QURROTUL A’YUN
201710300511039
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan
(Arif Muttaqin, 2008).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Santosa, 2013).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau
osteoporosis (Parahita, 2010).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang
dengan dunia luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati
otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Santosa, 2013).
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas
tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat
ekstrakapsular (Galuh, A. N. 2008).
B. Etiologi
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba
dan berlebihan.
a. Trauma langsung: dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan, benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak.
b. Trauma tidak langsung : Bila terkena kekuatan tak langsung,
tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari
tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
c. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
d. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian
dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
e. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat
sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan
tetani).
C. Klasifikasi
Ada 2 tipe fraktur femur, (Handerson, 2007) yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
a. Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
b. Melalui kepala femur
c. Hanya dibawah kepala femur
d. Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
a. Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang
lebih besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
b. Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trochanter kecil.
E. Komplikasi
1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatic
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan &
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock
hipovolemi, Lepuh dan luka akibat gips
b. Emboli lemak, Cedera saraf, Cedera visceral
c. Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest,
Otot dan tendon robek
d. Infeksi
Fraktur terbuka: tulang kontaminasi infeksi sehingga perlu
monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Sendi : Hemartrosis dan infeksi, Cedera ligament, Algodistrofi
e. Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
2. Komplikasi lambat
a. Tulang
1) Nekrosis avaskular : Karena suplai darah menurun sehingga
menurunkan fungsi tulang
2) Delayed union : Proses penyembuhan fraktur sangat lambat
dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini
berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian
fragmen tulang.
3) Non union : Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau
pseudoarthrosis.
4) Mal-union : Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak
memuaskan (ada perubahan bentuk)
b. Jaringan lunak
1) Ulkus dekubitus
2) Miositis osifikans
3) Tendinitis dan rupture tendon
4) Tekanan dan terjepitnya saraf
5) Kontraktur volkmann
c. Sendi
1) Ketidakstabilan
2) Kekakuan
3) Algodistrofi
F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya),
diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang
mengalami cedera. Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek
dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena
fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat
kakinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi.
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di
bagian distal cedera. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
c. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah
respons stress normal setelah trauma.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian dirumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips.
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat
misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi).
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh
cedera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna(latihan
gerak dengan kruck).
H. TINDAKAN PEMBEDAHAN
1. Orif (open reduction and internal fixation)
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidanganatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur
b. Fraktur diperiksa dan diteliti
c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e. Sasudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan
alat ortopedik berupa; pin,sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah
menjadi lebih cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian :
a. Kemungkinan terjadi infeksi
b. Osteomielitis
2. Eksternal fiksasi
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,
biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal
fiksasi, dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi
perkutan untuk implantasi pen ke tulang Lubang kecil dibuat dari pen
metal melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari
secara khusus, antara lain:
a. Observasi letak pen dan area
b. Observasi kemerahan, basah dan rembes
c. Observasi status neurovaskuler distal fraktur
d. Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Meliputi usia (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin
(kebanyakan terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat
mengendarai motor tanpa menggunakan helm).
b. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur
antebrachii.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
Paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat
beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
diturunkan secara genetic
f. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Pre Operasi
a) B1 (breathing), pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak
mengalami gangguan.
b) B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat
terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan
respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh
karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
c) B3 (brain), tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
d) B4 (bladder), biasanya klien fraktur tidak mengalami
kelainan pada sistem ini.
e) B5 (bowel), pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya
normal, pola defekasi tidak ada kelainan.
f) B6 (bone), adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada
daerah trauma.
2) Intra Operasi
a) B1 (breathing), risiko pola nafas yang fluktuatif dan apneu
akibat anastesia.
b) B2 (blood), fluktuasi tekanan darah dapat sangat rendah
akibat anastesia dan kehilangan darah, rekaman EKG dapat
fluktuatif.
c) B3 (brain), tingkat kesadaran menurun akibat tindakan
anastesi.
d) B4 (bladder), produksi urine.
e) B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan
peristaltic.
f) B6 (bone), integritas kulit tidak utuh akibat insisi.
3) Post Operasi
a) B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif
sehingga terjadi penurunan akumulasi secret, bisa terjadi
apneu, lidah kebelakang akibat general anastesi, RR
meningkat karena nyeri.
b) B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat
terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan
respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh
karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
c) B3 (brain), dapat terjadi penurunan kesadaran akibat
tindakan anastesi, nyeri akibat pembedahan.
d) B4 (bladder), biasanya karena general anastesi terjadi
retensi urin.
e) B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan
peristaltic.
f) B6 (bone), akibat pembedahan klien mengalami gangguan
mobilitas fisik.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operatif
a. Risiko kekurangan volume cairan d.d adanya faktor risiko puasa
sebelum pembedahan.
b. Ansietas b.d ketakutan keberhasilan dan keselamatan pembedahan.
c. Risiko ciddera b.d kelemahan tubuh.
Intra operatif
a. Risiko cidera d.d adanya faktor risiko penurunan kesadaran, terpapar
dengan instrument bedah.
b. Penurunan curah jantung b.d efek anastesi terhadap jantung.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d efek anastesi terhadap paru-
paru.
d. Hipotermi b.d terpapar suhu lingkungan.
e. Risiko perdarahan d.d adanya faktor risiko insisi.
f. Risiko infeksi d.d adanya faktor risiko port de entri saat insisi.
Post operatif
a. Nyeri akut b.d penurun efek anastesi
b. Risiko perdarahan d.d adanya faktor risiko pemasangan drainage
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Operatif
Intra Operatif
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Risiko cidera ditandai NOC : NIC :
dengan adanya faktor Risk Kontrol Environment
risiko penurunan Setelah dilakukan management
kesadaran, terpapar asuhan keperawatan 1. Sediakan lingkungan
dengan instrument bedah selama (….) jam yang aman untuk
diharapkan pasien pasien
terbebas dari cedera 2. Identifikasi
dengan kriteria hasil: kebutuhan
1. Klien terbebas keamanan pasien
dari cedera 3. Menghindarkan
2. Klien mampu lingkungan yang
menjelaskan berbahaya
cara mencegah 4. Memasang side rail
cedera tempat tidur
3. Klien mampu 5. Menyediakan tempat
menjelaskan tiur yang nyaman
faktor resiko 6. Menempatkan saklar
dari lampu diitempat
lingkungan yang mudah
/perilaku dijangkau
personal 7. Membatasi
4. Mampu pengunjung
memodifikasi 8. Menganjurkan
gaya hidup keluarga menemani
mncegah injuri pasien
5. Menggunakan 9. Mengontrol
fasilitas yang lingkungan dari
ada kebisingan
10. Memindahkan
barang barang yang
membahayakan
Post Operatif
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Nyeri akut b.d penurunan NOC NIC
efek anastesi Pain Level Analgesic
1. Melaporkan Administration
gejala nyeri 1. Tentukan lokasi,
terkontrol. karakteristik,
2. Melaporkan kualitas, dan derajat
kenyamanan fisik nyeri sebelum
dan psikologis. pemberian obat
3. Mengenali faktor 2. Cek instruksi dokter
yang tentang jenis obat,
menyebabkan dosis, dan frekuensi
nyeri. 3. Cek riwayat alergi
4. Melaporkan nyeri 4. Pilih analgesik yang
terkontrol (skala diperlukan atau
nyeri <4 dari kombinasi dari
rentang 0-10). analgesik ketika
5. Tidak pemberian lebih dari
menunjukkan satu
respon non verbal 5. Tentukan pilihan
adanya nyeri. analgesik tergantung
6. Menggunakan tipe dan beratnya
terapi analgetik nyeri
dan non analgetik 6. Tentukan analgesik
7. Tanda-tanda vital pilihan, rute
dalam batas pemberian, dan dosis
normal. optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
2. Risiko perdarahan NOC NIC
ditandai dengan adanya Blood lose severity Bleeding precaution
faktor risiko insisi, Setelah diberikan 4. Monitor TD dan
pemasangan redon drain asuhan keperawatan parameter
selama (...) jam hemodinamik
diharapkan 5. Pantau keadaan
kekurangan volume balutan luka operasi
cairan dapat teratasi 6. Pantau keluaran
dengan kriteria hasil: darah pada drain
3. Tidak terjadi yang dipasang
perdarahan pada
luka yang
dioperasi
4. Balutan luka
tampak bersih
DAFTAR PUSTAKA