Anda di halaman 1dari 38

Clinical Science Session

TOTAL HIP REPLACEMENT(THR)

Oleh :

Nafitra Windri 1310311159

Hasyati Imanina 1310311172

Sisfita Dian Utami 1310311177

Preseptor :

dr. Tuti Handayani, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI RSUP M.DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Total

Hip Replacement(THR). Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Tuti Handayani, Sp.Rad

sebagai preseptor yang telah membantu dalam penulisan referat ini. Penulis

menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi

kesempurnaan referat ini. Penulis juga berharap referat ini dapat memberikan dan

meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang Total Hip

Replacement(THR) terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat

lainnya.

Padang, September2017

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Penyakit sendi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat.

Beberapa diantaranya adalah osteoartritis dan rhematoid artritis. Osteoartrtis

panggul menyerang 7-25% dari orang berkulit putih dengan usia diatas 55 tahun.

Osteoartritis adalah penyakit dengan indikasi terbanyak untuk dilakukannya total

hip replacement.1

Total Hip Replacement sudah menjadi satu dari prosedur operasi yang

sukses sejak 50 tahun terakhir dan sudah dilakukan diseluruh dunia dengan teknik

yang sama dan hasil yang memuaskan. Meskipun teknik dan seleksi implan yang

beragam, hasil jangka menengah dan jangka panjangnya menunjukkan

keberhasilan 90% dan implan dapat bertahan selama 15-20 tahun.2

Total hip replacement memerlukan pemeriksaan awal pasca tindakan dan

pemeriksaan follow up dengan menggunakan modalitas radiologi, seperti ronsen

konvensional, USG, arthrografi, CT-Scan, MRI dan Kedokteran Nuklir. Masing-

masing modalitas memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri, namun rontgen

konvensional modalitas utama yang digunkan pada pemeriksaan radiologis pada

THR.3

1.2 BatasanMasalah

Referat ini membahas radioanatomi panggul, definisi, etiologi,

patofisiologi penyakit yang membutuhkan Total Hip Replacement (THR),

definisi, indikasi, kontraindikasi, persiapan, teknik, pemeriksaan radiologi awal,

pemeriksaan radiologi follow up, modalitas radiologi yang digunakan, dan

komplikasi dari THR.

3
1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada

umumnya dan penulis khususnya mengenai pencitraan pada Total Hip

Replacement (THR).

1.4 Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan mengenai radioanatomi panggul, definisi, etiologi,

patofisiologi penyakit yang membutuhkan Total Hip Replacement (THR),

definisi, indikasi, kontraindikasi, persiapan, teknik, pemeriksaan radiologi awal,

pemeriksaan radiologi follow up, modalitas radiologi yang digunakan, dan

komplikasi dari THR.

1.5 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literature.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Radioanatomi Tulang Panggul

Tulang-tulang panggul terdiri dari atas 3 buah tulang yaitu os kokse (disebut

juga tulang innominata) 2 buah kiri dan kanan, os sakrum, dan os koksigis. Os

kokse merupakan fusi dari os illum, os iskium, dan os pubis. Os pubis terdiri dari

ramus superior ossis dan ramus inferior ossis pubis. Kedua ramus dibatasi oleh

foramen obturatorium. Os sakrum terletak antara tulang illium, dilihat dari atas

tamoak bagian tengah adalah basis yang terbentuk karena hubungan permukaan

diskus intervertebralis dengan vertebrae lumbalis ke lima. Bagian basis yang

menonjol ke dalam disebut promontorium. Os koksegueus terbentuk dari tiga atau

empat vertebre yang berangsur mengecil dari atas kearah bawah.4

Gambar 2.1 Anatomi Panggul5

Tulang-tulang tersebut saling bersatu dengan adanya peran dari persendian

panggul. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri,

disebut simfisis. Simfisis terdiri dari atas jaringan fibrokartilago dan ligamentum

5
pubikum superior di bagian atas serta ligamentum pubikum inferior di bagian

bawah. Kedua ligamentum disebut sebagai ligamentum arkuatum. Di belakang

terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungakan os sakrum dengan os

illium. Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os

sakrum dengan os koksigis.4

Gambar 2.2Radioanatomi normal Tulang Panggul posisi PA5

2.2 Anatomi dan Radioanatomi Hip Joint

Sendi panggul adalah tipe sendi bola dan soket yang memungkinkan

kestabilan gerakan yang baik. Tediri dari beberapa struktur yaitu:6

a. Struktur tulang (caput femur dan acetabulum)

Acetabulum adalah sebuah rongga berbentuk cangkir yang berlokasi diluar

pelvis tempat masuknya caput femur yang berbentuk bola, dan dikelilingi

oleh lingkaran lipatan tulang yang disebut tepi acetabulum.Dari permukaan

dalam acetabulum, untuk bagian paling perifer, yaitu permukaan seperti


6
sabit, digunakan dalam artikulasi, sedangkan bagian pusat, lubang

acetabular, mengakomodasi ligamen bundar menghubungkan antara

acetabulum dan kepala femur, dikelilingi oleh jaringan adiposa dan struktur

vaskular.

Caput femur berbentuk lingkaran dengan dibagian pusatnya terdapat

penekanan kecil yang disebut fovea capitis femoris tempat melekatnya

ligamen bundar.

b. Struktur fibrokartilago

Labrum acetabular adalah bagian aksial dari segitiga fibrokartilago yang

alasnya dimasukkan ke dalam tepi acetabulum.

c. Lapisan tulang rawan menutupi sendi panggul

Lapisan tulang rawam menutupi keseluruhan permukaan sendi kecuali fossa

acetabulum dan fovea capitis femoris. Caput femur ditutupi oleh jaringan

tulang rawan sampai ke bagian antara caput femur dan lehernya.

d. Struktur capsula ligamen

e. Sendi sinovial

Garis sendi sinovial membentuk permukaan dalam kapsul sendi dan

membentuk selubung lengkap dengan mengelilingi ligamen bulat.

f. Otot dan Tendon

Otot dan tendon yang mengelilingi panggul dapat dibagi menjadi 4

kelompok berdasarkan posisi anatomi: anterior, medial, lateral dan

posterior.

Untuk bagian anterior disusun oleh otot rectus femoris, otot illiacus, otot

psoas, otot pectineus, dan otot sartorius. Untuk bagian medial disusun

oleh otot adductor longus, otot adductor brevis, otot adductor magnus,

dan otot gracilis. Bagian lateral disusun oleh otot gluteus minimus, otot

7
gluteus medius, otot gluteus maximus, dan otot tensor fasciae.

Sedangkan bagian posterior disusun oleh otot semimembranosus, otot

semitendinosus, dan otot biceps femoris

g. Bursa sinovial

h. Struktur neurovaskular

Gambar 2.3 Anatomi dan Radioanatomi Hip Joint 5

2.3 Patofisiologi Penyakit yang membutuhkan Total Hip Replacement

Penyakit umum yang biasa membutuhkan tatalaksana dengan THR ini

adalah penyakit yang sebabkan nyeri panggul kronis. Penyebab nyeri panggul

tersering adalah artritis.Osteoartrtis, rhematois artritis, dan traumatic arthritis

adalah penyebab tersering.7

Osteoartritis, merupakan jenis radang sendi yang terkait dengan

usia. Biasa terjadi pada usia 50 tahun keatas dan sering pada
8
individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita artritis.

Tulang rawan yang melindungi tulang panggul habis atau tidak

terbentuk, menyebabkan tulang saling bergesekan yang

menimbulakn nyeri panggul dan kekakuan. Hal tersebut terjadi

akibat gangguan metabolisme kartilago dan kerusakan proteoglikan

dengan etiologi beragam, salah satunya jejas mekanis dan kimiawi

pada sinovial sendi.8(kepsel jilid 2)

Rhematoid Artritis, merupakan penyakit autoimun yang

menyebabkan membran sinovial menjadi inflamasi dan

membengkak. Inflamasi kronik ini bisa merusak kartilago sehingga

menimbulkan nyeri dan kekakuan.7

Post Traumatic Arthritis, bisa menyebabkan cedera dan patah

tulang panggul yang serius. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan

kartilago sehingga menimbulkan nyeri dan kekakuan pada sendi

panggul.7

Nekrosis Avaskular, cedera pada penggul, seperti dislokasi atau

fraktur, bisa menyebabkan keterbatasan suplai darah ke kepala

femur. Hal ini disebut nekrosis avaskular (disebut juga

osteonekrosis). Kekurangan aliran darah menyebabkan permukaan

tulang menjadi kolaps, dan terjadi artritis.7

Penyakit panggul pada anak, terjadi karena panggul tidak tumbuh

dengan normal, dan permukaan sendi juga dipengaruhi.7

2.4 Total Hip Replacement

a. Pengertian

Total Hip Replacement (THR) adalah suatu prosedur ortopedi atau bedah
9
tulang yang melibatkan pembedahan dari kepala dan leher proksimal tulang

femur, serta pengangkatan kartilago acetabulum dan tulang subcondrial. Pada

prosedur ini dibentuk suatu kanal buatan di medulla tulang femur bagian

proksimal, kemudian suatu protesis yang terdiri dari batang dan kepala

dimasukkan ke dalam kanal buatan tersebut. Bagian acetabulum dibentuk dari

high-molecular-weight polyethylene. Kemudian kepala prostesis dimasukkan

kedalam ruang asetabulum. Arthoplasti ini difiksasi menggunakan

polymethylmethacrylate atau mengunakan sel tulang yang juga disebut Biological

fixation.8

Gangguan pada hip joint dapat berupa penyakit ataupun karenapengaruh

usia sehingga tulang menjadi keropos dan mengakibatkan sendi tidak mampu

bergerak sempurna. Pada hip joint normal, femoral head masih memiliki articular

cartilage yang baik, dimana masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi

dan mengurangi efek gesekan pada sambungan sendi. Pada gambar 2.4

memperlihatkan perbedaan dari hip joint pada keadaan normal dengan hip joint

yang telah terindikasi terjadinya arthritis.8

Gambar 2.4

Pada hip joint yang telah terindikasi arthritis, terlihat bahwa articular

10
cartilage pada femoral head telah berkurang. Hal inilah yang menyebabkan

terjadinya radang sendi sehingga akan menimbulkan rasa sakit atau

mengakibatkan pergerakan dari hip joint menjadi tidak lancar.

Gambar 2.5

Pada gambar 2.5 diperlihatkan bahwa hip joint yang sudah mengalami

kerusakan dapat diganti dengan menggunakan protesis atau sendi buatan melalui

prosedur total hip replacement.

b. Indikasi

Kondisi paling sering memerlukan dengan prosedur total hip replacement

(THR) adalah osteoarthritis berat, yaitu sebesar 70% dari semua kasus. Indikasi

primer dilakukannya THR adalah karena nyeri berat dan terbatasnya aktivitas

sehari-hari disebabkan karena masalah pada sendi pinggul. Nyeri yang

diindikasikan untuk prosedur THR biasanya tidak respon terhadap terapi

konservatif seperti, OAINS, penurunan berat badan, penurunan aktivitas, dan

menggunakan alat pendukung seperti tongkat. Secara umum THR dapat

diindikasikan pada usia tua lebih dari 60 tahun yang mengalami kerusakan sendi.
11
c. Persiapan

Evaluasi pra operasi umumnya mencakup peninjauan ulang semua obat

yang sedang digunakan oleh pasien. Obat antiinflamasi, termasuk aspirin,

biasanya dihentikan satu minggu sebelum operasi, karena efek obat ini pada

fungsi trombosit dan pembekuan darah. Evaluasi pra operasi lainnya meliputi

pemeriksaan darah lengkap, elektrolit (kalium, natrium, klorida), tes darah

untuk fungsi ginjal dan hati, urinalisis, EKG, dan pemeriksaan fisik. Seorang

dokter harus dapat menentukan pemeriksaan apa yang diperlukan, berdasarkan

usia dan kondisi medis pasien.

Setiap indikasi adanya infeksi, penyakit jantung atau paru-paru yang

parah, atau gangguan metabolisme aktif seperti diabetes yang tidak terkontrol

merupakan kontra indikasi THR, sehingga operasi sendi pinggul total harus

ditunda .Jika kondisi pinggul memungkinkan, terdapat program latihan pra operasi

untuk membangun otot dan meningkatkan fleksibilitas. Ini bisa membantu

pemulihan.

Penggantian sendi pinggul total dapat menyebabkan kehilangan darah.

Pasien yang berencana untuk menjalani penggantian panggul total sering akan

menyumbangkan darah mereka sendiri (autologous) untuk disimpan selama

transfusi selama operasi. Jika transfusi darah diperlukan, pasien akan memiliki

keuntungan karena memiliki darah sendiri yang tersedia, sehingga meminimalkan

risiko yang terkait dengan transfusi darah.

d. Komponen THR dan Teknik

Komponen sambungan tulang pinggul buatan terdiri dari sistem

acetabular dan femoral. Dalam sistem acetabular terdiri dari komponen acetabular

shell dan acetabular liner , sedangkan pada sistem femoral terdiri dari komponen

femoral head dan femoral stem .

12
Acetabular shell adalah bagian terluar dari THR, sebagai metal cup

yang menempel pada asetabulum. Bagian permukaan luar asetabulum shell

terdapat porous (permukaan kasar mirip jarring - jaring) fungsinya adalah

merangsang tulang agar tumbuh dan merekat pada acetabular shell secara alami,

sebgai penguat asetabulum shell ditanam baut kedalam tulang pelvis secara

permanen.

Asetabulum liner adalah untuk menopang femoral head

direkatkan/diikat menempel pada asetabulum shell. Femoral head merupakan

implant pengganti bonggol tulang femur yang telah dinyatakan secara medis tidak

berfungsi lagi (rusak) oleh karena suatu sebab, baik karena penyakit atau se

lainnya.

Desain geometri asetabulum liner untuk THR dengan menggunakan

bahan Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) (polymer on

metal), memungkinkan kontruksi THR menjadi lebih ringan dibanding

replacement yang dihasilkan oleh dalam negeri saat ini. Kombinasi ini telah teruji

memiliki ketahanan terhadap keausan yang sebanding dengan kombinasi material

metal on metal.

Femoral Stem adalah komponen stem untuk THR yang digunakan untuk

menggantikan femoral head yang dibuang. Fungsi femoral stemadalah

memberikan dudukan pada femoral head yang menggantikan kerja kepala femur

yang telah hilang melalui proses operasi medis.

Spesifikasi teknik: alat ini terdiri atas femoral stem bagian atas tengah

dan bawah. Tiga komponen pada femoral stem ini dapat diatur sedemikian rupa

hingga dimungkinkan dapat mempermudah dokter selama proses operasi akan

lebih leluasa dibandingkan dengan komponen stem yang utuh, yaitu terdiri atas

femoral head dan stem yang menyatu dalam satu komponen utuh.

13
Gambar 2.6. Komponen THR

2.5 Modalitas Radiologi pada Penilaian Total Hip Replacement

2.5.1 Ronsen Konvensional

Ronsen konvensional merupakan modalitas utama untuk pemeriksaan awal dan follow

up THR. Setiap prostesis harus menyertakan 2 ronsen konvensional ortogonal.

2.5.1.1 Penilaian Ronsen Awal setelah Pemasangan THR

Ronsen awal berfungsi sebagai data dasar yang digunakan sebagai referensi

untuk perbandingan pada ronsen-ronsen lanjutan, karena ronsen konvensional

sekuensial adalah metode yang paling baik untuk mendeteksi komplikasi. 9

Ronsen awal setelah pemasangan THR dilakukan untuk mencari kemungkinan

dislokasi atau fraktur dan untuk melihat apakah prostesis berada pada posisi yang tepat

(Gambar 2.6). Posisi yang harus dinilai pada penilaian THR adalah: 10

Panjang Tungkai

Panjang tungkai dapat diukur pada ronsen konvensional pelvis dengan posisi

AP erect. Garis horizontal ditarik melalui titik paling inferior dari acetabulum tear

dari masing-masing hemipelvis (garis B), kemudian tarik garis sejajar melalui titik

di pusat trokanter mayor untuk masing-masing tulang paha (garis C). Perbedaan

jarak dari garis acetabulum tear ke trochanter minor dari setiap tulang paha
14
didefinisikan sebagai deskrepensi.

Pusat Rotasi Vertikal

Pusat rotasi vertikal komponen acetabulum dinilai dengan mengukur jarak

vertikal antara pusat caput femoris dan garis tuberositas transisial. Jarak ini harus

sama dengan jarak caput femoris dengan pinggul kontralateral.

Pusat Rotasi Horizontal

Pusat rotasi horizontal dinilai dengan mengukur jarak antara pusat caput

femoris dan bayangan tear acetabulum atau landmark medial landmark (garis D).

Jarak ini harus sama dengan yang pinggul kontralateral.

Inklinasi Acetabulum Lateral

Inklinasi acetabulum lateral didefinisikan sebagai sudut antara acetabulum

cup dan sumbu transversal. Inklinasi asetabulum lateral dilihat pada posisi AP

sebagai sudut lateral tepi cup ke garis transisial tuberositas (sudut antara garis E dan

A). Sudut ini berkisar antara 30 sampai 50 . Angulasi yang lebih kecil

menyebabkan pinggul yang stabil namun abduksi yang terbatas, sedangkan angulasi

yang lebih besar meningkatkan risiko dislokasi panggul.

Anteversi Acetabulum

Anteversi acetabulum didefinisikan sebagai sudut antara sumbu acetabulum

dan bidang koronal. Anteversi dapat diukur dengan menggunakan ronsen

konvensional lateral sebagai sudut yang terbentuk oleh garis ditarik tangensial ke

permukaan acetabulum dan garis tegak lurus terhadap bidang horizontal. Nilai

normal berkisar antara 5 sampai 25 .

Penentuan Posisi Femoralis

Tujuan penentuan posisi femoralis pada THR adalah menempatkan tangkai

pada posisi netral di dalam poros dan memungkinkan sedikit anteversi neck femur.
15
Pada proyeksi AP, batang harus terlihat segaris dengan sumbu longitudinal batang

dan ujungnya harus berada di tengah. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa

kegagalan batang femoralis, dengan semen atau tanpa semen, dikaitkan dengan

malposisi varus (dengan ujung melawan korteks lateral). Anteversi femur

merupakan faktor penting dalam memungkinkan fleksi panggul yang memadai,

yaitu di antara 10 dan 15 . Penilaian anteversi femoralis bersifat kualitatif karena

sudutnya akan berubah sesuai dengan putaran pelvis atau paha. Apabila perlu,

pengukuran anteversi femur secara kuantitatif dapat dilakukan dengan CT Scan.

Batang femur prostetik harus secara simetris terletak di dalam cup acetabulum atau

terletak sedikit inferior dari cup acetabulum.

Saat ini, disarankan agar komponen acetabulum ditempatkan pada 5-25

anteversi dan 30-50 dari posisi lateral. Komponen femoralisnya ditempatkan dalam

posisi valgus relatif 5-10 untuk menghindari benturan neck femur, terutama secara

lateral, dan untuk menutupi semua tulang yang diiradiasi prostesis femoralis. Hal ini

disebut dengan resurfacing hip replacement

Gambar 2.6 Posisi THR10Gambar 2.7 Resurfacing Hip Replacement10

2.5.1.2 Follow-Up Radiologi setelah Pemasangan THR10

Follow-upradiologi harus dilakukan selama beberapa tahun setelah pemasangan

THR. Yang harus dinilai pada follow-up penilaian ronsen konvensional adalah

Periprostetik Radiolusen

16
Periprostetik radiolusen bisa terjadi berdekatan dengan komponen

acetabulum dan femoral dan diidentifikasi pada THR dengan atau tanpa komponen

semen. Untuk menggambarkan lokasi radiolusen periprostetik, tulang yang

bersebelahan dengan komponen acetabulum dibagi menjadi tiga zona yang sama,

diberi label I, II, dan III dari lateral ke medial pada proyeksi anteroposterior.

Kemudian daerah yang berdekatan dengan batang femur dibagi ke dalam 14 zona.

Empat belas zona tersebut secara konvensional diberi nomor 1 sampai 7 pada posisi

AP dengan tiga nomor pertama dari proksimal ke distal pada aspek lateral batang

femur, zona 4 di ujung femur, dan yang terakhir tiga zona bernomor dari distal ke

proksimal pada aspek medial batang femur. Tujuh zona tambahan diberi nomor pada

proyeksi lateral dari zona 8 pada aspek proksimal anterior batang hingga zona 14

pada aspek proksimal posterior batang. Dalam resurfacing total hip replacement,

ada tiga zona di sekitar pasak nomor dari 1 sampai 3 pada tampilan anteroposterior,

dari lateral ke aspek medial batang (Gambar 2.8).

Gambar 1.8 Pembagian zona peripostetik radiolusen10

Beberapa temuan normal yang dapat diidentifikasi pada periprostetik radiolusen

adalah

1) Zona radiolusen tipis, sejajar dengan permukaan antara semen dan komponen,

terutama pada aspek lateral proksimal batang (zona 1). Radiolusen ini dapat

terjadi akibat kontak yang tidak lengkap antara semen dan batang femur pada
17
saat operasi. Temuan ini dianggap normal, namun apabila terdapat pelebaran

zona radiolusen, maka hal ini merupakan tanda kelonggaran THR.

2) Permukaan antara semen dan tulang cancellous

Permukaan semen dan tulang kapel yang berdekatan tampak sedikit tidak

beraturan, terutama didaerah trokanter mayor, yang mencerminkan interdigitasi

antara semen dengan tulang. Temuan ini dianggap normal.

3) Pita radiolusen

Pita radiolusen dapat terlihat pada THR dengan atau tanpa komponen semen,

dengan tebal kurang dari 2 mm. Pada THR dengan komponen semen, pita

radiolusen dibatasi oleh garis padat sklerotik, dan berjalan sejajar dengan

tangkai sepanjang permukaan antara semen dan tulang. Pita ini berawal dari

reaksi antara semen dan tulang yang berdekatan, dengan pembentukan membran

fibrosa. Pada THR tanpa komponen semen, pita radiolusen terlihat tipis (< 2

mm) di sekitar permukaan kasar, sering digambarkan dengan baik oleh batas

sklerotik tipis. Adanya pita radiolusen tipis menunjukkan stabilitas yang cukup

dari THR. Apabila pita radiolusen tidak bertambah tebal setelah 2 tahun, maka

dapat dikatakan normal.

Gambar 2.9 Pita Radiolusen (panah kanan)10


18
Remodeling Bone

Pada THR, hal lainnya yang harus difollow up adalah remodeling bone. Remodelling

bone dapat dilihat dari:

1) Atrofi adaptif

Beban dipindahkan melalui sendi prostetis diambil alih oleh implan femoralis

dan disalurkan secara distal ke tulang host. Penurunan beban mekanis dari tulang

periprostetik secara proksimal membuat hilangnya mineralisasi tulang melalui atrofi

adaptif, terkadang disebut sebagai "stress shielding," dan dapat dilihat secara ronsen

konvensional sebagai resorpsi tulang fokal. Atrofi adaptif umumnya terjadi pada

THR tanpa komponen semen dalam acetabulum superomedial dan femur medial

proksimal. Proses umumnya terjadi dalam 2 tahun pertama setelahnya operasi dan

menandakan stabilitas.

Gambar 2.10 THR pada awal pemasangan (kanan) dan atrofi adaptif panah kiri

(kiri)10

2) Sklerosis tulang

Sklerosis di sekitar prostesis dapat terjadi dan mengindikasikan pertumbuhan

tulang. Formasi tulang baru berasal dari permukaan endosteal dan mencapai

prostesis disebut "spot weld." Hal ini terutama terlihat pada sambungan antara

19
permukaan kasar dan halus pada THR tanpa semen. Gambaran spot weld

merupakan indikator stabilitas yang kuat.

Gambar 2.11 Spot Wels11

3) Pedestal Tulang

Pedestal tulang adalah garis sklerotik melintang di bawah ujung batang di

zona 4, menjembatani kanal meduler. Pedestal tulang seringkali menggambarkan

kelonggaran THR meskipun tidak selalu. Oleh karena itu, disarankan untuk

melakukan evaluasi yang cermat dan tinjauan sekuensial pada ronsen lanjutan.

Gambar 2.11 Pedestal 11

4) Penebalan kortikal dan periosteal.

Reaksi penebalan kortikal dan periosteal terjadi pada distal batang femur

sebagai hasil akhir dari proses stres shielding dan mencerminkan fiksasi batang

yang berhasil.
20
Gambar 2.12 Penebalan Korteks10

Perpindahan Komponen

Selama 2 tahun pertama setelah operasi beberapa jenis prostesis akan menyusut.

THR dengan komponen semen dirancang khusus untuk menyusut menjadi mantel

semen, dan bagian superolateralnya juga akan menyusut sekitar 1 mm hingga sekitar

2 mm. THR tanpa komponen semen mungkin juga menyusut selama awal bulan

pasca operasi. Namun, penyusutan yang progresif lebih dari 2 tahun setelah operasi

atau penyusutan bagian superolateral yang lebih dari 10 mm dianggap abnormal.

2.5.1.3 Kelebihan Ronsen Konvensional 11

Ronsen konvensional dapat diandalkan dalam diagnosis dislokasi, fraktur tulang,

dan kegagalan komponen. Karena lusensi abnormal di sekitar prostesis yang disebabkan

oleh infeksi mungkin tampak serupa dengan yang terlihat dengan pelonggaran prostetik

atau penyakit partikel.

2.5.1.4 Kelemahan Ronsen Konvensonal11

Ronsen konvensional tidak dapat mendeteksi infeksi jaringan lunak; Dengan

demikian, gambaran ronsen konvensional normal tidak dapat menyingkirkan infeksi.


21
Pada tahap awal infeksi ronsen konvensional akan memberikan gambaran normal. Oleh

karena itu ronsen konvensional harus dilakukan dari waktu ke waktu secara serial.

Peranan ronsen konvensional dalam infeksi prostetis hanya untuk menyingkirkan

kondisi lain seperti dislokasi dan patah tulang periprostetik. Ronsen konvensional sering

menunjukkan pelonggaran prostesis dalam infeksi late onset, tapi tanda-tanda

kelonggaran prostetis biasanya tidak ada pada pasien dengan infeksi akut, sedangkan

infeksi prostetis merupakan infeksi akut. Namun ronsen konvensional merupakan

pemeriksaan yang wajib dilakukan pada pasien dengan nyeri akibat prostetis.

2.5.2 Artrografi11

Artografi terutama digunakan untuk melihat penempatan jarum intra-artikular

selama arthrocentesis fluoroskopik untuk menyingkirkan infeksi. Artrografi khusus juga

bisa dilakukan untuk mengevaluasi pelonggaran prostetik.

Biasanya, media kontras intra-artikular mengisi dari tepi cup acetabulum ke jalur

intertrochanterik. Dengan demikian, kontras intra-artikular yang mengisi permukaan

antara semen dan tulang dapat mengindikasikan pelonggaran komponen THR. Saat

kontras mengisi bursae atau rongga di sekitar pinggul selama artografi, ketidakteraturan

margin dapat mengindikasikan infeksi.

2.5.2.1 Kelebihan Artografi

22
Artrografi dapat diandalkan dalam diagnosis dislokasi, fraktur osseus, dan kegagalan

komponen THR. Artografi juga dapat diandalkan pada prosedur artriosentesis

flouroskopik.

2.5.2.2 Kelemahan Artografi

Artografi tidak dapat diandalkan dalam mengevaluasi artroplasti pinggul yang

tidak memiliki komponen semen. Selain itu, hasil artografi yang normal tidak

menyingkirkan kemungkinan adanya prostesis yang longgar.

2.5.3Ultrasonografi11

Penumpukan cairan periprostetik dapat divisualisasikan dengan USG. Bidang

balok ultrasound atau sumbu panjang transduser diposisikan sepanjang sumbu panjang

prostesis leher femur. Seringkali, transduser frekuensi rendah diperlukan untuk

mengoptimalkan resolusi gambar (<10 MHz); transduser lengkung atau transduser linier

dengan fungsi trapesium sangat membantu untuk meningkatkan bidang pandang.

Kontur superfisial artroplasti dan asetabulum dan femur yang berdekatan

memungkinkan identifikasi, dan komponen logam akan tampak hiperekoik dengan

artefak reverberasi posterior. Tulang asli acetabulum dan femur juga akan muncul

hyperechoic namun dengan bayangan akustik posterior.

Artroplasti pinggul yang normal mungkin menunjukkan jaringan hypoechoic

minimal di sepanjang komponen leher femur atau tidak ada jaringan sama sekali. Cairan

abnormal akan muncul anechoic atau hypoechoic pada komponen leher femur. Sinovitis

juga dapat muncul hypoechoic namun kondisi ini lebih bervariasi pada echotexture,

dengan kemungkinan aliran pada pencitraan Doppler warna atau daya. Penting untuk

memindai seluruh wilayah pinggul untuk menilai secara memadai kemungkinan adanya

pengumpulan cairan jaringan lunak atau bursae. Selain itu, pencitraan mendalam pada
23
sayatan kulit sangat penting karena pengumpulan cairan sering terjadi di sini. Pada

pasien yang memiliki tubuh besar, resolusi ultrasonografi menurun, dan cairan anechoic

mungkin tampak hipoechoik.

Ultrasonografi dapat digunakan bersamaan dengan fluoroscopy dalam penemuan

infeksi untuk mengevaluasi abses jaringan lunak dan pengumpulan cairan ekstra

artikular lainnya. Penting untuk membedakan penumpukan cairan ekstra artikular

sebelum arthrosentesis fluoroskopik karena terdapat risiko mengenai sendi steril dengan

melewatkan jarum melalui abses jaringan lunak di atasnya.

Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk memandu aspirasi jarum perkutan

dari abses jaringan sendi atau jaringan lunak, serta panduan injeksi atau aspirasi bursa.

Injeksi agen anestesi dan steroid yang dipandu ultrasonik jauh di dalam tendon iliopsoas

dapat diselesaikan dalam kasus tendon tendon iliopsoas dari cangkir acetabulum.

2.5.3.1 Kelebihan USG

Efusi sendi yang signifikan atau pengumpulan cairan ekstra artikular dapat

diidentifikasi dengan mudah dengan ultrasonografi. Ultrasonografi memiliki

kemampuan untuk secara dinamis menilai sendi panggul dan struktur yang berdekatan;

Modalitas ini dapat mengevaluasi kondisi bentuk atau simtomatik yang memerlukan

pergerakan sendi atau posisi yang tidak biasa.

2.5.3.2 Kelemahan USG

Efusi sendi yang terinfeksi dan steril atau penumpukan cairan jaringan lunak

tidak dapat dibedakan dengan USG, oleh karena itu diperlukan bantuan aspirasi pada

USG. Namun, meskipun begiitu, pengumpulan cairan yang ekstensif dengan jarak

pseudokapsule-ke-tulang > 3,2 mm, terutama jika ia berada di luar area neck femur dan

ada hiperemia, seringkali merupakan petunjuk kemungkinan infeksi.

Kekurangan lainnya pada pasien dengan habitus tubuh yang besar, mungkin sulit

untuk memvisualisasikan atau menyingkirkan efusi sendi kecil. Dalam keadaan ini

24
dibutuhkan aspirasi bersama perkutan bila kecurigaan klinis terhadap infeksi tinggi,

sebaiknya dengan penggunaan panduan fluoroskopik sehingga penempatan jarum intra-

artikular dapat dikonfirmasi dengan medium kontras iodium.

2.5.4 CT Scan11

Meskipun evaluasi awal artroplasti pinggul harus dimulai dengan ronsen

konvensional, terdapat peranan untuk evaluasi CT dalam beberapa situasi, misalnya CT

Scan dapat menunjukkan abses jaringan lunak. Bila ada kekhawatiran infeksi, CT Scan

dapat digunakan bersama dengan ronsen konvensional.

Peran penting CT Scanlainnya adalah dalam evaluasi osteolisis dari penyakit

partikel. Meskipun ronsen konvensional efektif dalam mengidentifikasi lusensi

periprostetik yang besar dan abnormal, CT Scan lebih baik dalam mengidentifikasi dan

menunjukkan tingkat osteolisis. Dengan perubahan multiplanar pada beberapa bidang

proyeksi, CT scan juga menampilkan lokasi osteolisis dan menilai status tulang normal

yang berdekatan sebelum operasi. CT scan dapat menunjukkan lokasi komponen

artroplasti yang terfragmentasi atau gagal dan fraktur periprostetik serta menilai

anteversi komponen acetabulum.

Untuk mengurangi artefak logam saat mencitrakan prostesis pinggul dengan CT

Scan, penting untuk mengoptimalkan berbagai parameter teknis. Milliamper (mAs)

harus ditingkatkan, yaitu sekitar 350-450 mAs pada orang dewasa; sampai 600 mAs jika

ada arthroplastik pinggul bilateral), namun pemeriksa juga harus mempertimbangkan

dosis radiasi, terutama jika dilakukan pencitraan pada anak. Metode tambahan untuk

mengurangi artefak mencakup penggunaan pengaturan pitch yang lebih rendah (untuk

mengurangi artefak balok kerucut dengan pemindai multichannel), kolimisasi elemen

detektor yang sempit, peningkatan tegangan balik puncak (kVp) (140 kVp), dan

25
algoritma rekonstruksi gambar yang lebih halus. Data asli direkonstruksi menggunakan

irisan tebal 1,0-1,5 mm dengan tumpang tindih 50%, dan kemudian perubahan

multiplanar dibuat menggunakan irisan tebal 1,5 mm di bidang koronal dan sagital.

2.5.4.1 Kelebihan CT Scan

Sebagai studi pencitraan pelengkap untuk ronsen konvensional CT Scan

memiliki peran dalam evaluasi kelainan jaringan lunak ( seperti abses, bursae) dan

osteolisis. Artefak dapat dikurangi dengan parameter teknis yang optimal.

2.5.4.2 Kelemahan CT Scan

Kelainan jaringan lunak yang segera bersebelahan dengan prosthesis logam

mungkin tidak terlihat pada pemindaian CT karena adanya artefak, yang berpotensi

menyebabkan hasil pemeriksaan negatif palsu; Namun, artefak dapat dikurangi dengan

parameter teknis yang memadai. 11

2.5.5 Magnetik Resonance Imaging11

Serupa dengan pemindaian CT, MRI dapat menunjukkan kelainan jaringan

lunak, seperti abses dan bursae, serta kelainan tulang, seperti osteolisis dari penyakit

partikel. Kelonggaran komponen muncul sebagai sinyal T1 dan T2 periprostetik

rendah, sedangkan penyakit partikel akan menunjukkan sinyal T1 rendah dan sinyal

T2 menengah.

MRI memiliki beberapa keterbatasan karena artefak yang dihasilkan oleh

prostesis yang mungkin mengaburkan jaringan lunak yang berdekatan dan kelainan

tulang lainnya. Namun, modifikasi pada rangkaian MRI standar dapat memperbaiki

pencitraan artroplasti pinggul, termasuk menggunakan bagian tipis atau mengurangi

ukuran voxel, meningkatkan kekuatan gradien encoding frekuensi, menggunakan sekuel


26
spin-echo atau fast spin-echo (FSE) daripada gradien echo, menggunakan pemulihan

inversi TI pendek (STIR) daripada kejenuhan lemak spektral, menggunakan lebar pita

yang lebih lebar, dan menggunakan kekuatan medan magnet yang lebih rendah, serta

pencitraan prostesis dengan sumbu panjangnya yang longitudinal ke medan magnet


12
statis. Selain itu, karena artefak paling menonjol dalam arah pengkodean frekuensi,

penting untuk menempatkan gradien pengkodean frekuensi ke arah yang jauh dari

patologi yang dicurigai. 11

2.5.5.1 Kelebihan MRI

MRI dapat memperlihatkan kelainan jaringan lunak, kelainan tulang dam kelonggaran

komponen. MRI memberikan resolusi yang lebih besar dibandingkan CT Scan.11

2.5.5.2 Kelemahan MRI

Artefak yang diproduksi oleh prostesis dapat mengaburkan jaringan lunak

terdekat dan kelainan tulang, sehingga menghasilkan pemeriksaan MRI negatif palsu.

Namun, artefak ini bisa dikurangi dengan mengoptimalkan parameter teknis MRI. 11

2.5.6 Pencitraan Nuklir13

Pencitraan radionuklida adalah modalitas pencitraan pilihan saat ini untuk

evaluasi infeksi sendi prostetis yang dicurigai. Terdapat beberapa modalitas pencitraan

radionuklida untuk infeksi sendi prostetis yaitu skintigrafi tulang, skintigrafi gallium

sitrat, skintigrafi leukosit dan FDG-PET.

Skintigrafi tulang banyak tersedia, relatif murah, mudah dilakukan dan cepat

selesai. Penyerapan pelacak tulang seperti diphosphonat berlabel 99mTcMDP atau

HDP, yang menumpuk di permukaan tulang matriks mineral, tergantung pada aliran

darah dan terutama pada tingkat pembentukan tulang baru

THR dengan komponen semen biasanya dapat menunjukkan pengambilan


27
radionuklida pada pemindaian tulang dalam waktu 1-2 tahun Peningkatan serapan tracer

setelah periode ini dapat mengindikasikan adanya infeksi atau kelonggaran prostetik

atau fraktur; Sensitivitas berkisar antara 50-100%. Pada THR tanpa semen, serapan

radionuklida yang meningkat pada pemindaian tulang mungkin berlanjut sekunder

akibat pertumbuhan tulang. Secara umum, pemindaian tulang dengan hasil negatif

menunjukkan bahwa infeksi atau kelonggaran komponen tidak mungkin terjadi.

Skintigrafi tulang dapat dilakukan jika ronsen konvensional tidak meyakinkan. Peran

skintigrafi harus dibatasi bahwa dari tes skrining, atau itu harus dilakukan sebagai

bagian dari studi gabungan dengan skintigrafi gallium atau skintigrafi berlabel leukosit.

Pada skintigrafi gallium sitrat, korelasi antara temuan skintigrafi tulang menunjukkan

infeksi dengan beberapa hasil false-positive. Skintigrafi gallium sitrat dapat

melokalisasi kelainan pada tulang.

Skintigrafi berlabel leukosit dapat melokalisasi kelainan pada tulang dan lebih

spesifik daripada pemindaian galium. Hasil negatif palsu mungkin terjadi pada

pemindaian ini dengan adanya infeksi kronis. Sementara itu, Fluorodeoxyglucose

positron emission tomography (FDG-PET) memiliki sensitivitas dan spesifisitas 95 dan

98%. untuk semua kasus dan sensitivitas dan spesifisitas 95 dan 88% untuk kasus

bedah.11 Pada FDG-PET akan tampak gambaran peningkatan ambilan FDG pada bagian

tengah batang femur karena proses infeksi.14

2.6 Komplikasi THR 15

2.6.1. Osteolisis dan Kelonggaran Aseptik

Kegagalan THA yang terjadi 5 tahun atau lebih setelah implantasi sebagian

besar disebabkan oleh osteolisis. Osteolisis menyebabkan pelepasan aseptik dan patah

tulang periprostik. Partikel tulang dan semen, polietilena, paduan titanium, paduan

kobaltchromium, stainless steel, dan keramik dilepaskan dari permukaan implan dengan

28
keausan mekanis terlibat dalam proses ini. Ukuran partikel, beban partikel, jenis

partikel, dan respon host merupakan faktor penting dalam osteolisis.

2.6.1.1 Gambaran Radiologi pada osteolisis

Osteolisis dapat diamati secara ronsen konvensional sebagai zona radiolusen

yang tipis perlahan bisa melebar di sekitar permukaan antara semen dan tulang (pada

THR dengan komponen semen) atau permukaan antara tulang dan prostesis (pada THR

tanpa komponen semen). Osteolisis yang masif juga dapat terjadi pada tulang

bersebelahan dengan komponen.

Penyebab paling umum dari lusensi periprostetik yang lebih dari 2 mm adalah

kelonggaran mekanis dan osteolisis, baik "penyakit partikel" atau infeksi, yang bisa

terlihat serupa secara ronsen konvensional

Gambar 1.12 Osteolisis dan Gambar 2.13 Kelonggaran mekanis15


Fraktur Periprostetik15

2.6.2 Ketidakstabilan dan Dislokasi

Ketidakstabilan dan dislokasi sendi yang rekuren adalah komplikasi yang umum

terjadi setelah THR. Dislokasi dapat terjadi secara late onset, namun paling banyak

terjadi secara akut.

29
Tingkat dislokasi yang dilaporkan bervariasi dari 0,5% sampai 10% setelah

pemasangan THR primer dan meningkat menjadi sekitar 10-25% setelah prosedur

revisi. Risiko dislokasi dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk usia dan jenis kelamin

pasien pendekatan bedah, teknik bedah, desain prostesis, umur prostesis, dan kepatuhan

pasien terhadap pembatasan. Sebagian besar dislokasi terjadi pada periode postoperatif

awal selama awal bantalan berat. Pendekatan bedah berhubungan dengan arah dislokasi.

Dislokasi awal dalam 3 bulan pertama setelah operasi biasanya disebabkan oleh

kelemahan pseudocapsule yang belum matang pada sendi dan sekitar jaringan lunak.

Dislokasi atraumatic terjadi antara 3 bulan dan 5 tahun setelah operasi biasanya

disebabkan oleh malposisi komponen. Dislokasi yang terjadi lebih dari 5 tahun setelah

penempatan biasanya disebabkan oleh peregangan bertahap pseudocapsule dan

kelemahan jaringan lunak. Wanita berisiko lebih besar daripada laki-laki. Klasifikasi

waktu pada dislokasiberguna untuk mengetahui perbedaan penyebab dislokasi pada

setiap kategori yang, pada gilirannya, menentukan jenis pengobatan yang dipilih.

Dislokasi awal seringkali berhasil diobati dengan cara nonoperative. Sebaliknya,

dislokasi onset lambat terjadi setelah 5 tahun dan umumnya memerlukan perawatan

bedah.

2.6.2.1 Gambaran radiologi pada dislokasi

Gambar 2.14 Dislokasi terlihat pada Ronsen konvensional (kanan) dan CT Scan

(kiri)15
30
2.6.3 Infeksi

Infeksi sendi dalam setelah THA serius komplikasi yang memerlukan

penanganan medis secara bedah yang berkepanjangan. Biaya mengobati infeksi setelah

THA dilaporkan paling sedikit US $ 50.000 per pasien. Tingkat infeksi yang dilaporkan

dalam literatur saat ini 1-2% untuk THR. primer dan lebih tinggi setelah revisi panggul

total.Tidak ada satu tes spesifik yang menawarkan spesifisitas dan sensitivitas yang

tinggi untuk diagnosis infeksi. Hasil kultur kuman bisa jadi negatif-palsu, yaitu sekitar

10% aspirasi cairan sendi.

2.6.3.1 Gambaran radiologi pada infeksi

Temuan ronsen konvensional dapat bervariasi dari benar-benar normal hingga

terlihat seperti gambaran kelonggaran prostetik atau penyakit partikel. Perbedaan

antara kelonggaraan THR dengan atau tanpa infeksi seringkali tidak dapat dinilai pada

satu ronsen konvensional tunggal. Ronsen konvensional sebelumnya diperlukan untuk

perbandingan kelonggaran THR yang disertai infeksi dan biasanya memerlukan

pemeriksaan yang perlahan dan progresif, sedangkan infeksi biasanya terjadi dengan

waktu yang cepat dan penampilan yang agresif. Sementara itu, CT Scan dan MRI dapat

mendeteksi adanya abses pada jaringan lunak. Abses akan terlihat seperti bayangan

hipodens yang mengelilingi daerah hiperdens. Pada USG efusi sendi terlihat seperti

bayangan hipoechic, namun untuk memastikan infeksi dapat dilihat dari jumlah cairan

efusi atau dengan melakukan artrosentesis. Pada FDG-PET akan tampak gambaran

peningkatan ambilan FDG karena proses infeksi. 15

31
Gambar 2.15 Infeksi pada Ronsen 11 Gambar 2.16 Abses pada CT Scan 11

Gambar 2.17 Efusi sendi pada USG11

Gambar 2.18 Gambaran infeksi pada FDG-PET14

2.6.4Kelainan Jaringan Lunak

Kelainan jaringan lunak yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari THR

adalah pembentukan tulang heterotrop, pseudobursae,dan pseudotumor. Pembentukan

tulang baru heterotopik terjadi pada 15-50% pasien, namun secara klinis keterbatasan

gerak yang signifikan jarang terjadi (1-5%)

32
Pseudobursae adalah relung yang tidak beraturan yang berhubungan dengan

sendi. Pseudobursae bisa terdeteksi pada jarak yang jauh di sekitar sendi panggul, dan

meskipun berhubungan dengan infeksi, pseudobursae bisa menjadi temuan insidental.

Adanya dinding tak beraturan, kerusakan tulang, atau puing-puing di rongga

menunjukkan infeksi.

2.6.4.1 Gambaran Radiologi pada Kelainan Jaringan Lunak

Ronsen konvensional biasanya menunjukkan temuan normal, tapi di tingkat

lanjut kasus mungkin ada bukti kelonggaran THR atau kurva femoralis menyempit

dalam. Gambaran ronsen konvensional juga dapat menunjukkan pengerasan heterotop

dilakukan pada proyeksi AP

Klasifikasi Brooker:

Grade 0, tidak ada osifikasi heterotop;

Grade 1, satu atau dua fokus pengerasan heterotopik masing-masing kurang dari

1 cm;

Grade 2, osifikasi atau osteofit yang menempati kurang dari setengahnya

ruang antara tulang paha dan panggul;

Grade 3, osifikasi atau osteofit menempati lebih banyak dari setengah ruang

antara panggul dan tulang paha;

Grade 4, osifikasi yang menjembatani panggul dan tulang paha

Artrografi akan mendeteksi adanya pseudobursae. USG akan mendeteksi

adanya massa kistik dan padat. CT Scan akan mendeteksi massa kistik. MRI juga akan

mendeteksi massa kistik atau padat seperti pseudotumor.

Tiga jenis pseudotumors berdasarkan MRI:

Tipe 1 adalah massa kistik berdinding tipis(dinding kista <3 mm);

Tipe 2, massa kistik berdinding tebal (dinding kista> 3 mm tapi kurang dari

diameter komponen kistik); dan

33
Tipe 3, sebagian besar massa padat

Gambar 2.19 Osifikasi Gambar 2.20 Pseudobursae (artografi)15


Heterothroph15

Gambar 2. Pesudotumor padat pada MRI15

2.6.5Kegagalan Komponen

Kegagalan komponen dapat mempengaruhi femur, asetabular, dan komponen

fiksasi tambahan lainnya. Batang komponen femoralis bisa pecah. Hal ini

menggambarkan keausan logam. Fraktur stres dapat terjadi karena karena batang logam

lebih banyak kaku dan kurang leluasa dibandingkan tulang femur di sekitarnya; Namun,

kejadian fraktur ini tergantung pada geometri dan komposisi batang logam

2.6.5.1 Gambaran Radiologi pada Kegagalan Komponen

Komponen modular batang femoralis dapat terdisosiasi dan manik-manik

logam dari batang femoralis bisa terlepas. Penumpahan manik-manik logam

didefinisikan sebagai mikrofraginasi buram yang terpisah dari batang femoral berpori

berpori. Manik-manik logam ini terlihat di jaringan lunak yang berdekatan dengan

sendi, dan peningkatan jumlah manik-manik logam ini mengindikasikan adanya

kelonggaran THR. Selain itu, pada keausan lapisan tebal yang bertahap, garis
34
acetabulum pecah dan terpisah dari cup acetabulum logam

Gambar 2.22 Manik-Manik logam (kanan), garis acetabulum pecah (kiri)15

35
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Total Hip Replacement merupakan prosuder bedah dengan memasukkan sendi


prostetis pada sendi panggul, yang umumnya dilakukan pada penderita
osteoathrititis
2. THR memerlukan pemeriksaan radiologis tahap awal untuk memastikan apakah
THR terpasang dengan baik dan pemeriksaan follow up untuk memastikan ada
tidaknya komplikasi setelah beberapa tahun.
3. Modalitas radiologi utama yang digunakan adalah ronsen konvensional. Ronsen
konvensional digunakan dalam pemeriksaan awal dan pemeriksaan follow up
THR
4. Ronsen konvensional merupakan modalitas radiologi yang digunakan dalam
mendeteksi adanya komplikasi, seperti infeksi, dislokasi, fraktur periprostetik,
osteolisis, kegagalan komponen, dan kelainan jaringan lunak.
5. Ronsen konvensional kurang baikdalammenemukan infeksi. Artografi dapat
membantu mendiagnosis infeksi, terutama dalam aspirasi cairan sendi. USG dapat
mendeteksi adanya efusi sendi, namun USG tidak dapat membedakan cairan steril
atau terinfeksi. CT Scan dapat menunjukkan tingkat osteolisis dan infeksi pada
jaringan lunak, dan MRI dapat digunakan untukmenemukan infeksi pada
jaringan lunak, tetapi pemeriksaan ini menimbulkan artefak. Kedokteran nuklir
paling baikuntuk menemukan adanya infeksi,terutama FDG-PET.
6. Komplikasi yang mungkin timbul pada THR adalah infeksi, fraktur periprostetik,
dislokasi, osteolisis, kelainanjaringan lunak dan kegagalan komponen.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Gossec L, Tubach F, Baron G , Ravoud P, Logeart I, Doughlas M.


Predivtive Factors of Total Hip Replacement due to Primary
Osteoarthritis: a Prospective 2 years study of 505 patients. Ann Rheum
Dis. 2005: 64: 1028-1032.
2. Burnett RS. Total Hip Arthoplasty: Techniques and Results. BC Medical
Journal. 2010: 52 (9).
3. Mulcahy M, Chew FS. Current Concepts of Hip Arthoplasty for
Radiologists: Part I, Features and Radiolographic Assessment. AJR.
2012.
4. Saifuddin. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2008.
5. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi ke 23.
Jakarta: EGC, 2013.
6. Molini L, Precerutti M, Gervasio A, Draghi F, Bianchi S. Hip: Anatomy
and US Technique. Journal Ultrasound. 2011.
7. American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). Total Hip
Replacement. Situs web: http:// orthoinfo.aaos.org/topic=a00377, diakses
pada 19 September 2017.
8. Siopack JS & Jegersen HE. Total Hip Arthroplasty.West J Med
1995;165:243-249
9. Watt I, Boldrik S, Langellaan E, Smithuis R. Hip Atrhroplasty: Normal
and Abnormal Imaging Finding, 2006. diakses pada: 19 September 2017,
diperoleh dari:http://www.radiologyassistant.nl/en/p431c8258e7ac3/hip-
arthroplasty.html.
10. Mulcahy &Chew. Current Concepts of Hip Arthroplasty for Radiologists:
Part 1, Features and Radiographic Assessment. American Journal of
Radiology, 2012;199;559-569.
11. Jacobson JA. Hip Replacement Imaging, 2015. [internet] diakses pada: 19
September 2017, tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/398669-overview.
12. Cyteval C, Bourdoun A. Imaging orthopedic implant infection:
Diganostic and Inteventional Imaging, 2012.
13. Love C, Gemmel PW, Prosthetic Joint Infections, Radionuclide state of
Imaging: European Journal of Nuclear Medicine, 2012.
14. Basu S, Kwee T, Soboury B, dan Alavi A. FDG PET for Diagnosing
Infection in Hip and Knee Prostheses: Prospective Study in 221
Prostheses and Subgroup Comparison With Combined 111In-Labeled
Leukocyte/99mTc-Sulfur Colloid Bone Marrow Imaging in 88
Prostheses, Clinical Nuclear Medicine 2014
15. Mulcahy H&Chew SS. Current Concepts of Hip Arthroplasty for
Radiologists: Part 2, Revision and Complication. American Journal of
Radiology, 2012; 199: 570-580.

37
38

Anda mungkin juga menyukai