Introduksi
a. Definisi
Adalah fraktur metafisis distal radius yang sudah mengalami osteoporosis, garis fraktur transversal,
komplit, jaraknya 2-2,5 cm proximal garis sendi, bagian distal beranjak ke dorsal dan angulasi ke radial
serta fraktur avulsi dari processus styloideus ulna (Abraham colles 1814).
b. Ruang lingkup :
Berdasarkan perribagian:
1. Frykman 1967
Didasarkan atas adanya fraktur pada sendi radiocarpalia, radio ulna bagian distal dan processus
styloideus ulna. Makin tinggi tipe fraktur makin jelek prognosis.
2. Sallter
Membagi fraktur menjadi stabil dan tak stabil yang didasarkan pada banyaknya komunitas fraktur
dibagian distal.
3. Sarmento 1981
Membagi fraktur atas dasar peranjakan dan adanya fraktur pada sendi radio carpalia.
Insiden:
Kira-kira 8-15% dari seluruh fraktur dan 60 % dari fraktus radius umur atas 50 tahun wanita lebih
banyak dari pada pria, sedang umur kecil dari 50 tahun wanita sama dengan pria.
c. Indikasi Operasi
Kominusi dorsal lebih dari 50% dari dorsal ke palmar distance
Kominusi metafiseal Palmar
Initial dorsal tilt lebih dari 20°
Pergeseran initial (fragment translation) lebih dari 1 cm
Pemendekan Initial lebih dari 5 mm
Disrupsi Intra-artikuler
Disertai Fraktur ulna
Osteoporosis masif
d. Kontraindikasi non-operatif (tidak ada)
e. Diagnosis Banding
1. Fraktur pergelangan tangan tipe lainnya
2. Dislokasi sendi Wrist
f. Pemeriksaan Penunjang
X-ray
Algoritma
Fraktur Colles
Reduksi tertutup
Gips
Rujuk ke spesialis orthopaedi
1
Penanganan Reduksi tertutup
Prinsip
Reposisi seanatomis mungkin, pertahankan hasil reposisi dan cegah komplikasi karena reposisi yang
anatomis akan memberikan fungsi yang baik. Reposisi dapat dilakukan dalam anestesi lokal, regional
blok atau anestesi umum.
I . Teknik reposisi
Segera dilakukan sebelum adanya edema. Dilakukan dengan cara disimpaksi, traksi, reposisi, dan
imobilisasi dilakukan selama 2-5 menit. Fungsi yang baik tercapai jika post reposisi angulasi dorsal
< 150 pemendekan radius < 3 mm.
Metode Imobilisasi
Konservatif dengan gip atau lungtional brace.
Operatif dengan fiksator
Posisi pergelangan tangan
- Posisi palmar fleksl 15° dan ulnar deviasi 20'
Posisi lengan bawah
Posisi pronasi ( klasik )
Posisi supinasi
Lama imobilisasi
Lamanya pemasangan gip bervariasi 3-6 minggu. Setelah 28 hari fraktur sudah cukup stabil
dan boleh mobilisasi. Pada kasus yang minimal displacement imobilisasi cukup 3-4 minggu.
Fisioterapi
Dimaksudkan agar fungsi tangan kembali normal karena penderita diharapkan bekerja biasa setelah
3-4 bulan fraktur.
Komplikasi
Umumnya akan selalu ada komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi:
1. Dini
Kompresi / trauma a. ulnaris dan medianus
Kerusakan tendon
Edema post reposisi
Redislokasi
2. Lanjut
Arthrodosis dan nyeri kronis
Shoulder hand syndrome
Defek kosmetik (penonjolan styloideus radii)
Malunion/ non union
Stiff hand
Volksman ischemic contraktur
Suddeck atropi
Follow up
Pengawasan pasca pemasangan gips dan komplikasi pemasangannya. Latihan isometrik segera
dilakukan dan oposisi jari. Mengganti gips bila pembengkakan pergelangan tangan telah mereda,
biasanya setelah satu minggu, dan mengganti dengan forearm splint bila telah clinical union.
2
3
TERAPI KONSERVATIF FRAKTUR PATELLA
Introduksi
a. Definisi
Fraktur patella adalah diskontinuitas patella karena trauma
b. Ruang lingkup
Fraktur tertutup, fraktur terbuka, undisplaced dan displaced
c. Indikasi Operasi
Semua keadaan dengan posisi displaced tertutup maupun terbuka
d. Kontra indikasi Operasi
Keadaan umum penderita jelek
e. Diagnosis Banding (tidak ada)
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin dan foto polos lutut.
1
Metode fiksasi luar dan dalam pada fraktur Patela
Pengobatan fraktur patela biasanya dengan reduksi terbuka dan fiksasi interen pada patella. Fiksasi interen
yang paling efektif ialah dengan benang kawat melingkari patela dikombinasi dengan kawat berbentuk angka
delapan.
Pengobatan fraktur patela comminutiva yang terdapat haemorthrosis, dilakukan aspirasi haemorthrosis,
diikuti pemakaian
Non operatif :
Untuk fraktur patela yang undisplaced
Bila terjadi haemorthrosis dilakukan punksi terlebih dahulu
Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips dan pangkal paha
sampai pergelangan kaki. Posisi lutut dalam fleksi sedikit (5-10)
dipertahankan 6 minggu.
Operatif :
Pada fraktur transversal dilakukan reposisi, difiksasi dengan teknik tension
band wiring
Bila jenis fraktur comminutiva dilakukan rekronstruksi fragmennya dengan K
wire, baru dilakukan tension band wiring
Bila fragmen terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk dilakukan
rekronstruksi, dilakukan patellectomi (hal ini menimbulkan kelemahan
quadrisep expansion)
Komplikasi pasca penanganan fraktur Patela dan penanganannya
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya kondromalasia pada patela dan artrosis degeneratif
Komplikasi
Malunion dan Non-union
Sindrom Kompartemen
Infeksi
Neurovascular injury
Radioulnar synostosis
Algoritma
Immobilisasi
Pasang Gibs
Pangkal paha sampai
Fraktur tertutup Pergelangan kaki
& undisplaced
Displaced, fr Rujuk ke
dislokasi, fraktur spesialis
dengan penyulit orthopaedi
2
Follow-Up
Pemeriksaan X ray ulang dilakukan satu atau dua minggu kemudian untuk menilai ada tidaknya loss of
reduction. Plaster dipertahankan sampai terjadinya union 34 minggu pada anak-anak usia 10 tahun dan 1-2
minggu pada anak usia 4 tahun.
3
FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS
Introduksi
a. Definisi
Fraktur suprakondiler humerus: fraktur sepertiga distal humerus tepat proksimal troklea dan capitulum
humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya fraktur transversal.
Merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit
lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral disertai
angulasi.
b. Ruang lingkup
Mekanisme trauma
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang terjadi:
1. Tipe Ekstensi (sering terjadi 99 % kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe ekstensi
diklasifikasikan sebagai: fr transkondiler atau interkondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury
(outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow
joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat,
ke arah a.brachialis dan n.medianus . Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur
terbuka.
Klasifikasi fr suprakondiler humeri tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.
Tipe I undisplaced
Tipe II partially displaced
Tipe III completely displaced
2. Tipe fleksi (jarang terjadi) .Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan
posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus m/tendon triceps dan kulit.
Klasifikasi fr suprakondiler humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar: derajat displacement.
Tipe I undisplaced
Tipe II partially displaced
Tipe III completely displaced
Bila terjadi oklusi a brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan Volkmann 's
Ischemia. A brachialis terperangkap dan kingking pada daerah fraktur.
Selanjutnya a brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan intima. Gejala/tanda-
tanda klinisnya adalah:
Sakit (pain)
Denyut nadi a. Radialis yang berkurang (pulsellessness)
Pucat (pallor)
Rassa semutan (paresthesia, baal)
Kelumpuhan (paralisis)
1
Pada pemeriksaan klinis sangat penting diperiksa ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf
tepi. Adanya gangguan sirkulasi perifer memerlukan tindakan reduksi fraktur segera. Jika penderita
mengeluh gejala setempat yaitu pain (nyeri) dan paresthesia (baal), disertai dengan adanya tanda passive
strech pain, pucat (pale) dan paralisis (kelumpuhan) harus dicurigai adanya sindrom kompartemen akut
(Volkmann Ischemia).
Pada lesi n. radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi jari lainnya pada sensi
metakarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal sela metakarpal I-II . Pada lesi n.
ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan aduksi jari jari. Gangguan sensorik
didapati pada bagian volar satu setengah jari sisi ulna. Pada lesi n. medianus didapati ketidakmampuan untuk
melakukan oposisi ibu jari dengan jari lain. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar tiga setengah sisi
radial. Sering didapati lesi pada sebagian n. Medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut n. Interosseus
anterior, disini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi (pointing sign).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, jelas dapat dilihat tipe ekstensi atau fleksi.
2
sangat baik, gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu. Setelah itu gips diganti dengan mitela dengan
maksud agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela. Umumnya penyembuhan fraktur
suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa gangguan.
Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischemia atau lesi saraf tepi, dapat dilakukan
tindakan reposisi terbuka secara operatif dan dirujuk ke dokter spesialis orthopaedi.
d.Indikasi Operasi
Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular
Fraktur terbuka
Pada pendenta dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali menghasilkan fragmen
distal yang komunitif dengan garis patahnya berbentuk T atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih
baik dilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi fragmen fraktur dengan fiksasi yang
rigid.
Melakukan rujukan ke dokter spesialis orthopaedi kasus-kasus fraktur suprakondiler humeri dengan indikasi
operatif
Setelah memahami, menguasai dan mengerjakan modul ini maka diharapkan seorang dokter Ahli bedah
mempunyai kompetensi melakukan terapi konservatif serta penerapannya dapat dikerjakan di RS Pendidikan
dan RS. jaringan pendidikan
Algoritma
Atau ke Spesialis
Bedah Vaskular
3
Follow-Up
Evaluasi union sekitar 3-4 minggu untuk anak usia 4 tahun dan sekitar 4-5 minggu untuk anak-anak usia 8
tahun dengan pemeriksaan klinis dan radiologi. Dengan meletakan jari di atas tendon biceps kemudian
dilakukan fleksi dan ekstensi elbow. Adanya spasme m biceps menunjukkan elbow belum siap mobilisasi.
Setelah melepas splints, dilakukan latihan aktif dalam sling selama beberapa bulan sampai range of motion
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
4
PATAH TULANG TERBUKA
Introduksi
a. Definisi
Patah tulang dimana terdapat kerusakan kulit sehingga bakteri dari luar dapat menginfeksi hematoma yang
disebabkan oleh patah tulang tersebut.
b.Ruang lingkup
Jaringan lunak
Jaringan tulang
Fiksasi dalam dan luar
c. Indikasi Operasi (tidak ada)
d. Kontra indikasi operasi (tidak ada)
e. Diagnosis Banding (tidak ada)
f. Pemeriksaan penunjang
Rontgen foto
1
Komplikasi patah tulang terbuka
1. Perdarahan, syok septik kematian
2. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangren
5. Non union dan ma union
6. Kekakuan sendi
7. Perdarahan sekunder
8. Osteomielitis kronik
9. Delayed union
Algoritma
Fraktur terbuka
Prinsip Operasi
Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di sekitar fraktur
dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel dan material asing, seperti pasir
yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan penilaian pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera
pembuluh darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot
terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon mempertimbangkan
kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada
fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial debridement yang diulang dalarn selang waktu
24-72 jam untuk tercapainya debridement definitif.
Tehnik Operasi
Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di ruangan
emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai sefalosforin golongan
pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan tambahan berupa golongan
aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan sefalosforin golongan ketiga
dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman clostridia,
diberikan penicillin.
2
Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung tangan
tambahan.
Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu drapping area operasi.
Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan melakukan pengamatan terhadap perdarahan
jaringan. Debridement dilakukan pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di
vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai
dengan 4C, “Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi
canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasan
mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal
saline adalah 6-10 liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan
reposisi. Bisa digunakan ekternal fiksasi pada fraktur grade III4.
Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Pada fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan
penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna.
Komplikasi Operasi
Komplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada jaringan lunak
dan tulang hingga sepsis pasca operasi.
Mortalitas
Berhubungan dengan syok hemoragik dan adanya fat embolism
Follow-Up
Dilakukan penilaian terhadap kondisi jaringan setiap hari dan pemberian antibiotika, hingga jaringan
sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa dimulai.
3
1.
Algoritma
Anatomi Vertebra
Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan
coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:
Corpus / body
Pedikel
Prosessus artikularis superior dan inferior
Prosessus transversus
Prosessus spinosus
Diantara vertebra ditemui diskus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai
shock absorber. Diskus ini terdiri dan bagian:
Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus fibrosus.
Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.
1
Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:
Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).
Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).
Lig kapsulare, antara proc sup dan inferior.
Lig intertransversale.
Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.
Lig supra dan interspinosus.
Medula Spinalis
Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar oleh duramater, subdural space, arachnoid,
subarachnoid dan piamater. Medula spmalis mengeluarkan cabang n spinalis secara segmental dan
dorsal (posterior root) dan ventral (anterior root).
Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula spinalis berakhir
sebagai cauda equine pada Th 12 – L1 dan kemudian berubah jadi pilum terminate.
Perawatan
Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.. Yang menjadi
masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.
2
I. Fase Akut ( 0-6 minggu )
1. Live saving dan kontrol vital sign
2. Perawatan trauma penyerta
a. Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
b. Perawatan trauma lainnya.
3. Fraktur/Lesi pada vertebra
a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus, terutama
simple kompressi.
b. Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Kalau
dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
laminektomi
fiksasi interna dengan kawat atau plate
anterior fusion atau post spinal fusion
c. Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuklear (reflek bladder)
dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan
cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang
400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor
dapat kembali.
Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
Manuver crede
Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
Gravitasi/ mengubah posisi
d. Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.
II. Fase Sub Akut ( 6-12 minggu)
Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya vaskularisasi
didaerah tersebut.
III. Fase berdikari (3-6 bulan)
Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:
Mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.
Mengadakan alat-alat pembantu
Mempersiapkan pekerjaan tangannya. Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:
Mengembalikan spinal aligment
Stabilitas dan tulang belakang
Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal
Mencegah komplikasi.
Fisioterapi
I. Stadium Akut
1. Breathing exercise yang adequate
2. Mencegah kontraktur
3. Melatih otot yang lemah
II. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
III. Berdikari
IV. Follow up
V. Occupational therapy
3
PENATALAKSANAAN TRAUMA VERTEBRA CERVICAL
Spine Instability
Pada dasarnya tulang belakang mempunyai 3 tulang (kolona vertikal) yaitu 1 (satu) kolona anterior yang
terdiri korpus dan diskus dari atas sampai kebawah. Dua kolona posterior (kanan & kiri) yang terdiri dari
rangkaian sendi (facet joint) dan atas kebawah. Tulang belakang yang demikian dapat diumpamakan
sebagai suatu gedung bertingkat dengan 3 tiang utama (1 di depan 2 di belakang) dengan masing-masing
diberi koefisien 1. Sedangkan lantainya terdiri dan pedikel kiri dan kanan, lamina proc. spinosus, dan proc.
transversum dengan nilai koefisien antara 0,25 dan 0,5 Jadi bila koefisien instability 2 dalam arti kolona
vertikal putus >2, maka dikatakan tulang belakang tidak stabil.
Sifat Deformitas
a. Scoliosis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.
b. Kyposis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.
c. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
d. Kelainan setempat yang bervariasi
4
Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:
1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasma, metabolik, dll)
2. Deformitas sendiri
3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:
a. Defisit neorologis : paraplegia dan tetraplegia.
b. Ganguan fungsi paru-paru pada skollosis
c. Gangguan tr. Urinarius.
Karena itu terapi diarahkan pada:
1. Pengobatan terhadap penyabab deformitas.
2. Koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)
3. Rehabilitasi.
Tujuan koreksi:
Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal mungkin dalam batas toleransi
jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama medula spinalis. Koreksi kadang-kadang tidak perlu harus
sampai 100%.
5
DISLOKASI BAHU AKUT
Introduksi
Dapat terjadi:
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erecta
4. Dislokasi dengan Fraktur
a. Definisi
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi
anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)
b. Ruang lingkup
Nyeri hebat dan gangguan pergerakan sendi bahu, pergeseran kaput humerus. Pada pemeriksaan
radiologis tampak kaput humerus terlihat berada di depan dan medial glenoid
c. Indikasi Operasi
Dislokasi bahu yang tidak berhasil direduksi secara tertutup dan dislokasi yang sudah neglected lebih
dari 2 minggu
d. Kontra indikasi operasi
Berhubung dengan kondisi medis/cedera penyerta yang tidak memungkinkan dilakukan tindakan
pembiusan
e. Diagnosis Banding
1. dislokasi akromioklavikula
2. fraktur klavikula
3. firaktur kolumna humeri
4. traktur humerus proksimal
f. Pemeriksaan penunjang
Rontgen foto (X-ray)
Algoritma
Dislokasi bahu
Akut Neglected
Reduksi terbuka
Tehnik Operasi
DISLOKASI ANTERIOR
Dislokasi preglenoid subkorakoid, subklavikuler
Mekanisme trauma:
Paling sering ditemukan, jatuh dalam keadaan out stretched, trauma pada scapula gambaran klinis nyeri
hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu jadi rata, kaput humerus bergeser ke depan
pemeriksaan radiologist:
Kaput humerus terlihat di depan dan medial glenoid
1
Pengobatan:
1. Dengan bius umum
Metode hipocrates: dibaringkan, tarik anggota gerak, tekan kaput humeri
Metode kocher: dilakukan tahap-tahap reposisi kocher
2. Tanpa pembiusan
Tehnik menggantung lengan
DISLOKASI POSTERIOR
Mekanisme trauma
Jarang ditemukan, trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna
Gambaran klinis
Nyeri, benjolan dibagian belakang sendi pemeriksaan radiologis
Khas: light bulb karena rotasi internal humerus
Pengobatan
Reduksi dengan menarik lengan, rotasi interna, Imobilisasi 3-6 minggu
DISLOKASI INFERIOR
Kaput humerus terjepit di bawah glenoid, dengan lengan arah ke atas pengobatan dilakukan reposisi
tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi
Follow up
Pengawasan posisi ekstremitas atas dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi untuk dislokasi bahu
anterior dan ekstensi, abduksi, dan eksternal rotasi untuk yang tipe posterior. Daerah lipatan aksilla
harus diperhatikan terjadinya mycosis, dan kondisi yang lembab harus dihindarkan dan diatasi. Latihan
isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 3 minggu.
2
3
TERAPI NON-OPERATIF DISLOKASI PANGGUL AKUT
Introduksi
a. Definisi
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi
posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi
sentra)
b. Ruang Lingkup
Terapi non-operatif dislokasi panggul anterior, posterior dan sentral.
c. Indikasi operasi
1. Gagal reposisi tertutup
2. Kedudukan caput femur tidak stabil
3. Terjadi fraktur kolum femoris
4. Adanya lesi N. Ischiadikus
d. Kontra Indikasi reduksi tertutup (tidak ada)
e. Diagnosis Banding
1. Fraktur acetabulum
2. Fraktur collum femur
f. Pemeriksaan Penunjang
X-ray dan CT-scan
Algoritma
Dislokasi panggul
Akut Neglected
Reduksi terbuka
Tehnik Reduksi
Klasifikasi
1. Dislokasi posterior
2. Dislokasi anterior
3. Dislokasi sentral
Patofisiologi
Dislokasi posterior
Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan adduksi. Arah trauma dan lutut
ditransmisikan sepanjang batang femur dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury)
atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu
Dislokasi anterior
Dislokasi anterior terjadi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung bongkok arah ke
depan dan ada puntiran ke balakang.
Dislokasi sentral
Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping sehingga trauma ditransmisikan lewat
trokanter mayor mendesak terjadi fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga pelvis.
1
Gejala klinis
Dislokasi posterior
1. Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi
2. Tungkai tampak lebih pendek
3. Teraba caput femur pada panggul
Dislokasi anterior
1. Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi
2. Tak ada pemendekan tungkai
3. Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah
4. Sendi panggul sulit digerakkan
Dislokasi Sentral
1. Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral
2. Gerakan sendi panggul terbatas
Pengobatan
Dislokasi posterior
Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum dengan disertai relaksasi yang
cukup.
Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan 90° dan
kemudian dilakukan tarikan pada pada secara vertikal
Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise Weight bearing dilakukan
minimal sesudah 12 minggu.
Dislokasi anterior
Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat fleksi dan tarikan pada dislokasi
posterior dilakukan adduksi pada dislokasi anterior
Dislokasi sentral
Dilakukan reposisi dengan skletal traksi sehingga self reposisi pada fraktur acetabulum tanpa
penonjolan kaput femur ke dalam panggul dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6
minggu
Komplikasi lanjut
1. Nekrosis avaskular
2. Miositis ossifikans
3. Rekurent dislokasi
4. Osteoarthritis
2
Mortalitas (tidak ada)
Follow up
Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi netral bila diimobilisasi dengan traksi kulit. Latihan
isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 2 minggu. Atau pemantauan hilangnya nyeri
sendi panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.
3
AMPUTASI
Introduksi
1
Lokasi untuk melakukan amputasi:
b. Indikasi Operasi
Trauma
Dead limb karena ganggan suplai vaskuler
Malignant neoplasma
Osteomyelitis kronis
Infeksi yang mengancam nyawa
Deformitas tungkai kongenital yang inoperable
2
c. Kontra indikasi operasi: keadaan umum yang jelek
Teknik Operasi
Penatalaksanaan Amputasi Ekstremitas
Anesthesia
Anestesia spinal umum digunakan untuk amputasi ekstremitas bawah, anastesia umum untuk amputasi
ekstremitas atas. Bisa juga digunakan anestesia blok fleksus. Untuk amputasi jari bisa digunakan
infiltrasi lokal anestesia.
Teknik operasi
Amputasi atas-lutut
Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit
untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki
panjang sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang
garis yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak sukar pada anggota gerak yang iskemik namun
bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota gerak yang septik. Ikat semua vena dengan menggunakan
jarum serap 2/0. Perdalam insisi anterior sampai tulang, sambil memotong tendon quadriceps
femoris. Vasa femoralis bersama-sama nervus poplitea media dan lateral dijumpai pada posisi
posteromedial. Ikat rangkap pembuluh darah dengan benang serap. Sebelum memotong saraf, beri
tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik ke dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi
dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti
oleh arteri yang harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf dipotong. Setelah
memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal dan hindari pemakaian
diatermi. Periksa titik amputasi yang tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang di daerah ini.
Otot-otot paha harus diretraksi ke arah proksimal untuk memberikan cukup ruang dalam
menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa pembalut abdomen atau retraktor
khusus. Setelah memotong femur dan melepas tungkai bawah, tempatkan handuk bersih di bawah
puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok yang dibalik. Gunakan kikir untuk menghaluskan
pinggir femur, kemudian bawa otot-otot depan dan belakang bersamaan menutup tulang dengan
jahitan terputus benang serap ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit Titik pemotongan tulang di
bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang lebih superfisial dalam otot dan jaringan
subkutan karena ini akan membantu mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan beberapa
jahitan putus dengan benang non serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan forsep bergigi.
Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut dengan crepe bandage.
Amputasi bawah-lutut
Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari
ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada
tibia dan flap posterior meluas ke bawah sampai tendon Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang
telah diberi tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan perdalam insisi untuk memotong sisa otot
dan tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam sampai melintasi bagian depan. Fibula dipotong
miring dengan gergaji Gigli, kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini. Bersihkan otot dari tulang
dengan elevator periosteum. Potong bevel anterior pertama kali dengan gergaji diagonal kemudian
potong tegak lurus tibia. Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke arah atas dan pisahkan massa otot
dari aspek posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh darah dan potong setiap saraf yang tegang.
Lepas tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus puntung tulang dan dijahit ke
flap anterior. Flap posterior mungkin perlu dikurangi dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang
serap di antara otot di bagian posterior dan jaringan subkutan di anterior dan meninggalkan suction
drain di bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus benang non-serap 2/0. Pangkas
sudut-sudut flap posterior jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup puntung dengan katun dan balut
ketat dengan crepe bandage.
3
Komplikasi operasi
Perdarahan
Infeksi
Mortalitas
Tergantung etiologinya
4
5
TERAPI KONSERVATIF & OPERATIF FRAKTUR CLAVIKULA
Introduksi
a. Definisi
Klasifikasi fraktur klavikula
1. Fraktur mid klavikula ( Fraktur 1/3 tengah klavikula )
paling banyak ditemui
terjadi medial ligament korako-klavikula ( antara medial dan 1/3 lateral )
mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung ( dari lateral bahu )
2. Fraktur 1/3 lateral klavikula
fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
type 1: undisplaced jika ligament intak
type 2 : displaced jika ligamen korako-kiavikula rupture.
type 3 : fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.
Mekanisme trauma pada type 3 biasanya karena kompresi dari bahu.
3. Fraktur 1/3 medial klavikula
Insiden jarang, hanya 5% dan seluruh fraktur klavikula.
Mekanisme trauma dapat berupa trauma langsung dan trauma tak langsung pada bagian
lateral bahu yang dapat menekan klavikula ke sternum . Jatuh dengan tangan terkadang
dalam posisi abduksi.
Pemeriksaan Klinis
Fraktur klavikula sering terjadi pada anak-anak. Biasanya penderita datang dengan keluhan
jatuh dan tempat tidur atau trauma lain dan menangis saat menggerakkan lengan. Kadangkala
penderita datang dengan pembengkakan pada daerah klavikula yang terjadi beberapa hari setelah
trauma dan kadang-kadang fragmen yang tajam mengancam kulit. Ditemukan adanya nyeri tekan
pada daerah klavikula.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rontgen anteroposterior dan klavikula biasanya dapat membantu menegakkan diagnosis
dan fraktur. Fraktur biasanya terjadi pada 1/3 tengah dan fragmen luar terletak dibawah fragmen
dalam. Fraktur pada 1/3 lateral klavikula dapat terlewat atau tingkat pergeseran salah dikira kecil,
kecuali kalau diperoleh foto tambahan pada bahu.
b. Indikasi Operasi
Fraktur terbuka.
Fraktur dengan gangguan vaskularisasi
Fraktur dengan “scapulothorcic dissociation” (floating shoulder)
Fraktur dengan displaced glenoid neck fraktur.
c. Kontra indikasi operasi
d. Diagnosis Banding
Algoritma
Penanganan operatif
Komplikasi operasi
Komplikasi dini
kerusakan pada pembuluh darah atau saraf ( jarang terjadi )
Komplikasi lanjut
non-union
jarang terjadi
dapat diterapi dengan fiksasi interna dan pencangkokan tulang yang aman.
mal-union
meninggalkan suatu benjolan, yang biasanya hilang pada waktunya.
untuk memperoleh hasil kosmetik yang baik dan cepat dapat menjalani terapi yang lebih drastis
yaitu fraktur direduksi dibawah anastesi dan dipertahankan reduksinya dengan menggunakan
gips yang mengelilingi dada ( wirass)
2
kekakuan bahu
sering ditemukan, hanya sementara, akibat rasa takut untuk menggerakkan fraktur. Jari juga
akan kaku dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memperoleh kembali gerakan,
kecuali kalau dilatih.
Mortalitas
Pada umumnya kecil
Perawatan Pascabedah
Rehabilitasi
Commersial strap yang berbentuk angka 8, harus di follow up apakah sudah cukup kencang. Strap
ini harus dikencangkan secara teratur. Anak anak <10 tahun menggunakan strap atau splint selama
3-4 minggu sampai bebas nyeri, sedangkan orang dewasa biasanya membutuhkan waktu 4-6
minggu.
Pasien dianjurkan untuk melakukan pergerakan seperti biasa begitu nyeri berkurang
(strap/splint/sling sudah dilepas).
3
4
FRAKTUR HUMERUS
Introduksi
a. Definisi
Diskontinuitas yang terjadi pada diafisis shaft tulang humerus karena rudapaksa / trauma
Klasifikasi fraktur humerus :
1. Fraktur proksimal humerus
- One part fractures (minimally displaced)
- Two part fractures
Fraktur tuberositas minor
Fraktur tuberositas mayor
Surgical neck fracture
- Three part fractures ( caput humeri, shaft humeri dan salah satu dari tuberositas)
- Four part fractures
- Fraktur dislokasi
- Head splitting and articular impression fractures
2. Fraktur Shaft Humerus ( 1/3 tengah )
- Tipe A ( simple/non cominuted )
- Tipe B ( Butterfly fractures )
- Tipe C ( comminuted fractures )
3. Fraktur Distal Humerus ( Kondilus Humeri )
- T or Y fracture
- Sideswipe fracture
- Comminuted fracture of the articular surface
- Anterior shearing fracture of capitulum
b. Ruang lingkup
Penanganan Fraktur Humerus
Fraktur proksimal humerus
- Reduksi tertutup, jika fraktur stabil ( one part fractures )
- ORIF atau pemakaian prostese jika fraktur tidak stabil
Fraktur shaft Humerus
- Reduksi tertutup
Hanging arm cast
Shoulder spica cast
Velpeau dressing
Coaptatioin splint
Functional brace
- Operatif
Plate Osteosintesis
Rigid Intramedullary Nail Fixation
Flexible Intramedullary Nail Fixation
Fiksasi eksternal
Fraktur distal humerus
Reduksi tertutup pada fraktur distal humerus tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Terapi operatif merupakan pilihan utama sebaiknya kasus ini dirujuk.
1
c. Indikasi Operasi
Fraktur segmental
Multipel trauma
Fraktur terbuka
Trauma vaskuler
Fraktur shaft humeri bilateral
Floating elbow injury
Fraktur patologis
Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
Radial nerve palsy setelah reduksi tertutup
Pada penderita Parkinson
Lesi plexus brachial ipsilateral
d. Kontra indikasi Operasi
Keadaan Umumnya jelek
e. Diagnosis Banding -
Tidak ada
f. Pemeriksaan Penunjang
X-Ray, dengan 2 atau 3 proyeksi
CT-Scan
Algoritma
Fraktur humerus
selain yang terjadi Rujukan spesialis
pada diafisis shaft Orthopaedi
humerus
Tehnik operasi
Eksposur dapat menggunakan cara anterolateral atau midline posterior untuk fraktur 1/3
distal shaft humerus. Gunakan insisi yang baik, hindari retraksi soft tissue yang berlebihan
dengan cara diseksi soft tissue yang seksama dan teknik bone handling yang baik.
Identifikasi dan lindungi nervus radialis. Plate dapat ditempatkan di permukaan posterior
atau anterolateral tulang.
Reduksi fraktur sebaik mungkin dan gunakan lag screw untuk kompresi interfragmental jika
memungkinkan ( pada fraktur oblique atau spiral). Kemudian letakkan plate yang sesuai
pada sisi kompresi jika memungkinkan. Minimal gunakan 6 screw pada fragmen utama,
beberapa penulis merekomendasikan 8 sampai 10 screw. Padan fraktur transversal dan
oblique yang pendek compression plate sangat bermanfaat.
2
Komplikasi Operasi
Nonunion
Malunion
Avascular nekrosis ( fraktur pada caput humerus )
Arthrodesis
Osteomyelitis ( pada fraktur terbuka )
Trauma vaskuler
Lesi N.radialis
Mortalitas
Umumnya rendah
3
4
FRAKTUR RADIUS ULNA
Introduksi
a. Definisi
Fraktur yang mengenai tulang radius ulna karena rudapaksa termasuk fraktur dislokasi proximal
atau distal radioulnar joint ( Fr.Dislokasi Galeazzi dan Montegia )
Fraktur Galeazzi : adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi
radioulnar distal.
Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari
kapitulum radius
Klasifikasi Bado:
Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi
anterior kaput radius
Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi
posterior kaput radii dan fraktur kaput radii
Fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radii
Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan
fraktur 1/3 proksimal radii di bawah kiberositas bicipitalis
b. Ruang lingkup
Fraktur diafisis radius dan ulna
Fraktur-dislokasi Galeazzi
Fraktur-dislokasi Monteggia.
c. Pemeriksaan Klinis :
Patofisiologis
Mekanisme trauma pada antebrachii yang paling sering adalah jatuh dengan outstreched
hand atau trauma langsung. Gaya twisting menghasilkan fraktur spiral pada level tulang yang
berbeda. Trauma langsung atau gaya angulasi menyebabkan fraktur transversal pada level tulang
yang sama. Bila salah satu tulang antebrachii mengalami frakfur dan mengalami
angulasi, maka tulang tersebut menjadi lebih pendek terhadap tulang lainnnya. Bila
perlekatan dengan wrist joint dan humerus intak, tulang yang lain akan mengalami
dislokasi (fraktur dislokasi Galeazzi/Monteggia)
Pemeriksaan klinis :
Fraktur radius ulna
Deformitas di daerah yang fraktur: angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi) atau
shorthening
Nyeri
Bengkak
Pemeriksaan fisik harus meliputi evaluasi neurovascular dan pemeriksaan elbow
dan wrist. Dan evaluasi kemungkinan adanya sindrom kompartemen
1
Fraktur Galeazzi Fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi radioulnar Joint
distal.Fragmen distal angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat
diraba tonjolan Ujung distal ulna. Fraktur dislokasi Galeazzi terjadi akibat
trauma langsung pada wrist, khususnya pada aspek dorsolateral atau akibat
jatuh dengan outstreched hand dan pronasi forearm. Pasien dengan nyeri pada
wrist atau midline forearm dan diperberat oleh penekanan pada distal
radioulnar joint
Fraktur Monteggia : Fraktur setengah proksimal ulna dengan dislokasi radioulnar joint proksimal.
Pasien dengan fraktur-dislokasi Monteggia datang dengan siku yang
bengkak, deformitas serta terbatasnya ROM karena nyeri khususnya supinasi
dan pronasi. Kaput radius bisanya dapat di palpasi. Harus dilakukan
pemeriksaan neurovascular dengan teliti oleh karena sering terjadi cedera
saraf perifer n radialis atau PIN.
e. Diagnosis Banding
Tidak ada
f. Pemeriksaan Penunjang
X Ray dengan dua proyeksi
Algoritma
Displaced, Fr-
Dislokasi,Fraktur Rujuk ke Spesialis
dengan penyulit Orthopaedi
2
Tehnik Penanganan terapi konservatif dan operasi
Metode Penanganan Konservatif
Prinsipnya dengan melakukan traksi ke distal dan kembalikan posisi tangan berubah akibat
rotasi
Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis patahnya
1/3 proksinal posisi fragmen proksimal dalam supinasi untuk dapat kesegarisan fragmen
distal supinasi
1/3 tengah posisi radius netral maka posisi distal netral
1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan pronasi, setelah itu dilakukan
immobilisasi dengan gips atas siku
Metode Penanganan Operatif
Empat eksposur dasar yang direkomendasikan
1. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna
2. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal
3. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari kapitulum radius sampai ¼
distal shaft radius
4. Palmar approach untuk fraktur radius 1/3 distal
Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand sangat membantu untuk
memudahkan operasi. Tourniquet dapat digunakan kecuali bila didapatkan lesi vaskuler.
Ekspos tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip diatas.
Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin
Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada permukaan dorsolateral pada radius,
dan sisi dorsal pada ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya diletakkan pada sisi volar
untuk menghindari tuberculum Lister dan tendon-tendon ekstensor.
Pasang drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis
Komplikasi
Malunion
Kompartemen sindrom
Cross union
Atropi sudeck
Trauma N. Medianus
Rupture tendo ekstensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan
serta ekstensi
Follow Up
Fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku
Buat X Ray kontrol 6 minggu dan 3 bulan sesudahnya
Penyembuhan biasanya setelah 16-24 minggu, selama ini hindari olah raga kontak dan
mengangkat beban lebih dari 2 kilogram
3
Kata Kunci: Fraktur Montegia, Fraktur Galeazzi, Fraktur Radius Ulna
4
FRAKTUR FEMUR
Introduksi
a. Definisi
Fraktur (fraktur) yang terjadi pada tulang femur. Mekanisme trauma yang berkaitan dengan
terjadinya fraktur pada femur antara lain : (I) pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu
lintas, jatuh pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam
keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60 tahun ke atas, biasanya tulang bersifat
osteoporotik, pada pasien awal menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid,
phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma high energy; (2) Femoral Trochanteric fraktur
karena trauma langsung atau trauma yang bersifat memuntir; (3) Femoral Shaft fraktur terjadi
apabila pasien jatuh dalam posisi kaki melekat pada dasar disertai putaran yang diteruskan ke femur.
Fraktur bisa bersifat transversal atan oblik karena trauma langsung atau angulasi. Fraktur patologis
biasanya terjadi akibat metastase tumor ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat
syok
b. Ruang lingkup
Fraktur tulang femur terdiri atas : Femoral Head fraktur, Femoral Neck fraktur,
Intertrochanteric frakiur, Subtrochanteric fraktur, Femoral Shaft fraktur,
Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)
• Femoral Head fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pipkin : (I) Tipe I : fraktur dibawah fovea; (2) Tipe 2 fraktur diatas
fovea; (3) Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck; (4) Tipe 4: tipe I atau tipe 2
ditambah fraktur acetabulum
• Femoral Neck fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pauwel : (I) Tipe I : sudut inklinasi garis fraktur <30°;
(2) Tipe 2 : sudut inklinasi garis fraktur 30-50°; (3) Tipe 3 : sudut inklinasi garis fraktur > 70°
Berdasarkan klasiflkasi Garden : (1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe abduksi/ valgus
atau impaksi; (2) Garden 2 fraktur lengkap, tidak ada pergeseran; (3) Garden 3 : fraktur lengkap,
disertai pergeseran tapi masih ada perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran tipe varus; (4)
Garden 4: Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh.
• Trochanteric fraktur
Diklasifikasikan menjadi 4 tipe (1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa
pergeseran; (2) fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor; (3) fraktur
disertai fraktur komunitif; (4) fraktur disertai fraktur spiral
Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada fraktur tipe femoral neck
dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan rotasi eksternal. Selain itu ditemukan nyeri dan bengkak.
Juga dinilai gangguan sensoris daerah jam I dan II, juga pulsasi arteri distal. Untuk pemeriksaan
penunjang berupa foto roentgen posisi anteroposterior dan lateral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
antara lain hemoglobin, leukosit, trombosit, CT, BT.
1
c. Indikasi Operasi
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru lahir
hingga 2 tahun dilakukan pemasangan Bryant traksi. Sedangkan usia 2 sampal 5 tahun dilakukan
pemasangan Thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.
Pada anak usia 5 sampai 10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica
gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau
plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi panggul.
Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan
peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan
pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur
acetabulum.
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan skin traksi
selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau
arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti, hemiarthroplasti dan
arthtroplasti total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser dilakukan
ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar, femur atau
proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu. Sedangkan untuk
intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14 minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya bersifat
untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja, level fraktur
terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast bracing dilakukan bila
terjadi clinical union.
f. Pemeriksaan Penunjang
Foto roentgen, CT - scan dan MRI. Jika perlu dilakukan foto perbandingan.
Algoritma
2
Teknik Terapi Konservatif Operasi
Pemasangan skeletal traksi
- Pasien berbaring posisi supine, Mikulicz line, dengan fleksi pada art. genu.
- Prosedur aseptik/antiseptik
- Approach, pada distal femur l inchi inferior tubercie abduktor. Pada proximal tibia 1 inchi inferior
dan 5 inchi inferior tubercle tibia Anestesi lokal dengan lidokain 1 % . Anestesi disuntikkan hingga
ke periosteum.
- Insisi dengan pisau no.11. Approach dan bagian medial untuk distal femur dan lateral untuk
proksimal tibia
- Wire diinsersikan dengan menggunakan hand drill, untuk menghindari nekrosis tulang sekitar
insersi pm (bila menggunakan alat otomatis). Jenis wire yang bisa digunakan disini adalah
Kirschner wire No.5
Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail ) secara terbuka pada fraktur femur 1/3 tengah
- Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
- Aprroach posterolateral dan trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15 cm di atas daerah
fraktur
- Fascia lata dibelah dan m.Vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum intermuskularis dan
disisihkan ke anterior
- Ligasi a/v perforantes
- Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
- Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
- Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan Ietakkan di tengah, dengan
posisi fleksi dan adduksi sendi panggul. Bagian kulit yang tertembus dibuat sayatan.
- K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial
- Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat rotational instability, ben
anti rotation bar, atau pakai cerelage wiring atau atau ganti K-nail
- Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma. Cara lain pemasangan K- nail
dengan bantuan fluoroscopy.
Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur femur, termasuk yang diterapi secara konservatif antara lain, bersifat segera:
syok, fat embolism, neurovascular injury seperti injury nervus pudendus, nervus peroneus,
thromboembolism, volkmann ischemic dan infeksi. Komplikasi lambat : delayed union, non union,
decubitus ulcer, ISK dan joint stiffhess. Pada pemasangan K- nail adventitious bursa, jika fiksasi terlalu
panjang dan fiksasi tidak rigid jika terlalu pendek.
3
Mortalitas
Mortitas berkaitan dengan adanya syok dan embolisme.
Follow up
Untuk Follow up pasien dengan skeletal traksi, lakukan isometric exercise sesegera mungkin dan jika
edem hilang, lakukan latihan isotonik. Pada fraktur femur 1/3 proksimal traksi abduksi >30˚ dan
exorotasi. Pada 1/3 tengah posisi abduksi 30˚ dan tungkai mid posisi, sedangkan pada 1/3 distal,
tungkai adduksi < 30˚ dan kaki mid posisi. Pada fraktur distal perhatikan ganjal lutut, berikan fleksi
ringan, 15°. Setiap harinya, perhatikan arah, kedudukan traksi, posterior dan anterior bowing. Periksa
dengan roentgen tiap 2 hari sampai accepted, kemudian tiap 2 minggu. Jika tercapai clinical union,
maka dilakukan weight bearing, half weight bearing dan non weight bearing dengan jarak tiap 4
minggu.
Sedangkan untuk follow up pasca operatif, minggu 1 hari pertama kaki fleksi dan ektensi, kemudian
minggu selanjutnya miring-miring. Minggu ke-2 jalan dengan tongkat dan isotonik quadricep. Fungsi
lutut harus pulih dalam 6 minggu.
Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical union, pasang hemispica dan
pasien boleh kontrol poliklinik.
4
FRAKTUR KRURIS
Introduksi
a. Definisi
Fraktur pada shaft (batang) tibia dan fibula yang sering disebut fraktur kruris merupakan fraktur
yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang
melapisi tibia agak tipis terutama patah daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini
mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit
sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
b. Ruang lingkup
Mekanisme Injury
Cedera yang terjadi sering terjadi akibat trauma langsung pada kecelakaan mobil dan sepeda
motor. Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang hebat yang menyebabkan garis fraktur transversal
atau oblik, kadang-kadang dengan fragmen komunitif. Tenaga rotasi dapat juga terjadi pada olah
ragawan seperti pemain bola.
Gambaran klinis
Gambaran klinis yang terjadi berupa pembengkakan dan karena kompartment otot
merupakan sistem yang tertutup, sehingga pembengkakan sering menekan pembuluh darah dan
dapat terjadi sindrom kompartment dengan gangguan vaskularisasi kaki.
Terapi
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang
paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Pemendekan kurang 2 cm tidak akan jadi
masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian
pemendekan sebaiknya dihindari.
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang stabil, cukup
diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak paha dengan lutut posisi fisiologis yaitu fleksi
ringan, untuk mengatasi rotasi pada daerah fragmen. Setelah dipasang, harus ditunggu sampai gips
menjadi kering betul yang biasanya membutuhkan waktu dua hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani.
Penyambungan fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam gips biasanya dapat
dikoreksi dengan membentuk insisi baji pada gips. Pada fraktur yang tidak dislokasi diinstruksikan
untuk menopang berat badan dan berjalan. Makin cepat fraktur dibebani maka makin cepat
penyembuhan. Gips tidak boleh dibuka sebelum penderita dapat jalan tanpa nyeri.
Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang tidak stabil karena
cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh karena itu diperlukan tindakan
reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna atau eksterna. Fraktur dengan dislokasi fragmen dan
tidak stabil membutuhkan traksi kalkaneus terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang
gips sepanjang tungkai dan jari hingga paha.
Metode terapi alternatif lain pada fraktuf shaft tibia tertutup adalah dengan intramedullary
nailing dan bagian teratas tibia
c. Indikasi Operasi
o Fraktur terbuka
o Fraktur dengan gangguan vaskular
e. Diagnosis Banding
Tidak ada
1
f. Pemeriksaan Penunjang
Fraktur tibia fibula yang tidak stabil terlebih dahulu harus diimobilisasi sebelum pemeriksaan
radiologis untuk mengurangi nyeri dan kerusakan jarinngan lunak. Proyeksi foto 4 posisi yaitu
anteroposterior, lateral dan 2 oblik merupakan yang terbaik.
Tehnik operasi
Ekspos fraktur dilakukan dengan anterolateral approach yaitu melalui insisi 1 cm lateral batas
anterior tibia. Jika diperlukan insisi dapat dierpanjang sampai seluruh tibia terekspos, tetapi
prinsipnya panjang insisi harus cukup untuk mengekspos tibia tanpa retraksi soft tissue
berlebihan.
Periosteum harus dipreservasi sebaik mungkin.
Reduksi fragmen fraktur
Pemasangan plate pada permukaan anteromedial dengan memakai 6 screw pada masing-masing
fragmen fraktur.
Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur tibia dan fibula adalah cedera pada pembuluh darah, cedera saraf
terutama n. peroneus, pembengkakan yang menetap, pertautan lambat, pseudoartrosis dan kekakuan
sendi pergelangan kaki.
Sindrome kompartmen sering ditemukan pada fraktur tungkai bawah tahap dini. Tanda dan
gejala 5 P harus diperhatikan siang dan malam pada hari pertarna pasca cedera atau pasca bedah,
yaitu nyeri (pain) dikeadaan istirahat, parestesia karena rangsangan saraf perasa, pucat karena
iskemia, paresis atau paralisis karena gangguan saraf motorik, dan denyut nadi (pulse) tidak dapat
diraba lagi. Selain itu didapatkan peninggian tekanan intrakompartmen yang dapat diukur (pressure),
gangguan perasaan yang nyata pada pemeriksaan yang membandingkan dua titik (points) dan
kontraktur jari dalam posisi fleksi karena kontraktur otot fleksor jari. Operasi fasiotomi ketiga
kompartmen tungkai bawah merupakan operasi darurat yang harus dikerjakan segera setelah
diagnosis ditegakkan sebab setelah kematian otot tidak ada kemungkinan fungsinya pulih kembali.
Mortalitas
Pada umunnya rendah
Follow-Up
Setelah 16 minggu dilakukan foto X Ray kontrol dengan posisi AP,. Lateral dan 2 oblik untuk
menilai fraktur sudah union. Jika fraktur telah union weight bearing bertahap dapat dimulai dengan
bantuan kruk. Pasien harus tetap dimonitor untuk meyakinkan tidak terjadinya displacement.
2
3
CTEV
Introduksi
a. Definisi
Suatu kelainan kongenital yang terdiri dari kombinasi: equinus dan varus dari hind foot,
adduksi dan supinasi dari forefoot dan deviasi medial seluruh kaki terhadap tungkai
b. Ruang lingkup
terapi non-operatif CTEV
c. Indikasi Operasi
1. Bila terapi konservatif gagal
2. CTEV tipe rigid
d. Kontra Indikasi
CTEV tipe Rigid
e. Diagnosis CTEV
1. Pemeriksaan Fisik
Relatif mudah didiagnosa, namun perlu diwaspadai adanya mild clubfoot yang dapat
diketahui dari equinovarus posisional
2. Pa da u si a ya ng l ebih tu a di ma na p emb en tu ka n t ula ng s u da h se mpur na dengan 2 proyeksi
Pada proyeksi AP, garis melalui axis panjang talus dan calcaneus hampir paralel,
normaln ya membentuk sudut 20-40 derajat. Pada pro ye ksi lateral, axis longitudinal
talus dan calcaneus membentuk sudut kurang dari 20 derajat, normalnya membentuk sudut 20-40
derajat.
Pemeriksaan Penunjang
X-ray, MRI dan Podogram
1
Algoritma
CTEV
Newborn Neblected
Dirujuk ke spesialis
Manipulation Casting Tidak orthopaedi
terkoreksi
Netral
Rekuren
Manipulatioand Casting
2
Penanganan CTEV Konservatif
Prinsip Pengobatan
Pengobatan sebai kn ya dimulai secepatn ya, pal ing baik dalam5 hari pertama setelah
lahir. Pengobatan konservatif berupa passive gentle correction dari deformitas.
maintenance dari koreksi dalam jangka waktu yang lama dan pengamatan terhadap anak
tersebut sampai akhir masa pertumbuhannya.
Pemasangan Cast :
1. Gips sirkuler dipasang secara serial /mingguan untuk koreksi yang lembut tapi progresif
terhadap deformitas. Pemasangan gips dilakukan selama ± 6 minggu.
2. Pemasangan gips bisa dilanjutkan dengan pemakaian splint Denis Brown. Pemakaian splint
ini sedemikian rupa sehingga berada dalam posisi valgus. Splint ini dipakai selama ± 8
minggu dimana setiap minggu direduksi.
3. Pemasangan splint Denis Brown dilakukan siang dan malam dan hanya dilepas saat
anak mandi sampai anak berumur 3 bulan. Kemudian dapat diikuti dengan melepas splint
untuk jangka waktu yang agak lama sampai anak dapat berjalan. Splint kemudian dipakai
lagi hanya pada malam hari selama ± 1-2 tahun kemudian untuk mencegah terjadi rekuren.
4. Koreksi dilanjutkan dengan memakai sepatu boot lurus sampai anak berumur 3 tahun.
Sepatu ini hanya dipakai siang hari.
5. Evaluasi terhadap semua tahapan koreksi deformitas ini dilakukan dengan pemeriksaan radiologik.
Didapatkan ± 15 % dari kasus CTEV resisten terhadap metode pengobatan konservatif ini.
Pada kasus yang resisten tersebut lebih baik diputuskan untuk melakukan tindakan operatif
koreksi soft tissue terhadap semua tendon dan kontraktur ligamen yang ada pada saat anak berusia
4-6 bulan
Komplikasi
o Rekurensi
o Rocker Bottom Foot
Mortalitas
Tidak ada
Follow up
Klinik dan X-ra y
3
4