Anda di halaman 1dari 15

FRAKTUR COSTAE

1. DEFINISI
Fraktur costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang
disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Costa merupakan
tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat dekat
dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada
akan memberikan trauma juga kepada costa. Dari kedua belas pasang costa yang ada,
tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur. Hal ini disebabkan karena costa
tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena
posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung sangat sedikit, sedangkan tiga costa
terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile
.Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang “undisplaced”,
karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat
mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya (Dewi, 2010; Azz, 2008).

2. ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok (Dewi, 2010):
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa
antara lain kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari
ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa adalah luka
tusuk dan luka tembak
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa, terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan, atau akibat adanya gerakan
berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga lempar martil, soft
ball, tennis, golf.

3. KLASIFIKASI
1. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula
a. Akibat dari tenaga yang besar
b. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh
darah besar
c. Mortalitas sampai 35%
2. Fraktur Costae tengah (4-9)
a. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi
dapat ditangani pada rawat jalan.
b. MRS jika pada observasi
1) Penderita dispneu
2) Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
3) Penderita berusia tua
4) Memiliki preexisting lung function yang buruk
3. Fraktur Costae bawah (10-12)
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma
yang diintubasi pada adanya fraktur kostae. Associated injuries sering terlewatkan
meliputi :kontusio kardiak, rupture diafragmatik dan injury esophageal.

4. PATOFISIOLOGI
Costae merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak costae
masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga pada anak. Fraktur
costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun
dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan
trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,
maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Pada trauma langsung
dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya. Pada
trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya
melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan
dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada
sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian
yang paling lemah. Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan
sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat
mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung
(Anonim, 2011). Costa 1-3 paling jarang fraktur, karena dilindungi oleh struktur tulang
bahu, tulang skapula, humerus, klavikula, dan seluruh otot-otot. Jika terjadi fraktur
costa 1-3, kemungkinan menimbulkan cedera pembuluh darah besar. Costa 4-9
paling sering fraktur, dan kemungkinan terjadi cedera jantung dan paru. Costa 10-
12 agak jarang fraktur karena costae ini mobile, namun jika fraktur kemungkinan
menimbulkan cedera organ intraabdomen (Dewi, 2010).
Trauma

Fraktur

Cedera sel Luka terbuka Reaksi


Diskontuinitas fragmen tulang
peradangan

Lepasnya lipid pada Edema


Degranulasi sel Terapi restrictif sum-sum tulang
mast Terpapar Mk :
Kuman atau Gangguan
Terabsorbsi masuk kotoran integritas kulit Penekanan pada
Pelepasan mediator MK : Gangguan Mobilitas
aliran darah jaringan vaskuler
Kimia Fisik
Mk : Resiko infeksi
Emboli Penurunan
Nociceptor
aliran darah
Luas Permukaan Paru
Menurun Onkulusi arteri
Medulla Spinali
paru Mk : Resiko
disfungsi
Korteks Serebri neurovaskuler
Penurunan laju difusi
Nekrosis jaringan paru

Mk : Nyeri Akut
Mk : Gangguan pertukaran gas
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Sesak napas
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada
rongga dada lalu dapat terjadi pneumothoraks dan hemothoraks yang akan
menyebabkan gangguan ventilasi sehingga menyebabkan terjadinya sesak
napas.
b. Tanda-tanda insuffisiensi pernapasan: Sianosis, takipnea
Pada fraktur costa terjadi gangguan pernapasan yang disertai meningkatnya
penimbunan CO2 dalam darah (hiperkapnia) yang bermanifestasi menjadi
sianosis.
c. Nyeri tekan pada dinding dada
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada
rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga menyebabkan terjadinya
nyeri tekan pada dinding dada.
d. Kadang akan tampak ketakutan dan kecemasan
Rasa takut dan cemas yang dialami pada pasien fraktur costa diakibatkan karena
saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis
hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui
jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple
pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk
menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
7. PENATALAKSANAAN
Fraktur 1-2 costae tanpa adanya penyulit/kelainan lain ditangani secara
konservatif (analgetika). Fraktur lebih dari 2 costae harus diwaspadai kelainan lain
(edema paru, hematotoraks, pneumotoraks). Penatalaksanaan fraktur iga multipel
yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.) ditujukan
untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, di ikuti oleh
penanganan pasca operasi/ tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek
lab dan rontgen berkala, sehingga dapat menghindari morbiditas komplikasi
(Anonim, 2011). Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit
pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah (Dewi,
2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004):
a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv /intercostal block)
b. Bronchial toilet
c. Cek lab berkala : Hb, Ht, leukosit, trombosit,dan analisa gas darah
d. Cek foto rontgen berkala
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana fraktur costa yaitu
(Azz, 2008):
a. Primary Survey
1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian dengan memperhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi,
palpasi), serta penilaian akan adanya obstruksi. Management dengan
melakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi. Kemudian bersihkan airway dari benda asing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian dengan membuka leher dan dada penderita, dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi. Lalu menentukan laju dan
dalamnya pernapasan. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk
mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda- tanda cedera
lainnya. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor, diikuti
auskultasi thoraks bilateral. Management meliputi pemberian oksigen,
analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada,
misalnya morphine sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi
dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis dapat
digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae, contoh
bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n.
interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah
yang cedera (tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara
tempat fraktur dan prosesus spinosus, jangan sampai mengenai
pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru). Pengikatan dada
yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.
3) Circulation
Penting untuk kontrol perdarahan. Penilaian untuk mengetahui sumber
perdarahan eksternal yang fatal dan sumber perdarahan internal. Periksa
nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera. Periksa warna kulit, kenali tanda- tanda
sianosis, tekanan darah. Management berupa penekanan langsung pada
sumber perdarahan eksternal; pemasangan kateter IV 2 jalur ukuran
besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia
darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA);
pemberian cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan
tetesan cepat. Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada
respon terhadap pemberian cairan awal. Pemasangan kateter urin untuk
monitoring indeks perfusi jaringan.
4) Disability
Menilai tingkat kesadaran memakai GCS, menilai pupil besarnya,
isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
hipotermia dengan selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
b. Secondary Survey
1) Anamnesis: SAMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik : kepala dan maksilofasial, vertebra servikal dan leher,
thorax, abdomen, perineum musculoskeletal, neurologis, re evaluasi
penderita

8. KOMPLIKASI
Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Hematotoraks
d. Pneumotoraks
e. Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
f. Laserasi jantung
(Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004)

9. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
a. Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah berat saat
bernafas. Bernafas (inspirasi) rongga dada mengembang menggerakkan
fragmen costa yang patah menimbulkan gesekan antara ujung fragmen
dengan jaringan lunak sekitar rangsangan nyeri.
b. Sesak nafas atau bahkan saat batuk keluar darah, mengindikasikan
adanya komplikasi cedera pada paru.
c. Mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik
a. Airway
1) look: benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur,
trakea
2) listen: dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
3) feel
b. Breathing
1) Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit, memar,
deformitas, gerakan paradoksal.
2) Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
3) Feel: krepitasi, nyeri tekan
c. Ciculation
1) Tingkat kesadaran
2) Warna kulit
3) Tanda-tanda laserasi
4) Perlukaan eksternal
d. Disability
1) Tingkat kesadaran
2) Respon pupil
3) Tanda-tanda lateralisasi
4) Tingkat cedera spinal
e. Exposure
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan
yang cukup hangat.
Pemeriksaan fisik lain:
1) Periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :
diafragma, hati, limpa,ginjal, dan usus.
2) Periksa tulang rangka : vertebrae, sternum, clavikula, fungsi anggota gerak.
3) Nilai status neurologis : plexus brachialis, intercostalis, subclavia.

A. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agens cidera fisik (spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas)
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial,
edema paru, kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, terapi restriktif
(imobilisasi)
d. Kerusakan integritas jaringan tulang b/d fraktur tertutup, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
B. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agens cidera fisik (spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.).
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat
dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang 1. Mengurangi nyeri dan mencegah
sakit dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
dan atau traksi 2. Meningkatkan aliran balik vena,
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang mengurangi edema/nyeri.
terkena. 3. Mempertahankan kekuatan otot dan
3. Lakukan dan awasi latihan gerak meningkatkan sirkulasi vaskuler.
pasif/aktif. 4. Meningkatkan sirkulasi umum,
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan menurunakan area tekanan lokal dan
kenyamanan (masase, perubahan kelelahan otot.
posisi) 5. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
5. Ajarkan penggunaan teknik meningkatkan kontrol terhadap nyeri
manajemen nyeri (latihan napas yang mungkin berlangsung lama.
dalam, imajinasi visual, aktivitas 6. Menurunkan edema dan mengurangi
dipersional) rasa nyeri.
6. Lakukan kompres dingin selama fase 7. Menurunkan nyeri melalui mekanisme
akut (24-48 jam pertama) sesuai penghambatan rangsang nyeri baik
keperluan. secara sentral maupun perifer.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai 8. Menilai perkembangan masalah klien.
indikasi.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk
verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan
kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Instruksikan/bantu latihan napas 1. Meningkatkan ventilasi alveolar dan


dalam dan latihan batuk efektif. perfusi.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan 2. Reposisi meningkatkan drainase sekret
posisi yang aman sesuai keadaan dan menurunkan kongesti paru.
klien. 3. Mencegah terjadinya pembekuan
3. Kolaborasi pemberian obat darah pada keadaan tromboemboli.
antikoagulan (warvarin, heparin) dan Kortikosteroid telah menunjukkan
kortikosteroid sesuai indikasi. keberhasilan untuk
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, mencegah/mengatasi emboli lemak.
kalsium, LED, lemak dan trombosit 4. Penurunan PaO2 dan peningkatan
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan PCO2 menunjukkan gangguan
upaya bernapas, perhatikan adanya pertukaran gas; anemia, hipokalsemia,
stridor, penggunaan otot aksesori peningkatan LED dan kadar lipase,
pernapasan, retraksi sela iga dan lemak darah dan penurunan trombosit
sianosis sentral. sering berhubungan dengan emboli
lemak.
5. Adanya takipnea, dispnea dan
perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan, mungkin
menunjukkan terjadinya emboli paru
tahap awal.
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas 1. Memfokuskan perhatian,


rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu
keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif 2. Meningkatkan sirkulasi darah
pada ekstremitas yang sakit maupun muskuloskeletal, mempertahankan
yang sehat sesuai keadaan klien. tonus otot, mempertahakan gerak
3. Berikan papan penyangga kaki, sendi, mencegah kontraktur/atrofi
gulungan trokanter/tangan sesuai dan mencegah reabsorbsi kalsium
indikasi karena imobilisasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri 3. Mempertahankan posis fungsional
(kebersihan/eliminasi) sesuai ekstremitas.
keadaan klien. 4. Meningkatkan kemandirian klien
5. Ubah posisi secara periodik sesuai dalam perawatan diri sesuai kondisi
keadaan klien. keterbatasan klien.
6. Dorong/pertahankan asupan cairan 5. Menurunkan insiden komplikasi kulit
2000-3000 ml/hari. dan pernapasan (dekubitus,
7. Berikan diet TKTP. atelektasis, penumonia)
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi 6. Mempertahankan hidrasi adekuat,
sesuai indikasi. men-cegah komplikasi urinarius dan
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien konstipasi.
dan program imobilisasi.
7. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
8. Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
9. Menilai perkembangan masalah
klien.

d. Kerusakan integritas jaringan tulang b/d fraktur tertutup,


pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik untuk mencegah kerusakan integritas jaringan tulang/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi.

INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Pertahankan posisi klien dan tempat 1. Menurunkan risiko pergeseran tulang


tidur yang nyaman dan aman (kering, yang lebih luas.
bersih, alat tenun kencang, bantalan 2. Mencegah tulang tidak tambah
bawah siku, tumit). bergeser
2. Imobilisasi pasien (pembidaian, 3. Mencegah gangguan integritas kulit
pembebatan) dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
3. Lindungi kulit dari cedera yg mungkin 4. Mempercepat penyembuhan klien
diakibatkan oleh tulang yang
bergeser
4. Kolaborasi dengan tim medis tentang
tindakan operatif yang akan
dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Kolaps Paru Pada Pneumothorax. Diakses dari


http://medicastore.com/penyakit/148/Kolaps_Paru-Paru_Pneumothorax.html
pada tanggal 5 Januari 2012.
Anonim. 2004. Pneumothorax dan Kolaps Paru. Diakses dari
http://fordisfisio.forumotion.com/kardiorespirasi-f4/pneumothorax-kolaps-
paru-t12.htm pada tanggal 5 Januari 2012.
Azz, Y. 2008. Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.slideshare.net/yar_azz/fraktur-iga pada tanggal 5 Januari 2012.
Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-Costae
pada tanggal 5 Januari 2012.
Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai