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi
atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit

29
jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo anamnesis,
misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada
ayahnya
- atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu
rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik
- juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan
keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.

III.2.5.2 Pemeriksaan Fisik2,12


Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
1. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital
yaitu:
- Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
- Kesakitan
- Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut
(abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota
terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka

30
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa
maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau
menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
- Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)


Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan
anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk
mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk
mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah
fraktur (kecuali pada incomplete fracture).

31
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor
intra artikuler atau ekstra artickuler.
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang
menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena
kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi
- Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri
disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa).
Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga
penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan.
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global joint);
ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak
tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula
torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di
belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring,
maka pemeriksa ada di samping pasien.
- Sendi siku:
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii
dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk
menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan:

32
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral
adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari
antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar
deviasi.
- Jari tangan:
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan
aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi,
dan fleksi.
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx)
hanya diukur fleksi dan ekstensi.

III.2.5.3 Pemeriksaan Radiologis12


Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan
jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior
dan lateral
2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal
sendi yang mengalami fraktur
3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu
dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang

33
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid
foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya
10-14 hari kemudian.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

III.2.5.4 Pemeriksaan Laboratorium12


Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi akut/menahun
2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi,
fungsi hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test

III.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum13:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan
fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak
bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat
tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin.12
1. Fraktur proksimal humeri9,12
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama
waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil
membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.
Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan
dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).

34
2. Fraktur shaft humeri 9,12
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi
kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila
kedudukn sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab
(sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu.
Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast
terutama dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal
dan proksimal terjadi contractionum (pemendekan).
Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus
dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus
disertai eksplorasi n. Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis)
dilakukan penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau
ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif
akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fraktur suprakondiler humeri9,12
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum.
Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis mulai
tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis
teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips
spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangkan
otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat
dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca
reposisi ditemukan tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku
diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya diganti dengan skin traksi
dengan sistem Dunlop.
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis
patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal
ini lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
4. Fraktur transkondiler humeri9,12

35
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau
tanpa dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi
terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.
5. Fraktur interkondiler humeri9,12
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi
dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi (ankilosis).
Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan
pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.
6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri9,12
Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi
tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya
kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang
fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan
debridement dan dilakukan fiksasi luar.

III.2.7 Komplikasi12
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris
menyebabkan paralisis m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis,
harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk
humerus disertai eksplorasi n.Radialis.
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,
Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan
menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.
Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O,
secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan
operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy

36
BAB IV
KESIMPULAN

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,


tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.
Etiologi fraktur humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat
menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak
sekitar tulang tersebut. Mekanisme trauma sangat penting dalam mengetahui luas
dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta jaringan lunak sekitarnya.
Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan penderita fraktur humerus harus dilakukan secara cepat
dan tepat untuk mencegah komplikasi segera, dini, dan lambat.

37
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal
System: The Appendicular Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at
www.emedicine.com. 2012
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
13. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000,
Bab 7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.

38

Anda mungkin juga menyukai