Oleh:
Frandi Wirajaya, S.Ked
04084821517027
Pembimbing:
dr.Arizal Agoes, SpB, SpU
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
: 04084821517027
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang, Periode 15 Juni 2015-22 Agustus 2015.
Palembang,
Agustus 2015
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
PENDAHULUAN .......................................................................................................... iv
BAB I LAPORAN KASUS ........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 10
2.1 Anatomi Sisterm Urinarius ........................................................................................ 10
2.2 Batu Saluran Kemih .................................................................................................. 18
2.3 Hidroneforis ............................................................................................................... 38
BAB III ANALISIS KASUS ......................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
iii
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit umum yang masih
menimbulkan beban kesehatan yang signifikan pada populasi usia kerja dan merupakan
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan
1
pembesaran prostat benigna. Penyakit ini diduga sudah dikenal dan telah melanda
manusia sejak catatan paling awal peradaban. Sebagai salah satu buktinya adalah
ditemukan batu pada kandung kemih seorang mumi Mesir yang diperkirakan berumur
sekitar 7000 tahun.
1, 26
sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu
saluran kemih.
26
pasien di klinik urologi, dan kejadian yang tepat masih belum ditentukan.
Menurut tempatnya, BSK digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih,
tetapi batu ginjal merupakan penyebab terbanyak. Batu ginjal merupakan suatu keadaan
27
dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara garis
besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu
kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, dan
sebagainya. Prevalensi seseorang mengalami batu ginjal sepanjang hidupnya diperkirakan
bervariasi antara 1-15%,dengan jumlah penderita laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan, dan umumnya didapatkan pada dekade ketiga sampai
dekade kelima.1
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. Identifikasi
Nama
Pekerjaan
Alamat
Status
: Menikah
Agama
: Islam
MRS
: 07-07-2015
: 885129
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan
Keluhan Tambahan
Tidak ada
berdarah ini timbul bila pasien kurang minum dan sering beraktivitas duduk.
BAK bercampur darah mulai dari awal hingga akhir berkemih. BAB seperti
biasa. Keluhan demam, mual, muntah, badan lemas, dan penurunan berat badan
tidak ada.
Riwayat Pengobatan
1,5 bulan yang lalu penderita berobat ke RS Umum Sekayu dengan
keluhan yang sama dan dilakukan USG TUG, kesan batu staghorn dextra.
Kemudian pasien dirujuk ke RSMH untuk pemeriksaan lanjutan. Di RSMH
dilakukan pemeriksaan BNO IVP kesan pyelolithiasis dekstra ukuran 2,5-2,5 cm
+ hidronefrosis grade II dekstra, fungsi kedua ginjal baik. Penderita dirawat inap
dan direncanakan pyelolithotomi.
Riwayat Kebiasaan
Pasien jarang berolahraga dan pola minum yang sedikit tiap harinya.
Pasien sering beraktivitas duduk lama (seorang supir truk).
: Kompos mentis
: 18 x/menit, reguler
Nadi
Suhu
: 36,7 oC
: Normochepali
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
: Bibir simetris, sianosis (-), bibir kering (-), tonsil dan faring dalam
batas normal
Leher
Thorax
Paru
I: Statis dan dinamis simetris, lesi kulit (-), retraksi (-)
P: Stem fremitus kanan=kiri, nyeri tekan tidak ada
P: Sonor diseluruh lapangan paru
A: Suara nafas vesikuler (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P: Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
P: Batas jantung dalam batas normal
A: Bunyi jantung I/II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Datar
A: BU (+) normal
P: Lemas, Nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
P: Timpani
Ekstremitas
Deformitas (-), edema (-), akral hangat, CRT < 3
Status Lokalis
Regio CVA
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bulging
Tanda Radang
Massa
Nyeri tekan
Ballotement
Palpasi
Perkusi
Nyeri ketok CVA
Regio Suprapubis
Inspeksi: Bulging (-) tanda radang (-)
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-)
Regio Genetalia Eksterna
Tidak ada kelainan
Prostat teraba kenyal, simetris (+), batas atas teraba, tak teraba membesar,
permukaan rata, mobilitas (+), tidak teraba nodul, nyeri tekan (-)
: 15.0 gr/dL
Eritrosit
: 5.40 juta/mm3
Leukosit
: 7.800/mm3
Hematokrit
: 45 %
Trombosit
: 191.000/uL
Diff count
: 0/3/63/26/8
Kimia Klinik
Hati
Albumin
: 4.5 g/dL
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Sewaktu: 91 mg/dL
Ginjal
Ureum
: 14 mg/dL
Kreatinin
: 0.83 mg/dL
Elektrolit
Na+
: 145 mEq/L
: 3.9 mEq/L
Urinalisis
Urin lengkap
Warna
: Kuning
Kejernihan
: Agak keruh
Berat jenis
: 1.010
pH urin rutin
: 7.0
Protein
: negatif
Glukosa
: negatif
Keton
: negatif
Darah
: negatif
Bilirubin
: negatif
Urobilinogen
:1
Nitrit
: negatif
Sedimen urin
Epitel
: negatif
Leukosit
: 25-30/LPB
Eritrosit
: 0-1/LPB
Silinder
: negatif
Kristal
: negatif
Bakteri
: negatif
Muccus
: negatif
Jamur
: negatif
b. Radiologi
USG TUG (4 April 2015)
Tampak bayangan opaque pada abdomen atas kanan triangular ukuran 2,5 x 2,5
cm
Ureter normal
Buli-buli normal
Kesan:
Pyelolithiasis dekstra ukuran 2,5 x 2,5 cm + hidronefrosis grade II dekstra
1.4. Diagnosis
-
Diagnosis Kerja
Diagnosis Primer
Diagnosis Sekunder: -
Komplikasi
1.5. Penatalaksanaan
Pro Pyelolitotomi dextra
IVFD RL gtt XX/menit
1.6. Prognosis
Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam karena penyakit ini tidak mengancam
nyawa pasien. Pada kasus ini fungsi kedua ginjal masih baik sehingga prognosis ad
functionamnya adalah dubia ad bonam. Angka kekambuhan batu saluran kemih
rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun sehingga prognosis
ad sanactionam pasien ini adalah dubia ad bonam. Walaupun demikian jika faktor
risiko pada pasien tidak diapat dikontrol, kemungkinan rekurensi tetap ada.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
2.1.1 Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang didalamnya
terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh
darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. 1,2
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur,
serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal lelaki relatif lebih
besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang yang mempunyai ginjal tunggal
yang didapat sejak usia anak, ukuranya lebih besar daripada ginjal normal. Pada
autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm
(panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram,
atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.1,2
12
13
a. Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan didalamnya terdapat berjuta-juta
nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal.1,2 Medula ginjal yang
terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan
hasil ultrafiltrasi berupa urin.
Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus proksimalis, loop of Henle,
tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa hasil
metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomerulus dan kemudian setelah
sampai ditubulus ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami
reabsorbsi dan zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh mengalami
sekresi membentuk urin.
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urin sebanyak 1-2 liter. urin yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan
ke dalam ureter.1,2 Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infudibulum,
kaliks major, dan pielum atau pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas
epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi
untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.
b. Vaskularisasi ginjal
Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis
merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis, yang bermuara
langsung kedalam vena cava inferior. Vena dan arteri renalis keduanya membentuk
pedikel ginjal. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal di dalam area
yang disebut hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak di sebelah anterior arteri
renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih panjang daripada arteri. Di belakang dari
kedua pedikel ini terdapat pelvis renalis.1,2
Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan posterior. Cabang posterior
merawat segmen medius dan posterior. Cabang anterior merawat kutub atas, bawah
dan seluruh segmen anterior ginjal. Arteri renalis bercabang menjadi arteri
interlobaris, yang berjalan di dalam kolumna Bertini (ai antara piramida renalis),
14
15
c. Persarafan
Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis, yang seratnya berjalan
bersama dengan arteri renalis. Input dari simpatetik menyebabkan vasokonstriksi
yang menghambat aliran darah ke ginjal. Ginjal diduga tidak mendapat persarafan
parasimpatetik. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen
T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu
dapat dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang bisa merupakan nyeri referal dari
ginjal.1
d. Fungsi Ginjal
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan,
yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, serta
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang
melalui urin. Fungsi tersebut di antaranya:
-
ginjal
dalam
mempertahankan homeostasis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih kurang 1200
ml darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu
aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik), dan
menurun hingga 12% dari cardiac output. Kapiler glomeruli berdinding porous
(berlubang-lubang), yang memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah
besar ( 180 L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisa
metabolisme tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah,
sedangkan molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah) tetap tertahan di
16
dalam darah. Oleh karena itu komposisi cairan filtrat yang berada di kapsula
bowman, mirip dengan yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak
mengandung protei dan sel darah. Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus
setiap satuan waktu disebut sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular
filtration rate (GFR). Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa
elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan
urin yang akan disalurkan melalui duktur kolegentes. Cairan urin tersebut disalurkan
ke dalam sistem kalises hingga pelvis ginjal.1
Pada saat darah mengalir ke ginjal, sensor di dalam ginjal menentukan jumlah
kebutuhan cairan yang akan dieksresikan melalui urin, dengan mempertimbangkan
konsentrasi elektrolit yang terkandung di dalamnya. sebagai contoh jika pasien
mengalami dehidrasi, ginjal akan menahan cairan tubuh tetap beredar melalui darah,
sehingga urin sangat kental. Jika tubuh telah ter-rehidrasi, dan cairan yang beredar
telah cukup, urin kembali encer dan warnanya menjadi lebih jernih. Sistem
pengaturan tadi dikontrol oleh hormon renin, yakni hormon yang diproduksi di
dalam ginjal, yang berperan dalam meregulasi cairan dan tekanan darah. Hormon ini
diproduksi di dalam sel juxta-glomerulus sebagai respon dari penurunan perfusi
jaringan. Renin merubah angiotensinogen (dari liver) menjadi angiotensin I (AT I)
yang kemudian dirubah oleh enzim ACE (angiotensi converting enzyme) menjadi
angiotensi II (AT II), yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorbsi natrium,
untuk mengembalikan fungsi perfusi jaringan.1
2.1.2 Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin
dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih
kurang 25-30 cm, dan diameternya 2-4 mm. Dindingnya terdiri atas (1) mukosa
yang dilapisi oleh sel transisional, (2) otot polos sirkuler, (3) otot polos longitudinal.
Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang memungkinkan terjadinya
gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urin ke dalam buli-buli. Jika karena
sesuatu sebab terdapat sumbatan pada lumen ureter sehingga menyumbat aliran urin,
otot polos ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang bertujuan untuk
17
Ureter membentang dari pielum hingga buli-buli, dan secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada tempat lain.
Tempat penyempitan itu antara lain adalah (1) pada perbatasan antara pelvis renalis
dan ureter atau pelvi-ureter junction, (2) tempat pada saat ureter menyilang arteri
iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Di ketiga tempat
itu batu dan benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Ureter masuk
ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural);
keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau
refluks vesiko-ureter pada saat buli-buli berkontraksi.
Untuk kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi du bagian, yakni ureter
pars abdominalis, yang membentang mulai dari pelvis renalis sampai menyilang
vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yang membentang dari persilangannya dengan
vasa iliaka sampai muaranya di dalam buli-buli. Disamping itu secara radiologis
ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis
renalis sampai batas atas sakrum, (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum
sampai pada batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3 distal mulai dari batas bawah
sakrum sampai masuk ke buli-buli.1,2
18
Umur
Jenis Kelamin
Faktor ekstrinsik
Geografi
19
Pekerjaan
Insiden puncak batu saluran kemih dialami laki-laki pada usia 30 tahun
sementara perempuan memiliki insiden puncak bimodal yaitu pada usia 35 dan 55
tahun. Ditinjau dari faktor jenis kelamin, laki-laki lebih sering menderita batu
saluran kemih daripada perempuan. Suatu studi dilakukan untuk meneliti perbedaan
jenis kelamin terhadap risiko menderita batu saluran kemih dengan mengukur
volume dan komposisi mineral urin pada musim panas dan musim dingin di USA.
Pada musim panas, kedua jenis kelamin memberikan hasil deplesi natrium dan
kalsium yang bermakna dalam urin tetapi hanya laki-laki yang menghasilkan
volume urin lebih sedikit sehingga meningkatkan kejadian supersaturasi urin.
Supersaturasi urin berarti volume urin menurun dan kepekatan urin meningkat yang
dapat dijelaskan secara fisiologis bahwa laki-laki lebih banyak berkeringat pada
iklim panas sehingga ekskresi air melalui urin menurun. Sementara perempuan akan
menghasilkan urin yang lebih sedikit pada awal musim dingin. Patofisiologi lain
yang menjelaskan banyaknya laki-laki yang menderita batu saluran kemih adalah
serum testosteron yang menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh
hati. Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan
rendahnya kejadian batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak. Kadar kalsium
air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu lebih rendah pada perempuan
daripada laki-laki, dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya
batu pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
13
Faktor keturunan biasanya berinteraksi dengan faktor diet dan gaya hidup dalam
meningkatkan prevalensi batu saluran kemih. Kurangnya asupan air dan tingginya
kadar mineral kalsium pada orang tanpa gangguan gastrointestinal meningkatkan
insiden batu saluran kemih. Diet tinggi purin, protein, dan oksalat pula
20
meningkatkan terbentuknya batu asam urat dan batu kalsium oksalat. Kebutuhan
protein untuk hidup normal per hari 600 mg/kg BB, bila berlebihan maka risiko
terbentuk batu saluran kemih akan meningkat. Protein hewani akan menurunkan
keasaman (pH) air kemih sehingga bersifat asam, maka protein hewani tergolong
acid ash food, Akibat reabsorbsi kalsium dalam tubulus berkurang sehingga kadar
kalsium air kemih naik. Selain itu hasil metabolism protein hewani akan
menyebabkan kadar sitrat air kemih turun, kadar asam urat dalam darah dan air
kemih naik. Konsumsi protein hewani berlebihan dapat juga menimbulkan kenaikan
kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi, maka berdasarkan hal tersebut
diatas maka konsumsi protein hewani berlebihan memudahkan timbulnya batu
saluran kemih Dari segi iklim, temperatur, dan geografi, individu yang tinggal di
daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi cenderung mengalami
dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 dan vitamin C memicu
peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat. Kedua hal tersebut meningkatkan risiko
terjadinya batu saluran kemih. Penyakit ini juga dijumpai pada orang dengan
pekerjaan yang sering duduk, kurang aktivitas, terpapar panas dalam waktu yang
lama.
2.2.3 Mekanisme terbentuknya batu
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukkan batu.
Ada banyak terori pembentukkan batu saluran kemih diantaranya adalah teori
fisikokimia dan teori infeksi. Prinsip dari teori fisikokimia yaitu terbentuknya batu
saluran kemih karena adanya proses kimiawi, fisika, maupun gabungan fisikokimiawi. Dari hal tersebut diketahui terjadinya kristal batu di dalam sistem
pelvikaliks ginjal sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu dalam
tubulus renalis. Berdasarkan faktor fisiko-kimiawi fikenal teori pembentukkan batu
sebagai berikut.3,8,9
21
a. Teori Supersaturasi
Kenaikan konsentrasi bahan pembentuk batu di dalam tubulus renalis akan
mengubah zona stabil saturasi rendah menjadi zona supersaturasi metastabil dan bila
konsentrasinya makin tinggi menjadi zona saturasi tinggi. Pada teori supersaturasi
bisa dipengaruhi oleh pH dan suhu air kemih. Pembentukkan batu berdasarkan teori
supersaturasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.3,8
22
garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan
kalsium untuk membentuk kalsium oksalat menurun.1,8
Sedangkan teori infeksi menjelaskan, terbentuknya batu saluran kemih juga
dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada
pembentukan batu saluran kemih adalah sebagai berikut: 3
a. Teori terjadinya batu struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi atau tripel fosfat mempunyai komposisi
magnesium amonium fosfat. Terjadinya batu jenis ini karena kristalisasinya
dipengaruhi oleh pH air kemih lebih dari sama dengan 7,2 dan terdapatnya amonia
dalam air kemih. Hal ini terjadi pada infeksi bakteri pemecah urea (urea splitting
bacteria). Urease yang terbentuk akan menghidrolisa urea menjadi karbon dioksida
dan amonium dengan reaksi seperti dibawah ini: 3
NH2- CO NH2 + H2O 2 NH3 + CO2
NH3 + H2O NH4 + OHCO2 + H2O H2CO3
NH4- + Mg++ +PO43 + 6 H2O MgNH4PO4 + 6H2O
Akibat infeksi ini maka pH air kemih akan naik lebih dari 7 dan terjadi reaksi
antara ammonium yang terbentuk dengan molekul magnesium dan fosfat menjadi
magnesium ammonium fosfat (batu struvit).1
Bakteri penghasil urease sebagian besar gram negatif yaitu golongan proteus,
klebsiela, providensia, dan pseudomona. Ada juga bakteri gram positif yaitu
stafilokokus, mikrokokus dan konne bacterium serta golongan mikoplasma, seperti
T-strain mikoplasma dan ureaplasma urelitikum.8
2.2.4 Jenis Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin,
silikat, dan senyawa lainnya. Batu kalsium merupakan batu paling banyak dijumpai,
yakni kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih.12
a. Batu Kalsium
Terdiri atas batu kalsium fosfat dan kalsium oksalat, atau campuran dari kedua
unsur itu.
23
(250-300 mg/24
jam)
Hiperoksaluria (
> 45 gr/hari)
Hiperurikosuria
jam)
Hipositraturia
Hipomagnesuria
b. Batu Struvit
Batu jenis ini juga disebut batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu jenis ini merupakan 5-15% dari seluruh
batu saluran kemih.
24
25
Keluhan yang akan disampaikan oleh pasien yang mengalami batu ginjal
tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi.
Nyeri yang akan dirasakan dapat berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. peningkatan peristaltik
itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi perenggangan
dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat
perenggangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Keluhan klasik penderita batu ginjal adalah kolik ginjal, yaitu sensasi nyeri di
pinggang atau perut bawah unilateral, nyeri dapat menjalar ke scrotum, penis atau
vulva, yang muncul secara mendadak, bersifat hilang timbul, dengan intensitas nyeri
yang kuat. Lokasi nyeri dan keluhan lainnya tergantung di mana batu berada. Batu
di ginjal menimbulkan nyeri bersifat ringan disertai hematuria. Batu di ureter
proksimal menyebabkan kolik ginjal, nyeri pinggang dan perut bagian atas. Batu di
ureter tengah menimbulkan kolik ginjal, nyeri pinggang dan perut atas. Bila batu di
ureter distal menimbulkan kolik ginjal, disuria, frekuensi berkemih meningkat nyeri
pinggang dan nyeri menjalar ke penis atau vulva.1
Pada kasus batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam saluran
kemih yang disebabkan oleh batu. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien
akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadangkadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.1
Gejala gastrointestinal baru akan muncul ketika pleksus celiac terstimulasi
menyebabkan nausea dan muntah.27
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan
segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik.
26
Pada pemeriksaa fisik mungkin didapatkan nyeri ketok daerah kosto vertebra,
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,
retensi urin, dan jika disertai infeksi didapatkan demam atau menggigil.
Pemeriksaan sedimen urin ditemukan adanya leukosituria, hematuria, dan
dijumpai berbagai kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin mungkin
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal
bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk
mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVU. Perlu juga diperiksa kadar
elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara
lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di dalam
urin).
a. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi bermanfaat untuk memvisualisasi batu yang
berlokasi di ginjal di buli-buli serta hidronefrosis. Kelemahan alat ini adalah tidak
mampu mendeteksi batu yang berlokasi di ureter dan nilai sensitivitasnya hanya
19%.7 Pemeriksaan ini relatif murah dan dilakukan tanpa persiapan khusus kecuali
hanya minum 2-3 gelas air putih dan pasien diminta untuk menahan kencing sampai
pemeriksaan ultrasonografi selesai dikerjakan. Pemeriksaan ultrasonografi menjadi
pilihan utama bagi wanita hamil yang mengalami kolik renal.8
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi atau USG adalah menangkap gelombang
bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ (jaringan) yang berbeda kepadatannya.
Pemeriksaan ini tidak invasive dan tidak menimbulkan efek radiasi. USG dapat
membedakan antara massa padat (hiperekoik) dengan massa kistus (hipoekoik),
sedangkan batu non opak yang tidak dapat dideteksi dengan foto ronsen akan
terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow.1
27
28
Menurut
Blandy,
cara
pembacaan
foto
yang
sistematis
harus
memperhatikan 4S yaitu, Side (sisi), Skeleton (tulang, Soft tissue (jaringan lunak),
dan Stone (batu).1
Side
Skeleton
Soft tissue
Stone
29
dan
perbandingan
fungsi
kedua
ginjal.
Dibandingkan
dengan
ultrasonografi, IVP memberikan akurasi lebih baik, dengan nilai sensitivitas dan
spesifisitas masing masing adalah 64% vs 87% dan 92% vs 94%.12
Pielografi intra vena (PIV) atau intravenous pyelography (IVP) atau dikenal
dengan Intra Venous Urography (IVU) atau urografi adalah foto pencitraan yang
dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras. Pencitraan ini
dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal dan saluran
kemih.1
Bahan kontras yang dipakai biasanya adalah yodium dengan dosis 300 mg/kgBB
atau 1 ml/kgBB (sediaa komersial).Teknik pelaksanaannya yaitu pertama kali dibuat
foto polos perut (sebagai kontrol). Setelah itu bahan kontras disuntikan secara
intravena, dan dibuat foto serial beberapa menit hingga satu jam, dan foto setelah
miksi. Jika terdapat keterlambatan fungsi ginjal, pengambilan foto diulang setelah
jam ke-2, jam ke-6, atau jam ke-12.
Pada menit-menit pertama tampak kontras mengisi glomeruli dan tubuli ginjal
sehingga terlihat pencitraan dari parenkim (nefrogram) ginjal. Selanjutnya kontras
akan mengisi sistem pelvikalises pada fase pielogram.1
Menit
Uraian
15
30
Foto
dalam
keadaan
berdiri,
30
dimaksudkan
untuk
menilai
kemungkinan
terdapat
perubahan
60
d. Helical CT scan.
Pada saat ini modalitas diagnostik yang paling baik khususnya untuk
menegakkan diagnosis pasien batu ginjal dengan kolik renal adalah helical CT scan.
Miller dkk (1998) membandingkan akurasi helical CT scan dengan IVP pada pasien
dengan batu ureter. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah helical CT scan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik dibandingkan dengan IVP, masingmasing: 96% vs 87% dan 100% vs 94% (p<0,001). Di masa depan helical CT scan
akan menjadi standar pelayanan dalam membantu menegakkan batu ginjal, hanya
sayangnya hal ini akan terhambat oleh masalah mahalnya pemeriksaan CT scan.
31
2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan batu ginjal terdiri atas terapi konservatif dan intervensi urologi. Terapi
konservatif dapat diangani oleh dokter umum atau penyakit dalam. Sedangkan
intervensi urologi merupakan kompetensi dokter urologi. Terapi konservatif
diindikasikan apabila batu berukuran kecil dan berpeluang keluar secara spontan
serta pasien tidak mengalami komplikasi. Batu ginjal dengan penyulit harus segera
dirujuk ke urologi. 1,12
1. Pengobatan konservatif
Pada dasarnya pengobatan konservatif dilakukan untuk mengatasi rasa nyeri,
infeksi dan mengupayakan batu khususnya yang berada di ureter dapat keluar
spontan. Ukuran batu sangat mempengaruhi kemungkinan bisa keluar dari tubuh.
Berdasarkan studi meta analisis, kemungkinan batu keluar secara spontan sebesar
68% bagi batu ureter yang berukuran 5 mm (n = 224 pasien) dan 47% untuk batu
yang berukuran 510 mm (n=104 pasien). Menurut 2007 guideline for
management of ureteral calculidirekomendasikan bahwa pasien yang didiagnosis
untuk pertama kalinya menderita batu ureter dengan ukuran <10 mm dan keluhan
koliknya dapat dikendalikan, pasien ini dapat ditawarkan untuk menjalani terapi
konservatif. Dengan catatan bahwa pasien harus selalu dimonitor selama menjalani
pengobatan konservatif agar nyeri selalu dapat diatasi, tidak terjadi sepsis dan
penurunan fungsi ginjal. Monitoring dilakukan menggunakan ultrasonografi dan
foto polos abdomen untuk menilai posisi batu dan keadaan hidronefrosis.13
32
diinginkan efek yang kuat dan cepat morfin injeksi pilihannya. Alternatif lain obat
pereda nyeri yang mempunyai efek kuat adalah golongan antiinflamasi nonsteroid
seperti misalnya: ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen, dan sebagainya.12
b. Mengatasi infeksi
Batu ginjal sering disertai dengan infeksi saluran kemih. Kehadiran infeksi
ditandai dengan adanya demam, disuria, leukosituria. Kepastian infeksi saluran
kemih didasarkan temuan bakteri penyebab kuman melalui pemeriksaan
pengembangbiakan kuman atau kultur. Infeksi saluran kemih harus diatasi dengan
antibiotik.11,12
33
2. Tindakan urologi
Ada beberapa alaternatif tindakan urologi dalam rangka mengeluarkan batu
ginjal, yaitu extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), ureteroskopi,
nefrolitotomi perkutan dan bedah terbuka. Prosedur mana yang akan dipilih tentu
sangat tergantung pada jenis, ukuran serta lokasi batu berada (di ginjal, ureter
proksimal, tengah atau distal, atau di buli-buli), fasilitas yang ada di rumah sakit dan
ketrampilan dokter bedah urologi serta keadaan pasien. Pada prinsipnya tindakan
urologi dilakukan dengan pertimbangan untuk menghilangkan nyeri atau kolik renal
akibat batu ginjal yang tidak menghilang dengan obat obatan, mencegah infeksi dan
mencegah kerusakan ginjal akibat sumbatan batu. Menurut Mange (1999),19 indikasi
tindakan urologi dilakukan pada keadaan di mana kolik renal tidak segera
menghilang, terjadi hidronefrosis permanen, oliguri, batu ginjal dengan infeksi, batu
34
ureter yang sudah lama, batu staghorn, pasien dengan ginjal transplantasi dan
berhubungan dengan profesi pekerjaan (pilot).
Indikasi intervensi urologi 19
-
Hidronefrosis permanen
Jumlah urin <500 cc/24 jam pada seseorang dengan satu ginjal
Batu staghorn
35
b. Nefrolitotomi perkutaneus
Prosedur ini dimulai dengan melakukan insisi kulit yang akan selanjutnya
melalui lubang ini akan dimasukkan sebuah nephroscope yang diarahkan ke ginjal.
Apabila ukuran batu relatif besar, batu terlebih dahulu harus dihancurkan menjadi
butiran kecil menggunakan energi ultrasonik atau elektrohidrolik. Pecahan batu lalu
diambil melalui penyedotan atau alat pengait lain. Nefrolitotomi perkutan menjadi
pilihan utama untuk batu yang kompleks, yaitu batu yang ukuran >2 cm, batu tidak
hancur dengan ESWL dan terdapat kelainan anatomi ginjal.20,21
c. Ureteroskopi
Pada awalnya tindakan ureteroskopi dilakukan untuk mengeluarkan batu ureter
yang berlokasi di bagian distal dan bagian tengah ureter. Sedangkan batu di ureter
proksimal
dipecah
menggunakan
ESWL.
Namun
dengan
pengembangan
ureteroskopi yang semirigid dan fleksibel serta ditemukannya laser holmium yang
dapat memecah batu secara internal (litotripsi), saat ini ureteroskopi dapat
digunakan untuk mengambil batu di lokasi manapun. Keberhasilan mengevakuasi
batu di ureter proksimal mencapai 81%, 86% untuk batu ureter tengah dan 94% batu
ureter distal. Komplikasi ureteroskopi kurang dari 5%, yang dapat berupa: cedera
ureter, infeksi, perdarahan saluran kemih dan nyeri perut. Prosedur ureteroskopi
pada umumnya diindikasikan terutama pada keadaan di mana ESWL secara teknis
sulit dilakukan atau karena ada kontra indikasi tindakan ESWL (obesitas, batu
bersifat radiolusen, densitas batu >750 HU, hamil, gangguan koagulopati), batu
terletak di ureter distal dengan ukuran >10 mm.10,22
d. Bedah terbuka
Prosedur bedah terbuka kini semakin ditinggalkan karena disamping komplikasi
yang lebih besar dan masa penyembuhan memerlukan waktu yang lebih lama, bisa
mencapai 46 minggu. Tindakan bedah terbuka baru dilakukan apabila ESWL
nefrolitotomi perkutan tidak mungkin dilakukan. Misalnya pada batu staghorn yang
besar. Melalui tindakan ini batu staghorn dapat diangkat secara lengkap. Hanya
prosedur bedah terbuka berisiko menyebabkan penurunan fungsi ginjal, yang
36
keberhasilan.
Indikasi
untuk
menghilangkan
batu
(mungkin
37
38
2.3 Hidronefrosis
Hidronefrosis diartikan sebagai akumulasi urin dalam pelvis dan kaliks pada satu
atau kedua ginjal diakibatkan adanya obstruksi aliran urin normal menyebabkan
terjadinya refluks atau aliran balik urin sehingga tekanan di ginjal meningkat.
Awalnya, kejadian hidronefrosis masih dianggap jarang dan belum diketahui pasti
etiologi dan patofisiologinya. Namun semenjak kemajuan teknologi di bidang
radiologi, insiden hidronefrosis meningkat tajam dari dugaan sebelumnya.
Hidronefrosis biasanya terjadi disebabkan oleh tiga penyebab utama yaitu
obstruksi ureteropelvic junction (UPJ), obstruksi ureterovesical junction (UVJ), dan
vesicoureteral reflux (VUR). Pada obstruksi UPJ, urin terakumulasi di sistem
kolektif ginjal menyebabkan dilatasi pelvis ginjal. Sementara pada obstruksi UVJ,
urin terakumulasi di ureter dan sistem kolektif ginjal menyebabkan megaureter dan
dilatasi pelvis ginjal. UPJ dan UVJ merupakan tempat diameter ureter menyempit
dan sedikit berbelok meningkatkan risiko batu saluran kemih tersumbat. VUR pula
biasanya terjadi disebabkan obstruksi di buli menyebabkan aliran balik urin ke
ureter meningkatkan risiko hidronefrosis bilateral.
39
40
BAB III
ANALISIS KASUS
3.1 Resume
Seorang laki-laki, usia 30 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan
yang semakin sering intensitasinya sejak 1 bulan SMRS. Nyeri hilang timbul dan
menjalar ke perut depan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri timbul tibatiba, bisa pada saat tidur ataupun sedang duduk. Nyeri pinggang kanan ini
sebenarnya telah dikeluhkan pasien sejak 3 bulan SMRS, hanya saja nyeri
dirasakan sesekali saja dan dianggap tidak mengganggu. Pasien pernah mengalami
BAK berdarah seperti air cucian daging yang hilang timbul.
Pasien mempunyai kebiasaan jarang berolahraga dan pola minum yang sedikit
tiap harinya. Pasien sering beraktivitas duduk lama (seorang supir truk). Pasien
mempunyai kebiasaan makan jengkol dan petai.
Pada pemeriksaan fisik khususnya status urologis ditemukan nyeri ketok CVA
kanan positif.
Pada pemeriksaan tambahan radiologi didapatkan echoic shadow pada USG
TUG ginjal kanan. Pada BNO-IVP didapatkan kesan Pyelolithiasis dekstra ukuran
2,5 x 2,5 cm + hidronefrosis grade II dekstra.
Pada pemeriksaan laboratorium terutama urinalisis ditemukan urin agak keruh
dengan leukosit 25-30/LPB curiga kearah infeksi saluran kemih, tetapi pada pasien
ini belum dilakukan kultur urin.
41
3.2 Analisis
Penegakkan diagnosis batu saluran kemih didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan imaging.12
Pada anamnesis didapatkan keluhan pada pasien ini yaitu nyeri pinggan kanan,
hilang timbul, tiba-tiba, seperti ditusuk-tusuk dan menjalar ke dinding perut depan.
Beberapa penyebab keluhan nyeri pinggang kanan, antara lain gangguan pada
muskuloskeletal seperti mialgia maupun low back pain, gangguan pada saraf yaitu
hernia nukleus pulposus, gangguan sistem urinarius yakni batu maupun infeksi pada
ginjal dan ureter.6
Penyebab dari gangguan muskuloskeletal dapat disingkirkan karena tidak
didapatkan keluhan nyeri yang dipengaruhi oleh aktivitas yakni memberat saat
bekerja dan membaik saat istirahat. Keluhan berasal dari appendisitis bisa
disingkirkan juga karena tidak didapatkan keluhan nyeri perut kanan bawah dan
gangguan BAB serta posisi khas appendisitis yakni tungkai yang terfleksi juga tidak
ditemukan pada pasien ini. Kolelitiasi maupun kolesistitis juga dapat disingkirkan
karena tidak ditemukan keluhan nyeri yang menjalar ke punggung disertai demam
maupun kuning. Adanya keluhan nyeri yang menjalar ke tungkai dapat mendukung
ke arah hernia nukleus pulposus (HNP).6
Pada kasus ini dapat dipikirkan kearah gangguan salurah kemih didukung oleh
letaknya yang sesuai dengan proyeksi ginjal sehingga kemungkinan ini merupakan
nyeri kolik ginjal akibat adanya sumbatan di saluran kemih. Nyeri dirasakan
menjalar dari pinggang kanan ke dinding perut depan, hal ini terjadi karena nyeri
merambat sepanjang saraf sensorik yang mempersarafi ginjal yaitu T10-11, sesuai
dengan area dermatomnya.1 Kemungkinan trauma dapat disingkirkan dari
anamnesis karena pada pasien tidak didapatkan riwayat trauma. Pada pasien ini juga
pernah mengalami adanya BAK seperti air cucian danging yang kemungkinan ialah
hamturia. Hematuria dapat disebabkan oleh trauma mukosa oleh batu.1
Batu dan infeksi ginjal merupakan diagnosis banding yang kuat pada kasus ini.
Dimana kedua hal tersebut dapat saling keterkaitan satu sama lain.
Keluhan yang akan disampaikan oleh pasien yang mengalami batu ginjal
tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi.
42
Nyeri yang akan dirasakan dapat berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. peningkatan peristaltik
itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi perenggangan
dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat
perenggangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.1
Pada kasus batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam saluran
kemih yang disebabkan oleh batu.1
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan
dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.1
Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki usia 30 tahun. Berdasarkan
epidemiologis usia tersering terjadinya batu ginjal adalah 30-50 tahun.1 Sedangkan
distribusi penderita batu ginjal berdasarkan jenis kelamin pada penelitian Elsy dkk.
(2012) 7 menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki (n= 21, 60%) lebih banyak
daripada perempuan (n=14, 40%) yaitu dengan perandingan 3:2. Penelitian ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyatakankan bahwa batu ginjal lebih banyak
diderita oleh laki-laki, dengan angka kejadian 3 kali lebih banyak daripada
perempuan.1 Hal ini karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama
pembentuk batu lebih rendah pada perempuan daripada laki-laki, dan kadar sitrat air
kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu pada perempuan lebih tinggi
23
daripada laki-laki. Selain itu, hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah
agregasi garam kalsium,sedangkan hormon testosteron yang tinggi pada laki-laki
menyebabkan peningkatan oksalat endogen oleh hati yang selanjutnya memudahkan
terjadinya kristalisasi.
23,24
Berdasarkan anatomi dari ginjal, lokasi batu ginjal biasanya dijumpai khas di
dalam pelvis (pielum) dan kaliks. Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang
sederhana sehingga hanya menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh
43
(batu staghorn). Dari hasil penelitian Elsy dkk. (2012)7, menunjukkan bahwa batu
ginjal lebih banyak terletak pada pielum yaitu 30 penderita (85,7%), kemudian di
dalam pelviokaliks yaitu 3 penderita (8,6%), dan paling sedikit di dalam kaliks yaitu
2 penderita (5,7%). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa batu
biasanya terletak di dalam pelvis ginjal, dan tempat terbanyak berikutnya adalah di
kaliks.
15
hidronefrosis bahkan kerusakan dari ginjal. Pada kasus ini telah didapatkan bahwa
letak batu adalah di pielum. Hal ini berhubungan dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di
pelvis (pielum) dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis sebagai akibat dari
obstruksi.
Kebiasaan kurang minum berhubungan dengan risiko terjadi batu saluran kemih.
Asupan air yang kurang menyebabkan peningkatan osmolalitas plasma dan
penurunan volume arteri efektif. Hasil akhirnya menurunnya volume urin dan
ekskresi natrium. Adanya penurunan volume urin akan meningkatkan osmolalitas
urin dengan kata lain meningkatkan konsentrasi solut urin. Sesuai dengan
patogenesisnya, menurunnya volume urin serta kecepatan aliran urin akan
meningkatkan saturasi zat pembentuk batu atau terjadi keadaan supersaturasi. Hal
ini didukung oleh penelitian Borghi dkk. yang menyatakan bahwa volume urin
berperan dalam pengulangan terbentuknya batu kalsium, dan disarakan minimal
volume urin 2 liter/24 jam.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan yeri ketok CVA positif, hasil ini dapat
mengarahkan ke diagnosis batu saluran kemih. Kemudian untuk memastikan
diagnosis pada kasus ini, maka dilakukan pemeriksaan tambahan yakni USG TUG
yang didapatkan accoustic shadow di ginjal kanan. Kemudian untuk melihat
44
keadaan anatomis dan fungsi ginjal serta mengkonfirmasi batu pada pemeriksaan
ultrasonografi dilakukan pemeriksaan IVP didapatkan gambaran radiopak di perut
kanan atas dan fungsi kedua ginjal masih baik serta hidronefrosis grade II ginjal
kanan. Sebelum melakukan IVP harus dilakukan pemeriksaan ureum kreatinin, jika
kreatinin lebih dari 0,15 mg/dl maka IVP tidak dilakukan karena fungsi ginjal
menurun selanjutnya dapat dilakukan pielografi retrograd. Selain pemeriksaan
ureum kreatinin, juga dilakukan pemerisaan darah rutin, dan terpenting dilakukan
pemeriksaan urinalisis untuk mencari tanda-tanda infeksi saluran kemis. Pada kasus
ini hasil urinalisis mengarah kepada infeksi saluran kemih karena ditemukan adanya
leukosituria pada sedimen urin curiga adanya infeksi. Infeksi saluran kemih dapat
terjadi sebagai komplikasi dari batu saluran kemih atau bisa juga menyebabkan
terbentuknya batu saluran kemih. Pada kasus ini tidak dilakukan kultur urin pasien
sehingga diagnosis infeksi saluran kemih belum bisa di tegakkan karena menurut
european association of urology diperlukan hasil kultur urin positif dengan
bakteruria bermakna > 105 koloni/ml.
Pada kasus ini akan dilakukan pielolitotomi. Pielolitotomi merupakan prosedur
bedah terbuka pada kasus yang melibatkan batu di dalam pelvis renalis.
Pielolitotomi bermanfaat dalam pengelolaan batu pielum ginjal, di mana ESWL dan
PCNL tidak layak karena kurangnya peralatan atau keahlian dan modalitas lainnya
gagal atau fasilitas yang tepat tidak tersedia. Indikasi lain untuk pielolitotomi yakni
batu staghorn minimal di dalam pelvis renalis dan obesitas morbid yang
berlebihan.14 Pedoman saat ini menganjurkan pielolitotomi ketika beban batu lebih
besar dari 2500 mm2, dalam kasus-kasus ekstrim obesitas morbid, atau ketika pasien
datang dengan sistem pengumpulan kompleks. Pielolitotomi juga ditunjukkan dalam
kombinasi dengan pyeloplasty, tanpa meningkatkan morbiditas atau menurunkan
tingkat keberhasilan. Indikasi untuk menghilangkan batu (mungkin pielolitotomi)
termasuk sepsis, nyeri pinggang yang parah, obstruksi dengan kehilangan parenkim
ginjal, dan hematuria.15
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki, B. 2011. Dasar-dasar urologi, edisi ketiga. Jakarta. Sagung Seto,
hal. 6-14; 40-42; 85-98
2. Snell, R. S. 2011. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi ke-7. Jakarta:
EGC, hal. 250-256
3. Muslim, R. 2007. Batu saluran kemih suatu problema gaya hidup dan pola makan
serta analisis ekonomi pada pengobatannya (diakses tanggal 1 agustus 2015)
4. Syamsuhidayat R, Jong WD. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC
5. Sabiston, David C.2005. Infeksi Saluran Kemih, Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed.
Jakarta: EGC
6. Rully, M.A. 2010. Batu staghorn pada wanita: faktor risiko dan tata laksananya
(diakses tanggal 1 agustus 2015)
7. Elsy, M.B.T, dkk. 2012. Angka kejadian batu ginjal di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Januari 2010-Desember 2012 (diakses tanggal 1 agustus
2015)
8. Menon M, Resnick, Martin I. 2002. Urinary lithiasis: Etiology and endourology,
Dalam: Campbells Urology, 8th ed, vol. 4. WB, Sauders Company, Philadephia,
hal. 3230-3292
9. Marangela M, Vitale C, Petraulo M, dkk. 2000. Renal Stones: from metabolic to
physicochemical abnormalitises. How useful are inhibitor. J. Nephrol, hal. 51-60
10. Portis AJ, Sundaram CP. 2001. Diagnosis and initial management of kidney stone.
Am Fam Physician, hal. 1329-1338
11. Teichman JMH. 2004. Acute renal colic from ureteral calculus. N Engl J Med, hal.
350-684
12. Suharjo, JB., Cahyono, B. 2010. Manajemen Batu Ginjal. Scientific Journal of
Pharmaceutical Development and Medical Application (diakses tanggal 1 Agustus
2015)
13. Preminger GM, dkk. 2007. Guideline for management or ureteral calculi. J Urol,
hal. 2418-2434
46
47
27. Sjabani M. 2009. Batu Saluran Kemih. Dalam: Alwi IK, Marchellus S, Setiati S,
Setiyohadi B, Sudoyo AW, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta:
InternaPublishing;hal.1025-1030.