Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN DISCOVERY LEARNING

MODUL KEPERAWATAN PEDIATRIK II


FRAKTUR GREENSTICK

Disusun Oleh:
Allaily Amalia Rachma
Muhimatul Khafidhoh
Puspa Ayu Priyadi
Rahma Dwi Syukrini
Ria Andriani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
Definisi................................................................................................................................4
Etiologi................................................................................................................................4
Manifestasi Klinis...............................................................................................................4
Patofisiologi........................................................................................................................4
Komplikasi........................................................................................................................11
Penatalaksanaan Medis.....................................................................................................12
Tindakan Pre dan Post Operatif........................................................................................14
Asuhan Keperawatan........................................................................................................17
Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................21
BAB III.....................................................................................................................................22
KESIMPULAN....................................................................................................................22

Page 2

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur atau bahasa awamnya patah tulang dapat disebabkan karena benturan,
gerakan memutar mendadak maupun kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat
gangguan atau penyakit primer seperti osteoporosis. Fraktur merupakan ancaman
potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis
maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah
keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal
maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat
kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri.
Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang
biasa dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika Serikat
sekitar 25 juta orang pertahun.
Oleh karena itu peran perawat sangan penting dalam memberikan penyuluhan tentang
bagaimana mencegah terjadinya kecelakaan dengan senantiasa berhati-hati dalam melakukan
aktifitas sehari-hari, serta memberikan asuhan keperawatan secara tepat kepada penderita
fraktur dan memberi penyuluhan tentang pentingnya asupan karbohidrat, protein dan kalsium

Page 2

yang cukup untuk proses penyembuhan dan pembentukan tulang baru.

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Definisi
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga
dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur.
Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang
mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur ini
sering dijumpai pada anak-anak.

II.

Etiologi
1) Trauma
Merupakan penyebab utama yang sering menyebabkan terjadinya fraktur
seperti kecelakaan dan lain-lain
2) Patologi
Merupakan fraktur yang disebabkan kerena timbulnya fraktur seperti
osteoporosis dan tumor
3) Malnutrisi
Karena kurang meniral dan kalsium serta perubahan hormonal

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang biasanya terjadi pada fraktur, yaitu:
a. Nyeri
Terjadi karena terputusnya kontinuitas jaringan dari tulang.Nyeri hampir
selalu muncul dan biasanya parah, terutama pada ujung tulang yang tidak
dapat digerakkan.
b. Menurunnyafungsi ekstremitas normal dan abnormal, disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kestabilan otot.
c. Bengkak. Berasal dari proses vasoliladatasi, eksudasi plasma dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
d. Spasme otot dapat menambah rasa sakit dan tingkat kecacatan, kekuatan otot
yang sering disebabkan karena tulang menekan otot.
e. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
f. Pemendekatan tulang terjadi pada fraktur panjang, yang terjadi karena
konstraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.

Page 2

III.

Patofisiologi
Penyebab fraktur dapat bermacam-mcam, termasuk (1) dorongan langsung pada
tulang; (2) kondisi patologis yang mendasarinya, seperti rakitis, yang mengarah pada
fraktur spontan; (3) kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba; dan (4) dorongan tidak
langsung (mis., terpukul benda terbang) dari jarka jauh. Penyebab lainnya adalah
penganiayaan anak, neuroblastoma metastatic, sarcoma Ewing, sarcoma osteogenik,
osteogenesis imperfekta, defisiensi tembaga, osteomyelitis, cedera karena penggunaan
berlebih, dan imobilisasi yang mengakibatkan osteoporosis (Betz, 2009).
Jenis fraktur yang paling sering terjadi pada anak kurang dari 3 tahun adalah fraktur
greenstick. Pada fraktur ini terdapat retakan tidak lengkap pada korteks tulang yang
terjadi karena tulangnya lebih lunak dan lebih lentur dari tulang anak yang lebih tua
(Betz, 2009).

Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan orang dewasa, proses
penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat
baik, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomedik serta fisiologi
tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa (Rasjad, 2007).
Selian itu, fragmen

tulang pada anak mempunyai vaskularisasi yang baik dan

penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyembuhan anak umumnya


setengah kali wktu penyembuhn pada orang dewasa (Armis, 2008).
Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal
ini disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis dan perosteum serta proses

Page 2

IV.

pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah proses tersebut
semakin berkurang (Muttain, 2008).
Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh
untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari
fraktur di pengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor
lokal:
Lokasi fraktur
Jenis tulang yang mengalami fraktur.
Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
Adanya kontak antar fragmen.
Ada tidaknya infeksi.
Tingkatan dari fraktur.
Adapun faktor sistemik adalah :
Keadaan umum pasien
Umur
Malnutrisi
Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :

Fase Reaktif
Fase hematom dan inflamasi
Pembentukan jaringan granulasi
Fase Reparatif
Fase pembentukan callus
Pembentukan tulang lamellar
Fase Remodelling
Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.

a) Proses penyembuhan Fraktur Primer


Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung
oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu.
Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu
mekanis.

Page 2

dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas

Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling


dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:
Pelaksanaan reduksi yang tepat
Fiksasi yang stabil
Eksistensi suplay darah yang cukup
Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan
menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat
pada sekitar minggu ke empat fiksasi.
b) Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan
lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas
5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan
remodelling.
a) Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam
jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang.
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk
memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan
spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra

membran pada tempat fraktur


Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak

dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya.


Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun
pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh
robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktorfaktor inflamasi yang
dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 3 minggu.
b) Fase proliferasi :
Kira-kira 5 hari hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benangbenang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk

Page 2

menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini

revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan


osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah
tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
c) Fase Pembentukan Kalus :
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi

mulai

terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai


tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan

tulang rawan.

Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar
dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang
rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume di butuhkanuntuk
menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari
pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi
dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan
dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth
Factor-Beta 1 (TGF-B1)

yang menunjukkan keterlibatannya dalam

pengaturan differensiasi dari osteoblast

dan produksi matriks ekstra

seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)


yang berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan
fraktur. (chen,et,al,2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama
hal ini menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi
tekanan mekanis. (Rubin,E,1999)

Page 2

osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit,

Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut


sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan
penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu
2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur
tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging
callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah
fraktur di bawah

periosteum periosteal callus

terbentuk di antara

periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan


kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang
fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar
daerah fraktur. (Miller, 2000)
d) Fase Osifikasi
Pembentukan kalus mulai

mengalami

pengulangan

endokondral

(penggantian bertahap tulang rawan/kartilago oleh tulang).mineral terus


menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan
keras.permukan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4
bulan.
Stadium Konsolidasi :
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).
Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga

osteoklast dapat

menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang
akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini
berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.
e) Fase Remodelling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang
berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan

Page 2

tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan. Fraktur telah

bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang


terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan
yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang
kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati
bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Proses penyembuhan tulang
dapat dipantau dengan pemeriksaan seri sinar-x. Imobilisasi harus
memadai sampai tampak tanda-tanda adanya kalus pada gambaran sinar-x.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi :

Sumber:
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. Jakarta :

EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.


Armis. 2008. Trauma Sistem Muskuloskletal. Yogyakarta: UGM Press.
Rasjad, C. 2007. Buku Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Makassar:

Yarsif Watampone.
Delubis, Arman. Dkk. 2013. Hubungan Antara Usia, Jenis, Dan Lokasi
Fraktur Dengna Lama Perawatan Pada Pasien Bedah Tulang Di Ruang
Rawat

Inap

RSUP

DR.Wahidin

Sudirohusodo

Makassar.

%20hasanuddin--armandelub-183-1-artikel-6.pdf. Tanggal akses : 9-1-2015.

Page 2

http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/4/e-library%20stikes%20nani

Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender. (2005). Bone Regeneration


and Repair. United States of America : Human Press, new jersey Buckwalter,
J. A., et al. (2000). Ortopedi Basic Science - Biologi dan Biomekanik The
Musculoskeletal System Edisi Kedua. Amerika Serikat America : American

Academy of Orthopaedic Surgeons.


Smeltzer, Suzanne & bare, Brende G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC

V.

Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat meliputi :
Deformitas ekstremitas
Perbedaan panjang ekstremitas
Potensial henti perkembangan
Inkongruenitas pada sendi
Keterbatasan gerak
Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa dan/atau paralisis saraf
Gangguan sirkulasi
Kontraktur iskemik Volkmann
Gangren
Sindrom kompartemen
Terjadi fraktur kembali
Sumber:
Cecily lynn betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap
menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal
4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).Fraktur
biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi
(circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi , baru lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,
mengingat golden period 1-6 jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat , singkat dan lengkap.
Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi

Page 2

VI.

rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak
selain memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer, 2000)
Prinsip-prinsip penanganan fraktur meliputi:
a) Reduksi fraktur
Reduksi fraktur (setting ulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.Reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur, harus mendapatkan izin untuk
melakukan prosedur, dan analgetika yang diberikan sesuai dengan ketentuan.
Reduksi tertutup banyak dilakukan dengan cara mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan). Traksi dapat
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.Sinar-x digunakan untuk
memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang
sembuh, akan terlihat pembentukkan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah
kuat, dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi. Reduksi
terbuka diperlukan pada beberapa fraktur tertentu.Dengan pendekatan
pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang.
b) Imobilisasi fraktur
Setelah

fraktur

direduksi,

fragmen

tulang

harus

diimobilisasi

atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai trjadi


penyatuan.Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin
dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
c) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.Reduksi

Page 2

fraktur.

dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai dengan kebutuhan. Status


neurovaskuler (misalnya: pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, dan
gerakan) harus selalu dipantau. Kegelisahan, ansietas, dan ketidaknyamanan
harus selalu dikontrol dengan berbagai pendekatan.Partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan
harga diri.
Emergency Management
Setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya
fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah.Maka bila dicurigai adanya
fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien
dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga di atas dan di bawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi ataupun angulasi.Gerakan fragmen
patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan
lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang.Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.Imobilisasi tulang
panjang ektremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai
bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ektremitas yang
cedera.Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi
cedera.Ektremitas diusahakan untuk tidak digerakan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.
Sumber:

Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Medica

Aesculpalus FKUI.
Corwin, E. J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Tindakan Pre dan Post Operatif


a. Pre Operatif
Persiapan Fisik

Page 2

VII.

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang
operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien
sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain:
Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit
seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain.
Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi

buruk

dapat

mengakibatkan

pasien

mengalami

berbagai

komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih

lama dirawat di rumah sakit.


Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang,
maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi
yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun

pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik
pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap
pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan
anestesi). Jika anak belum bisa maka bisa diwakilkan oleh orang tua.

Page 2

pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.


Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap

Pertahankan puasa sampai anak sesudah pembedahan , anak mungkin

harus dianastesi.
Persiapkan anak dan keluarga terhadap cara pengobatan terpilih
b. Intra Operatif
Anggota tim asuhan keperawatan intraoperasi anggota steril
o Ahli bedah utama/operator
o Asisten ahli bedah
o Scrub nurse/perawat instrumen
Anggota tim yang tidak steril :
o Ahli atau pelaksana anasthesi
o Perawat sirkulasi
o Anggota lain (teknisi yangmengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit)
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi
o Persiapan psikologi anak, anak mungkin harus dianastesi
o Penagturan posisi
o Membersihkan dan menyiapkan kulit
o Penutupan daerah steril
o Mempertahankan surgical asepsis
o Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
o Monitor dari malignant hipertermia
o Penutupan luka pembedahan
Prinsip penangan fraktur :
Reduksi tertutup dan fiksasi interna
imobilisasi fraktur (gips, bidai, traksi , pin dan fiksator eksterna)
mempertahankan dan mengembalikan fungsi
o Perawatan drainase
Pengangkatan pasien ke ruang pemulihan ,ICU, atau PACU
c. Post Operatif
Amati dan laporkan adanya tanda-tanda infeksi

jumlahnya
Lakukan perawatan gips (sesuai indikasi)
Pertahankan traksi (sesuai indikasi)
Pertahankan traksi (sesuai indikasi)
Berikan aktivitas pengalihan sesuai usiaa untuk mengurangi atau

meminimalkan efek kehilangan sensori dan imobilisasi


Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
Cegah komplikasi pada ekstremitas yang tidak sakit; berikan latihan
harian

Page 2

o Peningkatan suhu
o Bau yang menusuk
o Drainase
Observasi dan laporkan adanya perdarahan ; perhatikan dan catat

Fraktur torus dan greenstick atau fraktur stres banyak terjadi pada anak dan
sangat jarang pada orang dewasa. Penyembuhan fraktur pada anak lebih cepat
dibanding dengan orang dewasa karena periosteum yang tebal, karena di
periosteum

tersebut

mempunyai

banyak

sel-sel

osteogenik

untuk

penyembuhan fraktur. Bila terjadi kerusakan periosteum akan mengakibatkan


penundaan penyembuhan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penyembuhan fraktur di fisis lebih cepat daripada di metafisis dan lebih
cepat lagi dibanding dengan di diafisis. Sebagai contoh fraktur pada femur
penderita dawasa terjadi penyambungan minggu ke 16-20 secara terapi
konservatif. Tetapi pada anak penyambungan terjadi pada minggu ke 4 - 6
bahkan pada bayi penyambungan terjadi pada minggu ke 2.
Sumber:
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: EGC.

Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga

dapat

memberikan

arah

terhadap

tindakan

keperawatan.

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
b. Pengumpulan Data
Anamnesa. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Keluhan Utama. Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

Page 2

VIII.

Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan


klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)


Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Psikososial: Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.

Sumber: http://stikeswh.ac.id/psik/files/Askep_Fraktur.pdf

Priorit
as
1

Diagnosa Keperawatan

NOC

NIC

Nyeri Akut berhubungan


dengan Agens cedera
(trauma biologis)

Pain
Level

Pain Management

Pengalaman sensori dan


emosional
yang
tidak
menyenangkan
yang
muncul akibat kerusakan
jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan
dalam
hal
kerusakan
sedemikian
rupa
(International Association
for the study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung
<6 bulan.
Batasan karakteristik:

Nyeri skala 7

Mela
pork
an
nyeri
(2-5)
Lam
a
episo
de
nyeri
(2-5)

Lakukan
pengkajian
komprehensif nyeri, termasuk
lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas, dan
keparahan nyeri.
Tentukan efek nyeri terhadap
kualitas hidup (mis. tidur, nafsu
makan, aktivitas).
Pastikan
klien
mendapat
perawatan analgesic yang tepat.
Berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab nyeri, lama
nyeri dan antisipasi kenyamanan
dari prosedur yang dilakukan.
Kurangi faktor pencetus atau
yang meningkatkan nyeri seperti
takut, ansietas, kelelahan dan
ketidaktahuan.
Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri saat memilih strategi
mengatasi nyeri.
Ajarkan pasien menggunakan

Page 2

Nursing Care Plan

Hambatan Mobilitas Fisik


berhubungan dengan
gangguan musculoskeletal
Keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh atau
satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri dan terarah.
Batasan Karakteristik:

Keterbatasan
kemampuan melakukan
ketrampilan motorik
kasar.
Keterbatasan
kemampuan melakukan
ketrampilan motorik
halus.

Tissue
Integrity

Lesi
kulit
(4-5)
Perfu
si
jaring
an (25)

Cemas berhubungan
Anxiety
dengan perubahan status Level
Reduc
kesehatan
Perasaan tidak nyaman atau
e
kekhawatiran yang samar
uneasi
disertai respon autonom
ness
(sumber seringkai tidak Reduc

Posisikan
pasien
dalam
kesejajaran tubuh yang tepat.
Pertahankan posisi yang tepat di
tempat
tidur
untuk
meningkatkan/menjaga traksi.
Pastikan bobot traksi yang sedang
diterapkan/digunakan.
Pertahankan
posisi
traksi
sepanjang waktu.
Pantau kemampuan perawatan
diri paien selama traksi.
Monitor alat fiksasi eksternal.
Monitor sirkulasi, gerakan dan
sensasi dari ekstermitas yang
terkena.
Monitor adanya komplikasi dari
imobilisasi.
Instruksikan
pasien
untuk
mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat untuk penyembuhan
tulang.
Anxiety Reduction
Gunakan
pendekatan
meyakinkan dan tenang
Jelaskan
semua
prosedur,
termasuk bagaimana sensasi
yang akan dirasakan selama
prosedur

Page 2

tehnik nonfarmakologi misalnya


hypnosis.
Analgesic Administration
Kaji riwayat alergi obat pada
pasien.
Pastikan obat analgesic yang
diberikan dengan tepat.
Gunakan analgesic yang sesuai
dengan tingkat keparahan nyeri.
Evaluasi keefektifan analgesic
dalam interval yang regular, juga
observasi tentang adanya tanda
dan gejala yang tidak diharapkan.

Traction/Immobilization Care

spesifik) perasaan takut


yang
disebabkan
oleh
antisipasi terhadap bahaya.
Perasaan ini merupakan
isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan
bahaya
yang akan terjadi dan
memampukan
individu
melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman
BatasanKarakterisitik:
Perilaku
- Mengekspresikan
kekhawatiran akibat
perubahan
dalam
peristiwa hidup
- Gelisah
- Resah
Afektif
- Ketakutan
- Peningkatan
kekhawatiran
- Gugup
- Perasaan takut
- Ketidakpastian
- Khawatir

Berikan informasi tentang


diagnosis,
penatalaksanaan,
dan prognosis yang sebenarnya
Ajak keluarga untuk tetap
bersama pasien
Dengarkan dengan penuh
perhatian
Buat
atmosfir
yang
memfasilitasi kepercayaan
Ajak untuk mengungkapkan
perasaan,
persepsi
dan
ketakutan
Identifikasi
saat
level
kecemasan
mengalami
perubahan
Intruksikan
pasien
untuk
menggunakan teknik relaksasi

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
Sinar-X untuk mengevaluasi klien dengan kelainan muskuloskeletal,
sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, porosi dan
perubahan hubungan tulang.
CT-scan untuk menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligamen atau tendon.
MRI adalah teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio dan komputer untuk memperlihatkan
abnormalitas jaringan lunak seperti jaringan otot, tendon dan tulang
rawan.

Page 2

IX.

e
verbali
zed
anxiety
Reduc
e
distres
s

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin (biasanya
rendah bila terjadi pendarahan karena trauma) hitung sel darah putih).
Ht mungkin meningkat ( Hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple). Peningkatan
jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple atau cedera hati
Pemeriksaan kimia darah. Kadar kalsium serum berubah pada
oesteomalasea, tumor tulang metastase dan pada immobilisasi lama

Page 2

dan creatinin kinase serta SGOT yang meningkat pada kerusakan otot.

BAB III
KESIMPULAN
Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang
mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur ini sering
dijumpai pada anak-anak. Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan
orang dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling
yang sangat baik, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomedik serta

Page 2

fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa.

Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Medica
Aesculpalus FKUI.

Armis. 2008. Trauma Sistem Muskuloskletal. Yogyakarta: UGM Press.

Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: EGC.

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Cecily lynn betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Corwin, E. J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Delubis, Arman. Dkk. 2013. Hubungan Antara Usia, Jenis, Dan Lokasi Fraktur
Dengna Lama Perawatan Pada Pasien Bedah Tulang Di Ruang Rawat Inap RSUP
DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/4/elibrary%20stikes%20nani%20hasanuddin--armandelub-183-1-artikel-6.pdf. Tanggal
akses : 9-1-2015.

Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender. (2005). Bone Regeneration and


Repair. United States of America : Human Press, new jersey Buckwalter, J. A., et al.
(2000). Ortopedi Basic Science - Biologi dan Biomekanik The Musculoskeletal
System Edisi Kedua. Amerika Serikat America : American Academy of Orthopaedic
Surgeons.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: EGC.

Rasjad, C. 2007. Buku Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Makassar: Yarsif
Watampone.

Smeltzer, Suzanne & bare, Brende G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.

Page 2

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai