DEFENISI
Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Yang umumnya
disebabkan trauma langsung ataupun trauma tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke dareah yang lebih jauh dari dareah
fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula,
pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.1,2
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Hal ini dapat disebabkan
oleh karena tomor atau proses patologik, seperti neoplasia, osteomalasia, osteomielitis,
dan penyakit lainnya. Tulang sering kali menunjukan penurunan densitas. Fraktur
patologis dapat terjadi secra spontan atau akibat trauma ringan, disebut juga secondary
fracture dan spontaneous fracture.
2. ETIOLOGI
Klasifikasi penyebab fraktur patologis :
1. Penyakit lokal pada tulang
Infeksi Tumor Jinak
Osteomielitis piogenik Kondroma (enkondroma)
Infeksi sifilis (bentuk osteolotik) Gient cell tumor
Hemangioma (vertebra)
Lain-lain
Kista tulang soliter Tumor ganas tulang
Fibrosa displasia monostatik Osteogenik sarkoma
Granuloma eosinofilik Tumor ewing
Atrofi tulang karena paralisis, Mieloma soliter
misalnya poliomielitis Tumor metastasis (paru-paru
Tabel dorsalis mamma, prostat, ginjal, tiroid)
Tulang rapuh akibat penyinaran Sarkoma metastasis
2. Kelainan bersifat umum pada tulang
Kelainan bawaan Rarefraksi tulang yang bersifat umum
Osteogenesis imperfekta Osteoporosis senilis
Osteodistrofi paratiraid
Tumor-tumor yang menyebar Sidroma coshing
Mieloma multiple Infantile rickets
Metastasis karsinoma pada difus Coeliac rickets
Renal rickets
Lain-lain Sistinosis (sindroma fanconi)
Penyakit paget Osteomalasia nutrisi
Fibrosa displasia Steatore idiopatik
Penyakit Gaucher
Penyakit Hand-Schuller-Christian
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
a. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen :
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
5. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang
6. KOMPLIKASI
Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi
lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
d Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal
ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,
pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang
menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
7. PEMERIKSAAN PEUNJANG
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan local
Pemeriksaan adanya kelainan lokal berupa sinus yang infeksi, jaringan parut,
pembengkakan, lokalisasi fraktur sehinggadapat diduga diagnosisnya.
2. Pemeriksaan umum
Sangat penting dilakukan pemeriksaan umum adanya penyakit-penyakit seperti
dysplasia congenital, dysplasia fibrosa, penyakit paget, sindroma Cushing serta
kelainan lain. Pada anak dibawah umur 20 tahun, fraktur patologis biasanya
disebabkan oleh kelainan jinak. Pada penderita di atas umur 40 tahun kemungkinan
penyebabnya adalah mielomatosis, karsinoma sekunder akibat metastasis, penyakit
paget.
3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto polos
- Pemeriksaan pada daerah fraktur
Pada daerah fraktur harus diperhatikan bentuk kelainan; apakah berbentuk kista,
erosi korteks, trabekulasi yang abnormal atau penebalan periosteal. Juga
diperhatikan adanya kompresi misalnya fraktur vertebra karena osteoporosis atau
osteomalasia atau penyebab lain seperti metastasis tumor atau myeloma.
- Pemeriksaan tempat lain
Perlu dilakukan pemeriksaan radiologis pada tulang yang kain apabila dicurigai
adanya metastasis atau mieloma, pemeriksaan foto paru-paru serta pemeriksaan
saluran kencing.
Pemeriksaan dengan pencitraan lain
- Radionuklida imaging
- Pemeriksaan CT-scan
- Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui asal metastasis
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah sel darah, laju endap darah, elektroforesis
protein, uji untuk sifilis Berta penyakit tulang metabolik
Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin misalnya pemeriksaan Bence- Jones
Biopsi tulang
Beberapa kelainan yang sangat kecil tidak perlu dilakukan biopsy misalnya kista
soliter, defek kortikal fibrosa, penyakit paget. Pada kelainan ini mungkin perlu
dilakukan biopsi baik biopsi tertutup atau biopsi terbuka dengan mengambil jaringan
pada waktu operasi untuk pemeriksaan patologis.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal:
Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan perban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota
gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum
diangkut degan ambulans.
Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri. Perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu
luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat
dalam yang lain.
Resusuitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa
pemberian transfuse darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :
a. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima
pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,
deformitas, serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah :
Aligmant yang sempurna
Aposisi yang sempurna
Fraktur seperti fraktur clavicula, iga dan fraktur inpaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi > 5° pada tulang panjang anggota gerak bawah dan
lengan atas dan angulasi sampai 10° pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak
sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inci pada fraktur femur.
Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
c. Retention; imobilisasi fraktur
d. Rehabilitation; mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin
(c) (d)
(e)
Gambar 1 : (a) X -ray features in a slightly older patient with the same condition
(b) These deformities can be corrected by multiple osteotomies and ‘rodding’
(c) This young girl had severe deformities of all her limbs, the result of multiple mini-
fractures of the long bones over time. This is the classic (type III) form of OI. (d) The typical
deep blue sclerae in type I disease. (e) Faulty dentine in a patient with type IV disease.
Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan medis yang akan mengatasi akibat dari kelainan ini, dan
manipulasi genetik tidak lebih hanya sebuah janji untuk masa depan. Pengobatan konservatif
diarahkan untuk mencegah fraktur - jika perlu dengan menggunakan orthosis ringan selama
aktivitas fisik - dan mengobati patah tulang saat hal itu terjadi. Namun, splin tidak boleh
berlebihan karena hal ini dapat memberikan kontribusi lebih lanjut untuk terjadinya
osteopenia. langkah-langkah umum untuk mencegah trauma berulang yaitu mempertahankan
gerakan serta dorongan adaptasi sosial sangat penting. Anak-anak dengan OI berat dapat
diobati secara medis dengan bifosfonat siklis untuk meningkatkan kepadatan mineral tulang
dan mengurangi kecenderungan untuk patah.
Sebagian besar masalah ortopedi jangka panjang yang dihadapi dalam jenis III dan IV.
Fraktur diobati secara konservatif, tapi imobilisasi harus sangat diminamlkan. deformitas
tulang panjang adalah yang paling sering, baik karena
Malunion pada fraktur komplit atau kerusakan akibat fraktur inkomplit berulang; hal ini
memerlukan koreksi operasi, biasanya pada usia 4-5 tahun. dilakukan multipel osteotomi dan
fragmen tulang kemudian disejajarkan pada intra medula rod ; efek yang sama dapat dicapai
dengan osteoclasis tertutup. Masalah yang sering timbul yaitu tulang tumbuh melampaui rod
ditangani dengan menggunakan telescoping nails; namun, ini memiliki tingkat komplikasi
yang cukup tinggi.
Deformitas tulang belakang juga sering didapatkan dan sangat sulit untuk diobati.
Bracing tidak efektif dan kurva atau pembengkokan progresif memerlukan instrumentasi
operasi dan fusi tulang belakang. Setelah remaja, patah tulang lebih jarang terjadi dan pasien
mungkin mengupayakan kenyaman dan kehidupan yang bermanfaat.
II. Osteomielitis
Osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik. Fase akut
ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Pada fase ini anak tampak sangat sakit,
panas tinggi, pembengkakan dan gangguan fungsi anggota gerak yang terkena. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah yang meninggi dan lekositosis, sedang
gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan.
Pada osteomielitis kronik biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena
merah dan bengkak atau disertai terjadinya fistel. Pemeriksaan radiologik ditemukan suatu
involukrum dan sequester.
Gambar 3 : osteomielitis ditemukan suatu Involukrum dan sequester
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteomielitis akut ialah :
Jika berdasarkan klinis dicurigai osteomyelitis, maka darah dan sampel cairan harus
diambil untuk pemeriksaan laboratorium dan kemudian pengobatan dimulai segera tanpa
menunggu konfirmasi akhir dari diagnosis.
Ada empat aspek penting untuk manajemen pasien:
Pengobatan suportif untuk rasa sakit dan dehidrasi.
Pemberian analgetik harus diberikan pada interval pengulangan tanpa menunggu patien
mengeluh nyeri terlebih dahulu. Septikemia dan demam dapat menyebabkan dehidrasi
berat sehingga dibutuhkan pemberian cairan intravena.
splint pada bagian yang sakit.
Splint dibutuhkan tidak hanya untuk kenyamanan tapi juga untuk mencegah kontraktur
sendi.
terapi antimikroba yang tepat.
drainase bedah.
Jika antibiotik diberikan lebih cepat (48 setelah onset dari gejala) drainase mungkin
tidak diperlukan. Akan tetapi, jika gambaran klinis tidak meningkat dalam 36 sejak
pengobatan dimulai, atau bahkan lebih awal jika ada tanda-tanda pus yang dalam
(pembengkakan, edema, fluktuasi), maka harus dilakukan aspirasi pus, dan dilakukan
drainase abses dengan operasi terbuka di bawah general anestesi
Osteomilitis kronik tidak dapat sembuh sempurna sebelum semua jaringan yang mati
disingkirkan. Antibiotika dapat diberikan secara sistematik dan lokal.
Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah :
a. adanya gejala yang mengganggu
b. kegagalan dengan pengobatan antibiotik yang adekuat
c. Adanya sequester
III. Rickets
Rickets atau Rachitis adalah suatu penyakit kerangka yang telah lama dikenal, terutama
di negeri Inggris.
Pada waktu ini semua penyakit kerangka yang disebabkan karena kurangnya zat
anorganik terutama yang perlu dalam pertumbuhan tulang, digolongkan di dalam penyakit
Rickets, Zat anorganik terutama terdiri dari Ca dan P. Metabolisme kedua zat ini didalam
pertumbuhan tulang sangat dipengaruhi oleh sinar ultraviolet. Dengan demikian kekurangan
vitamin D menimbulkan kekurangan Ca dan P dan terjadi penyakit Rachitis. Malahan dalam
bentuk klasik kekurangan vitamin inilah yang menjadi sebab penyakit Rickets. Di samping itu
gangguan metabolisms Ca dan P juga disebabkan karena penyakit ginjal, sehingga demikian
juga dapat timbul penyakit Rickets. Juga penyakit-penyakit pada usus dapat menimbulkan
terganggunya pengambilan zat Ca dan P ke dalam darah sehingga dapat Pula menimbulkan
penyakit Rickets.
(a) (b)
Petalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan pada penderita osteoporosis adalah:
- Diet
- Pemberian kalsium dosis tinggi (500-1000 mg/hari)
- Pemberian vitamin D dosis tinggi (400-500 IU/ hari)
- Pemasangan penyanggah tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung
- Pencegahan
o Menghindari faktor-faktor resiko osteoporosis misalnya rokok, mengurangi
konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktivitas fisik
o Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
V. Tumor tulang
Tumor tulang merupakan kelainan pada tulang yang bersifat neoplastik. Tumor dalam
arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal
disebut neoplasma.
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak
pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu
pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang
berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor
ganas organ lain ke dalam tulang.
1. Tumor Jinak (Benign)
Tumor jinak (benign) tidak menyerang dan menghancurkan tissue (sekumpulan sel
terinterkoneksi yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang berdekatan,
tetapi mampu tumbuh membesar secara lokal. Biasanya setelah dilakukan operasi
pengangkatan (tumor jinak), tumor jenis ini tidak akan muncul lagi.
2. Tumor Ganas (Malignant)
Tumor jenis ini lebih dikenal dengan istilah Kanker, yang memiliki potensi untuk
menyerang dan merusak tissue yang berdekatan, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau menyebabkan terjadinya metastasis (migrasi sel ke
tempat yang jauh).
Tabel insidens tumor jinak dan tumor ganas primer pada tulang
Tumor Jinak Tumor Ganas
Jenis Insidens Jenis Insidens
Osteoma 39,3% Osteogenik sarkoma 48,8%
Osteokondroma 32,5% Giant cell tumor 17,5%
Kondroma 9,8% Kondrosarkoma 10%
Tumor jinak 18,4% Tumor ganas lainnya 23,7%
lainnya
KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel, antara lain:
Primer
1. Tumor asal jaringan tulang (Osteogenik)
Jinak: Osteoma. Ganas: Osteosarkoma.
Osteoid osteoma. Parosteal osteosarkoma.
Osteoblastoma jinak.
2. Tumor asal jaringan tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak: Kondroma. Ganas: Kondrosarkoma.
Osteokondroma. Kondrosarkoma juksta
Kondroblastoma jinak. kortikal.
Fibroma kondromiksoid.
3. Tumor asal jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak: Non Ossifying Fibroma. Ganas: Fibrosarkoma.
Lipoma. Liposarkoma.
Mesenkimoma ganas.
Sarkoma tak
berdiferensiasi.
4.Tumor asal sumsum tulang (mielogenik)
Ganas: Sarkoma Ewing.
Limfosarkoma tulang.
Retikulo sarkoma tulang.
Mieloma Multipel.
Sekunder/Metastatik
Tumor tulang sekunder merupakan tumor yang berasal dari organ lain yang menyebar ke
tulang. Contoh: tumor/kanker paru yang menyebar ke tulang, dimana sel-sel tumornya
menyerupai sel paru dan bukan merupakan sel tulang.
A. Osteosarkoma
Merupakan neoplasma tulang ganas primer yang paling sering didapat. Terjadi pada
dekade ke-2 dari kehidupan dimana masa tersebut merupakan masa aktif pertumbuhan tulang,
hanya kurang dari 5% terjadi pada anak-anak usia kurang dari 10 tahun. Bersifat sangat ganas,
cepat bermetastase ke paru-paru dengan melalui aliran darah.
Gejala yang ditampilkan berupa nyeri yang bersifat tumpul dan menetap dan bisa
terjadi pembengkakan tulang, Kemudian karena pertumbuhan progresif dan destruksi tulang
yang normal meningkat, bisa terjadi fraktur patologik. Penyebaran metastatik paru-paru tetapi
kadang-kadang menyebar ke tulang yang lain. Prognosa jelek, hanya kira-kira seperlima,
pasien dapat bertahan hidup untuk lima tahun.
Gambaran X-ray sangat beravariasi: area osteolitik kabur mungkin diganti dengan area
tebal osteoblas yang tidak biasa. Batas endosteal sangat jelek. Seringkali menembus korteks
dan meluas sampai kedekat jaringan. Ketika hal ini terjadi, lapisan dari tulang baru yang
muncul, menyebar keluar dari korteks yang biasa disebut dengan efek “Sunburst”. Dimana
tumor muncul dari korteks dan pembentukan tulang baru yang reaktiv pada sudut elevasi
periosteal (codman’s triangle). Sunburst appearence dan codman’s triangle adalah tipikal dari
osteosarkoma, keduanya kadangkala dapat terlihat pada kecepatan pertumbuhan tumor yang
lainnya.
(a) (b)
Penatalaksanaan
Bergantung pada staging (dari Enneking) yaitu dinilai keganasan tumor dan
kompartemen yang terkena metastasis dapat dilakukan limb salvage atau limb
ablation/amputation.
Eradikasi dengan mempertahankan anggota gerak.
- Reseksi tulang dan rekonstruksi.
- Pemberian kemoterapi, radioterapi, obat simptomatis.
Eradikasi dengan amputasi.
- Amputasi, kemoterapi, radioterapi dan obat simptomatis (adjuvant therapy).
Paliatif :
- Dengan pembedahan/amputasi, kemoterapi, obat simptomatis/ajuvan.
- Dengan pembedahan, kemoterapi, obat simptomatis.
B. Osteokondroma
Merupakan neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat. Oleh sebagian ahli
dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-
selnya dapat menjadi dewasa).
Osteokondroma adalah tumor jinak tulang dengan penampakan adanya penonjolan
tulang yang berbatas tegas sebagai eksostoksis yang muncul dari metasfisis, penonjolan
tulang ini ditutupi oleh cartilago hialin. Tonjolan ini menyebabkan suatu pembengkakan atau
gumpalan dan mirip seperti kembang kol (cauliflower appeareance). Tumor ini berasal dari
komponen tulang (osteosit) dan komponen tulang rawan (chondrosit). Osteokondroma dapat
tumbuh secara soliter maupun multipel. Osteokondroma yang multipel bersifat herediter
(autosomal dominan) dan akan berhenti tumbuh dan mengalami proses penulangan setelah
dewasa. Oleh karena itu eksositosis multipel ini tidak lagi disebut sebagai neoplasma.
Osteokondroma yang soliter berbeda dengan multipel karena akan tumbuh terus
walaupun penderita telah dewasa dan jenis ini dianggap sebagai neoplasma. Kebanyakan
osteokondroma adalah soliter tetapi lesi multipel dapat berkembang pada individu
dengan predisposisi genetik. Osteokondroma biasanya mengenai tulang panjang, dan tulang
yang sering terkena adalah ujung distal femur (30%), ujung proksimal tibia (20%), dan
humerus (2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%) serta
tulang pipih seperti pelvis (5%) dan scapula (4%) walaupun jarang. Osteokondroma terdiri
dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai (pedunculated) dan tipe tidak bertangkai (sesile). Tulang
panjang yang terkena biasanya tipe bertangkai sedangkan di pelvis tipe sesile.
Terdapat pada usia dewasa muda dengan keluhan adanya benjolan yang tidak terasa
sakit. Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara kebetulan, namun
terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan membesar. Bila tumor ini
menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa
sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis pada tangkai tumor, terutama pada bagian tangkai
tipis. Kadang bursa dapat tumbuh diatas tumor (bursa exotica) dan bila mengalami inflamasi
pasien dapat mengeluh bengkak dan sakit. Apabila timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur,
bursitis, atau penekanan pada saraf dan tumor terus tumbuh setelah lempeng epifisis menutup
maka harus dicurigai adanya keganasan. Osteokondroma dapat menyebabkan timbulnya
pseudoaneurisma terutama pada a. poplitea dan a. femoralis disebabkan karena fraktur pada
tangkai tumor di daerah distal femur atau proximal tibia. Osteokondroma yang besar pada
kolumna vertebralis dapat menyebabkan angulasi kyfosis dan menimbulkan gejala
spondylolitesis. Pada herediter multipel exositosis keluhan dapat berupa massa yang multipel
dan tidak nyeri dekat persendian. Umumnya bilateral dan simetris. Ditemukan pada bagian
metafisis tulang panjang terutama pada bagian distal femur, proksimal tibia dan proksimal
humerus.
Radiologi:
Tampak penonjolan tulang pada korteks dan spongiosa yang normal
Dengan bertambahnya umur pasien,terlihat kalsifikasi tulang rawan yang semakin
lama semakin banyak
Penonjolan seperti bunga kol (cauliflower) dengan komponen kondrosit sebagai bunga
dan komponen osteosit sebagai tangkai
Pedunculated osteokondroma memiliki gambaran tangkai di bagian distal yang
melebar dengan permukaan berbenjol-benjol (hook exositosis), memiliki ukuran
berkisar 8-10cm.
Sessile osteokondroma memiliki bangunan dasar yang luas dengan dasar bagian
komponen korteks dari tulang yang ada dibawahnya. Kadang-kadang daerah ini
tampak penonjolan-penonjolan dan bagisan luarnya berkontur tajam-tajam (secara
radiologi ini memang sulit dibedakan dengan bentuk tumor parosteal osteosarkoma)
X-ray examination
showed the typical features of a large cartilage-capped exostosis;
of course the cartilage cap does not show on x-ray unless it is calcified.
The bony part may be sessile, pedunculated or cauliflower-like.
Penatalaksanaan
Bila tumor memberikan keluhan karena menekan struktur di dekatnya, seperti tendon,
saraf, maka dilakukan eksisi.
C. Kondroma(Enkondroma)
Merupaka neoplasma jinak yang berasal dari dalam rongga sumsum tulang. Sebagian
ahli menganggap tumor ini sebagai suatu hamartoma. Tumor jinak ini didapat pada dewasa
muda dan tidak mengakibatkan keluhan sakit.
Enkondromatosis adalah bentuk multipel dari enkondroma disebut juga sebagai
Ollier’s disease. Bila enkondromatosis disertai dengan adanya multipel hemangioma di
jaringan lunak disebut sebagai Mafucci Syndrome.
Tumor ini paling sering mengenai tulang-tulang tubuler kecil pada tangan dan kaki,
kadang-kadang juga pada tulang yang lebih besar.
Radiologi
Tampak sebagai lesi yang radiolusen dengan kemungkinan adanya bercak-bercak
kalsifikasi. Tidak ada pembentukan tulang reaktif baru. Bila ada erosi kortek pada tulang
tubuler yang besar, menandakan terjadinya degenerasi maligna.
Penatalaksanaan
Operatif, dengan cara melakukan kuret daripada lesi, kemudian rongga lesi diisi
dengan bone graft.
D. Kondrosarkoma
Merupakan tumor ganas yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) yang dapat
tumbuh spontan (kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak
seperti esteokondroma, enkondroma (kondrosarkoma sekunder). Ditemukan usia antara 30-60
tahun. Neoplasma ini tumbuhnya agak lambat dan hanya memberikan sedikit keluhan.
Neoplasma ini lambat memberikan metastase.
Terutama mengenai tulang ceper seperti pelvis dan skapula, tetapi dapat juga didapat
pada tulang panjang seperti femur dan humerus.
Keluhan penderita adalah adanya masa tumor yang menjadi besar secara perlahan-
lahan.
Radiologi
Tampak sebagai lesi osteolitik ditengah metafisis tulang dengan bercak- bercak
kalsifikasi yang berasal dari matriks kartilago disertai proses destruksi kortek, sehingga tumor
dapat dilihat meluas ke jaringan lunak disekitarnya.
Gambaran patologis menunjukkan lesi di tengah metafisis dengan bercak kalsifikasi
Penatalaksaan
Operasi reseksi luas, kalau perlu amputasi. Terapi adjuvan seperti radioterapi,
kemoterapi tidak menolong.
Radiologi
Tampak daerah osteolitik di epifisis dengan batas yang jelas dan memberikan kesan
multilokuler gambaran soap bubble. Terjadi penipisan kortek.
Gambaran radiologis terlihat daerah osteolitik di epifisis dengan adanya soap bubble,
Penatalaksanaan
Operasi kuret yang diikuti dengan pengisian bone graft atau bone cement. Dan
beberapa terapi adjuvant dengan phenol, insersi PMMA (polymethylmetacrylate), cryoterapi
setelah curetase. Pada beberapa hal dapat dilakukan reseksi tumor, eksisi luas yang disertai
tindakan rekontruksi. Kadang-kadang juga memerlukan amputasi.
F. Sarkoma Ewing
Insidens sarkoma Ewing sebagai keganasan pada masa anak-anak adalah sebesar 1%.
Insidens tertingginya adalah pada dekade pertama kehidupan. Sama dengan osteosarkoma,
sarkoma Ewing merupakan penyakit sistemik karena, pada saat terdiagnosis, sebagian besar
pasien telah mengalami metastasis. Prognosis sarkoma Ewing buruk, tetapi berkat kemajuan
kemoterapi adjuvant, harapan hidup 5 tahun dapat mencapai 60-80%.
Penderita sarkoma Ewing biasanya merasa nyeri pada ekstremitas yang sakit disertai
timbulnya benjolan. Pada kasus lanjut, dapat timbul gejala seperti infeksi, demam, lemah lesu,
penurunan berat badan yang disertai dengan peningkatan laju endap darah. Kejadian fraktur
patologis mencapai 10-15%.
Radiologi
Pada foto Roentgen, terlihat gambaran destruksi tulang permiatif dengan reaksi
periosteal (onion peel, sunburst), dengan lokasi tersering pada diafisis tulang panjang, pelvis,
kosta, scapula dan klavikula.
Examples of Ewing’s tumour in
(a) the humerus, (b) the mid-shaft of the fibula
Penatalaksanaan
Prognosis selalu buruk dan pembedahan saja tidak sedikit untuk memperbaikinya.
Radioterapi memiliki efek dramatis pada tumor tapi kelangsungan hidup secara keseluruhan
tidak banyak ditingkatkan. Kemoterapi jauh lebih efektif, menawarkan tingkat ketahanan
hidup 5 tahun sekitar 50 persen
G. Tumor Tulang Sekunder
Merupakan jenis tumor tulang ganas yang sering didapat. Kemungkinan tumor tulang
merupakan tumor metastatik harus selalu difikirkan, pada penderita yang berusia lanjut. Pada
usia dewasa/lanjut jenis keganasan yang sering bermetastase ke tulang ialah karsinoma
payudara, paru-paru, lambung, ginjal, usus, prostat dan tiroid.
Sedang pada anak-anak ialah neuroblastoma. Penderita-penderita yang meninggal
akibat karsinoma, pada pemeriksaan bedah mayat ternyata paling sedikit seperempatnya
menunjukkan tanda-tanda metastase ke tulang. Sel-sel anak sebar mencapai tulang dengan
melalui jalan darah, saluran limfe atau dengan cara ekstensi langsung. Sumsum tulang
merupakan tempat yang subur untuk pertumbuhan sel-sel anak sebar, dengan demikian tulang
vertebra, pelvis, iga dan bagian proksimal tulang-tulang panjang merupakan tempat yang
paling seirng dihinggapi oleh sel-sel anak sebar. Pada pendenta dengan kemungkinan
keganasan tulang metastatik, maka harus dilakukan pemeriksaan pada semua tulang misalnya
dengan bone survey atau bone ;can. Keluhan penderita yang paling menonjol ialah rasa sakit.
Rasa sakit dapat diakibatkan oleh fraktur patologis. Dalam beberapa keadaan justru lesi
metastatik di tulang yang terlebih dulu ditemukan dan didiagnosis, dimana hasil pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan suatu jenis neoplasma tulang metastatik yang kadang-kadang
jaringan asalnya sulit ditentukan, sehingga harus dicari dengan cermat lokasi daripada tumor
primernya.
Pada umumnya tumor metastatik akan mengakibatkan gambaran osteolitik, sedang
pada metastase Ca prostat nampak gambaran osteoblastik/osteoklerosis. Kadar Ca meninggi
karena terjadi pelepasan kalsium ke.dalarn darah akibat proses resorbsi -eoblastik pada tulang-
tulang. Adanya pembentukan tulang reaktif ditandai oleh kadar fosfatase alkali yang
meningkat. Pada metastase Ca prostat, kadar fosfatase asam meninggi.
Penatalaksanaan
Terapi bersifat paliatif, karena penderita sudah berada dalam stadium lanjut. Terapi ditujukan
pada jenis karsinoma primernya yang dapat berupa radioterapi, immoterapi ataupun hormon
terapi. Terapi dari segi bedah adalah terhadap fraktur patologis yang mungkin memerlukan
fiksasi secara eksternal atau internal, agar supaya penderita dapat diimmobilisasi tanpa merasa
kesakitan. Bila perlu dapat dilakukan fiksasi internal terhadap tulang-tulang ekstremitas
sebelum tulang tersebut mengalami fraktur, jadi. baru diperkirakan akan fraktur bila proses,
pada tulang dibiarkan berjalan terus (impending fracture).
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-
celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi
dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
Gambar 9.Fase Penyembuhan Tulang
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis tergantung pada
keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
b) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan).
c) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
d) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
e) Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
f) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
g) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
h) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
i) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
k) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
l) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
n) Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
o) Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang,
program pembatasan gerak.
3. Resiko infeksi.
4. Resiko syok hipovolemik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
B. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. Keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC:
Pain level Pain management
berhubungan
Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agen cidera Comfort level
komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu karakteristik, durasi, frekuensi,
penyebab nyeri, mampu kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik
ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk mengurangi
c. Gunakan tehnik komunikasi
nyeri, mencari bantuan)
terapeutik untuk mengetahui
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
pengalaman nyeri pasien
dengan menggunakan managemen
d. Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri
respon nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala,
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa
intensitas, frekuensi dan tanda
lampau
nyeri) f. Evaluasi bersama pasien dan tim
d. Menyatakan rasa nyaman setelah
kesehatan lain tentang
nyeri berkurang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakter, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
b. Cek intruksi dokter tentang jenis obat,
dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian anlgesik pertama
kali
i. Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala
C. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penetuan
diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
D. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan criteria hasil yang telah
ditentukan pada intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A.Graham. system of orthopaedics and fractures. Ninth edition. Hodder Arnold, an
imprint of Hodder Education, an Hachette UK Company. 2010
Rasjad,Haeruddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang Lamumpatue. Makassar 2009
Salter, Robert Bruce. Text Book Of Injuries Of The Musculoskeletal System, Third Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2009
Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2, EGC. Jakarta 2010
Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. EGC. Jakarta 2009