Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR ANTEBRACHI

Disusun Oleh :

Serlika Anggraini

119142

S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG (SEMESTER VI)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG
TAHUN AJARAN 2022
Jalan Yos Sudarso / Jalan Puri Anjasmoro - Semarang
Telp : (024) 76632823, 76632825, Fax. (024) 76632939
E-mail:humas@stikestelogorejo.ac.id-Website:www.stikestelogorejo.ac.id
1. KONSEP DASAR

a. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2014).

Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang

radius ulna. Yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang

(shaft) tulang radius dan ulna (andi, 2012).

Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan

bawah yaitu pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang

tersebut mengalami perpatahan. Dibagi atas tiga bagian perpatahan

yaitu bagian proksimal, medial , serta distal dari kedua corpus

tulang tersebut.

Fraktur atau patah tulang adalah


terputusnya kontinuitas jaringan
tulang
dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh
rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2014).
Fraktur antebrachii adalah
terputusnya kontinuitas tulang
radius
ulna. Yang dimaksud dengan
antebrachii adalah batang
(shaft) tulang
radius dan ulna (andi, 2012).
Fraktur antebrachii merupakan
suatu perpatahan pada lengan
bawah yaitu pada tulang radius
dan ulna dimana kedua tulang
tersebut
mengalami perpatahan. Dibagi
atas tiga bagian perpatahan
yaitu bagian
proksimal, medial , serta distal
dari kedua corpus tulang
tersebut.
b. Etiologi

Menurut (Doenges, 2013) adapun penyebab fraktur antara

lain:

1. Trauma Langsung Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana

bagian tersebut mendapatruda paksa misalnya benturan

atau pukulan pada anterbrachi yangmengakibatkan fraktur

2. Trauma Tak Langsung Yaitu suatu trauma yang menyebabkan

patah tulang ditempat yangjauh dari tempat kejadian kekerasan.

3. Fraktur Patologik Stuktur yang terjadi pada tulang yang

abnormal (kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik).

c. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur antebrachii :


1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan

ulna

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada

tulang ulna

3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai

dengan dislokasi sendi radioulna proksimal

4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan

dislokasi sendi radioulna distal

d. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan

gayapegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang

datang lebihbesar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah

trauma pada tulangyang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang. Setelahterjadi fraktur, periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks,marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan

tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yangpatah.

Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi

plasma danleukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah


yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :

1. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang

yangtergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan

yang dapatmenyebabkan fraktur.

2. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang

menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti

kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan

kepadatan atau kekerasan tulang.

e. Pathways
f. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,

deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan

perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran

fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

maupun teraba) ektremitas yang bias diketahui dengan membandingkannya

dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat

melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnyakarena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.Fragmen

sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai5 cm (1 sampai 2

inci).

4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulangdinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu


dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

lunak yang lebih berat.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

g. Pemeriksaan Penunjang

1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang

cedera.

2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

4. CCT kalau banyak kerusakan otot.

5. Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,

hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)

meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa

penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot

meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil

koagulasi:perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multiple, atau cederah hati.

h. Komplikasi

1. Komplikasi Awal.
a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi,CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan

dinginpada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi

splinting,perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan

pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang

tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan

sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan

berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala - gejalanya

mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit

yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada

kompartemen,rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang

terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada

fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).

c. Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan

kondisifatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak

terlepas darisumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.

Gelombanglemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan

oklusi pada pembuluh - pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan

sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup


dyspnea,perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah,

bingung,stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

Padatrauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi

bisa jugakarena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin

dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusakatau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat

terjadisaat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering

mengenai fraktur intra scapular femur (yaitu kepala dan leher), saat

kepala femu rberputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai

darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam

periode waktuyang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan

gejalanya sampai diakeluar dari rumah sakit. Oleh karena itu,

edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus

menyuruh pasien supayamelaporkan nyeri yang bersifat intermiten

atau nyeri yang menetappada saat menahan beban.


f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

Ini biasanya terjadi pada fraktur.

g. Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup

sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari

luar tubuh)atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).

Patogendapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau

selamaoperasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur

terbuka yangterlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur

– frakturdengan sindrom kompartemen atau luka vascular memiliki

risiko osteomyelitis yang lebih besar

2. Komplikasi dalam waktu lama

a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

b. Non union (tak menyatu)

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.

Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –

faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya


imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen

contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.

c. Malunion

Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk

menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

i. Penatalaksanaan

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,namun karena

terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.Untuk mengurangi nyeri

tersebut, dapat diberikan obat penghilangrasa nyeri dan juga dengan tehnik

imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat

dicapai dengan cara :

Pemasangan bidai atau gips.

a. Pembidaian : Benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang

b. Pemasangan gips

Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang

patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai

dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :

1. Immobilisasi dan penyangga fraktur

2. Istirahatkan dan stabilisasi

3. Koreksi deformitas

4. Mengurangi aktifitas
5. Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pemasangan gips adalah :

1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan

2. Gips patah tidak bisa digunakan

3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat

membahayakan klien

4. Jangan merusak / menekan gips

5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /

menggaruk

6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Pembedahan

a. ORIF

ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk

pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang

mengalami fraktur. Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan

posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami

pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail

biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur

tranvers .

b. OREF

OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal dimana prinsipnya

tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawahfraktur , sekrup atau kawat


ditransfiksi di bagian proksimal dandistal kemudian dihubungkan satu

sama lain dengan suatubatang lain Fiksasi eksternal digunakan untuk

mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini

memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur

atauremuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya ,

kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa

nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.

2. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnessa

b. Pemeriksaan fisik

c. Pemeriksaan penunjang

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3

dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan

proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-


ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya

dibaca sesuai dengan permintaan.

Hal yang harus dibaca pada x-ray:

1. Bayangan jaringan lunak.

2. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

3. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

4. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya

seperti:

1. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang

lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja

tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

2. Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh

darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat

trauma.

3. Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena

ruda paksa.

4. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang

rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada

tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain

1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

3. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan

fraktur.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang

d. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kelembabpan

e. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan


4. Rencana Keperawatan

Dx Tujuan Intervensi

a. Setelah dilakukan tindakan Observasi

Keperawatan 1 x24 jam 1. Identifikasi local, karakteristik, durasi,

diharapkan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,.

KH : Tingkat Nyeri 2. Identifikasi nyeri.

1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.

2. Gelisah menurun 4. Identifikasi factor yang memperberat dan

3. Meringis menurun memperingan nyeri.

5. Monitor efek samping penggunaan

analgetik.

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri (mis.tarik napas

dalam, kompres hanagat/dingin).

2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa

nyeri .

3. Fasilitasi istirahat dan tidur.

4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri

dalam pemilihan strategy meredakan nyeri.

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri.

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.

4. Anjurkan mengunakan analgetik secara

tepat.

5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik .jika perlu

b. Setelah dilakukan tintdakan Observasi

keperawatan selama 1x 24 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan

maka integritas kulit meningkat sistemik.

KH : Tingkat Nyeri Terapeutik

1. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah pengunjung.

2. Kemerahan menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area edema.

3. Bengkak menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak

4. Perfusi jaringan meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien.

4. Pemberian teknik aseptik pada pasien

beresiko tinggi.

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

3. Ajarkan etika batuk.


4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau

luka operasi.

5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.

6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

c. Setelah dilakukan tindakan Observasi

keperawatan selama 1x 24 jam maka 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan

mobilitas fisik meninggkat. pembidaian. (fraktur).

KH : 2. Monitor bagian distal area cidera.

1. Pergerakan eksremitas 3. Monitor adanya adanya pedarahan pada

meningkat daerah cidera

2. Nyeri menurun 4. Identifikasi material bidai yang sesuai.

3. Kecemasan menurun Terapeutik

4. Gerakan terbatas menurun 1. Tutup luka terbuka dengan balutan

2. Atasi perdarahan sebalum bidai di

pasang.

3. Berikan bantalan pada bidai.

4. Imobilisasi sendi di atas dan di bawah

area cidera.

5. Topang kaki mengunakan penyangga

kaki.

6. Tempatkan eksremitas yang cidera


dalam posisi fungsional.

7. Pasang bidai pada posisi tubuh seperti

saat di temukan .

8. Gunakan kedua tanagan untuk

menopang area cedera.

9. Gunakan kain gendong secara tepat

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan langkahlangkah

prosedur sebelum pemasangan bidai

2. Anjurkan membatasi gerak pada area

cedera

d. Setelah dilakukan tindakan Observasi

keperawatan selama 1x 24 jam 1. Monitor karakteristik luka (dranase, warna,

gangguan integritas kulit ukuran, bau)

menurun: 2. Monitor tanda-tanda infeksi.

KH : Integritas Kulit dan Terapeutik

Jaringan 1. Lepaskan balutan dan plaster secara

1. Perfusi jaringan meningkat perlahan.

2. Kerusakan jaringan menurun 2. Cukur rambut di sekitar luka, jika perlu

3. Kerusakan lapisan kulit 3. Bersihkan dengan NACL atau pembersih

menurun nontoksik sesuai kebutuhan

4. Penyatuan kulit meningkat 4. Bersihkan jaringan nekrotik.

5. Penyatuan tepi luka 5. Berikan salep yang sesuai dengan luka /


meningkat lesi, jika perlu

6. Pembentukan jaringan parut 6. Bersihkan jaringan nekrotik.

menurun 7. Pasang balutan sesuai jenis luka.

8. Pertahankan teknik steril saat perawatan

luka.

9. Ganti balutan sesuai dengan jumlah

eksudat dan drenase.

10. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam

atau sesuai dengan kondisi pasien.

11. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkl/kg /

hari dan protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari.

12. Berikan suplemen vitamin dan mineral ,

sesuai indikasi.

13. Berikan terapi TENS , jika perlu

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi

kalori dan Ajarkan perawatan luka secara

mandiri.

Kolaborasi

1. Kolaborasi prosedur debridement (mis,

enzimatik, biologis, mekanis)

2. Kolaborasi pemberian anti biotik,jika perlu


protein

e. Setelah dilakukan tindakan Observasi

keperawatan selama 1x24jam maka 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi

diharapkan resiko syok teratasi, dan kekuatan nad, frekuensi napas, TD,

dengan kriteria hasil : MAP)

2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,

1. Kekuatan nadi AGD)

2. Output urine 3. Monitor status cairan (masukan dan

3. Tingkat kesadaran haluaran, turgor kulit, CRT)

4. Saturasi oksigen 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil

5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap

adanya DOTS (deformity/deformitas, open

wound/luka terbuka, tendemess/nyeri

tekan, swelling/bengkak

Terapeutik

1. Pertahankan jalan napas paten

2. Berikan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen

>94%

3. Persiapkan Intubasi dan ventilasi

mekanis, jika perlu


4. Berikan posisi syok (modified

Trendelenberg)

5. Pasang jalur IV Pasang kateter urine

untuk menilai produksi urine

6. Pasang selang nasogastrik untuk

dekompresi lambung

Kolaborasi

1. Kolaborast pemberlan infus cairan,

kristalold 1 – 2 L pada dewasa

2. Kolaborasi pemberian infus cairan

kristaloid 20 mL/kgBB pada anak

3. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika

perlu
DAFTAR PUSTAKA

Andi (2012) Penegrtian Fraktur Antebrachii Jakarta : EGC

Deswani (2011) Anamanesis dan Pemeriksaan Fisik Komprehensif.

Jakarta : Interna Publishing

Doenges, E. M, 2013, Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan), Edisi 3,

Jakarta: EGC.

Price and Wilson (2016) Pathofisiology:Clinic Consept of Disease Processes Edisi 6

Jakarta:EGC

SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan indikator

diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.

Setiadi (2012) Dokumentasi Keperawatan jakarta : Salemba Medika

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan tindakan

kperawatan. Jakarta : DPP PPNI.

Sjamsuhidajat & de jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan kriteria hasil.

Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai