Anda di halaman 1dari 52

TERAPI KONSERVATIF FRAKTUR COLLES

Introduksi

a. Definisi
Adalah fraktur metafisis distal radius yang sudah mengalami osteoporosis, garis fraktur transversal,
komplit, jaraknya 2-2,5 cm proximal garis sendi, bagian distal beranjak ke dorsal dan angulasi ke radial
serta fraktur avulsi dari processus styloideus ulna (Abraham colles 1814).
b. Ruang lingkup :
Berdasarkan perribagian:
1. Frykman 1967
Didasarkan atas adanya fraktur pada sendi radiocarpalia, radio ulna bagian distal dan processus
styloideus ulna. Makin tinggi tipe fraktur makin jelek prognosis.
2. Sallter
Membagi fraktur menjadi stabil dan tak stabil yang didasarkan pada banyaknya komunitas fraktur
dibagian distal.
3. Sarmento 1981
Membagi fraktur atas dasar peranjakan dan adanya fraktur pada sendi radio carpalia.
Insiden:
Kira-kira 8-15% dari seluruh fraktur dan 60 % dari fraktus radius umur atas 50 tahun wanita lebih
banyak dari pada pria, sedang umur kecil dari 50 tahun wanita sama dengan pria.
c. Indikasi Operasi
 Kominusi dorsal lebih dari 50% dari dorsal ke palmar distance
 Kominusi metafiseal Palmar
 Initial dorsal tilt lebih dari 20°
 Pergeseran initial (fragment translation) lebih dari 1 cm
 Pemendekan Initial lebih dari 5 mm
 Disrupsi Intra-artikuler
 Disertai Fraktur ulna
 Osteoporosis masif
d. Kontraindikasi non-operatif (tidak ada)
e. Diagnosis Banding
1. Fraktur pergelangan tangan tipe lainnya
2. Dislokasi sendi Wrist
f. Pemeriksaan Penunjang
X-ray
Algoritma

Fraktur Colles

Non displaced Displaced

Reduksi tertutup

Tereduksi Tidak tereduksi/tidak stabil

Gips
Rujuk ke spesialis orthopaedi

1
Penanganan Reduksi tertutup
Prinsip
Reposisi seanatomis mungkin, pertahankan hasil reposisi dan cegah komplikasi karena reposisi yang
anatomis akan memberikan fungsi yang baik. Reposisi dapat dilakukan dalam anestesi lokal, regional
blok atau anestesi umum.
I . Teknik reposisi
Segera dilakukan sebelum adanya edema. Dilakukan dengan cara disimpaksi, traksi, reposisi, dan
imobilisasi dilakukan selama 2-5 menit. Fungsi yang baik tercapai jika post reposisi angulasi dorsal
< 150 pemendekan radius < 3 mm.
Metode Imobilisasi
 Konservatif dengan gip atau lungtional brace.
 Operatif dengan fiksator
Posisi pergelangan tangan
- Posisi palmar fleksl 15° dan ulnar deviasi 20'
Posisi lengan bawah
 Posisi pronasi ( klasik )
 Posisi supinasi
Lama imobilisasi
Lamanya pemasangan gip bervariasi 3-6 minggu. Setelah 28 hari fraktur sudah cukup stabil
dan boleh mobilisasi. Pada kasus yang minimal displacement imobilisasi cukup 3-4 minggu.
Fisioterapi
Dimaksudkan agar fungsi tangan kembali normal karena penderita diharapkan bekerja biasa setelah
3-4 bulan fraktur.

Komplikasi
Umumnya akan selalu ada komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi:
1. Dini
 Kompresi / trauma a. ulnaris dan medianus
 Kerusakan tendon
 Edema post reposisi
 Redislokasi
2. Lanjut
 Arthrodosis dan nyeri kronis
 Shoulder hand syndrome
 Defek kosmetik (penonjolan styloideus radii)
 Malunion/ non union
 Stiff hand
 Volksman ischemic contraktur
 Suddeck atropi

Mortalitas (tidak ada)

Perawatan Pasca reduksi tertutup


Imobilisasi dengan forearm splint selama 3 minggu,

Follow up
Pengawasan pasca pemasangan gips dan komplikasi pemasangannya. Latihan isometrik segera
dilakukan dan oposisi jari. Mengganti gips bila pembengkakan pergelangan tangan telah mereda,
biasanya setelah satu minggu, dan mengganti dengan forearm splint bila telah clinical union.

Kata Kunci: Fraktur Colles - reduksi tertutup

2
3
TERAPI KONSERVATIF FRAKTUR PATELLA
Introduksi
a. Definisi
Fraktur patella adalah diskontinuitas patella karena trauma
b. Ruang lingkup
Fraktur tertutup, fraktur terbuka, undisplaced dan displaced
c. Indikasi Operasi
Semua keadaan dengan posisi displaced tertutup maupun terbuka
d. Kontra indikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek
e. Diagnosis Banding (tidak ada)
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin dan foto polos lutut.

Patofisiologi fraktur Patela


Mekanisme fraktur
1. Trauma langsung / Direct
a. Disebabkan karena penderita jatuh dalam posisi lutut flexi dimana patella terbentur dengan lantai
b. Karena diatas patella hanya terdapat subcutis dan kutis, sehingga dengan benturan tersebut tulang
patella mudah patch
c. Biasanya jenis patahnya comminutiva (stelata), pada jenis patah ini biasanya medial dan lateral
quadrisep expansion tidak ikut robek, hal ini menyebabkan penderita masih dapat melakukan
extensi lutut melawan gravitasi
2. Trauma tak langsung / Indirect
a. Karena tarikan yang sangat kuat dan otot quadrisep yang membentuk musculotendineus melekat
pada patella, sering terjadi pada penderita yang jatuh dengan tungkai bawah menyentuh tanah
terlebih dahulu dan otot quadrisep kontraksi secara kerns untuk mempertahanakan kestabilan lutut.
b. Biasanya garis patahnya transversal avulsi ujung atas atau ujung bawah dan patella

Klasifikasi fraktur Patela berdasarkan patologinya


1. Trauma langsung / Direct
 Fraktur comminutiva
2. Trauma tak langsung / Indirect
 Garis fraktur transversal
 Fraktur avulsi patela transversal, yang fragmen proksimalnya tertarik menjauhi fragmen lain.
Kelainan ini termasuk cedera alat ekstensi lutut

Pemeriksaan Klinik Radiologis Fraktur Patela


Anamnesa
 Ditemukan adanya riwayat trauma
 Penderita tak dapat melakukan extensi lutut, biasanya terjadi pada trauma indirect dimana
patahnya transversal dan quadrisep mekanisme robek
 Pada trauma direct dimana patahnya comminutiva medial dan lateral, quadrisep expansion masih
utuh sehingga penderita masih dapat melakukan extensi lutut
Pemeriksaan Klinik
 Pada lutut ditemukan pembengkakan disebabkan hemarthrosis
 Pada perabaan ditemukan patela mengambang (floating patella)
Pemeriksaan Radiologis
 Dengan proyeksi AP dan lateral sudah cukup untuk melihat adanya fraktur patela
 Proyeksi sky-line view kadang-kadang untuk memeriksa adanya fraktur patela incomplete

1
Metode fiksasi luar dan dalam pada fraktur Patela
Pengobatan fraktur patela biasanya dengan reduksi terbuka dan fiksasi interen pada patella. Fiksasi interen
yang paling efektif ialah dengan benang kawat melingkari patela dikombinasi dengan kawat berbentuk angka
delapan.
Pengobatan fraktur patela comminutiva yang terdapat haemorthrosis, dilakukan aspirasi haemorthrosis,
diikuti pemakaian
Non operatif :
 Untuk fraktur patela yang undisplaced
 Bila terjadi haemorthrosis dilakukan punksi terlebih dahulu
 Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips dan pangkal paha
sampai pergelangan kaki. Posisi lutut dalam fleksi sedikit (5-10)
dipertahankan 6 minggu.
Operatif :
 Pada fraktur transversal dilakukan reposisi, difiksasi dengan teknik tension
band wiring
 Bila jenis fraktur comminutiva dilakukan rekronstruksi fragmennya dengan K
wire, baru dilakukan tension band wiring
 Bila fragmen terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk dilakukan
rekronstruksi, dilakukan patellectomi (hal ini menimbulkan kelemahan
quadrisep expansion)
Komplikasi pasca penanganan fraktur Patela dan penanganannya
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kondromalasia pada patela dan artrosis degeneratif

Rehabilitasi pasca fraktur Patela


Rehabilitasi fraktur patela pascabedah dapat dilakukan mobilisasi segera. Fleksi maksimal dihindarkan
hingga minggu ke 10.

Komplikasi
 Malunion dan Non-union
 Sindrom Kompartemen
 Infeksi
 Neurovascular injury
 Radioulnar synostosis

Algoritma

Immobilisasi
Pasang Gibs
Pangkal paha sampai
Fraktur tertutup Pergelangan kaki
& undisplaced

Fraktur terbuka Penanganan


Fraktur patella undisplaced debridement,
immobilisasi

Displaced, fr Rujuk ke
dislokasi, fraktur spesialis
dengan penyulit orthopaedi

2
Follow-Up
Pemeriksaan X ray ulang dilakukan satu atau dua minggu kemudian untuk menilai ada tidaknya loss of
reduction. Plaster dipertahankan sampai terjadinya union 34 minggu pada anak-anak usia 10 tahun dan 1-2
minggu pada anak usia 4 tahun.

Rujukan ke dokter spesialis orthopaedi


Pada kasus-kasus fraktur radius ulna yang memerlukan tindakan operasi/ rekonstruksi, dirujuk ke dokter
spesialis orthopaedi.
Setelah memahami, menguasai dan mengerjakan modul ini maka diharapkan seorang dokter ahli bedah
mempunyai kompetensi terapi konservatif serta penerapannya dapat dikerjakan di RS Pendidikan, dan RS
jaringan pendidikan.

3
FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS
Introduksi
a. Definisi
Fraktur suprakondiler humerus: fraktur sepertiga distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum
humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya fraktur transversal.
Merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit
lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral disertai
angulasi.
b. Ruang lingkup

Klasifikasi fraktur Suprakondiler humeri

Mekanisme trauma
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi:
1. Tipe Ekstensi (sering terjadi  99 % kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe ekstensi
diklasifikasikan sebagai: fr transkondiler atau interkondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury
(outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow
joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat,
ke arah a.brachialis dan n.medianus . Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur
terbuka.
Klasifikasi fr suprakondiler humeri tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.
Tipe I undisplaced
Tipe II partially displaced
Tipe III completely displaced
2. Tipe fleksi (jarang terjadi) .Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan
posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus m/tendon triceps dan kulit.

Klasifikasi fr suprakondiler humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar: derajat displacement.
Tipe I undisplaced
Tipe II partially displaced
Tipe III completely displaced

Patofisiologi fr Suprakondiler humeri


Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas atas. Di daerah ini
terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di bagian
posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Maka mudah dimengerti daerah ini merupakan titik lemah
bila ada trauma didaerah siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai fraktur di daerah ini.

Bila terjadi oklusi a brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan Volkmann 's
Ischemia. A brachialis terperangkap dan kingking pada daerah fraktur.
Selanjutnya a brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan intima. Gejala/tanda-
tanda klinisnya adalah:
 Sakit (pain)
 Denyut nadi a. Radialis yang berkurang (pulsellessness)
 Pucat (pallor)
 Rassa semutan (paresthesia, baal)
 Kelumpuhan (paralisis)

Pemeriksaan Klinis fraktur suprakondiler humeri


Pada tipe ekstensi sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak kadang bengkak hebat sekali
akibat perdarahan yang luas. Bila pembengkakan tidak hebat dapat teraba tonjolan fragmen di bawah
subkutis. Pada tipe fleksi posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan sudut jinjing
yang berubah.

1
Pada pemeriksaan klinis sangat penting diperiksa ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf
tepi. Adanya gangguan sirkulasi perifer memerlukan tindakan reduksi fraktur segera. Jika penderita
mengeluh gejala setempat yaitu pain (nyeri) dan paresthesia (baal), disertai dengan adanya tanda passive
strech pain, pucat (pale) dan paralisis (kelumpuhan) harus dicurigai adanya sindrom kompartemen akut
(Volkmann Ischemia).
Pada lesi n. radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi jari lainnya pada sensi
metakarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal sela metakarpal I-II . Pada lesi n.
ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan aduksi jari jari. Gangguan sensorik
didapati pada bagian volar satu setengah jari sisi ulna. Pada lesi n. medianus didapati ketidakmampuan untuk
melakukan oposisi ibu jari dengan jari lain. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar tiga setengah sisi
radial. Sering didapati lesi pada sebagian n. Medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut n. Interosseus
anterior, disini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi (pointing sign).

Fraktur Kondiler humeri


Fraktur kondiler yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondilus lateralis humerus dan fraktur
epikondilus medialis humerus. Pada orang dewasa umumnya dijumpai fraktur kondiler komunitif berbentuk
T atau Y.
Kondilus lateralis humerus merupakan tempat origo otot ekstensor tangan dan otot ini kuat sehingga pada
fraktur kondilus lateralis humerus pada anak, kondilus tersebut tertarik ke distal. Bagian proksimal pecahan
kondilus mungkin tertarik ke distal dan bagian distal pecahan kondilus tertahan di sendi atau masuk ke
dalam sendi, sehingga pecahan kondilus ini posisinya terbalik. Sekalipun demikian dapat terjadi fraktur
kondilus lateralis humerus yang pecahannya undisplaced/minimally displaced.
Fraktur kondilus lateralis humerus pada anak termasuk fraktur epifisis berat tipe 4 yang merupakan fraktur
intraartikuler ini berarti bahwa reposisi yang dilakukan harus seanatomis mungkin. Itulah sebabnya fraktur
kondilus yang fragmennya displace direposisi secara operatif.
Fraktur epikondilus medialis humerus merupakan fraktur avulsi dan terjadi akibat gaya abduksi atau valgus
yang berlebihan. Bila anak dapat bergerak, siku dapat di ditangani konservatif.
Kadang pecahan ditarik ke distal, sehingga dapat masuk ke dalam sendi dan sendi terkunci. Reposisi perlu
diadakan secara operasi.
Kadang stabilitas sendi siku hilang karena epikondilus medialis merupakan juga insersi ligamen kolateral.
Bila terdapat instabilitas, perlu ditangani secara operatif untuk mengembalikan stabilitas siku.
Fraktur kondiler humerus pada orang dewasa umumnya berbentuk T atau Y, adalah fraktur intraartikuler. Ini
berarti bahwa reposisi yang dilakukan harus seanatomis mungkin, lalu diikuti dengan mobilisasi dini. Untuk
ini perlu dilakukan reposisi terbuka dan fiksasi interna yang rigid. Reposisi terbuka tanpa fiksasi yang rigid
justru akan menyebabkan kekakuan sendi akibat perlengketan sendi pasca bedah.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, jelas dapat dilihat tipe ekstensi atau fleksi.

d. Metode penanganan konservatif pada fraktur suprakondiler humerus.


Penanggulangan konservatif fraktur suprakondiler humerus diindikasikan pada anak undisplaced/ minimally
dispaced fractures atau pada fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi
yang terbatas. Pada prinsipnya adalah reposisi dan immobilisasi. Pada undisplaced fracture hanya dilakukan
immobilisasi dengan elbow fleksi selama tiga minggu
Kalau pembengkakan tidak hebat dapat dicoba dilakukan reposisi dalam narkose umum. Penderita tidur
terlentang, dalam posisi ekstensi, operator menekuk bagian distal, menarik lengan bawah dengan siku pada
posisi ekstensi, sedang asisten menahan bagian proksimal, memegang lengan atas pada ketiak pasien.
Setelah tereposisi, perlahan-lahan sambil tetap menarik lengan bawah siku difleksikan ambil diraba a.
Radialis. Gerakan fleksi diteruskan sampai a. radialis mulai tidak teraba, kemudian diekstensi siku sedikit
untuk memastikan a. radialis teraba lagi. Fleksi maksimal akan menyebabkan tegangnya otot triseps, dan ini
akan mempertahankan reposisi lengan baik. Dalam posisi ini dilakukan immobilisasi dengan gips spalk
(posterior splint).
Pemasangan gips dilakukan dengan lengan bawah dalam posisi pronasi bila fragmen distal displaced ke
medial dan dalam posisi supinasi bila fragmen distal displaced ke arah lateral.
Bila reposisi berhasil biasanya dalam 1 minggu perlu dibuat foto rontgen kontrol, karena dalam 1 minggu
bengkak akibat hematom dan oedem telah berkurang dan menyebabkan kendornya gips, yang selanjutnya
dapat menyebabkan terlepasnya reposisi yang telah tercapai. Kalau dengan pengontrolan radiologi hasilnya

2
sangat baik, gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu. Setelah itu gips diganti dengan mitela dengan
maksud agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela. Umumnya penyembuhan fraktur
suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa gangguan.
Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischemia atau lesi saraf tepi, dapat dilakukan
tindakan reposisi terbuka secara operatif dan dirujuk ke dokter spesialis orthopaedi.

e. Komplikasi dini pasca penanganan konservatif fraktur suprakondiler humerus dan


penanganannya.
Volkmann's ischemia terjepitnya a. brachialis yang akan menyebabkan iskemi otot-otot dan saraf tepi pada
regio antebrachii. Komplikasi ini terjadi akibat kompartemen sindrom yang tidak terdeteksi. Nekrosis akan
terjadi mulai 6 jam terjadinya ischemik. Maka penanggulangannya sangat penting sebelum 6 jam arteri harus
sudah bebas. Bila dilakukan perubahan posisi ekstensi a. radialis masih belum teraba dan release
bandage/cast, arteriografi dulu, untuk menentukan lokasi sumbatannya, kemudian dilakukan operasi
eksplorasi a. brachialis, dicari penyebabnya.
Operasi dapat berupa repair/reseksi arteri yang robek, bila Volkmann's ischemia tidak tertolong segera akan
menyebabkan Volkmann's kontraktur dimana otot-otot fleksor lengan bawah menjadi nekrosis dan akhirnya
fibrosis, sehingga tak berfungsi lagi.
Malunion cubiti varus dimana siku berbentuk huruf 0, secara fungsi baik, namun secara kosmetik kurang
baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

d.Indikasi Operasi
 Displaced fracture
 Fraktur disertai cedera vaskular
 Fraktur terbuka
 Pada pendenta dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali menghasilkan fragmen
distal yang komunitif dengan garis patahnya berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih
baik dilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi fragmen fraktur dengan fiksasi yang
rigid.
Melakukan rujukan ke dokter spesialis orthopaedi kasus-kasus fraktur suprakondiler humeri dengan indikasi
operatif
Setelah memahami, menguasai dan mengerjakan modul ini maka diharapkan seorang dokter Ahli bedah
mempunyai kompetensi melakukan terapi konservatif serta penerapannya dapat dikerjakan di RS Pendidikan
dan RS. jaringan pendidikan

Algoritma

Fraktur Undisplaced Penanganan


suprakondiler konservatif
humerus

Displaced, dengan Rujuk spesialis


cedera vascular, orthopaedi
fraktur terbuka

Atau ke Spesialis
Bedah Vaskular

3
Follow-Up
Evaluasi union sekitar 3-4 minggu untuk anak usia 4 tahun dan sekitar 4-5 minggu untuk anak-anak usia 8
tahun dengan pemeriksaan klinis dan radiologi. Dengan meletakan jari di atas tendon biceps kemudian
dilakukan fleksi dan ekstensi elbow. Adanya spasme m biceps menunjukkan elbow belum siap mobilisasi.
Setelah melepas splints, dilakukan latihan aktif dalam sling selama beberapa bulan sampai range of motion
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Rujukan ke dokter spesialis orthopaedi


Pada kasus-kasus fraktur suprakondiler humeri yang memerlukan tindakan operasi/ rekonstruksi, dirujuk ke
dokter spesialis orthopaedi.

4
PATAH TULANG TERBUKA

Introduksi
a. Definisi
Patah tulang dimana terdapat kerusakan kulit sehingga bakteri dari luar dapat menginfeksi hematoma yang
disebabkan oleh patah tulang tersebut.
b.Ruang lingkup
 Jaringan lunak
 Jaringan tulang
 Fiksasi dalam dan luar
c. Indikasi Operasi (tidak ada)
d. Kontra indikasi operasi (tidak ada)
e. Diagnosis Banding (tidak ada)
f. Pemeriksaan penunjang
 Rontgen foto

Klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo


 Tipe I
Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma
yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek
atau komunitif
 Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.
Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.
 Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler
dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe:
1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
2. tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat do cover soft
tissue
3. tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera

Penanggulangan fraktur terbuka:


1. Obati sebagai suatu kegawatan
2 . Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang mungkin akan menjadi penyebab kematian
3 . Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi
4 . Segera lakukan debridement dan irigasi yang baik
5 . Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
6 . Stabilisasi fraktur
7 . Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8 . Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9 . Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap pengobatan patah tulang terbuka


 Pembersihan luka
 Eksisi jaringan yang mati dan disangka mati
 Pengobatan patah tulang dan penentuan jenis traksi
 Penutupan kulit
 Pemberian antibiotik
 Pencegahan tetanus

1
Komplikasi patah tulang terbuka
1. Perdarahan, syok septik kematian
2. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangren
5. Non union dan ma union
6. Kekakuan sendi
7. Perdarahan sekunder
8. Osteomielitis kronik
9. Delayed union

Perawatan lanjut dan rehabilitasi patah tulang terbuka


1. Hilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dan flagmen patah tulang
3. Mengusahakan terjadinya union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan sendi dan pencegahan
komplikasi.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi.

Algoritma

Fraktur terbuka

1. Atasi sebagai suatu Debridement dan


kegawatan irigasi stabilisasi
2. Evaluasi derajat fraktur Ex Fix,
fraktur terbuka Immobilisasi
3. Antibiotik dalam
ruang gawat
darurat

Prinsip Operasi
Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di sekitar fraktur
dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel dan material asing, seperti pasir
yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan penilaian pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera
pembuluh darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot
terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon mempertimbangkan
kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada
fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial debridement yang diulang dalarn selang waktu
24-72 jam untuk tercapainya debridement definitif.

Tehnik Operasi
Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di ruangan
emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai sefalosforin golongan
pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan tambahan berupa golongan
aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan sefalosforin golongan ketiga
dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman clostridia,
diberikan penicillin.

2
Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung tangan
tambahan.
Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu drapping area operasi.
Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan melakukan pengamatan terhadap perdarahan
jaringan. Debridement dilakukan pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di
vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai
dengan 4C, “Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi
canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasan
mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal
saline adalah 6-10 liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan
reposisi. Bisa digunakan ekternal fiksasi pada fraktur grade III4.
Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Pada fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan
penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna.

Komplikasi Operasi
Komplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada jaringan lunak
dan tulang hingga sepsis pasca operasi.

Mortalitas
Berhubungan dengan syok hemoragik dan adanya fat embolism

Perawatan Pasca Bedah


Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridement. Kultur pus, jika ada pus,
lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang memerlukan debridement ulangan, maka akan
dilakukan debridement ulangan hingga jaringan cukup sehat dan terapi definitive terhadap tulang
bisa dimulai. Pada penutupan luka yang tertunda, dilakukan pemasangan split thickness skin flap,
vascularized pedicle flaps (seperti gastrocnemeus flap) dan free flaps seperti fasciocutaneus flaps
atau myocutaneus flaps.

Follow-Up
Dilakukan penilaian terhadap kondisi jaringan setiap hari dan pemberian antibiotika, hingga jaringan
sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa dimulai.

Kata Kunci: Debridement -fraktur tulang terbuka

3
1.

FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA


Introduksi
a. Definisi
Fraktur kompresi yang terjadi pada tulang vertebra
b. Ruang lingkup
Penanganan konservatif fraktur kompresi vertebra
c. Indikasi Operasi
Tergantung jenis kelainan
d. Kontra indikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek
e. Diagnosis Banding
Fraktur patologis
f. Pemeriksaan Penunjang
Radilogis, laboratorium

Algoritma

Fraktur kompresi Tanpa penyulit Penanganan


vertebra konservatif

Dengan penyulit Rujuk spesialis


orthopaedi

Fraktur vertebra yang Rujuk spesialis


bukan merupakan Orthopaedi
fraktur kompresi

FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA


Introduksi
Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit neorologis berupa
kelumpuhan.

Anatomi Vertebra
Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan
coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:
 Corpus / body
 Pedikel
 Prosessus artikularis superior dan inferior
 Prosessus transversus
 Prosessus spinosus
Diantara vertebra ditemui diskus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai
shock absorber. Diskus ini terdiri dan bagian:
 Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus fibrosus.
 Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.

1
Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:
 Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).
 Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).
 Lig kapsulare, antara proc sup dan inferior.
 Lig intertransversale.
 Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.
 Lig supra dan interspinosus.

Medula Spinalis
Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar oleh duramater, subdural space, arachnoid,
subarachnoid dan piamater. Medula spmalis mengeluarkan cabang n spinalis secara segmental dan
dorsal (posterior root) dan ventral (anterior root).
Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula spinalis berakhir
sebagai cauda equine pada Th 12 – L1 dan kemudian berubah jadi pilum terminate.

Pembagian Trauma Vertebra


1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
 Grade I = Simple Compression Fraktur
 Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
 Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation
 Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation
2. BEDBROCK membagi atas:
 Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation injury
 Trauma medula spinalis seperti : comotio, contusio, stretching, gangguan vaskuler, trombus dan
hematoma
3. E. SHANNON STAUPER membagi:
 Extension injury
 simple flexion injury dan
 flexion compression fraktur dislocation.
4. HOLDS WORTH membagi alas taruma:
Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)
5. Pembagian Umum:
a. Fraktur Stabil
 Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)
 Burst fraktur
 Extension
b. Fraktur tak stabil
 Dislokasi
 Fraktur dislokasi
 Shearing fraktur
Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang
belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat
mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah
yang mobil yaitu Vertebra C4,6 dan Th12-L2.

Perawatan
Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.. Yang menjadi
masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.

2
I. Fase Akut ( 0-6 minggu )
1. Live saving dan kontrol vital sign
2. Perawatan trauma penyerta
a. Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
b. Perawatan trauma lainnya.
3. Fraktur/Lesi pada vertebra
a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama
simple kompressi.
b. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Kalau
dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
 laminektomi
 fiksasi interna dengan kawat atau plate
 anterior fusion atau post spinal fusion
c. Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuklear (reflek bladder)
dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan
cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang
400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor
dapat kembali.
Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
 Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
 Manuver crede
 Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
 Gravitasi/ mengubah posisi
d. Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.
II. Fase Sub Akut ( 6-12 minggu)
Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.
III. Fase berdikari (3-6 bulan)
Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:
 Mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.
 Mengadakan alat-alat pembantu
 Mempersiapkan pekerjaan tangannya. Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:
Mengembalikan spinal aligment
 Stabilitas dan tulang belakang
 Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal
 Mencegah komplikasi.

Fisioterapi
I. Stadium Akut
1. Breathing exercise yang adequate
2. Mencegah kontraktur
3. Melatih otot yang lemah
II. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
III. Berdikari
IV. Follow up
V. Occupational therapy

3
PENATALAKSANAAN TRAUMA VERTEBRA CERVICAL
Spine Instability
Pada dasarnya tulang belakang mempunyai 3 tulang (kolona vertikal) yaitu 1 (satu) kolona anterior yang
terdiri korpus dan diskus dari atas sampai kebawah. Dua kolona posterior (kanan & kiri) yang terdiri dari
rangkaian sendi (facet joint) dan atas kebawah. Tulang belakang yang demikian dapat diumpamakan
sebagai suatu gedung bertingkat dengan 3 tiang utama (1 di depan 2 di belakang) dengan masing-masing
diberi koefisien 1. Sedangkan lantainya terdiri dan pedikel kiri dan kanan, lamina proc. spinosus, dan proc.
transversum dengan nilai koefisien antara 0,25 dan 0,5 Jadi bila koefisien instability 2 dalam arti kolona
vertikal putus >2, maka dikatakan tulang belakang tidak stabil.

Diagnosis dan Management


Semua yang dicurigai fraktur vertebrate cervical harus dirawat sebagai cervical spinal injury sampai
terbukti tidak ada.
1. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis
Penderita dengan diagnose cervical sprain derajat I dan II yang sening karena "wishplash Injury"
yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya dilakukan pemasangan culiur brace untuk 6
minggu. Selanjutnya sesudah 3-6 minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronic
instability
Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:
a. Dislokasi feset >50%
b. Loss of paralelisine dan feset.
c. Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.
d. ADI (Atlanto Dental Interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)
e. Pelebaran body mass C-I terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada foto AP
Pada dasarya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergency closed reduction dengan atau
tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih ada kontrol dan otot leher. Harus diingat
bahwa reposisi pada cervical adalah mengembalikan ke posisi anatomis secepat mungkin untuk
mencegah kerusakan spinal cord.
2. Penanganan Cedera Servikal dengan Gangguan Neorologis
Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan pembedahan terutama
ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan supaya dapat segera diimobilisasikan.
Pembedahan dikerjakan jika keadaan umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam.
Tindakan pembedahan setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam
pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa pasca bedah
tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula spinalis.

REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG


Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas mulai dan penyakit
kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai dengan adanya neorologi defisit. Deformitas
tulang belakang ini bervariasi pula yang mulai dan tanpa gejala sampai ada gejala yang sangat berat berupa
kelumpuhan.
Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:
1. Kelainan neorologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya: scollosis paralitik.
2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis, misalnya: spinal stenosis,
diastematomella, kyphoscollosis yar berat.
3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang belakang dengan kelainan
syaraf misalnya: Pott paraplegia, Metastase tumor dengan kompresi fraktur
4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf misalnya instrumentalia
harington.

Sifat Deformitas
a. Scoliosis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.
b. Kyposis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.
c. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
d. Kelainan setempat yang bervariasi

4
Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:
1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasma, metabolik, dll)
2. Deformitas sendiri
3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:
a. Defisit neorologis : paraplegia dan tetraplegia.
b. Ganguan fungsi paru-paru pada skollosis
c. Gangguan tr. Urinarius.
Karena itu terapi diarahkan pada:
1. Pengobatan terhadap penyabab deformitas.
2. Koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)
3. Rehabilitasi.

Tujuan koreksi:
Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal mungkin dalam batas toleransi
jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama medula spinalis. Koreksi kadang-kadang tidak perlu harus
sampai 100%.

5
DISLOKASI BAHU AKUT
Introduksi
Dapat terjadi:
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erecta
4. Dislokasi dengan Fraktur
a. Definisi
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi
anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)
b. Ruang lingkup
Nyeri hebat dan gangguan pergerakan sendi bahu, pergeseran kaput humerus. Pada pemeriksaan
radiologis tampak kaput humerus terlihat berada di depan dan medial glenoid
c. Indikasi Operasi
Dislokasi bahu yang tidak berhasil direduksi secara tertutup dan dislokasi yang sudah neglected lebih
dari 2 minggu
d. Kontra indikasi operasi
Berhubung dengan kondisi medis/cedera penyerta yang tidak memungkinkan dilakukan tindakan
pembiusan
e. Diagnosis Banding
1. dislokasi akromioklavikula
2. fraktur klavikula
3. firaktur kolumna humeri
4. traktur humerus proksimal
f. Pemeriksaan penunjang
Rontgen foto (X-ray)

Algoritma

Dislokasi bahu

Akut Neglected

Reduksi tertutup Tidak berhasil Dirujuk ke spesialis


orthopaedi

Reduksi terbuka

Tehnik Operasi
DISLOKASI ANTERIOR
Dislokasi preglenoid subkorakoid, subklavikuler
Mekanisme trauma:
Paling sering ditemukan, jatuh dalam keadaan out stretched, trauma pada scapula gambaran klinis nyeri
hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu jadi rata, kaput humerus bergeser ke depan
pemeriksaan radiologist:
Kaput humerus terlihat di depan dan medial glenoid

1
Pengobatan:
1. Dengan bius umum
 Metode hipocrates: dibaringkan, tarik anggota gerak, tekan kaput humeri
 Metode kocher: dilakukan tahap-tahap reposisi kocher
2. Tanpa pembiusan
 Tehnik menggantung lengan

DISLOKASI POSTERIOR
Mekanisme trauma
Jarang ditemukan, trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna
Gambaran klinis
Nyeri, benjolan dibagian belakang sendi pemeriksaan radiologis
Khas: light bulb karena rotasi internal humerus
Pengobatan
Reduksi dengan menarik lengan, rotasi interna, Imobilisasi 3-6 minggu

DISLOKASI INFERIOR
Kaput humerus terjepit di bawah glenoid, dengan lengan arah ke atas pengobatan dilakukan reposisi
tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi

DISLOKASI DENGAN FRAKTUR


Biasanya adalah dislokasi tipe anterior dengan fraktur
Pengobatan
Dilakukan reposisi path dislokasi maka fraktur akan tereposisi dan kembali melekat pada humerus

Komplikasi reduksi tertutup pada dislokasi bahu akut


 Kerusakan nervus aksilaris
 Kerusakan pernbuiluh darah
 Tidak dapat tereposisi
 Kaku sendi
 Dislokasi rekuren, dilakukan tindakan operasi Putti-platt, Bristow dan Bankart

Mortalitas (tidak ada)

Perawatan Pasca reduksi tertutup


Imobilisasi dengan verban Velpeau atau collar cuff selama 3 minggu

Follow up
Pengawasan posisi ekstremitas atas dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi untuk dislokasi bahu
anterior dan ekstensi, abduksi, dan eksternal rotasi untuk yang tipe posterior. Daerah lipatan aksilla
harus diperhatikan terjadinya mycosis, dan kondisi yang lembab harus dihindarkan dan diatasi. Latihan
isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 3 minggu.

Kata Kunci: dislokasi bahu - reduksi tertutup

2
3
TERAPI NON-OPERATIF DISLOKASI PANGGUL AKUT
Introduksi
a. Definisi
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi
posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi
sentra)
b. Ruang Lingkup
Terapi non-operatif dislokasi panggul anterior, posterior dan sentral.
c. Indikasi operasi
1. Gagal reposisi tertutup
2. Kedudukan caput femur tidak stabil
3. Terjadi fraktur kolum femoris
4. Adanya lesi N. Ischiadikus
d. Kontra Indikasi reduksi tertutup (tidak ada)
e. Diagnosis Banding
1. Fraktur acetabulum
2. Fraktur collum femur
f. Pemeriksaan Penunjang
X-ray dan CT-scan

Algoritma

Dislokasi panggul

Akut Neglected

Reduksi tertutup Tidak berhasil Dirujuk ke spesialis


orthopaedi

Reduksi terbuka

Tehnik Reduksi
Klasifikasi
1. Dislokasi posterior
2. Dislokasi anterior
3. Dislokasi sentral

Patofisiologi
Dislokasi posterior
Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan adduksi. Arah trauma dan lutut
ditransmisikan sepanjang batang femur dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury)
atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu
Dislokasi anterior
Dislokasi anterior terjadi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung bongkok arah ke
depan dan ada puntiran ke balakang.
Dislokasi sentral
Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping sehingga trauma ditransmisikan lewat
trokanter mayor mendesak terjadi fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga pelvis.

1
Gejala klinis
Dislokasi posterior
1. Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi
2. Tungkai tampak lebih pendek
3. Teraba caput femur pada panggul
Dislokasi anterior
1. Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi
2. Tak ada pemendekan tungkai
3. Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah
4. Sendi panggul sulit digerakkan
Dislokasi Sentral
1. Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral
2. Gerakan sendi panggul terbatas

Pemeriksaan penunjang (radiologis)


Dislokasi posterior
Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi dan
internal rotasi
Dislokasi anterior
Caput femur terlihat di depan acetabulum
Dislokasi sentral
Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul

Pengobatan
Dislokasi posterior
Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum dengan disertai relaksasi yang
cukup.
Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan 90° dan
kemudian dilakukan tarikan pada pada secara vertikal
Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise Weight bearing dilakukan
minimal sesudah 12 minggu.
Dislokasi anterior
Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat fleksi dan tarikan pada dislokasi
posterior dilakukan adduksi pada dislokasi anterior
Dislokasi sentral
Dilakukan reposisi dengan skletal traksi sehingga self reposisi pada fraktur acetabulum tanpa
penonjolan kaput femur ke dalam panggul dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6
minggu

Komplikasi dislokasi panggul


Komplikasi dini
1. Kelumpuhan N.ischiadikus
Biasa terjadi pada dislokasi posterior karena internal rotasi yang hebat atau tekanan langsung oleh
fragmen fraktur acetabulum.
2. Kerusakan pembuluh darah (A.Glutea superior)
Biasanya terjadi pada dislokasi anterior
3. Kerusakan kaput femur

Komplikasi lanjut
1. Nekrosis avaskular
2. Miositis ossifikans
3. Rekurent dislokasi
4. Osteoarthritis

2
Mortalitas (tidak ada)

Perawatan Pasca Reduksi


Pasien tirah baring dan diimobilisasi dengan skin traksi selama 2 minggu, kemudian mobilisasi non
weight bearing selama 3 bulan atau tirah baring hingga nyeri sendi panggul menghilang, kemudian
segera mobilisasi partial weight bearing.

Follow up
Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi netral bila diimobilisasi dengan traksi kulit. Latihan
isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 2 minggu. Atau pemantauan hilangnya nyeri
sendi panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.

Kata Kunci: dislokasi panggul - reduksi tertutup

3
AMPUTASI
Introduksi

a. Prinsip dasar amputasi


Dengan kemajuan dibidang prostesis maka pemilihan tempat amputasi dengan tujuan untuk
mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak sepenuhnya benar. Hal ini berlaku pada amputasi
ekstremitas superior. Aturan yang menyatakan untuk mempretahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak
dapat diterapkan pada amputasi ekstremitas inferior. Meskipun begitu sedapat mungkin lutut harus
diselamatkan, karena lutut sangat berguna secara fungsional. Masalah weight bearing dan menyisakan
soft tissue untuk menutupi stump sangat mempengaruhi pemilihan tempat amputasi pada ekstremitas
inferior. Pada amputasi below knee stump yang terlalu panjang tidak disarankan karena akan mempersulit
penggunaan prostesa. Batas anterior tibia harus di bevel dan harus tersedia soft tissue yang cukup untuk
menutupinya dengan cara membuat flap diposterior lebih panjang. Amputasi setinggi pergelangan kaki
mempunyai indikasi yang cukup jarang, umumnya pada trauma. Amputasi Syme bermanfaat untuk end
weight bearing prosthesis. Untuk amputasi telapak kaki kesepakatan umum yang dipakai adalah trans
metatarsal (level amputasi lihat gambar skematis).

1
Lokasi untuk melakukan amputasi:

b. Indikasi Operasi
 Trauma
 Dead limb karena ganggan suplai vaskuler
 Malignant neoplasma
 Osteomyelitis kronis
 Infeksi yang mengancam nyawa
 Deformitas tungkai kongenital yang inoperable

2
c. Kontra indikasi operasi: keadaan umum yang jelek

Teknik Operasi
Penatalaksanaan Amputasi Ekstremitas
 Anesthesia
Anestesia spinal umum digunakan untuk amputasi ekstremitas bawah, anastesia umum untuk amputasi
ekstremitas atas. Bisa juga digunakan anestesia blok fleksus. Untuk amputasi jari bisa digunakan
infiltrasi lokal anestesia.
 Teknik operasi
Amputasi atas-lutut
Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit
untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki
panjang sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang
garis yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak sukar pada anggota gerak yang iskemik namun
bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota gerak yang septik. Ikat semua vena dengan menggunakan
jarum serap 2/0. Perdalam insisi anterior sampai tulang, sambil memotong tendon quadriceps
femoris. Vasa femoralis bersama-sama nervus poplitea media dan lateral dijumpai pada posisi
posteromedial. Ikat rangkap pembuluh darah dengan benang serap. Sebelum memotong saraf, beri
tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik ke dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi
dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti
oleh arteri yang harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf dipotong. Setelah
memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal dan hindari pemakaian
diatermi. Periksa titik amputasi yang tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang di daerah ini.
Otot-otot paha harus diretraksi ke arah proksimal untuk memberikan cukup ruang dalam
menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa pembalut abdomen atau retraktor
khusus. Setelah memotong femur dan melepas tungkai bawah, tempatkan handuk bersih di bawah
puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok yang dibalik. Gunakan kikir untuk menghaluskan
pinggir femur, kemudian bawa otot-otot depan dan belakang bersamaan menutup tulang dengan
jahitan terputus benang serap ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit Titik pemotongan tulang di
bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang lebih superfisial dalam otot dan jaringan
subkutan karena ini akan membantu mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan beberapa
jahitan putus dengan benang non serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan forsep bergigi.
Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut dengan crepe bandage.

Amputasi bawah-lutut
Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari
ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada
tibia dan flap posterior meluas ke bawah sampai tendon Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang
telah diberi tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan perdalam insisi untuk memotong sisa otot
dan tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam sampai melintasi bagian depan. Fibula dipotong
miring dengan gergaji Gigli, kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini. Bersihkan otot dari tulang
dengan elevator periosteum. Potong bevel anterior pertama kali dengan gergaji diagonal kemudian
potong tegak lurus tibia. Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke arah atas dan pisahkan massa otot
dari aspek posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh darah dan potong setiap saraf yang tegang.
Lepas tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus puntung tulang dan dijahit ke
flap anterior. Flap posterior mungkin perlu dikurangi dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang
serap di antara otot di bagian posterior dan jaringan subkutan di anterior dan meninggalkan suction
drain di bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus benang non-serap 2/0. Pangkas
sudut-sudut flap posterior jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup puntung dengan katun dan balut
ketat dengan crepe bandage.

3
Komplikasi operasi
Perdarahan
Infeksi

Mortalitas
Tergantung etiologinya

Perawatan Pascabedah dan Follow up


Perawatan luka pada umumnya
Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai

Kata kunci: Amputasi

4
5
TERAPI KONSERVATIF & OPERATIF FRAKTUR CLAVIKULA
Introduksi
a. Definisi
Klasifikasi fraktur klavikula
1. Fraktur mid klavikula ( Fraktur 1/3 tengah klavikula )
 paling banyak ditemui
 terjadi medial ligament korako-klavikula ( antara medial dan 1/3 lateral )
 mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung ( dari lateral bahu )
2. Fraktur 1/3 lateral klavikula
 fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
 type 1: undisplaced jika ligament intak
 type 2 : displaced jika ligamen korako-kiavikula rupture.
 type 3 : fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.
 Mekanisme trauma pada type 3 biasanya karena kompresi dari bahu.
3. Fraktur 1/3 medial klavikula
 Insiden jarang, hanya 5% dan seluruh fraktur klavikula.
 Mekanisme trauma dapat berupa trauma langsung dan trauma tak langsung pada bagian
lateral bahu yang dapat menekan klavikula ke sternum . Jatuh dengan tangan terkadang
dalam posisi abduksi.

Pemeriksaan Klinis
Fraktur klavikula sering terjadi pada anak-anak. Biasanya penderita datang dengan keluhan
jatuh dan tempat tidur atau trauma lain dan menangis saat menggerakkan lengan. Kadangkala
penderita datang dengan pembengkakan pada daerah klavikula yang terjadi beberapa hari setelah
trauma dan kadang-kadang fragmen yang tajam mengancam kulit. Ditemukan adanya nyeri tekan
pada daerah klavikula.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rontgen anteroposterior dan klavikula biasanya dapat membantu menegakkan diagnosis
dan fraktur. Fraktur biasanya terjadi pada 1/3 tengah dan fragmen luar terletak dibawah fragmen
dalam. Fraktur pada 1/3 lateral klavikula dapat terlewat atau tingkat pergeseran salah dikira kecil,
kecuali kalau diperoleh foto tambahan pada bahu.

b. Indikasi Operasi
 Fraktur terbuka.
 Fraktur dengan gangguan vaskularisasi
 Fraktur dengan “scapulothorcic dissociation” (floating shoulder)
 Fraktur dengan displaced glenoid neck fraktur.

c. Kontra indikasi operasi
d. Diagnosis Banding

Algoritma

Fraktur Tanpa penyulit Penanganan


clavicula konservatif

Penanganan operatif

Dengan penyulit Rujuk ke Spesialis


Orthopaedi
1
Patofisiologi
Pada fraktur sepertiga tengah klavikula otot stemokleidomastoideus akan menarik fragmen ragmen medial
keatas sedangkan beban lengannya akan menarik fragmen lateral ke bawah. Jika fraktur terdapat pada
ligament korako-klavikula maka ujung medial klavikula sedikit bergeser karena ditahan ligament ini.
Fraktur yang terjadi kearah medial terhadap fragment maka ujung luar mungkin tampak bergeser kearah
belakang dan atas, sehingga membentuk benjolan dibawah kulit.

Teknik penanganan terapi konservatif dan operasi


Penatalaksanaan Fraktur Klavikula
1. Fraktur 1/3 tengah
 Undisplaced fraktur dan minimal displaced fraktur diterapi dengan menggunakan sling, yang
dapat mengurangi nyeri.
 Displaced fraktur fraktur dengan gangguan kosmetik diterapi dengan menggunakan commersial
strap yang berbentuk angka 8, untuk menarik bahu sehingga dapat mempertahankan alignment
dan fraktur. Strap harus dijaga supaya tidak terlalu ketat karena dapat mengganggu sirkulasi dan
persyarafan. Suatu bantal dapat diletakkan di antara scapula untuk menjaga tarikan dan
kenyamanan. Jika commersial strap tidak dapat digunakan balutan dapat dibuat dari “tubular
stockinet”, ini biasanya digunakan untuk anak yang berusia <10 tahun.
 Pemakaian strap yang baik:
1. Menarik kedua bahu, melawan tekanan dipusat, dan daerah interscapula selama penarikan
fraktur.
2. Tidak menutupi aksila, untuk kenyamanan dan hygiene.
3. Menggunakan bantalan yang bagus.
4. Tidak mengganggu sirkulasi dan persyarafan kedua lengan.
 Plating Clavikula
 Gunakan insisi sesuai garis Langer untuk mengekspos permukaan superior clavikula. Hindari
flap kulit undermining dan kerusakan saraf supraklavikula. Hindari juga diseksi subperiosteal
pada fracture site.
 Lakukan reduksi fragmen fraktur jika memungkinkan pasang lag screw melintasi fraktur.
Plate diletakkan di sisi superior clavikula dengan 3 screw pada masing-masing sisi fraktur
untuk mencapai fiksasi yang solid.
 Jika diperlukan diletakan subkutaneus drain, luka operasi ditutup dengan jahitan subcuticular.
2. Fraktur lateral
 Undisplaced fraktur dapat diterapi dengan sling.
 Displaced fraktur dapat diterapi dengan sling atau dengan open reduction dan internal fiksasi. Jika
pergeseran lebih dan setengah diameter klavikula harus direduksi dan internal fiksasi. Bila
dibiarkan tanpa terapi akan terjadi deformitas dan dalam beberapa kasus rasa tidak enak dan
kelemahan pada bahu karena itu terapi diindikasikan melalui insisi supraklavikular, fragmen
diaposisi dan dipertahankan dengan pen yang halus, yang menembus kearah lateral melalui
fragmen sebelah luar dan akromion dan kemudian kembali ke batang klavikula. Lengan ditahan
dengan kain gendongan selama 6 minggu dan sesudah itu dianjurkan melakukan pergerakan penuh.

Komplikasi operasi
Komplikasi dini
kerusakan pada pembuluh darah atau saraf ( jarang terjadi )
Komplikasi lanjut
non-union
 jarang terjadi
 dapat diterapi dengan fiksasi interna dan pencangkokan tulang yang aman.
mal-union
 meninggalkan suatu benjolan, yang biasanya hilang pada waktunya.
 untuk memperoleh hasil kosmetik yang baik dan cepat dapat menjalani terapi yang lebih drastis
yaitu fraktur direduksi dibawah anastesi dan dipertahankan reduksinya dengan menggunakan
gips yang mengelilingi dada ( wirass)

2
kekakuan bahu
 sering ditemukan, hanya sementara, akibat rasa takut untuk menggerakkan fraktur. Jari juga
akan kaku dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memperoleh kembali gerakan,
kecuali kalau dilatih.

Mortalitas
Pada umumnya kecil

Perawatan Pascabedah
Rehabilitasi
 Commersial strap yang berbentuk angka 8, harus di follow up apakah sudah cukup kencang. Strap
ini harus dikencangkan secara teratur. Anak anak <10 tahun menggunakan strap atau splint selama
3-4 minggu sampai bebas nyeri, sedangkan orang dewasa biasanya membutuhkan waktu 4-6
minggu.
 Pasien dianjurkan untuk melakukan pergerakan seperti biasa begitu nyeri berkurang
(strap/splint/sling sudah dilepas).

Kata kunci: Fraktur Klavicula, terapi konservatif, terapi operatif

3
4
FRAKTUR HUMERUS
Introduksi
a. Definisi
Diskontinuitas yang terjadi pada diafisis shaft tulang humerus karena rudapaksa / trauma
Klasifikasi fraktur humerus :
1. Fraktur proksimal humerus
- One part fractures (minimally displaced)
- Two part fractures
 Fraktur tuberositas minor
 Fraktur tuberositas mayor
 Surgical neck fracture
- Three part fractures ( caput humeri, shaft humeri dan salah satu dari tuberositas)
- Four part fractures
- Fraktur dislokasi
- Head splitting and articular impression fractures
2. Fraktur Shaft Humerus ( 1/3 tengah )
- Tipe A ( simple/non cominuted )
- Tipe B ( Butterfly fractures )
- Tipe C ( comminuted fractures )
3. Fraktur Distal Humerus ( Kondilus Humeri )
- T or Y fracture
- Sideswipe fracture
- Comminuted fracture of the articular surface
- Anterior shearing fracture of capitulum

b. Ruang lingkup
Penanganan Fraktur Humerus
Fraktur proksimal humerus
- Reduksi tertutup, jika fraktur stabil ( one part fractures )
- ORIF atau pemakaian prostese jika fraktur tidak stabil
Fraktur shaft Humerus
- Reduksi tertutup
 Hanging arm cast
 Shoulder spica cast
 Velpeau dressing
 Coaptatioin splint
 Functional brace
- Operatif
 Plate Osteosintesis
 Rigid Intramedullary Nail Fixation
 Flexible Intramedullary Nail Fixation
 Fiksasi eksternal
Fraktur distal humerus
Reduksi tertutup pada fraktur distal humerus tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Terapi operatif merupakan pilihan utama sebaiknya kasus ini dirujuk.

1
c. Indikasi Operasi
 Fraktur segmental
 Multipel trauma
 Fraktur terbuka
 Trauma vaskuler
 Fraktur shaft humeri bilateral
 Floating elbow injury
 Fraktur patologis
 Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
 Radial nerve palsy setelah reduksi tertutup
 Pada penderita Parkinson
 Lesi plexus brachial ipsilateral
d. Kontra indikasi Operasi
Keadaan Umumnya jelek
e. Diagnosis Banding -
Tidak ada
f. Pemeriksaan Penunjang
 X-Ray, dengan 2 atau 3 proyeksi
 CT-Scan

Algoritma

Fraktur diafisis Tanpa penyulit Penanganan


shaft humerus konservatif

Dengan penyulit Rujuk spesialis


Orthopaedi

Fraktur humerus
selain yang terjadi Rujukan spesialis
pada diafisis shaft Orthopaedi
humerus

Tehnik operasi
Eksposur dapat menggunakan cara anterolateral atau midline posterior untuk fraktur 1/3
distal shaft humerus. Gunakan insisi yang baik, hindari retraksi soft tissue yang berlebihan
dengan cara diseksi soft tissue yang seksama dan teknik bone handling yang baik.
Identifikasi dan lindungi nervus radialis. Plate dapat ditempatkan di permukaan posterior
atau anterolateral tulang.
Reduksi fraktur sebaik mungkin dan gunakan lag screw untuk kompresi interfragmental jika
memungkinkan ( pada fraktur oblique atau spiral). Kemudian letakkan plate yang sesuai
pada sisi kompresi jika memungkinkan. Minimal gunakan 6 screw pada fragmen utama,
beberapa penulis merekomendasikan 8 sampai 10 screw. Padan fraktur transversal dan
oblique yang pendek compression plate sangat bermanfaat.

2
Komplikasi Operasi
 Nonunion
 Malunion
 Avascular nekrosis ( fraktur pada caput humerus )
 Arthrodesis
 Osteomyelitis ( pada fraktur terbuka )
 Trauma vaskuler
 Lesi N.radialis

Mortalitas
Umumnya rendah

Perawatan Pasca Bedah


 Perawatan luka operasi pada umumnya
 Pasien diinstruksikan untuk mulai latihan ROM ringan beberapa hari setelah operasi dengan
penekanan untuk menggerakkan jari-jari, pergelangan tangan dan siku untuk mencegah kekakuan
sendi. Tambahkan latihan gerakan pendulum pada sendi bahu sesegera mungkin dimulai minggu-
minggu awal post operatif.
 Disarankan pasien untuk memakai sling sampai fungsi otot kembali secara penuh.
Latihan keras dihindari sampai 12 minggu atau sampai fraktur sembuh

Kata Kunci: Fraktur Shaft Humerus, terapi konservatif, terapi operatif

3
4
FRAKTUR RADIUS ULNA
Introduksi

a. Definisi
Fraktur yang mengenai tulang radius ulna karena rudapaksa termasuk fraktur dislokasi proximal
atau distal radioulnar joint ( Fr.Dislokasi Galeazzi dan Montegia )
 Fraktur Galeazzi : adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal.
 Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari
kapitulum radius
 Klasifikasi Bado:
Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi
anterior kaput radius
Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi
posterior kaput radii dan fraktur kaput radii
Fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radii
Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan
fraktur 1/3 proksimal radii di bawah kiberositas bicipitalis

b. Ruang lingkup
Fraktur diafisis radius dan ulna
Fraktur-dislokasi Galeazzi
Fraktur-dislokasi Monteggia.

c. Pemeriksaan Klinis :

Patofisiologis
Mekanisme trauma pada antebrachii yang paling sering adalah jatuh dengan outstreched
hand atau trauma langsung. Gaya twisting menghasilkan fraktur spiral pada level tulang yang
berbeda. Trauma langsung atau gaya angulasi menyebabkan fraktur transversal pada level tulang
yang sama. Bila salah satu tulang antebrachii mengalami frakfur dan mengalami
angulasi, maka tulang tersebut menjadi lebih pendek terhadap tulang lainnnya. Bila
perlekatan dengan wrist joint dan humerus intak, tulang yang lain akan mengalami
dislokasi (fraktur dislokasi Galeazzi/Monteggia)

Pemeriksaan klinis :
Fraktur radius ulna
 Deformitas di daerah yang fraktur: angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi) atau
shorthening
 Nyeri
 Bengkak
 Pemeriksaan fisik harus meliputi evaluasi neurovascular dan pemeriksaan elbow
dan wrist. Dan evaluasi kemungkinan adanya sindrom kompartemen

1
Fraktur Galeazzi Fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi radioulnar Joint
distal.Fragmen distal angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat
diraba tonjolan Ujung distal ulna. Fraktur dislokasi Galeazzi terjadi akibat
trauma langsung pada wrist, khususnya pada aspek dorsolateral atau akibat
jatuh dengan outstreched hand dan pronasi forearm. Pasien dengan nyeri pada
wrist atau midline forearm dan diperberat oleh penekanan pada distal
radioulnar joint
Fraktur Monteggia : Fraktur setengah proksimal ulna dengan dislokasi radioulnar joint proksimal.
Pasien dengan fraktur-dislokasi Monteggia datang dengan siku yang
bengkak, deformitas serta terbatasnya ROM karena nyeri khususnya supinasi
dan pronasi. Kaput radius bisanya dapat di palpasi. Harus dilakukan
pemeriksaan neurovascular dengan teliti oleh karena sering terjadi cedera
saraf perifer n radialis atau PIN.

Klasifikasi Fraktur dislokasi Monteggia menurut Bado:


1. Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi anterior kaput
radius
2. Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi
posterior kaput radii dan fraktur kaput radii
3. Fraktur ulna distal processes coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio
4. Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan fraktur 1/3
proksimal radii di bawah kiberositas bicipitalis

d. Kontra indikasi Operasi


Keadaan umum jelek

e. Diagnosis Banding
Tidak ada
f. Pemeriksaan Penunjang
X Ray dengan dua proyeksi

Algoritma

Fraktur radius Undisplaced dan Penanganan


ulna fr.pada anak konservatif

Disploced ( dewasa ) Penanganan


Frakturdia Fisis radium ulna 1/3 Operatif
tengah

Displaced, Fr-
Dislokasi,Fraktur Rujuk ke Spesialis
dengan penyulit Orthopaedi

2
Tehnik Penanganan terapi konservatif dan operasi
 Metode Penanganan Konservatif
Prinsipnya dengan melakukan traksi ke distal dan kembalikan posisi tangan berubah akibat
rotasi
Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis patahnya
 1/3 proksinal posisi fragmen proksimal dalam supinasi untuk dapat kesegarisan fragmen
distal supinasi
 1/3 tengah posisi radius netral maka posisi distal netral
 1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan pronasi, setelah itu dilakukan
immobilisasi dengan gips atas siku
 Metode Penanganan Operatif
 Empat eksposur dasar yang direkomendasikan
1. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna
2. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal
3. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari kapitulum radius sampai ¼
distal shaft radius
4. Palmar approach untuk fraktur radius 1/3 distal
 Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand sangat membantu untuk
memudahkan operasi. Tourniquet dapat digunakan kecuali bila didapatkan lesi vaskuler.
 Ekspos tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip diatas.
 Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin
 Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada permukaan dorsolateral pada radius,
dan sisi dorsal pada ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya diletakkan pada sisi volar
untuk menghindari tuberculum Lister dan tendon-tendon ekstensor.
 Pasang drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis

Komplikasi
 Malunion
 Kompartemen sindrom
 Cross union
 Atropi sudeck
 Trauma N. Medianus
 Rupture tendo ekstensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan
serta ekstensi

Mortalitas : pada umumnya rendah

Perawatan Pasca Bedah


 Perawatan luka operasi pada umumnya
 Drain dilepas 24-48 jam post operatif atau sesuai dengan produksinya
 Elevasi lengan 10 cm di atas jantung
 Mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari, pergelangan tangan, siku sesegera mungkin
setelah operasi

Follow Up
 Fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku
 Buat X Ray kontrol 6 minggu dan 3 bulan sesudahnya
 Penyembuhan biasanya setelah 16-24 minggu, selama ini hindari olah raga kontak dan
mengangkat beban lebih dari 2 kilogram

3
Kata Kunci: Fraktur Montegia, Fraktur Galeazzi, Fraktur Radius Ulna

4
FRAKTUR FEMUR
Introduksi
a. Definisi
Fraktur (fraktur) yang terjadi pada tulang femur. Mekanisme trauma yang berkaitan dengan
terjadinya fraktur pada femur antara lain : (I) pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu
lintas, jatuh pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam
keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60 tahun ke atas, biasanya tulang bersifat
osteoporotik, pada pasien awal menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid,
phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma high energy; (2) Femoral Trochanteric fraktur
karena trauma langsung atau trauma yang bersifat memuntir; (3) Femoral Shaft fraktur terjadi
apabila pasien jatuh dalam posisi kaki melekat pada dasar disertai putaran yang diteruskan ke femur.
Fraktur bisa bersifat transversal atan oblik karena trauma langsung atau angulasi. Fraktur patologis
biasanya terjadi akibat metastase tumor ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat
syok
b. Ruang lingkup
Fraktur tulang femur terdiri atas : Femoral Head fraktur, Femoral Neck fraktur,
Intertrochanteric frakiur, Subtrochanteric fraktur, Femoral Shaft fraktur,
Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)
• Femoral Head fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pipkin : (I) Tipe I : fraktur dibawah fovea; (2) Tipe 2 fraktur diatas
fovea; (3) Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck; (4) Tipe 4: tipe I atau tipe 2
ditambah fraktur acetabulum
• Femoral Neck fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pauwel : (I) Tipe I : sudut inklinasi garis fraktur <30°;
(2) Tipe 2 : sudut inklinasi garis fraktur 30-50°; (3) Tipe 3 : sudut inklinasi garis fraktur > 70°
Berdasarkan klasiflkasi Garden : (1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe abduksi/ valgus
atau impaksi; (2) Garden 2 fraktur lengkap, tidak ada pergeseran; (3) Garden 3 : fraktur lengkap,
disertai pergeseran tapi masih ada perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran tipe varus; (4)
Garden 4: Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh.

• Trochanteric fraktur
Diklasifikasikan menjadi 4 tipe (1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa
pergeseran; (2) fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor; (3) fraktur
disertai fraktur komunitif; (4) fraktur disertai fraktur spiral

• Femoral Shaft fraktur


Klasifikasi OTA : (1) Tipe A : Simple fraktur, antara lain fraktur spiral, oblik, transversal; (2) Tipe
B : wedge/butterfly comminution fraktur; (3) Tipe C : Segmental communition.
Klasifikasi Winquist-Hansen : (1) Type 0 : no communition; (2) Tipe 1: 25% butterfly; (3) Tipe 2 :
25-50% butterfly; (4) Tipe 3 : >50% communition; (5) tipe segmental ; (6) Tipe 5 : segmental
dengan bone loss

• Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)


Klasifikasi Neer, Grantham, Shelton : (1) Tipe 1: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk 1; (2)
Tipe II A : fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafise (bentuk Y); Tipe II B :
bagian metafise lebih kecil; (3) fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler tidak total

Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada fraktur tipe femoral neck
dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan rotasi eksternal. Selain itu ditemukan nyeri dan bengkak.
Juga dinilai gangguan sensoris daerah jam I dan II, juga pulsasi arteri distal. Untuk pemeriksaan
penunjang berupa foto roentgen posisi anteroposterior dan lateral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
antara lain hemoglobin, leukosit, trombosit, CT, BT.

1
c. Indikasi Operasi
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru lahir
hingga 2 tahun dilakukan pemasangan Bryant traksi. Sedangkan usia 2 sampal 5 tahun dilakukan
pemasangan Thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.
Pada anak usia 5 sampai 10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica
gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau
plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi panggul.
Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan
peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan
pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur
acetabulum.
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan skin traksi
selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau
arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti, hemiarthroplasti dan
arthtroplasti total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser dilakukan
ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar, femur atau
proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu. Sedangkan untuk
intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14 minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya bersifat
untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja, level fraktur
terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast bracing dilakukan bila
terjadi clinical union.

d. Kontra indikasi Operasi


Pada pasien dengan fraktur terbuka, diperlukan debridement hingga cukup bersih untuk dilakukan
pemasangan ORIF. Kontraindikasi untuk traksi, adanya thromboplebitis dan pneumonia. Atau pada
pasien yang kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk operasi.

f. Pemeriksaan Penunjang
Foto roentgen, CT - scan dan MRI. Jika perlu dilakukan foto perbandingan.

Algoritma

Fraktur diafisis Tanpa penyulit Penanganan konservatif


Shaft femur Atau operatif menggunakan
Daerah isthmus Kuntscher atau plate

Dengan Penyulit Rujuk spesialis


orthopaedi

Fraktur femur selain


yang terjadi pada Rujuk spesialis
isthmus diafisis Orthopaedi
shaft humerus

2
Teknik Terapi Konservatif Operasi
 Pemasangan skeletal traksi
- Pasien berbaring posisi supine, Mikulicz line, dengan fleksi pada art. genu.
- Prosedur aseptik/antiseptik
- Approach, pada distal femur l inchi inferior tubercie abduktor. Pada proximal tibia 1 inchi inferior
dan 5 inchi inferior tubercle tibia Anestesi lokal dengan lidokain 1 % . Anestesi disuntikkan hingga
ke periosteum.
- Insisi dengan pisau no.11. Approach dan bagian medial untuk distal femur dan lateral untuk
proksimal tibia
- Wire diinsersikan dengan menggunakan hand drill, untuk menghindari nekrosis tulang sekitar
insersi pm (bila menggunakan alat otomatis). Jenis wire yang bisa digunakan disini adalah
Kirschner wire No.5

 Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail ) secara terbuka pada fraktur femur 1/3 tengah
- Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
- Aprroach posterolateral dan trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15 cm di atas daerah
fraktur
- Fascia lata dibelah dan m.Vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum intermuskularis dan
disisihkan ke anterior
- Ligasi a/v perforantes
- Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
- Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
- Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan Ietakkan di tengah, dengan
posisi fleksi dan adduksi sendi panggul. Bagian kulit yang tertembus dibuat sayatan.
- K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial
- Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat rotational instability, ben
anti rotation bar, atau pakai cerelage wiring atau atau ganti K-nail
- Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma. Cara lain pemasangan K- nail
dengan bantuan fluoroscopy.

 Plating pada fraktur fémur 1/3 tengah


- Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
- Aprroach posterolateral dan trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15 cm di atas daerah
fraktur
- Fascia lata dibelah dan m.Vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum intermuskularis dan
disisihkan ke anterior
- Ligasi a/v perforantes
- Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
- Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
- Reduksi fragmen fraktur
- Pemasangan plate (Broad Plate) pada permukaan anterior atau lateral dengan memakai 8 screw
pada masing-masing fragmen fraktur.

Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur femur, termasuk yang diterapi secara konservatif antara lain, bersifat segera:
syok, fat embolism, neurovascular injury seperti injury nervus pudendus, nervus peroneus,
thromboembolism, volkmann ischemic dan infeksi. Komplikasi lambat : delayed union, non union,
decubitus ulcer, ISK dan joint stiffhess. Pada pemasangan K- nail adventitious bursa, jika fiksasi terlalu
panjang dan fiksasi tidak rigid jika terlalu pendek.

3
Mortalitas
Mortitas berkaitan dengan adanya syok dan embolisme.

Perawatan Pasca Bedah


Pasien dengan permasangan traksi, rawat di ruangan dengan fasilitas ortopedi. Sedangkan pada pasien
dengan pemasangan OR1F, rawat di ruangan pemulihan, cek hemoglobin pasca operasi.

Follow up
Untuk Follow up pasien dengan skeletal traksi, lakukan isometric exercise sesegera mungkin dan jika
edem hilang, lakukan latihan isotonik. Pada fraktur femur 1/3 proksimal traksi abduksi >30˚ dan
exorotasi. Pada 1/3 tengah posisi abduksi 30˚ dan tungkai mid posisi, sedangkan pada 1/3 distal,
tungkai adduksi < 30˚ dan kaki mid posisi. Pada fraktur distal perhatikan ganjal lutut, berikan fleksi
ringan, 15°. Setiap harinya, perhatikan arah, kedudukan traksi, posterior dan anterior bowing. Periksa
dengan roentgen tiap 2 hari sampai accepted, kemudian tiap 2 minggu. Jika tercapai clinical union,
maka dilakukan weight bearing, half weight bearing dan non weight bearing dengan jarak tiap 4
minggu.
Sedangkan untuk follow up pasca operatif, minggu 1 hari pertama kaki fleksi dan ektensi, kemudian
minggu selanjutnya miring-miring. Minggu ke-2 jalan dengan tongkat dan isotonik quadricep. Fungsi
lutut harus pulih dalam 6 minggu.
Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical union, pasang hemispica dan
pasien boleh kontrol poliklinik.

Kata Kunci: Fraktur Femur, Nailing, Plating, skeletal traksi

4
FRAKTUR KRURIS
Introduksi

a. Definisi
Fraktur pada shaft (batang) tibia dan fibula yang sering disebut fraktur kruris merupakan fraktur
yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang
melapisi tibia agak tipis terutama patah daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini
mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit
sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.

b. Ruang lingkup
Mekanisme Injury
Cedera yang terjadi sering terjadi akibat trauma langsung pada kecelakaan mobil dan sepeda
motor. Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang hebat yang menyebabkan garis fraktur transversal
atau oblik, kadang-kadang dengan fragmen komunitif. Tenaga rotasi dapat juga terjadi pada olah
ragawan seperti pemain bola.

Gambaran klinis
Gambaran klinis yang terjadi berupa pembengkakan dan karena kompartment otot
merupakan sistem yang tertutup, sehingga pembengkakan sering menekan pembuluh darah dan
dapat terjadi sindrom kompartment dengan gangguan vaskularisasi kaki.

Terapi
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang
paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Pemendekan kurang 2 cm tidak akan jadi
masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian
pemendekan sebaiknya dihindari.
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang stabil, cukup
diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak paha dengan lutut posisi fisiologis yaitu fleksi
ringan, untuk mengatasi rotasi pada daerah fragmen. Setelah dipasang, harus ditunggu sampai gips
menjadi kering betul yang biasanya membutuhkan waktu dua hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani.
Penyambungan fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam gips biasanya dapat
dikoreksi dengan membentuk insisi baji pada gips. Pada fraktur yang tidak dislokasi diinstruksikan
untuk menopang berat badan dan berjalan. Makin cepat fraktur dibebani maka makin cepat
penyembuhan. Gips tidak boleh dibuka sebelum penderita dapat jalan tanpa nyeri.
Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang tidak stabil karena
cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh karena itu diperlukan tindakan
reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna atau eksterna. Fraktur dengan dislokasi fragmen dan
tidak stabil membutuhkan traksi kalkaneus terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang
gips sepanjang tungkai dan jari hingga paha.
Metode terapi alternatif lain pada fraktuf shaft tibia tertutup adalah dengan intramedullary
nailing dan bagian teratas tibia

c. Indikasi Operasi
o Fraktur terbuka
o Fraktur dengan gangguan vaskular

d. Kontra indikasi Operasi


o Keadaan umum jelek

e. Diagnosis Banding
Tidak ada

1
f. Pemeriksaan Penunjang
Fraktur tibia fibula yang tidak stabil terlebih dahulu harus diimobilisasi sebelum pemeriksaan
radiologis untuk mengurangi nyeri dan kerusakan jarinngan lunak. Proyeksi foto 4 posisi yaitu
anteroposterior, lateral dan 2 oblik merupakan yang terbaik.

Tehnik operasi
 Ekspos fraktur dilakukan dengan anterolateral approach yaitu melalui insisi 1 cm lateral batas
anterior tibia. Jika diperlukan insisi dapat dierpanjang sampai seluruh tibia terekspos, tetapi
prinsipnya panjang insisi harus cukup untuk mengekspos tibia tanpa retraksi soft tissue
berlebihan.
 Periosteum harus dipreservasi sebaik mungkin.
 Reduksi fragmen fraktur
 Pemasangan plate pada permukaan anteromedial dengan memakai 6 screw pada masing-masing
fragmen fraktur.

Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur tibia dan fibula adalah cedera pada pembuluh darah, cedera saraf
terutama n. peroneus, pembengkakan yang menetap, pertautan lambat, pseudoartrosis dan kekakuan
sendi pergelangan kaki.
Sindrome kompartmen sering ditemukan pada fraktur tungkai bawah tahap dini. Tanda dan
gejala 5 P harus diperhatikan siang dan malam pada hari pertarna pasca cedera atau pasca bedah,
yaitu nyeri (pain) dikeadaan istirahat, parestesia karena rangsangan saraf perasa, pucat karena
iskemia, paresis atau paralisis karena gangguan saraf motorik, dan denyut nadi (pulse) tidak dapat
diraba lagi. Selain itu didapatkan peninggian tekanan intrakompartmen yang dapat diukur (pressure),
gangguan perasaan yang nyata pada pemeriksaan yang membandingkan dua titik (points) dan
kontraktur jari dalam posisi fleksi karena kontraktur otot fleksor jari. Operasi fasiotomi ketiga
kompartmen tungkai bawah merupakan operasi darurat yang harus dikerjakan segera setelah
diagnosis ditegakkan sebab setelah kematian otot tidak ada kemungkinan fungsinya pulih kembali.

Mortalitas
Pada umunnya rendah

Perawatan Pasca Bedah


Post op sebaiknya tungkai dielevasi untuk mengurangi edema. Weight bearing harus
ditunggu sampai fraktur benar-benar telah union.
In rigidly internally fixed fractures of the tibia, union may be difficult to judge, as minimal or no
callus may form. Fractures of the diaphysis in adults rarely heal well enough to sustain weight
bearing before 16 weeks. At 16 weeks or later, take AP, lateral, and two oblique radiographs to
establish the presence of union. If union is judged to be present, begin careful, progressive weight
bearing with crutches, and monitor frequently, to ensure that displacement does not occur.

Follow-Up
Setelah 16 minggu dilakukan foto X Ray kontrol dengan posisi AP,. Lateral dan 2 oblik untuk
menilai fraktur sudah union. Jika fraktur telah union weight bearing bertahap dapat dimulai dengan
bantuan kruk. Pasien harus tetap dimonitor untuk meyakinkan tidak terjadinya displacement.

Kata Kunci: Fraktur Cruris, terapi konservatif, terapi operatif

2
3
CTEV
Introduksi

a. Definisi
Suatu kelainan kongenital yang terdiri dari kombinasi: equinus dan varus dari hind foot,
adduksi dan supinasi dari forefoot dan deviasi medial seluruh kaki terhadap tungkai

Etiologi dan Patologi


Penyebab pasti masih belum diketahui. Delbrillitas mulai terbentuk pada awal masa embrionik.
Otot-otot posterior dan medial tungkai lebih pendek. kapsula l ib rosa pada se nd i -s en di ya ng
d efor mi tas le bi h te bal d an le bih pe nd e k. D e f o r m i t a s s e m a k i n p r o g r e s i f d a n s e m a k i n
s u l i t d i k o r e k s i s e i r i n g bertambahnya usia.

b. Ruang lingkup
terapi non-operatif CTEV

c. Indikasi Operasi
1. Bila terapi konservatif gagal
2. CTEV tipe rigid

d. Kontra Indikasi
CTEV tipe Rigid

e. Diagnosis CTEV
1. Pemeriksaan Fisik
Relatif mudah didiagnosa, namun perlu diwaspadai adanya mild clubfoot yang dapat
diketahui dari equinovarus posisional
2. Pa da u si a ya ng l ebih tu a di ma na p emb en tu ka n t ula ng s u da h se mpur na dengan 2 proyeksi
Pada proyeksi AP, garis melalui axis panjang talus dan calcaneus hampir paralel,
normaln ya membentuk sudut 20-40 derajat. Pada pro ye ksi lateral, axis longitudinal
talus dan calcaneus membentuk sudut kurang dari 20 derajat, normalnya membentuk sudut 20-40
derajat.

Pemeriksaan Penunjang
X-ray, MRI dan Podogram

1
Algoritma
CTEV

Newborn Neblected

Dirujuk ke spesialis
Manipulation Casting Tidak orthopaedi
terkoreksi
Netral

Denis browne Operasi definitif


splint (3 bln)

Rekuren

Manipulatioand Casting

2
Penanganan CTEV Konservatif
Prinsip Pengobatan
Pengobatan sebai kn ya dimulai secepatn ya, pal ing baik dalam5 hari pertama setelah
lahir. Pengobatan konservatif berupa passive gentle correction dari deformitas.
maintenance dari koreksi dalam jangka waktu yang lama dan pengamatan terhadap anak
tersebut sampai akhir masa pertumbuhannya.

Pemasangan Cast :
1. Gips sirkuler dipasang secara serial /mingguan untuk koreksi yang lembut tapi progresif
terhadap deformitas. Pemasangan gips dilakukan selama ± 6 minggu.
2. Pemasangan gips bisa dilanjutkan dengan pemakaian splint Denis Brown. Pemakaian splint
ini sedemikian rupa sehingga berada dalam posisi valgus. Splint ini dipakai selama ± 8
minggu dimana setiap minggu direduksi.
3. Pemasangan splint Denis Brown dilakukan siang dan malam dan hanya dilepas saat
anak mandi sampai anak berumur 3 bulan. Kemudian dapat diikuti dengan melepas splint
untuk jangka waktu yang agak lama sampai anak dapat berjalan. Splint kemudian dipakai
lagi hanya pada malam hari selama ± 1-2 tahun kemudian untuk mencegah terjadi rekuren.
4. Koreksi dilanjutkan dengan memakai sepatu boot lurus sampai anak berumur 3 tahun.
Sepatu ini hanya dipakai siang hari.
5. Evaluasi terhadap semua tahapan koreksi deformitas ini dilakukan dengan pemeriksaan radiologik.

Didapatkan ± 15 % dari kasus CTEV resisten terhadap metode pengobatan konservatif ini.
Pada kasus yang resisten tersebut lebih baik diputuskan untuk melakukan tindakan operatif
koreksi soft tissue terhadap semua tendon dan kontraktur ligamen yang ada pada saat anak berusia
4-6 bulan

Komplikasi
o Rekurensi
o Rocker Bottom Foot

Mortalitas
Tidak ada

Perawatan Pasca Non operatif (casting)


Denis Browne splint dan Ankle Foot Orthosis (AFO)

Follow up
Klinik dan X-ra y

Kata Kunci : Club foot ( CTEV)

3
4

Anda mungkin juga menyukai