Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu
dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu,
disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan
fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
Sumber http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-ranumhapsa-5402-2-babii.pdf
Price, Sylvia (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC: Jakarta.
2. Sebut dan jelaskan jenis-jenis fraktur?
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3. Fraktur Multipel : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama
1. Patah tulang lengkap (complete fracture) Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur
melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture) Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang
lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Smeltzer, S.C. Bare, B.G., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Lanjutan...
Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Bentuk garis patahan dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5, yaitu:
1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56354/Chapter%20II?sequence=4
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. Ratnadita, A.
(2011). Kalnex, Obat untuk Menghentikan Kondisi
3. kenapa terjadi bengkak pada area fraktur?
Pada keadaan darurat atau kondisi gawat seperti syok pada pasien, tubuh akan
mengkompensasikan darah fokus pada organ organ vital sehingga pasokan darah
keperifer berkurang. Darah yang membawa panas tubuh juga mengakibatkan bagian
ekstremitas menjadi dingin, hal ini karena pembuluh darah akan menyempit dan
mengakibatkan muka menjadi pucat
5. penatalaksanaan fraktur ?
Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien fraktur antara lain:
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan tulang yang nekrose
c. Membiakkan jaringan
h. Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24614/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y#
Long, B.C, 1996. Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
Lanjutan...
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa kedudukan
baik.
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal.
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial. Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan
secepat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) /
tetanus hama globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka
fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001).
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-ranumhapsa-5402-2-babii.pdf
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.
6. bagaimana proses penyembuhan tulang ?
Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi, penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus
dan pembentukan kalus berespon terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya fraktur dilakukan
pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan nyeri dan menjamin
penyatuan tulang pada posisi yang benar dan mempercepat pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al., 2010).
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari
sel tulang utama. Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah dibuang
bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas
(Mescher, 2013).
http://digilib.unila.ac.id/20735/127/BAB%20II.pdf
Mescher, A.L. 2013. Junquiera’s Basic Histology Test and Atlas. 13th Edition. The Mc Graw Hill Companies. 301-309
Lanjutan...
Stadium penyembuhan tulang, yaitu :
1. Inflamasi Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak
dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibrioblas. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan terjadi pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi seluler Hematoma akan mengalami organisasi ± 5 hari, terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, invasi fibrioblast dan osteoblast.
3. Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang dihubungkan dengan jaringan fibrus.Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrus.Secara klinis fragmen tulang sudah tidak bisa digerakan lagi.
4. Penulangan kalus (osifikasi) Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.
5. Remodeling Tahap akhir dari perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya.
Pada tahap ini memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan (wujaya & putrid, 2013
: 242- 243).
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1401100105/4._BAB_2_.pdf
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
7. Pengkajian ?
A. Pengkajian
Nama : Tn. L
Usia : 25 tahun
Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada area fraktur dengan skala 7
Riyawat penyakit sekarang: Pasien mengatakan selama sakit, pasien tidak melakukan wudhu karena takut lukanya menjadi tambah parah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : composmentis
C. Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen : Hasil Rontgen gambaran fraktur tranversa pada os tibia dextra 1/3 distal.
D. Penatalaksanaan
Ds : Klien mengeluh nyeri pada area fraktur Nyeri akut Agen cidera fisik
P : fraktur tertutup
Q : nyeri berat
R : kaki kanan bawah
S:7
T:-
Do : fraktur tertutup pada cruris tibia dextra 1/3 distal, bengkak pada
area fraktur, akral dingin pada ujung jari kaki, nadi dorsalis pedis
teraba lemah, adanya krepitasi pada saat dipalpasi, pergerakan ujung
kaki terbatas, klien sudah terpasang bidai
Ds: Pasien mengatakan selama sakit, pasien tidak melakukan Defisit Kurang sumber
wudhu karena takut lukanya menjadi tambah parah pengetahuan pengetahuan
Do: Pasien tampak mengalami keterbatasan gerak
Klien terpasang bidai
9. NIC NOC yang tepat pada kasus ini?
NIC
3. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
NOC
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada pasien dengan nyeri akut dapat teratasi dengan
Kriteria Hasil:
Pain Level (Tingkat Nyeri)
1. Melaporkan nyeri berkurang
2. Tidak menununjukkan ekspersi wajah menahan nyeri
3. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Lanjutan...
Dx 2 : Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kerusakan Integritas Struktur tulang
NIC :
5. Balikkan pasien yang tidak dapar mobilisasi paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam. Pasien dapat meningkatkan mobilitas dengan kriteria hasil:
NIC :
NOC ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakanpemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan pera"at/tim kesehatanlainnya
10. indikasi dilakukannya ORIF ?
Indikasi dilakukan ORIF menurut Apley (1995):
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah reduksi, selain itu juga fraktur
yang cenderung ditarik terpisah oleh kerja otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan terutama fraktur pada leher femur.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada bagian system.
http://eprints.ums.ac.id/16701/2/BAB_I.pdf
Apley, A.Graham, 1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley: Edisi ketujuh. Widya Medika. Jakarta.
Lanjutan...
1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak
memberi hasil yang memuaskan.
2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular disertai pergeseran.
3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot tendon
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1301460059/7._BAB_II_.pdf
11. pencegahan fraktur ?
Menjaga kesehatan dan kekuatan tulang dengan mengonsumsi minuman atau makanan tinggi kalsium, seperti
susu, yogurt, atau keju. Kesehatan dan kekuatan tulang juga dapat terjaga dengan mengonsumsi suplemen yang
mengandung kalsium dan vitamin D. Namun, terlebih dahulu diskusikan penggunaan suplemen dengan dokter.
Gunakan sepatu yang sesuai dengan jenis aktivitas, terutama saat berolahraga.
Lakukan olahraga berbeda secara bergantian, karena melakukan olahraga yang sama terus menerus akan
memberikan tekanan pada bagian tulang yang sama.
Gunakan perlengkapan pelindung diri yang tepat saat melakukan olahraga ekstrim, seperti panjat tebing.
https://www.alodokter.com/patah-kaki
12. rencana tindakan yang sesuai SOP selain yang dilakukan PA?
Pemberian analgesik
1. 0: tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri. = untuk skala ini kita perlu melakukan tindakan apapun karna tidak terlalu mengganggu pasien
2. 1-3: mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan. = untuk skala ini kita pantau pasien apakah nyerinya masih dapat di kendalikan atau tidak
3. 4-6: rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk menahan, nyeri sedang. =kita mengajarkan pasien untuk tindakan tarik
nafas dalam untuk mengendalikan nyeri jika sewaktu-waktu muncul
4. 7-10: rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan, meringis, menjerit bahkan teriak, nyeri berat. = berkolaborasi dengan
dokter dengan memberikan obat analgesik