Anda di halaman 1dari 42

1.

DEFENISI
Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Yang umumnya
disebabkan trauma langsung ataupun trauma tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke dareah yang lebih jauh dari dareah
fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula,
pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.1,2
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Hal ini dapat disebabkan
oleh karena tomor atau proses patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis,
dan penyakit lainnya. Tulang sering kali menunjukan penurunan densitas. Fraktur
patologis dapat terjadi secra spontan atau akibat trauma ringan, disebut juga secondary
fracture dan spontaneous fracture.

2. ETIOLOGI
Klasifikasi penyebab fraktur patologis :
1. Penyakit lokal pada tulang
Infeksi Tumor Jinak
 Osteomielitis piogenik  Kondroma (enkondroma)
 Infeksi sifilis (bentuk osteolotik)  Gient cell tumor
 Hemangioma (vertebra)
Lain-lain
 Kista tulang soliter Tumor ganas tulang
 Fibrosa displasia monostatik  Osteogenik sarkoma
 Granuloma eosinofilik  Tumor ewing
 Atrofi tulang karena paralisis,  Mieloma soliter
misalnya poliomielitis  Tumor metastasis (paru-paru
 Tabel dorsalis mamma, prostat, ginjal, tiroid)
 Tulang rapuh akibat penyinaran  Sarkoma metastasis
2. Kelainan bersifat umum pada tulang
Kelainan bawaan Rarefraksi tulang yang bersifat umum
 Osteogenesis imperfekta  Osteoporosis senilis
 Osteodistrofi paratiraid
Tumor-tumor yang menyebar  Sidroma coshing
 Mieloma multiple  Infantile rickets
 Metastasis karsinoma pada difus  Coeliac rickets
 Renal rickets
Lain-lain  Sistinosis (sindroma fanconi)
 Penyakit paget  Osteomalasia nutrisi
 Fibrosa displasia  Steatore idiopatik
 Penyakit Gaucher
 Penyakit Hand-Schuller-Christian

3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.

4. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
a. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen :
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan


antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
f. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang..
g. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
1. Tidak adanya dislokasi.
2. Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
h. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1/3 proksimal
1/3 medial
1/3 distal
Gambar 1. Tipe Fraktur

5. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang

6. KOMPLIKASI
Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi
lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal
ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,
pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang
menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar

Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak,
pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.

7. PEMERIKSAAN PEUNJANG
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan local
Pemeriksaan adanya kelainan lokal berupa sinus yang infeksi, jaringan parut,
pembengkakan, lokalisasi fraktur sehinggadapat diduga diagnosisnya.
2. Pemeriksaan umum
Sangat penting dilakukan pemeriksaan umum adanya penyakit-penyakit seperti
dysplasia congenital, dysplasia fibrosa, penyakit paget, sindroma Cushing serta
kelainan lain. Pada anak dibawah umur 20 tahun, fraktur patologis biasanya
disebabkan oleh kelainan jinak. Pada penderita di atas umur 40 tahun kemungkinan
penyebabnya adalah mielomatosis, karsinoma sekunder akibat metastasis, penyakit
paget.
3. Pemeriksaan radiologis
 Pemeriksaan foto polos
- Pemeriksaan pada daerah fraktur
Pada daerah fraktur harus diperhatikan bentuk kelainan; apakah berbentuk kista,
erosi korteks, trabekulasi yang abnormal atau penebalan periosteal. Juga
diperhatikan adanya kompresi misalnya fraktur vertebra karena osteoporosis atau
osteomalasia atau penyebab lain seperti metastasis tumor atau myeloma.
- Pemeriksaan tempat lain
Perlu dilakukan pemeriksaan radiologis pada tulang yang kain apabila dicurigai
adanya metastasis atau mieloma, pemeriksaan foto paru-paru serta pemeriksaan
saluran kencing.
 Pemeriksaan dengan pencitraan lain
- Radionuklida imaging
- Pemeriksaan CT-scan
- Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui asal metastasis
4. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah sel darah, laju endap darah, elektroforesis
protein, uji untuk sifilis Berta penyakit tulang metabolik
 Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin misalnya pemeriksaan Bence- Jones
 Biopsi tulang
Beberapa kelainan yang sangat kecil tidak perlu dilakukan biopsy misalnya kista
soliter, defek kortikal fibrosa, penyakit paget. Pada kelainan ini mungkin perlu
dilakukan biopsi baik biopsi tertutup atau biopsi terbuka dengan mengambil jaringan
pada waktu operasi untuk pemeriksaan patologis.

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal:
 Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan perban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota
gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum
diangkut degan ambulans.
 Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri. Perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu
luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat
dalam yang lain.
 Resusuitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa
pemberian transfuse darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :
a. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima
pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,
deformitas, serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah :
 Aligmant yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
Fraktur seperti fraktur clavicula, iga dan fraktur inpaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi > 5° pada tulang panjang anggota gerak bawah dan
lengan atas dan angulasi sampai 10° pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak
sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inci pada fraktur femur.
Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
c. Retention; imobilisasi fraktur
d. Rehabilitation; mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin

Pengobatan untuk fraktur patologis secara umum :


Prinsip pengobatan sama dengan fraktur pada umumnya yaitu terdiri dari reduksi,
pertahankan reduksi dan fisioterapi, pemilihan metode pengobatan disesuaikan dengan
kondisi tulang serta kelainan patologis yang ditemukan.
 Kelainan tulang yang bersifat umum
Kelainan tulang yang bersifat umum misalnya penyakit paget, penyembuhan tulang
sangat mudah hanya dengan imobilisasi adekuat berupa fiksasi interna sudah cukup
memadai
 Kelainan jinak lokal tulang
Kelainan jinak tulang yang bersifat local misalnya kista soliter dapat sembuh spontan,
sehingga tidak diperlukan pengobatan khusus. Kuretase diperlukan dikemudian hari
setelah fraktur sembuh.
 Tumor ganas tulang primer
Bilatedadi fraktur pada kelainan ini, maka diperlukan pemakaian bidai dan dipikirkan
upaya stabilisasi tumor dengan fiksasi interna atau mungkin diperlukan penggantaian
sebagian anggota gerak dengan fiksasi pengganti berupa protesis. Walaupun demikian
prognosisnya tetap jelek.
 Tumor-tumor metastasis
Tumor metastase dengan fraktur, penyembuhan sangat jelek serta penderita biasanya
mengeluh nyeri. Perlu dipertimbangkan fiksasi interna sebagai pilihan untuk stabilisasi
fraktur.
PENATALAKSANAA FRAKTUR PATOLOGIS BERDASARKAN PENYEBABNYA
I. Osteogenesis Imperfekta
Osteogenesis imperfecta (OI) adalah salah satu kelainan genetik yang paling
umum dari tulang, dengan perkiraan kejadian 1 di 20.000. fitur paling menonjol dari
osteogenesis imperfecta, yang relatif umum dari displasia skeletal, adalah ketentuan
genetik osteoporosis kongenital yang ditandai dengan kelemahan dan kerapuhan tulang-
tulang tubuh dengan hasil terbanyak yaitu fraktur patologis.
Terdapat 4 tipe dari osteogenesis imperfecta
a. Tipe I (mild)
- Paling sering terjadi dengan presentasi >50% pada semua kasus.
- Patah tulang biasanya muncul pada 1-2 tahun.
- Penyembuhan cukup baik dan tidak ditandai cacat
- Sklera biru
- Gigi biasanya normal tetapi beberapa memiliki dentinogenesis
imperfecta.
- Gangguan pendengaran pada orang dewasa.
- Kualitas hidup yang baik; harapan hidup normal.
- Pola pewarisan Autosomal dominan.
b. OI TYPE II (mematikan)
- 5-10 persen dari kasus.
- Intra-uterine dan patah tulang neonatal.
- Tengkorak besar dan tulang wormian.
- Sklera abu-abu.
- Fraktur Rib dan kesulitan pernafasan.
- lahir mati atau bertahan hanya beberapa minggu.
- Sebagian besar karena mutasi dominan yang baru; beberapa autosomal
resesif.
c. OI TYPE III (PARAH deformasi)
- 'klasik', tapi bukan yang paling umum, dari bentuk OI.
- Fraktur sering terjadi pada saat lahir.
- Tengkorak besar dan tulang wormian; pinched-looking face
- Ditandai cacat dan kyphoscoliosis pada usia 6 tahun.
- Sklera abu-abu, menjadi putih.
- dentinogenesis imperfecta.
- Ditandai kelemahan sendi.
- Masalah pernapasan.
- Rendahnya kualitas hidup; Beberapa bertahan hidup sampai dewasa.
- Sporadis, atau autosomal resesif.
d. OI TYPE IV (cukup parah).
- Jarang; kurang dari 5 persen dari kasus.
- fraktur Sering pada anak usia dini.
- Kelainan bentuk umum.
- Sklera biru pucat atau normal.
- dentinogenesis imperfecta.
- Bertahan sampai dewasa dengan fungsi yang cukup baik.
- Pewarisan autosomal dominan.
(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 1 : (a) X -ray features in a slightly older patient with the same condition
(b) These deformities can be corrected by multiple osteotomies and ‘rodding’
(c) This young girl had severe deformities of all her limbs, the result of multiple mini-
fractures of the long bones over time. This is the classic (type III) form of OI. (d) The typical
deep blue sclerae in type I disease. (e) Faulty dentine in a patient with type IV disease.
Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan medis yang akan mengatasi akibat dari kelainan ini, dan
manipulasi genetik tidak lebih hanya sebuah janji untuk masa depan. Pengobatan konservatif
diarahkan untuk mencegah fraktur - jika perlu dengan menggunakan orthosis ringan selama
aktivitas fisik - dan mengobati patah tulang saat hal itu terjadi. Namun, splin tidak boleh
berlebihan karena hal ini dapat memberikan kontribusi lebih lanjut untuk terjadinya
osteopenia. langkah-langkah umum untuk mencegah trauma berulang yaitu mempertahankan
gerakan serta dorongan adaptasi sosial sangat penting. Anak-anak dengan OI berat dapat
diobati secara medis dengan bifosfonat siklis untuk meningkatkan kepadatan mineral tulang
dan mengurangi kecenderungan untuk patah.
Sebagian besar masalah ortopedi jangka panjang yang dihadapi dalam jenis III dan IV.
Fraktur diobati secara konservatif, tapi imobilisasi harus sangat diminamlkan. deformitas
tulang panjang adalah yang paling sering, baik karena
Malunion pada fraktur komplit atau kerusakan akibat fraktur inkomplit berulang; hal ini
memerlukan koreksi operasi, biasanya pada usia 4-5 tahun. dilakukan multipel osteotomi dan
fragmen tulang kemudian disejajarkan pada intra medula rod ; efek yang sama dapat dicapai
dengan osteoclasis tertutup. Masalah yang sering timbul yaitu tulang tumbuh melampaui rod
ditangani dengan menggunakan telescoping nails; namun, ini memiliki tingkat komplikasi
yang cukup tinggi.
Deformitas tulang belakang juga sering didapatkan dan sangat sulit untuk diobati.
Bracing tidak efektif dan kurva atau pembengkokan progresif memerlukan instrumentasi
operasi dan fusi tulang belakang. Setelah remaja, patah tulang lebih jarang terjadi dan pasien
mungkin mengupayakan kenyaman dan kehidupan yang bermanfaat.

II. Osteomielitis
Osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik. Fase akut
ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Pada fase ini anak tampak sangat sakit,
panas tinggi, pembengkakan dan gangguan fungsi anggota gerak yang terkena. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah yang meninggi dan lekositosis, sedang
gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan.
Pada osteomielitis kronik biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena
merah dan bengkak atau disertai terjadinya fistel. Pemeriksaan radiologik ditemukan suatu
involukrum dan sequester.
Gambar 3 : osteomielitis ditemukan suatu Involukrum dan sequester

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteomielitis akut ialah :
Jika berdasarkan klinis dicurigai osteomyelitis, maka darah dan sampel cairan harus
diambil untuk pemeriksaan laboratorium dan kemudian pengobatan dimulai segera tanpa
menunggu konfirmasi akhir dari diagnosis.
Ada empat aspek penting untuk manajemen pasien:
 Pengobatan suportif untuk rasa sakit dan dehidrasi.
Pemberian analgetik harus diberikan pada interval pengulangan tanpa menunggu patien
mengeluh nyeri terlebih dahulu. Septikemia dan demam dapat menyebabkan dehidrasi
berat sehingga dibutuhkan pemberian cairan intravena.
 splint pada bagian yang sakit.
Splint dibutuhkan tidak hanya untuk kenyamanan tapi juga untuk mencegah kontraktur
sendi.
 terapi antimikroba yang tepat.
 drainase bedah.
Jika antibiotik diberikan lebih cepat (48 setelah onset dari gejala) drainase mungkin
tidak diperlukan. Akan tetapi, jika gambaran klinis tidak meningkat dalam 36 sejak
pengobatan dimulai, atau bahkan lebih awal jika ada tanda-tanda pus yang dalam
(pembengkakan, edema, fluktuasi), maka harus dilakukan aspirasi pus, dan dilakukan
drainase abses dengan operasi terbuka di bawah general anestesi
Osteomilitis kronik tidak dapat sembuh sempurna sebelum semua jaringan yang mati
disingkirkan. Antibiotika dapat diberikan secara sistematik dan lokal.
Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah :
a. adanya gejala yang mengganggu
b. kegagalan dengan pengobatan antibiotik yang adekuat
c. Adanya sequester
III. Rickets
Rickets atau Rachitis adalah suatu penyakit kerangka yang telah lama dikenal, terutama
di negeri Inggris.
Pada waktu ini semua penyakit kerangka yang disebabkan karena kurangnya zat
anorganik terutama yang perlu dalam pertumbuhan tulang, digolongkan di dalam penyakit
Rickets, Zat anorganik terutama terdiri dari Ca dan P. Metabolisme kedua zat ini didalam
pertumbuhan tulang sangat dipengaruhi oleh sinar ultraviolet. Dengan demikian kekurangan
vitamin D menimbulkan kekurangan Ca dan P dan terjadi penyakit Rachitis. Malahan dalam
bentuk klasik kekurangan vitamin inilah yang menjadi sebab penyakit Rickets. Di samping itu
gangguan metabolisms Ca dan P juga disebabkan karena penyakit ginjal, sehingga demikian
juga dapat timbul penyakit Rickets. Juga penyakit-penyakit pada usus dapat menimbulkan
terganggunya pengambilan zat Ca dan P ke dalam darah sehingga dapat Pula menimbulkan
penyakit Rickets.

(a) (b)

Gambar 7: Rickets disease yang telah lanjut.

Umumnya secara klinis, penyakit Rickets digolongkan dalam 2 golongan, ialah :


1. Infantil Rickets ialah yang terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun.
2. Late Rickets, yang terdapat pada orang-orang dewasa. Penyakit ini dinamakan juga
Osteomalacia, yang berarti bahwa kerangka menjadi lunak.
Pada infantile rickets mungkin disertai dengan tetanus atau kejang. Kemudian orang
tua memperhatikan adanya gagal tumbuh, kelemahan dan flaksid dari otot. Kecepatan
perubahan tulang adalah kelainan bentuk tengkorak (kranio- tabes) dan penebalan ankel,
pergelangan kaki dan pergelangan tangan dari physeal berlebih. Pembesaran costochondral
junction ('reyot rosario') dan indentasi lateral pada dada (sulkus Harrison) juga dapat muncul.
Distal tibia bowing dikaitkan dengan duduk atau berbaring bersila. Setelah anak berdiri,
deformitas ekstremitas bawah meningkatkan, dan terhambatnya pertumbuhan lebih jelas.
Dalam rakhitis parah mungkin ada kelengkungan tulang belakang, coxa vara dan
membungkuk atau fraktur tulang panjang.
Adult rickets jauh lebih berbahaya, pasien mungkin mengeluh nyeri tulang, sakit
punggung dan kelemahan otot selama bertahun-tahun sebelum diagnosis dibuat. Kolapsnya
vertebra menyebabkan hilangnya tinggi, dan terdapat kelainan seperti kyphosis ringan atau
knock knee. Unexplained nyeri pada pinggul atau salah satu tulang panjang mungkin pertanda
fraktur stres.
Penatalaksonaan
Pertolongan yang harus diberikan pada penyakit Rickets terdiri dari 3 segi :
1. Segi pencegahan dan pengobatan dengan pemberian vitamin D pada anak-anak kecil.
Vitamin D ini dapat diberikan dengan misainya memberikan minyak ikan. Selain itu pula
diberikan Ultra Violet Therapie.
2. Segi pencegahan timbulnya salah bentuk. Segi ini dikedakan untuk menjaga jangan
sampai tulang lembek tadi menjadi bengkok, diantaranya dengan memberikan splints dan
untuk membatasi anak-anak duduk, berdiri atau berjalan.
3. Membetulkan salah bentuk. Ini dapat dikerjakan secara konservatif atau jika tidak
berhasil dengan operatif.
IV. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang dimana terdapat penurunan massa
tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang. Kelainan ini 2-4 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria.
Penipisan tulang mungkin dipengaruhi oleh resorpsi tulang, penurunan pembentukan
tulang atau kombinasi dari keduanya. Tampaknya jelas bahwa Alasan utama kehilangan
kekuatan tulang adalah penurunan massa tulang; Namun, pada sisa dari trabekular tulang
mungkin kehilangan struktural konektivitas antara pelat tulang, hal ini yang dapat mengubah
sifat mekanik sehingga tulang kehilangan kekuatan keluar dari proporsi penurunan massa
tulang. Sebagai konsekuensi, tulang - terutama di sekitar diaphyseal-metaphyseal junction
pada tubular tulang dan terutama di cancellous vertebral bodies, sehingga pada akhirnya
sampai pada keadaan di mana stress yang relatif ringan atau regangan (strain) dapat
menyebabkan patah tulang.
Jenis-jenis osteoporosis
Dikenal beberapa jenis osteoporosis yaitu:
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis ini dibagi dalam 2 tipe
Tipe 1: timbul pada wanita pasca monopause
Tipe 2: terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria maupun wanita.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif
(misalnya mieloma multipel, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-
obatan yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid).
3. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis tiupe ini adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan
ditemukan pada: usia anak-anak, usia remaja, wanita premenopause, pria usia
pertengahan. Osteoporosis ini jauh lebih jarang terjadi dari jenis lainnya.
Gambaran klinis dari osteoporosis yang dapat ditemukan adalah adanya nyeri tulang
terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya meningkat pada malam hari. Dan
terdapat deformitas pada tulang, dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebra dan
menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebakan medula spinalis tertekan sehingga
dapat terjadi paraparesis.
Istilah osteopenia kadang digunakan untuk menggambarkan tampakan tulang yang
kurang “padat” dari yang seharusnya pada X-ray, tanpa menjelaskan apakah kehilangan dari
kepadatan tulang akibat osteoporosis atau osteomalasia, atau apakah memang hal ini cukup
sebagai tanda pada semua kelainan.
Karakteristik tanda dari osteoporosis adalah hilangnya trabekula, penipisan korteks
dan fraktur insufisiensi. Fraktur kompresi pada vertebra, wedging pada berbagai level atau
distorsi bikonkav pada end-plates vertebra akibat bulging dari diskus intervertebralis yang
merupakan tipikal dari osteoporosis postmonopause berat.

(a) (b) (c)


Gambar 9: (a) This woman noticed that she was becoming increasingly round-shouldered;
she also had chronic backache and her x-rays (b) show typical features of postmenopausal
osteoporosis: loss of bone density in the vertebral bodies giving relative prominence to the
vertebral end-plates, ballooning of the disc spaces associated with marked compression of
several vertebral bodies and obvious compression fractures of T12 and L1. An additional
feature commonly seen in osteoporotic patients is calcification of the aorta. (c) The next most
common feature in these patients is a fracture of the proximal end of the femur.

Petalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita osteoporosis adalah:
- Diet
- Pemberian kalsium dosis tinggi (500-1000 mg/hari)
- Pemberian vitamin D dosis tinggi (400-500 IU/ hari)
- Pemasangan penyanggah tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung
- Pencegahan
o Menghindari faktor-faktor resiko osteoporosis misalnya rokok, mengurangi
konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktivitas fisik
o Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.

V. Tumor tulang
Tumor tulang merupakan kelainan pada tulang yang bersifat neoplastik. Tumor dalam
arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal
disebut neoplasma.
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak
pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu
pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang
berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor
ganas organ lain ke dalam tulang.
1. Tumor Jinak (Benign)
Tumor jinak (benign) tidak menyerang dan menghancurkan tissue (sekumpulan sel
terinterkoneksi yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang berdekatan,
tetapi mampu tumbuh membesar secara lokal. Biasanya setelah dilakukan operasi
pengangkatan (tumor jinak), tumor jenis ini tidak akan muncul lagi.
2. Tumor Ganas (Malignant)
Tumor jenis ini lebih dikenal dengan istilah Kanker, yang memiliki potensi untuk
menyerang dan merusak tissue yang berdekatan, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau menyebabkan terjadinya metastasis (migrasi sel ke
tempat yang jauh).

Tabel insidens tumor jinak dan tumor ganas primer pada tulang
Tumor Jinak Tumor Ganas
Jenis Insidens Jenis Insidens
Osteoma 39,3% Osteogenik sarkoma 48,8%
Osteokondroma 32,5% Giant cell tumor 17,5%
Kondroma 9,8% Kondrosarkoma 10%
Tumor jinak 18,4% Tumor ganas lainnya 23,7%
lainnya

KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel, antara lain:
 Primer
1. Tumor asal jaringan tulang (Osteogenik)
Jinak: Osteoma. Ganas: Osteosarkoma.
Osteoid osteoma. Parosteal osteosarkoma.
Osteoblastoma jinak.
2. Tumor asal jaringan tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak: Kondroma. Ganas: Kondrosarkoma.
Osteokondroma. Kondrosarkoma juksta
Kondroblastoma jinak. kortikal.
Fibroma kondromiksoid.
3. Tumor asal jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak: Non Ossifying Fibroma. Ganas: Fibrosarkoma.
Lipoma. Liposarkoma.
Mesenkimoma ganas.
Sarkoma tak
berdiferensiasi.
4.Tumor asal sumsum tulang (mielogenik)
Ganas: Sarkoma Ewing.
Limfosarkoma tulang.
Retikulo sarkoma tulang.
Mieloma Multipel.

5. Tumor asal vaskuler


Jinak: Hemangioma. Ganas: Angiosarkoma.
Limfangioma.
Tumor glomus.
Intermediate: Hemangio-endotelioma.
Hemangio-perisitoma.
6. Tumor tulang lainnya
Jinak: Giant cell tumor. Ganas: Kordoma.
Neurilemoma. Adamantinoma.
Neurofibroma.

 Sekunder/Metastatik
Tumor tulang sekunder merupakan tumor yang berasal dari organ lain yang menyebar ke
tulang. Contoh: tumor/kanker paru yang menyebar ke tulang, dimana sel-sel tumornya
menyerupai sel paru dan bukan merupakan sel tulang.

A. Osteosarkoma
Merupakan neoplasma tulang ganas primer yang paling sering didapat. Terjadi pada
dekade ke-2 dari kehidupan dimana masa tersebut merupakan masa aktif pertumbuhan tulang,
hanya kurang dari 5% terjadi pada anak-anak usia kurang dari 10 tahun. Bersifat sangat ganas,
cepat bermetastase ke paru-paru dengan melalui aliran darah.
Gejala yang ditampilkan berupa nyeri yang bersifat tumpul dan menetap dan bisa
terjadi pembengkakan tulang, Kemudian karena pertumbuhan progresif dan destruksi tulang
yang normal meningkat, bisa terjadi fraktur patologik. Penyebaran metastatik paru-paru tetapi
kadang-kadang menyebar ke tulang yang lain. Prognosa jelek, hanya kira-kira seperlima,
pasien dapat bertahan hidup untuk lima tahun.
Gambaran X-ray sangat beravariasi: area osteolitik kabur mungkin diganti dengan area
tebal osteoblas yang tidak biasa. Batas endosteal sangat jelek. Seringkali menembus korteks
dan meluas sampai kedekat jaringan. Ketika hal ini terjadi, lapisan dari tulang baru yang
muncul, menyebar keluar dari korteks yang biasa disebut dengan efek “Sunburst”. Dimana
tumor muncul dari korteks dan pembentukan tulang baru yang reaktiv pada sudut elevasi
periosteal (codman’s triangle). Sunburst appearence dan codman’s triangle adalah tipikal dari
osteosarkoma, keduanya kadangkala dapat terlihat pada kecepatan pertumbuhan tumor yang
lainnya.
(a) (b)

Gambar 5 : (a) X-rays of a distal femoral osteosarcoma in a child


(b) Sunray spicules and Codman’s triangle

Penatalaksanaan
Bergantung pada staging (dari Enneking) yaitu dinilai keganasan tumor dan
kompartemen yang terkena metastasis dapat dilakukan limb salvage atau limb
ablation/amputation.
 Eradikasi dengan mempertahankan anggota gerak.
- Reseksi tulang dan rekonstruksi.
- Pemberian kemoterapi, radioterapi, obat simptomatis.
 Eradikasi dengan amputasi.
- Amputasi, kemoterapi, radioterapi dan obat simptomatis (adjuvant therapy).
 Paliatif :
- Dengan pembedahan/amputasi, kemoterapi, obat simptomatis/ajuvan.
- Dengan pembedahan, kemoterapi, obat simptomatis.
B. Osteokondroma
Merupakan neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat. Oleh sebagian ahli
dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-
selnya dapat menjadi dewasa).
Osteokondroma adalah tumor jinak tulang dengan penampakan adanya penonjolan
tulang yang berbatas tegas sebagai eksostoksis yang muncul dari metasfisis, penonjolan
tulang ini ditutupi oleh cartilago hialin. Tonjolan ini menyebabkan suatu pembengkakan atau
gumpalan dan mirip seperti kembang kol (cauliflower appeareance). Tumor ini berasal dari
komponen tulang (osteosit) dan komponen tulang rawan (chondrosit). Osteokondroma dapat
tumbuh secara soliter maupun multipel. Osteokondroma yang multipel bersifat herediter
(autosomal dominan) dan akan berhenti tumbuh dan mengalami proses penulangan setelah
dewasa. Oleh karena itu eksositosis multipel ini tidak lagi disebut sebagai neoplasma.
Osteokondroma yang soliter berbeda dengan multipel karena akan tumbuh terus
walaupun penderita telah dewasa dan jenis ini dianggap sebagai neoplasma. Kebanyakan
osteokondroma adalah soliter tetapi lesi multipel dapat berkembang pada individu
dengan predisposisi genetik. Osteokondroma biasanya mengenai tulang panjang, dan tulang
yang sering terkena adalah ujung distal femur (30%), ujung proksimal tibia (20%), dan
humerus (2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%) serta
tulang pipih seperti pelvis (5%) dan scapula (4%) walaupun jarang. Osteokondroma terdiri
dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai (pedunculated) dan tipe tidak bertangkai (sesile). Tulang
panjang yang terkena biasanya tipe bertangkai sedangkan di pelvis tipe sesile.
Terdapat pada usia dewasa muda dengan keluhan adanya benjolan yang tidak terasa
sakit. Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara kebetulan, namun
terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan membesar. Bila tumor ini
menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa
sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis pada tangkai tumor, terutama pada bagian tangkai
tipis. Kadang bursa dapat tumbuh diatas tumor (bursa exotica) dan bila mengalami inflamasi
pasien dapat mengeluh bengkak dan sakit. Apabila timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur,
bursitis, atau penekanan pada saraf dan tumor terus tumbuh setelah lempeng epifisis menutup
maka harus dicurigai adanya keganasan. Osteokondroma dapat menyebabkan timbulnya
pseudoaneurisma terutama pada a. poplitea dan a. femoralis disebabkan karena fraktur pada
tangkai tumor di daerah distal femur atau proximal tibia. Osteokondroma yang besar pada
kolumna vertebralis dapat menyebabkan angulasi kyfosis dan menimbulkan gejala
spondylolitesis. Pada herediter multipel exositosis keluhan dapat berupa massa yang multipel
dan tidak nyeri dekat persendian. Umumnya bilateral dan simetris. Ditemukan pada bagian
metafisis tulang panjang terutama pada bagian distal femur, proksimal tibia dan proksimal
humerus.

Radiologi:
 Tampak penonjolan tulang pada korteks dan spongiosa yang normal
 Dengan bertambahnya umur pasien,terlihat kalsifikasi tulang rawan yang semakin
lama semakin banyak
 Penonjolan seperti bunga kol (cauliflower) dengan komponen kondrosit sebagai bunga
dan komponen osteosit sebagai tangkai
 Pedunculated osteokondroma memiliki gambaran tangkai di bagian distal yang
melebar dengan permukaan berbenjol-benjol (hook exositosis), memiliki ukuran
berkisar 8-10cm.
 Sessile osteokondroma memiliki bangunan dasar yang luas dengan dasar bagian
komponen korteks dari tulang yang ada dibawahnya. Kadang-kadang daerah ini
tampak penonjolan-penonjolan dan bagisan luarnya berkontur tajam-tajam (secara
radiologi ini memang sulit dibedakan dengan bentuk tumor parosteal osteosarkoma)

X-ray examination
showed the typical features of a large cartilage-capped exostosis;
of course the cartilage cap does not show on x-ray unless it is calcified.
The bony part may be sessile, pedunculated or cauliflower-like.

Penatalaksanaan
Bila tumor memberikan keluhan karena menekan struktur di dekatnya, seperti tendon,
saraf, maka dilakukan eksisi.

C. Kondroma(Enkondroma)
Merupaka neoplasma jinak yang berasal dari dalam rongga sumsum tulang. Sebagian
ahli menganggap tumor ini sebagai suatu hamartoma. Tumor jinak ini didapat pada dewasa
muda dan tidak mengakibatkan keluhan sakit.
Enkondromatosis adalah bentuk multipel dari enkondroma disebut juga sebagai
Ollier’s disease. Bila enkondromatosis disertai dengan adanya multipel hemangioma di
jaringan lunak disebut sebagai Mafucci Syndrome.
Tumor ini paling sering mengenai tulang-tulang tubuler kecil pada tangan dan kaki,
kadang-kadang juga pada tulang yang lebih besar.

Radiologi
Tampak sebagai lesi yang radiolusen dengan kemungkinan adanya bercak-bercak
kalsifikasi. Tidak ada pembentukan tulang reaktif baru. Bila ada erosi kortek pada tulang
tubuler yang besar, menandakan terjadinya degenerasi maligna.

Penatalaksanaan
Operatif, dengan cara melakukan kuret daripada lesi, kemudian rongga lesi diisi
dengan bone graft.
D. Kondrosarkoma
Merupakan tumor ganas yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) yang dapat
tumbuh spontan (kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak
seperti esteokondroma, enkondroma (kondrosarkoma sekunder). Ditemukan usia antara 30-60
tahun. Neoplasma ini tumbuhnya agak lambat dan hanya memberikan sedikit keluhan.
Neoplasma ini lambat memberikan metastase.
Terutama mengenai tulang ceper seperti pelvis dan skapula, tetapi dapat juga didapat
pada tulang panjang seperti femur dan humerus.
Keluhan penderita adalah adanya masa tumor yang menjadi besar secara perlahan-
lahan.
Radiologi
Tampak sebagai lesi osteolitik ditengah metafisis tulang dengan bercak- bercak
kalsifikasi yang berasal dari matriks kartilago disertai proses destruksi kortek, sehingga tumor
dapat dilihat meluas ke jaringan lunak disekitarnya.
Gambaran patologis menunjukkan lesi di tengah metafisis dengan bercak kalsifikasi

Penatalaksaan
Operasi reseksi luas, kalau perlu amputasi. Terapi adjuvan seperti radioterapi,
kemoterapi tidak menolong.

E. Giant Cell Tumor


Tulang tumor yang asalnya masih kontroversial, ada yang berpendapat tumor ini
berasal dari jaringan ikat, pendapat lain mengatakan tumor ini asalnya dari sel osteoklas,
tetapi ada juga yang berpendapat asal tumor ini asalnya tidak diketahui. Tumor ini
mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah menjadi ganas dan agresif sehingga
dikategorikan sebagai suatu tumor ganas.
Tumor sel raksasa menempati urutan kedua (17,5%) dari seluruh tumor ganas tulang,
terutama ditemukan pada umur 20-40 tahun dan jarang sekali di bawah umur 20 tahun dan
lebih sering pada wanita daripada pria.
Didapat pada epifisis tulang panjang yang dapat meluas ke arah metafisis. Tempat
yang paling sering terjadi adalah proksimal tibia, distal femur dan distal radius. Juga dapat
ditemukan di pelvis dan sacrum.
Keluhan rasa nyeri yang terus bertambah serta pembengkakan pada bagian tulang
yang mengalami lesi, terutama pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan
gerakan pada sendi.

Radiologi
Tampak daerah osteolitik di epifisis dengan batas yang jelas dan memberikan kesan
multilokuler gambaran soap bubble. Terjadi penipisan kortek.
Gambaran radiologis terlihat daerah osteolitik di epifisis dengan adanya soap bubble,

Penatalaksanaan
Operasi kuret yang diikuti dengan pengisian bone graft atau bone cement. Dan
beberapa terapi adjuvant dengan phenol, insersi PMMA (polymethylmetacrylate), cryoterapi
setelah curetase. Pada beberapa hal dapat dilakukan reseksi tumor, eksisi luas yang disertai
tindakan rekontruksi. Kadang-kadang juga memerlukan amputasi.
F. Sarkoma Ewing
Insidens sarkoma Ewing sebagai keganasan pada masa anak-anak adalah sebesar 1%.
Insidens tertingginya adalah pada dekade pertama kehidupan. Sama dengan osteosarkoma,
sarkoma Ewing merupakan penyakit sistemik karena, pada saat terdiagnosis, sebagian besar
pasien telah mengalami metastasis. Prognosis sarkoma Ewing buruk, tetapi berkat kemajuan
kemoterapi adjuvant, harapan hidup 5 tahun dapat mencapai 60-80%.
Penderita sarkoma Ewing biasanya merasa nyeri pada ekstremitas yang sakit disertai
timbulnya benjolan. Pada kasus lanjut, dapat timbul gejala seperti infeksi, demam, lemah lesu,
penurunan berat badan yang disertai dengan peningkatan laju endap darah. Kejadian fraktur
patologis mencapai 10-15%.
Radiologi
Pada foto Roentgen, terlihat gambaran destruksi tulang permiatif dengan reaksi
periosteal (onion peel, sunburst), dengan lokasi tersering pada diafisis tulang panjang, pelvis,
kosta, scapula dan klavikula.
Examples of Ewing’s tumour in
(a) the humerus, (b) the mid-shaft of the fibula

Penatalaksanaan
Prognosis selalu buruk dan pembedahan saja tidak sedikit untuk memperbaikinya.
Radioterapi memiliki efek dramatis pada tumor tapi kelangsungan hidup secara keseluruhan
tidak banyak ditingkatkan. Kemoterapi jauh lebih efektif, menawarkan tingkat ketahanan
hidup 5 tahun sekitar 50 persen
G. Tumor Tulang Sekunder

Gambar 11 : tumor tulang metastasis pada femur

Merupakan jenis tumor tulang ganas yang sering didapat. Kemungkinan tumor tulang
merupakan tumor metastatik harus selalu difikirkan, pada penderita yang berusia lanjut. Pada
usia dewasa/lanjut jenis keganasan yang sering bermetastase ke tulang ialah karsinoma
payudara, paru-paru, lambung, ginjal, usus, prostat dan tiroid.
Sedang pada anak-anak ialah neuroblastoma. Penderita-penderita yang meninggal
akibat karsinoma, pada pemeriksaan bedah mayat ternyata paling sedikit seperempatnya
menunjukkan tanda-tanda metastase ke tulang. Sel-sel anak sebar mencapai tulang dengan
melalui jalan darah, saluran limfe atau dengan cara ekstensi langsung. Sumsum tulang
merupakan tempat yang subur untuk pertumbuhan sel-sel anak sebar, dengan demikian tulang
vertebra, pelvis, iga dan bagian proksimal tulang-tulang panjang merupakan tempat yang
paling seirng dihinggapi oleh sel-sel anak sebar. Pada pendenta dengan kemungkinan
keganasan tulang metastatik, maka harus dilakukan pemeriksaan pada semua tulang misalnya
dengan bone survey atau bone ;can. Keluhan penderita yang paling menonjol ialah rasa sakit.
Rasa sakit dapat diakibatkan oleh fraktur patologis. Dalam beberapa keadaan justru lesi
metastatik di tulang yang terlebih dulu ditemukan dan didiagnosis, dimana hasil pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan suatu jenis neoplasma tulang metastatik yang kadang-kadang
jaringan asalnya sulit ditentukan, sehingga harus dicari dengan cermat lokasi daripada tumor
primernya.
Pada umumnya tumor metastatik akan mengakibatkan gambaran osteolitik, sedang
pada metastase Ca prostat nampak gambaran osteoblastik/osteoklerosis. Kadar Ca meninggi
karena terjadi pelepasan kalsium ke.dalarn darah akibat proses resorbsi -eoblastik pada tulang-
tulang. Adanya pembentukan tulang reaktif ditandai oleh kadar fosfatase alkali yang
meningkat. Pada metastase Ca prostat, kadar fosfatase asam meninggi.

Penatalaksanaan
Terapi bersifat paliatif, karena penderita sudah berada dalam stadium lanjut. Terapi ditujukan
pada jenis karsinoma primernya yang dapat berupa radioterapi, immoterapi ataupun hormon
terapi. Terapi dari segi bedah adalah terhadap fraktur patologis yang mungkin memerlukan
fiksasi secara eksternal atau internal, agar supaya penderita dapat diimmobilisasi tanpa merasa
kesakitan. Bila perlu dapat dilakukan fiksasi internal terhadap tulang-tulang ekstremitas
sebelum tulang tersebut mengalami fraktur, jadi. baru diperkirakan akan fraktur bila proses,
pada tulang dibiarkan berjalan terus (impending fracture).

9. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-
sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen
tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.

c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan
endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah
fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-
celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi
dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
Gambar 9.Fase Penyembuhan Tulang

10. KONSEPASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
1. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis tergantung pada
keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
b) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
c) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

d) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
e) Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
f) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
g) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
h) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
i) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
k) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
l) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
n) Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
o) Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang,
program pembatasan gerak.
3. Resiko infeksi.
4. Resiko syok hipovolemik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
B. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. Keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC:
Pain level Pain management
berhubungan
Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agen cidera Comfort level
komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu karakteristik, durasi, frekuensi,
penyebab nyeri, mampu kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik
ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk mengurangi
c. Gunakan tehnik komunikasi
nyeri, mencari bantuan)
terapeutik untuk mengetahui
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
pengalaman nyeri pasien
dengan menggunakan managemen
d. Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri
respon nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala,
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa
intensitas, frekuensi dan tanda
lampau
nyeri) f. Evaluasi bersama pasien dan tim
d. Menyatakan rasa nyaman setelah
kesehatan lain tentang
nyeri berkurang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakter, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
b. Cek intruksi dokter tentang jenis obat,
dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian anlgesik pertama
kali
i. Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala

2. Hambatan NOC: NIC


Joint movement : active Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik
Mobility level a. Monitoring vital sign
berhubungan Self care : ADLs
sebelum/sesudah latihan respon
Transfer perfoormance
dengan kekuatan
Kriteria hasil: pasien saat latihan
dan tahanan a. Klien meningkat dalam aktivitas b. Konsultasikan dengan terapi fisik
sekunder akibat fisik tentang rencana ambulansi sesuai
b. Mengerti tujuan dari peningkatan
fraktur dengan kebutuhan
mobilitas c. Bantu klien untuk menggunakan
c. Memverbalisasikan perasaan dalam tongkat saat berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan dan terhadap cidera
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat lain tentang teknik ambulansi
e. Kaji kemampuan pasien dalam
bantu untuk mobilisasi (walker)
mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
h. Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status Infection Control
Knowledge : infection control a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Risk control
pasien lain
Kriteria hasil
b. Pertahankan teknik isolasi
a. Klien bebas dari tanda dan gejala
c. Batasi pengunjung bila perlu
infeksi d. Instruksikan pada pengunjung untuk
b. Mendeskripsikan proses penularann
mencuci tangan saat berkunjung
penyakit, factor yang mempengaruhi
meninggalkan pasien
penularan serta penatalaksanaannya e. Gunakan sabun antimikroba untuk
c. Menunjukkan kemampuan untuk
cuci tangan
mencegah timbulnya infeksi f. Cuci tangan setiap sebelum dan
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
sesudah tindakan keperawatan
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat
g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat penlindung
h. Pertahankan lingkunan aseptic selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
j. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic bila perlu
Infection protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
b. Monitor hitung granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
f. Pertahankan teknik isolasi k/p
g. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
h. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan, panas, dan
drainase
j. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
r. Laporkan kultur positif
4. Resiko syok NOC NIC
Syok prevention Syok prevention
hipovolemik
Syok management a. Monitor status sirkulasi BP, warna
Kriteria hasil
kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
a. Nadi dalam batas yang diharapkan
b. Irama jantung dalam batas yang dan ritme, nadi perifer, dan kapiler
diharapkan refill
c. Frekunsi napas dalam batas yang b. Monitor tanda inadekuat oksigenasi
diharapkan jaringan
d. Irama pernapasan dalam batas yang c. Monitor suhu dan pernafasan
d. Monitor input dan output
diharapkan
e. Pantau nilai labor:
e. Natrium serum dbn
HB, HT, AGD, dan elektrolit
f. Kalium serum dbn
f. Monitor hemodinamik invasi yang
g. Klorida serum dbn
h. Kalsium serum dbn sesuai
i. Magnesium serum dbn g. Monitor tanda dan gejala asites
j. PH darah serum dbn h. Monitor tanda awal syok
Hidrasi i. Tempatkan pasien pada posisi supine,
Indicator
kaki elevasi untuk peningkatan
a. Mata cekung tidak ditemukan
b. Demam tidak ditemukan preload dengan tepat
c. TD dbn j. Lihat dan pelihara kepatenan jalan
d. Hematokrit dbn
napas
k. Berikan cairan IV dan atau oral yang
tepat
l. Berikan vasodilator yang tepat
m. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tanda dan gejala datangnya syok
n. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok management
a. Monitor fungsi neurologis
b. Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr
Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan, input, output
e. Catat gas darah arteri dan oksigen di
jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan pemantauan jalur
arteri untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah
h. Menggambarkan gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
i. Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler pulmonal/arteri)
j. Memantau factor penentu pengiriman
jaringan oksigen (misalnya PaO2
kadar haemoglobin SaO2, CO) jika
ada
k. Memantau tingkat karbondioksida
sublingual dan/atau tonometry
5. Ketidakefektifan NOC NIC
Circulation status Peripheral sensation management
perfusi jaringan
Tissue perfusion : cerebral a. Monitor adanya daerah tertentu yang
perifer Kriteria hasil
hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan status sirkulasi
berhubungan
panas/dingin/tajam/tumpul
yang ditandai dengan:
dengan nyeri b. Monitor adanya paretese
a. Tekanan systole dan diastole dalam
c. Instruksikan keluarga untuk
ekstermitas
rentang yang diharapkan
mengobservasi kulit jika ada lesi atau
b. Tidak ada ortostatik hipertensi
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan laserasi
d. Gunakan sarung tangan untuk
tekanan intracranial (tidak lebih dari
proteksi
15 mmHg)
e. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan
Mendemonstrasikan kemampuan punggung
f. Monitor kemampuan BAB
kognitif yang ditandai dengan:
g. Kolaborasi pemberian analgetik
a. Berkomuniakasi dengan jelas adn
h. Monitor adanya tromboplebitis
sesuai dengan kemampuan i. Diskusikan mengenai penyebab
b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi
perubahan sensasi
dan orientasi
c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan dengan benar
Menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-gerakan
involunter

6. Kerusakan NOC NIC


Tissue integrity : skin and mucous Pressure management
integritas kulit
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan
membranes
berhubungan
Hemodyalisis akses pakaian yang longgar.
dengan imobilisasi Kriteria hasil b. Hindari kerutan pada tempat tidur
a. Integritas kulit yang baik bisa c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
fisik
dipertahankan (sensai, elastisitas, dan kering.
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit setiap dua jam sekali
c. Perfusi jaringan baik e. Monitor kulit akan adanya
d. Menunjukkan pemahaman dalam
kemerahan.
proses perbaikan kulit dan f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
mencegah terjadinya cedera pada daerah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
berulang
e. Mampu melindungi kulit dan
pasien
h. Monitor status nutrisi pasien
mempertahankan kelembaban kulit
i. Memandikan pasien dengan sabun
perawatan alami
dan air hangat
Insision site care
a. Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan
jahitan, klip atau straples
b. Monitor proses kesembuhan area
insisi
c. Monitor tanda dan gejala infeksi pada
area insisi
d. Bersihkan area sekitar jahitan atau
straples, menggunakan lidi kapas
steril
e. Gunakan preparat antiseptic sesuai
program
f. Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai program
Dialysis acces maintenance

C. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penetuan
diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan criteria hasil yang telah
ditentukan pada intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.Graham. system of orthopaedics and fractures. Ninth edition. Hodder Arnold, an
imprint of Hodder Education, an Hachette UK Company. 2010
Rasjad,Haeruddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang Lamumpatue. Makassar 2009
Salter, Robert Bruce. Text Book Of Injuries Of The Musculoskeletal System, Third Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2009
Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2, EGC. Jakarta 2010
Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. EGC. Jakarta 2009

Anda mungkin juga menyukai