Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI NERS

FRAKTUR RADIUS SINISTRA

Disusun oleh:

Gamatari Subpraba Purnama Sari

SN202010

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulangrawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
(Rasjad, 2017).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Brunner dan Suddarth, 2017).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer &
Bare, 2017).
Berdasarkan definsi di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan luka
sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah dan dapat disebabkan pukukan langsung gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.

2. Etiologi
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2017), yaitu:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang.

2
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan traumaminor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan seperti: Tumor tulang (jinak atau ganas),
Infeksi seperti osteomyelitis, dan Rakhitis.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer, Bare, 2017) adalah
nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Deformitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).

3
c. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
d. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
e. Fals Moment
Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang (bengkok)

4. Komplikasi
Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2017) :
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat
dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada
luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan
pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada

4
otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih
sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius
atau ulna).
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan
leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari

5
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan
nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus,
atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan
fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular
memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
2) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadangkadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya imobilisasi, interposisi25 jaringan lunak, pemisahan lebar
dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
3) Malunion

6
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

5. Patofisiologi
Menurut (Elizabeth, 2017), Ketika tulang patah, sel tulang mati.
Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan
lunak di sekitar tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami
kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah
tulang. Sel darah putih dan sel mast terakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area tersebut. fagositosis dan pembersihan sel
dan jaringan mati dimulai.
Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan
berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas
akan segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus.
Bekuan fibrin segera direabsorpsi dan sel tulang baru secara perlahan
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati
menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa
bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat
terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak
sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama
kalsifikasi dan pengerasan.

7
6. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri Akut

Perubahan Jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen Spasme otot Tindakan pembedahan

tulang
Peningkatan tekanan Pemasangan traksi, pen,
Resiko
Deformitas kapiler kawat scrup, dan plat
hipovolemia
Gangguan Fungsi Pelepasan histamin Peyembuhan tulang
Kehilangan
ekstermitas (delayed union,
volumen cairan Pretin plasma hilang
nonunion, malunion)
Gangguan
Perdarahan
Mobilitas fisik edema Ansietas
Putus vena/arteri
Laserasi kulit Adanya peningkatan
Penekanan pembuluh darah
leukosit
Kerusakan integritas
Ketidakefektifan
kulit
perfusi jaringan Resiko
Resiko Infeksi
perifer Infeksi

8
Gangguan
Mobilitas Fisik

Pemasangan traksi, pen,


kawat scrup, dan plat
Gangguan fungsi
ekstermitas
Peyembuhan tulang
(delayed union,
nonunion, malunion)

Ansietas

Adanya peningkatan
Luka insisi
leukosit

Nyeri Akut
Resiko
Infeksi Kerusakan
integritas kulit

(Sumber : Nurarif dan Kusuma, 2017)

7. Penatalaksanaan

9
Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2017), Prinsip terapi fraktur yaitu :
a) Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur.
Reposisi memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas
angular dan rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat
dilakukan pada fraktura ekstremitas distal (tangan, pergelangan
tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan. Traksi
bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan
memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur.
Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna
dengan plat & pin, batang atau sekrup.
Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi
terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan,
angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan
pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila
gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi
umum.Kontra indikasi reposisi tertutup:
1) Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
2) Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
3) Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced
patellar
b) Imobilisasi
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat
fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan
fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas
atau dengan brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips
yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf.
Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai
neurology dan vascular. Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka
traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong

10
di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian
traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga
pasien dapat dipindahkan memakai gips/brace.
c) Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif
serta
penguatan otot.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna
kulit dan kesemutan.

11
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau
tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun
dan menular
b. Pola Gordon
- Pola persepsi kesehatan menggambarkan akan pentingnya
pengetahuan tentang kesehatan.
- Pola nutrisi dan metabolik menggambarkan akan konsepsi relatif
kebutuhan meltabolik dan asupan gizi. Pola konsumsi makanan
dan cairan, keadaan pertumbuhan, rambut, kuku, kulit dan
membran mukosa.
- Pola eliminasi : menggambarkan pola ekresi
- Pola aktivitas dan mobilisasi : menggambarkan aktivitas pengisian
waktu sehari hari
- Pola tidur dan istirahat : menggambarkan pola istirahat dan tidur
- Pola persepsi dan konsep diri kemampuan menggambarkan diri
sendiri, kemampuan dan peran
- Pola meaknisme koping : pada pasien hemangioma mengalami
ketakutan akan penyakit yang di derita dan tindakan yang akan
dilakukan
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.

12
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
5) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
6) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
7) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
8) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9) Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

13
10) Jantung
- Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
- Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
- Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit
12) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.

2. Dignosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus post op fraktur
yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d pasien
mengeluh nyeri.

14
2) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Perubahan pigmentasi
3) Resiko Infeksi d.d Kerusakan Integritas kulit
4) Gangguan Mobilitas fisik b.d Kerusakan integritas struktur tulang
d.d fisik lemah, gerakan terbatas, adanya jahitan luka operasi yang
mengakibatkan mengatakan dalam beraktivitas tidak bisa mandiri
dan membutuhkan bantuan orang lain dan alat
5) Risisko Hipovolemia d.d perdarahan
6) Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d kurang terpapar dengan proses
penyakit d.d pengisian kapiler > 3 detik
7) Ansietas b.d Kurang terpapar informasi d.d pasien tampak bingung

3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018)
(SLKI DPP PPNI 2019).

N Diagnosa Luaran Perencanaan Keperawatan


O Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (l.08238)
berhubungan intervensi Observasi :
dengan agen keperawatan selama 3 1) Identifikasi lokasi,
pencedera kali 24 jam, maka karakteristik, durasi,
fisiologis nyeri menurun dan frekuensi, kualitas,
(D.0077) kontrol nyeri intensitas nyeri
meningkat dengan 2) Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: 3) Identifikasi respons nyeri
1) Tidak mengeluh non verbal
nyeri 4) Identifikasi factor yang
2) Tidak meringis memperberat dan

15
3)Tidak bersikap memperingan nyeri
protektif Terapeutik :
4) Tidak gelisah 1) Berikan teknik
5) Tidak mengalami nonfarmakologis untuk
kesulitan tidur mengurangi rasa nyeri
6) Frekuensi nadi (mis,
membaik 2) terapi musik, kompres
7) Tekanan darah hangat/dingin, terapi
membaik bermain)
8) Melaporkan nyeri 3) Kontrol lingkungan yang
terkontrol memperberat rasa nyeri
9) Kemampuan (mis, suhu
mengenali onset nyeri 4) ruangan, pencahayaan,
meningkat kebisingan)
10) Kemampuan 5) Fasilitasi istirahat dan
mengenali penyebab tidur
nyeri meningkat Edukasi :
11) Kemampuan 1) Jelaskan strategi
menggunakan teknik meredakan nyeri
non-farmakologis 2) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
integritas intervensi ( I.11353)
kulit/jaringan keperawatan selama 3 Observasi :

16
b.d Perubahan kali 24 jam, maka  Identifikasi penyebab
pigmentasi Integritas kulit dan gangguan integritas kulit
(D.0129) jaringan meningkat : Terapeutik :
1) Kerusak kulit  Ubah posisi tiap 2 jam
menurun (5) jika tirah baring
2) Kerusakan  Lakukan pemijatan pada
lapisan kulit area penonjolan tulang,
menurun(5) jika perlu
3) Nyeri menurun  Bersihkan perineal
(5) dengan air hangat,
terutama selama periode
diare
 Gunakan produk
berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
 Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit
sensitive
 Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi :
 Anjurkan menggunakan
pelembab
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

17
 Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar
 suhu ekstrem
 Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada di luar
rumah
 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

3 Risko Infeksi Setelah dilakukan Perawatan Luka (l.14564)


(D.0142) intervensi Obaervasi :
keperawatan selama 3  Monitor karakteristik
kali 24 jam, maka luka (mis, drainase,
Tingkat infeksi warna, ukuran, bau)
menurun dengan  Monitor tanda – tanda
kriteria hasil : infeksi
1) Kemerahan Terapeutik :
menurun (5)  lepaskan balutan dan
2) Nyeri menurun plester secara
(5) perlahan
3) Bengkak  Cukur rambut di
menurun (5) sekitar daerah luka,
jika perlu
 Bersihkan dengan
cairan NACL atau
pembersih non

18
toksik,sesuai
kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berika salep yang
sesuai di kulit /lesi,
jika perlu
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
 Pertahan kan teknik
seteril saaat
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap dua jam
atau sesuai kondisi
pasien
 Berika diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis vitamin
A,vitamin
C,Zinc,Asam

19
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi
TENS(Stimulasi
syaraf
transkutaneous), jika
perlu

Edukasi

 Jelaskan tandan dan


gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan
protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri

Kolaborasi

 Kolaborasi prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

4 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (I.06171)


Mobilitas fisik intervensi Observasi :
b.d Kerusakan keperawatan selama 3  Identifikasi adanya nyeri

20
integritas kali 24 jam, maka atau keluhan fisik lainnya
struktur tulang Mobilitas Fisik  Identifikasi toleransi fisik
(D.0054) meningkat dengan melakukan ambulasi
kriteria hasil :  Monitor frekuensi jantung
1) Pergerakan dan tekanan darah
ekstermitas sebelum memulai
meningkat (5) ambulasi
2) Nyeri menurun  Monitor kondisi umum
(5) selama melakukan
3) Kecemasan ambulasi
menurun (5) Terapeutik :
4) Kelemahan  Fasilitasi aktivitas
fisik menurun ambulasi dengan alat
(5) bantu (mis, tongkat,kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan

4. Evaluasi Keperawatan

21
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan
evaluasi (Ali 2017). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk
menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
tidak untuk mengatasi suatu masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2017).Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3.Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. (2017). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2017). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Prof. Chairuddin Rasjad, MD. P. (2017).Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta:
PT. Yarsif Watampone

22
SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.


SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai