Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR DAN FRAKTUR RADIUS

A. Konsep Fraktur
1. Pengertian Fraktur
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
Jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan yang tidak terduga (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price and Wilson, 2006).
2. Etiologi
a) Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
1) Trauma langsung
Yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. yang paling lazim adalah karena kecelakaan sepeda
motor. Fraktur ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan dan
tiba-tiba, dapat berupa pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun
penarikan antara tendon dan ligament sehingga bisa berakibat tulang
terpisah. Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring. Benturan pada lengan
bawah, ex: fraktur tulang ulna dan radius.
2) Trauma tidak langsung
Yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh. Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan. Jatuh tertumpu pada tangan, ex: fraktur klavikula.
3) Trauma akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan (Oswari E, 2003).
b) Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur ataupun akibat
kelemahan tulang akibat kelainan tulang. Dapat terjadi pada berbagai
keadaan berikut:
a. Tumor tulang
Terbagi menjadi jinak dan ganas
b. Infeksi seperti Osteomielitis
c. Scurvy (penyakit gusi berdarah)
d. Osteomalasia
e. Rakhitis
f. Osteoporosis
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.
4. Pathway Fraktur

Trauma

Fraktur

Perubahan status Cedera sel Diskontuinitas Luka terbuka Reaksi peradangan


kesehatan fragmen tulang

Kurang
informasi Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema
mast pada sum-sum kuman kulit
tulang

Kurang
Pelepasan Gg. Mobilitas fisik Resiko Infeksi Penekanan pada
pengeta Terabsorbsi
mediator jaringan vaskuler
hunan masuk kealiran
kimia
darah
Nekrosis
Penurunan aliran
Oklusi arteri Jaringan paru
Korteks Nociceptor darah
Emboli paru
serebri

Resiko disfungsi
Medulla
Gangguan pertukaran Penurunan laju Luas permukaan neurovaskuler
Nyeri spinali
gas difusi paru menurun
5. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a) Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
- Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak
sekitarnya.
- Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
- Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
- Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
2). Fraktrur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
d) Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

6. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer (2002), manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan
lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

7. Komplikasi fraktur
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachikardi, hypertensi, tachipnea, dan demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi dalam waktu lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

8. Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
2) Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat
pada permukaan endoteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.
9. Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (2008), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
a) Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b) Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat dicapai
yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari
penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk
mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.
- Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal / tidak
memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang
digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat.
- Reduction interna fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka dan
mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan
skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk memfiksasi bagian-
bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
c) Retention
Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegah fragmen dan mencegah pergerakan
yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektremitas yang
mengalami fraktur) adalah dengan traksi.
Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada
bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dengan control dan tahanan beban
keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,
mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/mengurangi
spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi adalah: skin
traksi dan skeletal traksi.
d) Rehabilitation
Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.

10. Pemeriksaan Diagnostik


1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
- Bayangan jaringan lunak.
- Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
- Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
- Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang
sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

B. Fraktur Femur
1. Definisi
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat
trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam
posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000).
2. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Cedera traumatik
a) cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah
secara spontan
b) cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,
misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2) Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas)
b) Infeksi seperti osteomielitis
c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3) Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
3. Klasifikasi
Salah satu kiasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Jadi, dalam klasifikasi ini, dapat dibagi
menjadi :
- Tertutup
- Terbuka
4. Gambaran Klinis
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta
fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:
1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan
bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang
patah membengkak.
2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur
memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada
aksi antagonis.
3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.
4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur
yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan
5. Komplikasi
1) Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi
dengan transfusi darah yang memadai.
2) Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
3) Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma
kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen.
Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna.
4) Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi
antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor.
Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
5) Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi
6. Penatalaksanaan
1) Pertolongan Pertama
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara 2
sampai 4 unit (1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah dikirim ke
laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin dan reaksi silang. Jika tidak terjadi
fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat dihindari, tetapi bila timbul
trauma lainnya, 2 unit darah perlu diberikan segera setelah tersedia.
Fraktur terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di sisi
lateral atau depan paha. Debridemen luka perlu dilakukan dengan cermat dalam
ruang operasi dan semua benda asing diangkat. Jika luka telah dibersihkan
secara menyeluruh.
2) Mobilisasi lutut
Mobilisasi sendi adalah suatu tehnik yang digunakan untuk menangani
disfungsi sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversibel dan nyeri.
Mobilisasi merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis pada
kecepatan yang cukup lambat sehingga pasien dapat menghentikan gerakan.
Tehnik yang diaplikasikan dapat berupa gerakan osilasi, stakato, atau
penguluran secara kontinyu untuk meningkatkan mobilitas dan mengurangi
nyeri baik dengan gerakan fisiologis atau gerakan assesori. Gerakan fisiologis
didasari oleh gerak osteokinamatik seperti fleksi, ekstensi, dan rotasi.
Sedangkan gerakan assesori, didasari oleh gerak artrokinematik berupa traksi-
distraksi, translasi, roll slide, dan manipulasi.
3) Prinsip umum aplikasi mobilisasi sendi yang aman dan efektif :
a) Pasien harus relax agar pemberian mobilisasi pada sendi bida meximal atau
adekuat.
b) Pasien harus seimbang baik pada posisi duduk ataupun berbaring.
c) Terapis harus memegang atau menjaga kontak dengan pasien pada bagian
yang akan ditreatmen.
d) Satu bagian harus dipegang stabil atau difixasi saat bagian yang lain
dimobilisasi.
e) Jangan berikan tekanan pada bagian yang nyeri atau spasme, terlebih lagi
pada daerah yang terdapat nyeri regang.
f) Bila memungkinkam gunakan force minimum untuk mencapai peningkatan
gerak suatu sendi.
4) Mobilisasi roll slide fleksi-ekstensi
Roll adalah suatu gerakan dimana perubahan jarak titik permukaan sendi
lawan karakteristiknya adalah suatu tulang rolling terhadap yang lain,
sedangkan slide yaitu suatu gerakan dimana hanya ada satu titik yang selalu
berusaha pada permukaaan sendi lawan dan pada gerakan slide terjadi
peragangan pada serabut oblique dari kapsul sendi.
Mobilisasi roll slide fleksi-ekstensi pada sendi lutut merupakan salah
satu bentuk mobilisasi berupa gerak pasif pada sendi lutut yang diadaptasi dari
gerak fisiologis yang terjadi pada saat gerak fleksi dan ekstensi sesuai dengan
osteokinematik dari sendi lutut dan pada intra artikular terdapat unsur gerak
rotasi, translasi dan spin.

C. Fraktur Radius
1. Definisi
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan
menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah,
2002, hal. 2372).
2. Etiologi
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya
merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau
dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen
fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan
bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu. (Sjamsuhidayat & de
Jong, 2008).
3. Klasifikasi
Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius.
Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman.
Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe berikut :
- Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
- Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
- Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal
- Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal
- Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar
- Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar
- Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar
- Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal dan
sendi radioulnar
4. Manifestasi Klinis
Kita dapat mengenali fraktur ini (seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi
diciptakan) dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan penonjolan
punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit
deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan
tangan digerakkan. (Apley & Solomon, 2005) Selain itu juga didapatkan kekakuan,
gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena.
5. Penatalaksanaan
1) Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam
slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan
dan dibalut kuat dalam posisinya.
2) Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang
dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal
kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum
sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan
pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher
metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan
pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim
harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah. Lengan tetap ditinggikan
selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai setelah
pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus
tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. Setelah 7-10 hari dilakukan
pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya
diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil,
pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan,
sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan
aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.
3) Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan
gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal
yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar
metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 2005)

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a) Pengumpulan Data
Anamnesa :
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
- Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
- Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetic.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan :
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan
jaringan lunak.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
imobilisasi, kerusakan neuromuskuler.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, skrup).
d. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit trauma, jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri berhubungan dengan NOC : Pain Management
fraktur tulang, spasme otot, - Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
edema, kerusakan jaringan lunak - pain control, komprehensif termasuk lokasi,
- comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
- Laporan secara verbal atau - Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari
non verbal penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
- Fakta dari observasi menggunakan tehnik 3. Gunakan teknik komunikasi
- Posisi antalgic untuk nonfarmakologi untuk mengurangi terapeutik untuk mengetahui
menghindari nyeri nyeri, mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
- Gerakan melindungi - Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
- Tingkah laku berhati-hati dengan menggunakan manajemen respon nyeri
- Muka topeng nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
- Gangguan tidur (mata sayu, - Mampu mengenali nyeri (skala, lampau
tampak capek, sulit atau intensitas, frekuensi dan tanda 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
gerakan kacau, nyeri) kesehatan lain tentang
menyeringai) - Menyatakan rasa nyaman setelah ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Terfokus pada diri sendiri nyeri berkurang lampau
- Fokus menyempit - Tanda vital dalam rentang normal 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
(penurunan persepsi waktu, mencari dan menemukan dukungan
kerusakan proses berpikir, 8. Kontrol lingkungan yang dapat
penurunan interaksi dengan mempengaruhi nyeri seperti suhu
orang dan lingkungan) ruangan, pencahayaan dan
- Tingkah laku distraksi, kebisingan
contoh : jalan-jalan, 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
menemui orang lain 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas (farmakologi, non farmakologi dan
berulang-ulang) inter personal)
- Respon autonom (seperti 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
diaphoresis, perubahan menentukan intervensi
tekanan darah, perubahan 12. Ajarkan tentang teknik non
nafas, nadi dan dilatasi farmakologi
pupil) 13. Berikan analgetik untuk mengurangi
- Perubahan autonomic nyeri
dalam tonus otot (mungkin 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
dalam rentang dari lemah 15. Tingkatkan istirahat
ke kaku) 16. Kolaborasikan dengan dokter jika
- Tingkah laku ekspresif ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
(contoh : gelisah, merintih, berhasil
menangis, waspada, 17. Monitor penerimaan pasien tentang
iritabel, nafas manajemen nyeri
panjang/berkeluh kesah)

Faktor yang berhubungan :


Agen injuri (biologi, kimia,
fisik, psikologis)
2. Gangguan mobilitas fisik b/d NOC : NIC :
kerusakan neuromuskuler - Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
- Mobility Level 1. Monitoring vital sign
Batasan karakteristik : - Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan lihat
- Postur tubuh yang tidak stabil - Transfer performance respon pasien saat latihan
selama melakukan kegiatan Kriteria Hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
rutin harian - Klien meningkat dalam aktivitas tentang rencana ambulasi sesuai
- Keterbatasan kemampuan fisik dengan kebutuhan
untuk melakukan - Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk menggunakan
keterampilan motorik kasar peningkatan mobilitas tongkat saat berjalan dan cegah
- Keterbatasan kemampuan - Memverbalisasikan perasaan terhadap cedera
untuk melakukan dalam meningkatkan kekuatan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
keterampilan motorik halus dan kemampuan berpindah kesehatan lain tentang teknik
- Tidak ada koordinasi atau - Memperagakan penggunaan alat ambulasi
pergerakan yang tersentak- Bantu untuk mobilisasi (walker) 1. Kaji kemampuan pasien dalam
sentak mobilisasi
- Keterbatasan ROM 2. Latih pasien dalam pemenuhan
- Kesulitan berbalik (belok) kebutuhan ADLs secara mandiri
- Pergerakan yang lambat sesuai kemampuan
- 3. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
4. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
5. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
3. Gangguan integritas kulit NOC : Tissue Integrity : Skin and NIC : Pressure Management
berhubungan dengan fraktur Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
terbuka, pemasangan traksi (pen, Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang longgar
kawat, skrup). - Integritas kulit yang baik bisa 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
Definisi : Perubahan pada - Melaporkan adanya gangguan bersih dan kering
epidermis dan dermis sensasi atau nyeri pada daerah 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
kulit yang mengalami gangguan pasien) setiap dua jam sekali
Batasan karakteristik : - Menunjukkan pemahaman dalam 5. Monitor kulit akan adanya
- Gangguan pada bagian proses perbaikan kulit dan kemerahan
tubuh mencegah terjadinya sedera 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
- Kerusakan lapisan kulit berulang pada derah yang tertekan
(dermis) - Mampumelindungi kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Gangguan permukaan mempertahankan kelembaban pasien
kulit (epidermis) kulit dan perawatan alami 8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
4. Defisit perawatan diri b/d NOC : Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik - Self care : Activity of Daily 1. Monitor kemempuan klien untuk
Living (ADLs) perawatan diri yang mandiri.
Definisi : Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
Gangguan kemampuan untuk - Klien terbebas dari bau badan alat bantu untuk kebersihan diri,
melakukan ADL pada diri - Menyatakan kenyamanan berpakaian, berhias, toileting dan
terhadap kemampuan untuk makan.
Batasan karakteristik : melakukan ADLs 3. Sediakan bantuan sampai klien
ketidakmampuan untuk mandi, - Dapat melakukan ADLS dengan mampu secara utuh untuk
ketidakmampuan untuk bantuan melakukan self-care.
berpakaian, ketidakmampuan 4. Dorong klien untuk melakukan
untuk makan, ketidakmampuan aktivitas sehari-hari yang normal
untuk toileting sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
Faktor yang berhubungan : mandiri, tapi beri bantuan ketika
kelemahan, kerusakan kognitif klien tidak mampu melakukannya.
atau perceptual, kerusakan 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
neuromuskular/ otot-otot saraf mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
5. Resiko infeksi berhubungan NOC : Infection Control (Kontrol infeksi)
dengan ketidakadekuatan - Immune Status 1. Bersihkan lingkungan setelah
pertahanan primer (kerusakan - Knowledge : Infection control dipakai pasien lain
kulit trauma, jaringan lunak, - Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
prosedur invasif/traksi tulang). Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
- Klien bebas dari tanda dan gejala 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi mencuci tangan saat berkunjung
- Mendeskripsikan proses dan setelah berkunjung
penularan penyakit, factor yang meninggalkan pasien
mempengaruhi penularan serta 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
penatalaksanaannya, cuci tangan
- Menunjukkan kemampuan untuk 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan kperawtan
- Jumlah leukosit dalam batas 7. Gunakan baju, sarung tangan
normal sebagai alat pelindung
- Menunjukkan perilaku hidup 8. Pertahankan lingkungan aseptik
sehat selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. Tingktkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Hardjowidjoto, S. (2003). Anatomi Fisiologi Traktus Urogenital. Surabaya,


Program Studi Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga /
RSUD. dr. Soetomo.
Long, B.C., (2006). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A,. (2005). Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6, Volume 2.
Jakarta: EGC.
Smeltze. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
Djoko Simbardjo. (2005). Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Bagian Bedah: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai