Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TIBIA FIBULA

Edo Wilson
NIM. 22223027

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2024
FRAKTUR TIBIA FIBULA

A. Definisi
Fraktur adalah gangguan kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi
(sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah
yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien (Black & Hawks,
2014).

Fraktur bawah lutut yang sering terjadi adalah fraktur tibia dan fibula yang
terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan posisi kaki fleksi, atau gerakan
memutir keras. Fraktur tibia dan fibula sering kali melibatkan kerusakan jaringan
lunak berat karena jaringan subkutis daerah ini sangat tipis (Price & Wilson, 2013).

Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang.


Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat
pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).
B. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot
dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai
fraktur lengkap (Digiulio et al., 2014). Sedangkan menurut Henderson (1999)
fraktur yang paling sering adalah pergerseran condilius lateralis tibia yang
disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek
ligamentum medialis sendi tersebut.
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya atau satu kakinya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,
osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi
pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah
patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rauh
kemudian mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi infeksi tulang dan sum-sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus
ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi
tulang rawan.

C. Manifestasi Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, menurut
Black & Hawks (2014) tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan
atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
D. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002) komplikasi frakur dapat dilihat dalam dua
tingkatan :
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachikardi, hypertensi, tachipnea, demam dan infeksi. Sistem
pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
d. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
e. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik

E. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur,
yaitu:
a. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan
selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat
kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang
terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan
keluhan dari klien
b. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
1. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna
(missal pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
2. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace,
bidai dan fiksator eksterna
c. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan.
Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neuromuskuler
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometric dan setting otot
6. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

F. Patofisiologi
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan


metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
G. Pathway
H. Asuhan Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima tahap yaitu
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian :
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Data data
pengkajian menurut Padila (2012) diantaranya yaitu:
a. Pengumpulan Data.
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3) Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
b) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan
dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
c) Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis
dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
4) Pola-pola Fungsi Kesehatan.
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal
hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti
pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan
masalah perawatan diri.
b) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi,
dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi
padat. Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih,
buang air kecil 3-4 x/hari.
c) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap
sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet
klein.
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur
sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau keluarga,
misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas
tempat tidur.
e) Pola penanggulangan stres
Masalah fraktur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini
pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme
klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan
perawatan.
f) Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur adanya kerusakan jaringan lunak
serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler ke
dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori
sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami
gangguan jiwa.
g) Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai
kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.
h) Pola persepsi diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi
perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah
tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
i) Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga
klein tidak akan mengalami gangguan.
j) Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur akan mengalami perubahan / gangguan
dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas
tempat tidur.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital
b) Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti
warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu
kulit hangat serta kulit kotor.
c) Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti
warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan
mata, pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya
massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan
hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada
leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d) Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya
sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
e) Pemeriksaan Kardiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri
dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan
perdarahan akiobat trauma.
f) Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g) Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin,
apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h) Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, Nyeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tonus
ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i) Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran
thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j) Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi
c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang)
d. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas jaringan atau kulit berhubungan
dengan luka, fraktur, pembedahan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan / Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan intervensi selama Observasi
dengan 3x24 jam a. Identifikasi lokasi,
terputusnya diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
kontinuitas nyeri menurun, frekuensi, kualitas,
jaringan. dengan intensitas nyeri
kriteria hasil : b. Identifikasi skala nyeri
a. Klien tidak c. Identifikasi respon nyeri
mengeluh nyeri. non verbal
b. Tampak Terapeutik
meringis a. Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
c. Pembengkakan mengurangi rasa nyeri (mis.
hilang atau TENS, hipnosis, akupresur,
berkurang. terapi musik, biofeedback,
d. Otot relaksasi. terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
a. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik

Pemberian Analgesik
Observasi
a. Identifikasi riwayat alergi
obat
b. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
Terapeutik
a. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgetik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgetik sesuai
terapi

2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi


mobilitas fisik intervensi selama Observasi
berhubungan 3x24 jam a. Identifikasi adanya nyeri
dengan diharapkan atau keluhan fisik lainnya
imobilisasi mobilitas fisik b. Identifikasi toleransi fisik
meningkat dengan saat melakukan pergerakan
Kriteria Hasil : c. Monitor frekuensi jantung
a. Pergerakan dan tekanan darah sebelum
ekstremitas melakukan atau memulai
meningkat mobilisasi
b. Kekuatan d. Monitor kondisi umum
otot selama melakukan
meningkat mobilisasi
c. Rentang Terapeutik
gerar(ROM) a. Fasilitasi aktivitas
meningkat mobilisasi dengan alat
d. Nyeri menurun bantu
e. Keceamsan b. Fasilitasi melakukan
menurun pergerakan, jika ada
f. Kaku c. Libatkan keluarga untuk
sendi membantu pasien dalam
menurun meningkatkan pergerakan
g. Gerakan tidak Edukasi
terkoordinasi a. Jelaskan tujuan dan
menurun prosedur mobilisasi
h. Gerakan b. Anjurkan melakukan
terbatas mobilisasi dini
menurun
i. Kelemahan fisik c. Ajarkan mobilisasi
menurun sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


infeksi intervensi selama Observasi
berhubungan 3x24 jam Monitor tanda dan gejala
dengan diharapkan tingkat infeksi lokal dan sistemik
ketidakadekuatan infeksi menurun Terapeutik
pertahanan dengan a. Batasi jumlah pengunjung
primer Kriteria Hasil : b. Berikan perawatan kulit
(kerusakan kulit, a. Demam pada area edema
taruma jaringan menurun c. Cuci tangan sebelum dan
lunak, prosedur b. Kemerahan sesudah kontak dengan
invasif/traksi menurun pasien dan lingkungan
tulang) c. Nyeri menurun pasien
d. Bengkak d. Pertahankan teknik aseptic
menurun pada pasien berisiko tinggi
e. Kadar sel Edukasi
darah putih a. Jelaskan tanda dan gejala
membaik infeksi
b. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
e. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. kerusakan Setelah Perawatan Integritas Kulit


integritas dilakukan Observasi
jaringan atau intervensi selama a. Identifikasi penyebab
kulit 3x24 jam gangguan integritas kulit
diharapkan
berhubungan integritas kulit dan (mis. Perubahan sirkulasi,
dengan luka, jaringan perubahan status nutrisi,
fraktur, meningkatdengan penurunan kelembaban,
pembedahan Kriteria Hasil : suhu lingkungan ekstrem,
a. Kerusakan penurunan mobilitas)
jaringan Teraupetik:
menurun a. Ubah posisi tiap 2 jam, jika
b. Kerusakan tirah baring
lapisan kulit b. Lakukan pemijatan pada
menurun area penonjolan tulang, jika
perlu
c. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan minum air yang
cukup
2. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
3. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan Langkah terakhir dalam proses keperawatan. Terdapat
3 alternatif dalam evaluasi :
a. Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan prilaku tetapi tidak
seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan
prilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan

Anda mungkin juga menyukai