Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA An. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS CLOSE FRAKTUR


DI RUANG CENDRAWASIH BAWAH RSUD. AJIBARANG

Disusun oleh :
PAULA MARANTIKA
(14401.20.043)

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK YAKPERMAS BANYUMAS
TAHUN 2022
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan lika organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2017)
2. Etiologi
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
b. Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh
tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau
tulang-tulang sangat rapuh.
3. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fruktur. Sel sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan
sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat memurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syamf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. oklusi darah
total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner &
Suddarth, 2012)
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atas kerusakan
jaringan sekitarnya.
b. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terkokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
c. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur
e. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,
paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf
f. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan.
g. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
h. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
5. Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi luasnya
fraktur trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram: dilakukan bila
kerusakan vaskuler dicurigai
c. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel.
d. Kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
e. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan
transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau
tindakan pembedahan.
6. Pemeriksaan Medik/Pengobatan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta
usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur:
a. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi
karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat
pasien mengalami fraktur
b. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan bersihkan
perdarahan dengan cara dibebat atau diperban
c. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak
boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan
cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada posisi semula.
d. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari
kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil
e. Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
f. Beri perawatan pada perlukann fraktur baik pre operasi maupun post operasi
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang (imobilisasi). Penatalaksanaan yang dilakukan adalah:

1) Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan pembersihan luka, exici, hecting situasi,
antibiotik.
Ada beberapa prinsipnya yaitu:
a. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan
jiwa airway, breathing, circulation.
b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan
penanganan segera yang meliputi pembidaian. menghentikan perdarahan
dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
c. Pemberian antibiotika.
d. Debridement dan irigasi sempurna.
e. Stabilisasi.
f. Penutup luka
g. Rehabilitasi
h. Life saving
Semua pendenta patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita
dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius.
Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang
diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya
berakibut total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar
yaitu: airway, breath and circulation.
i. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat. Dengan terbukanya
barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya
infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka
luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan
setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode
terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai
walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer
menempati urutan prioritas ke 6. Sasaman akhir di maksud adalah
mencegah sepsis. penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
j. Pemberian antibiotika Mikroba yang ada dalam luka path tulang terbuka
sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian
antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran
dasar. Sebaliknya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram
positif maupun negative
k. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah
terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi
untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan
larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa
tekanan.
l. Stabilisasi
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen
tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang
terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat
dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3
dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar
dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita
2) Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentakan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi Manipulasi
Reposisi Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur
(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanatomis.
c. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cam
reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur
Penangman pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik
untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial,
darahlengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai,
yakni union (penyambungan tulang secara sempurna). sembuh secara
anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan
sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam
melakukan gerakan).
d. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi
pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan
posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk
fraktur tulang Panjang dengan tipe fraktur tranvers.
e. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optinn. Imobilisasi friktur, Setelah fraktur direduksi,
fragmen mulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
f. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredamn darah, nyen, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler.
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pemeriksaan fisik: data fokus Primary survey
a. Airway Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur, tidak
ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah
normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila
adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
e. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada
wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang

Secondary survey
a. Fokus Asesment
1. Kepala Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.
Temuan yang dianggap kritis: Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon
terhadap cahaya?
Patah tulang tengkorak (depresi non depresi. terbuka/tertutup)?
Robekan laserasi pada kulit kepala" Darah, muntahan atau kotoran di dalam
mulut Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
2. Leher lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea
atau tugging, emfisema kulit
3. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot otot asesoris,
pergerakan dada, suam paru. Temuan yang dianggap kritis. Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada para doksikal, suara
paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang
tidak adekuat (disertai dengan penggunaan otot-otot asesoris).
4. Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap
kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness
5. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan
yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak. nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah puhik
6. Extremitas ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi pada
tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi
sensorik Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya
denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motoric
7. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi. pernafasan dan
tekanan darah. Pemeriksaan status kesadaran dengan pendaan GCS (Glasgow
Coma Scalej: terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

2. Pathways
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman (D.0074)
2) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
4) Risiko infeksi (D.0142)
4. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan rasa nyaman Setelah dilakaukan Manajemen
berhubungan dengan Tindakan keperawatan lingkungan (I.14514)
gejala penyakit selama 3x24 jam Observasi :
diharapkan status - Identifikasi
kenyamanan meningkat, keamanan dan
dengan kriteria hasil : kenyamanan
- Keluhan tidak lingkungan
nyaman menurun (5) Terapeutik :
- Gelisah Menurun (5) - Atur suhu
lingkungan yang
sesuai
- Sediakan tempat
tidur dan lingkungan
yang bersih dan
nyaman
Edukasi :
- Jelaskan cara
membuat
lingkungan rumah
yang aman
- Ajarkan pasien dan
keluarga/pengunjung
tentang upaya
pencegahan infeksi
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Edukasi mobilisasi
berhubungan dengan Tindakan (I.12394)
kerusakan integritas keperawatanselama 3x24 Observasi :
struktur tulang jam diharapkan mobilitas - Identifikasi kesiapan
fisik meningkat, dengan dan kemampuan
kriteria hasil : menerima informasi
- Pergerakan Terapeutik :
ekstermitas - Persiapkan materi,
meningkat (5) media danalat-alat
- Kekuatan otot seperti bantal,gait
meningkat (5) belt
- Rentang gerak Edukasi :
(ROM) meningkat - Jelaskan prosedur,
(5) tujuan, indikasi, dan
kontraindikasi
mobilisasi serta
dampak imobilisasi
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas
kulit/jaringan Tindakan keperawatan kulit (I. 11353)
berhubungan dengan selama 3x24 jam Observasi :
penurunan mobilitas diharapkan integritas kulit - Identifikasi
dan jaringan meningkat, penyebab gangguan
dengan kriteria hasil : integritas kulit
- Kerusakan jaringan Terapeutik :
menurun (5) - Ubah posisi tiap
- Kerusakan lapisan 2jam jika tirah
kulit menurun (5) baring
- Lakukan pemijatan
pada area
penonjolan tulang,
jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan
menggunakan
pelembab
4. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan dengan Tindakan keperawatan (I.14539)
ketidakadekuatan selama 3x24 jam Observasi :
pertahanan tubuh primer diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda dan
(kerusakan integritas menurun, dengan kriteria gejala infeksi local
kulit) hasil : dan sistemik
- Demam menurun (5) Terapeutik :
- Kemerahan menurun - Berikan perawatan
(5) kulit pada area
- Nyeri menurun (5) edema
- Bengkak menurun - Cuci tangan sebelum
(5) dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011), Buku Saku Diagnosis Keperawatan

Edisi 9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2

Jakart Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nurarif, AH & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2.

Yogyakarta: Penerbit Mediaction.

Sjamshidajat, Wim de Jong 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai