Oleh :
Konsulen Pembimbing :
Dr. H. Farid Wajid Sp. THT-KL
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Kasus
ini dengan baik.
Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas di stase Ilmu Penyakit THT-KL
pada Kepaniteraan Klinik Senior di RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIMALAYA.
Pokok bahasan yang telah di tentukan dalam penyusunan referat ini adalah
Tasikmalaya,
Juni 2015
Penyusun
BAB I
STATUS PASIEN
I.
KETERANGAN UMUM
- Nama
: Tn. I
- Jenis Kelamin
: laki-laki
- Usia
: 33 Tahun
- Alamat
: Kp. Rahayu 2 002/006 Kel/Des Sukahurip
kec. Tasikmalaya. Jawa Barat
- Agama
: Islam
- Status
: Menikah
- Pekerjaan
: Wiraswasta
- Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 19 Juni 2014
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari hitung dan bibir atas robek
Pasien datang ke Poli THT-KL sebagai rujukan dari bagian Bedah Mulut.
Keluarga Os mengeluh keluar darah dari kedua hidung dan bibir atas robek 7
hari SMRS. Keluarga os mengatakan os dilempar batu beratnya sekitar 2 kg pada
bagian wajah. Os juga mengeluhkan 3 hari pasca kejadian wajah menjadi
bengkak, penglihatan menjadi kabur dan di kedua telinga seperti ada yang bertalu
seperti mendengar detak jantung. Os merasakan sakit pada bagian belakang kepala
dan nyeri ketika menelan. Os mengeluh kesulitan membuka mulut dan gigi atas.
Os juga mengeluh keluar air liur terus menerus dari mulut. Mual (-) muntah (-).
Sesak (-). Demam (-). Pingsan (-), Kejang (-).
III.
Soekardjo Tasikmalaya
Riwayat Alergi
PEMERIKSAAN FISIK
- Status generalis
3
o Kepala
Mata
Konjungtiva
Sklera
: ikterus -/-
Palpebra
: oedem +/+
Pupil
o THT
o Leher
: Status Lokalis
KGB
Tiroid
o Thorax
Paru
-
Inspeksi
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
o Ekstremitas
- Akral Hangat
- Oedem
o
o Neurologi
Status lokalis
o Telinga
Bagian
Kelainan
Auris
Dekstra
-
Sinistra
-
Trauma
Kelainan
Trauma
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
Canalis
Fluktuasi
Kelainan kongenital
Acusticus
Kulit
+ (normal)
+ (normal)
Eksternus
Sekret
Serumen
Edema
Preauricula
Auricula
Retroauricula
Kelainan
Membran
Jaringan granulasi
Massa
Kolesteatoma
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Intak
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Cahaya
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Timpani
Tes Pendengaran
Pemeriksaan
Auris
Tes Rinne
Tes Webber
Dekstra
Sinistra
(+)
(+)
Tidak ada lateralisasi
Kesan:
Telinga kanan dan kiri dalam batas normal
o Hidung
Pemeriksaan
Keadaan luar
Nares
Dekstra
Sinistra
Simertis
Epistaksis
Epistaksis
Sekret
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Rhinoskopi
Krusta
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Anterior
Concha Inferior
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Septum
Deviasi (+)
Deviasi (+)
Polip/Tumor
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Tidak
pemeriksaan
dilakukan
karena pasien
pemeriksaan
Rhinoskopi
Pasase udara
Mukosa
Khoana
Sekret
Torus tubarius
Posterior
Fossa rosenmuller
Adenoid
tidak dapat
karena pasien
membuka mulut
tidak dapat
membuka
mulut
o Tenggorok
Bagian
Kelainan
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Keterangan
Basah
Tidak dilakukan pemeriksaan
karena pasien tidak dapat
membuka mulut
Gigi Geligi
87654321
Mulut
12345678
Tidak dilakukan
Tidak
Uvula
pemeriksaan
dilakukan
Halitosis
karena pasien
pemeriksaan
tidak dapat
karena pasien
membuka mulut
tidak dapat
membuka
Mukosa
Tonsil
mulut
Tidak dilakukan pemeriksaan
Besar
Kripta
membuka mulut
Dentritus
Perlengketan
Mukosa
Faring
Granulasi
Post nasal drip
o Maxilofasial
o Bentuk
- Look : Deformitas os nasal (+), Edema (+), Vunul
-
RESUME
a. Anamnesis
Telinga
RPS
- Tinitus ( + )
RPD
- Otalgia ( - )
Hidung,
Mulut
Tenggorok,
Leher
Otorea ( - )
Cefalgia ( - )
Deformitas os nasal (+)
Epistaksis (+)
ROM (terbatas)
- Odinofagi (-)
- Limfadenopati (-)
b. Pemeriksaan Fisik
- Status generalis :
o KU
: Tampak Sakit Berat
-
Status lokalis :
o ADS : Sulit dinilai
o CN
: Deformitas os Nasal, Epitaksis Nasal dextra et
sinistra
o NPOP : Sulit Dinilai
o MF
: Edema (+), Vulnus laseratum labia oris superior
dextra, ROM (terbatas)
o Leher : Limfadenopati (-)
V.
DIAGNOSIS BANDING
- Close Fraktur os nasal + Close Fraktur os Maxilla + Fraktur
dentoalveolar + Vulnus Laseratum Labium Oris Superior
VI.
-
DIAGNOSIS KERJA
Close Fraktur os nasal + Close Fraktur os Maxilla + Fraktur
dentoalveolar + Vulnus Laseratum Labium Oris Superior
VII.
USULAN PEMERIKSAAN
- Foto Rongent : Thoraks PA, Proyeksi Wajah Lateral, cervical,
-
Water, Submentovertex
Lab Darah Lengkap
Rongen Thorax PA
Proyeksi
Wajah Lateral
10
Cervical
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Umum :
- Diet makanan Cair
b. Medikamentosa :
11
c. Operatif
12
Laporan Oprasi :
1. Setelah pasien dalam keadaan anastesi beri a dan antiseptic
13
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad functional
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengatasi
pasien
dengan
jalan
atas.
pernapasan
Insisi
yang
stoma
yang
selanjutnya
diikuti
dengan
pemasangan
kanul
trakea
agar
udara
dapat masuk ke
dalam
paru
E. PERALATAN TRAKEOSTOMI
Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit
dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang
yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta
kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.
15
Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume
banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari
klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum
digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka
panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.
F. PROSEDUR TRAKEOSTOMI
1. Trakeostomi elektif.
Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit atau
di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse
oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya melakukan gabungan
antara medikasi intravena dan anestesi lokal.
16
17
trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari,
kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan
diikat pada pinggir potongan.
Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding anterior
antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding
anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea
jangan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi
pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang
tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar
pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang
mengganggu dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan
dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar
tidak mngenai dinding posterior trakea.
Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya
kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa. Segera setelah pipa masuk
sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena
kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih
dengan hati hati. Akhir akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe
Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau
Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi
kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan seringkali
perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap individu.
Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira kira sesuai dengan tiga per
empat diameter trakea. Ukuran rata rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no. 7
dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau
jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan
tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisema subkutan,
pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara
pinggir pipa dan kulit leher.
18
19
20
2. Trakeostomi Darurat
Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 3
menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 5 menit. Pada trakeostomi darurat
lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago
krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk
menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti
cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi.
Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke
inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam
keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya
resiko trauma terhadap struktur leher yang lain.
G. PERAWATAN TRAKEOSTOMI
Hal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :
1. Humidifikasi.
2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.
3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.
4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a dan
antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.
21
5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa
dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa
metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama.
6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.
7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien,
seperti :
a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih
kecil.
b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat
digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.
c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.
d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak
berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di
ventilasi melalui laring.
H. DEKANULASI
Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,
terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi
timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan
fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa
trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas
pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong menghindari
ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi
pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan nafas adekuat,
kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8
12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi,
pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan
jalan nafas kembali selalu harus tersedia.
22
I. JENIS KOMPLIKASI
Segera
A Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema, pneumotorak, emboli
udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.
b. Diskoneksi.
c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea atau bronkus
utama kanan.
d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.
e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.
f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.
Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik,
tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan
henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia
perifer karena naiknya PO2 tiba tiba. Oleh karena hipoksia sangat
mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi apnea.
23
24
d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. Inominata atau fistel
trakeoesofagus.
Lanjut
a. Granuloma trakea yang bisa menyebabkan kesulitan bernapas bila pipa
diangkat.
b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.
c. Stenosis trakea.
Merupakan komplikasi mayor yang tersering. Frekuensi komplikasi ini
semakin sering meningkat karena pasien sering kali memerlukan ventilasi
terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset. Menurut Fearon, stenosis stoma
bukanlah suatu komplikasi melainkan merupakan parut pasca operasi yang telah
diperkirakan, dan gejala hanaya kan timbul bila diameter lumen sama dengan atau
kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalam
lumen, maka masalah dapat di atasi dengan eksisi endoskopik atau memasang
stent pada jalan nafas. Tuba bermanset dapat menyebabkan obstruksi mukosa
sirkumferensial dalam beberapa jam. Manset harus dikembangkan dan kemudian
sejumlah udara dilepaskan hingga menimbulkan bunyi. Manset bertekanan
renda juga bersifat protektif. Perbaikan stenosis trakea semakin sulit bilamana
sikatriks makin panjang.
d. Fistel trakeokutan menetap
e. Fistel trakeoesofagus
Biasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan telah menjalani intubasi
yang lama dengan tuba bermanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian
memerlukan tuba nasogastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit
primernya ataupun akibat pneumonia aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat
kompleks dan melibatkan pnempatan otot-otot leher diantara trakea dan esofagus
setelah perbaikan primer pada fistula.
f. Masalah jaringan parut trakeostomi
25
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien
26
DAFTAR PUSTAKA
27