FRAKTUR
DI SUSUN OLEH
NIM : 202102066
Tinjauan Teori
1. Pengertian
Menurut Price & wilson, (2013) menyatakan bahwa fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur merupakan gangguan dari
kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Fraktur tibia dan fibula umumnya terjadi
dalam kecelakaan lalu lintas dan olahraga. Permasalahan pada penanganan biasanya
berkisar pada penyatuan tulang, kerusakan jaringan lunak dan vaskuler, kehilangan kulit
dan terjadinya sindrom kompartemen (Black & Hawks, 2014). Fraktur bawah lutut yang
sering terjadi adalah fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh
dengan posisi kaki fleksi, atau gerakan memutir keras. Fraktur tibia dan fibula sering kali
melibatkan kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan subkutis daerah ini sangat tipis
(Price & Wilson, 2013).
2. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada. Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang
tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai
terpisah
b. Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.
3. Tanda dan Gejala
Gejala akan bervariasi bergantung pada seberapa buruk fraktur itu. Gejala yang mungkin
terjadi, termasuk:
a. nyeri hebat di kaki bagian bawah
b. kesulitan berjalan, berlari, atau menendang
c. mati rasa atau kesemutan kaki
d. ketidakmampuan untuk menanggung berat pada kaki yang terluka
e. kelainan bentuk di daerah kaki bagian bawah, lutut, tulang kering, atau pergelangan
kaki
f. tulang yang menonjol (angulasi)
g. gerakan terbatas sekitar lutut
h. bengkak di sekitar lokasi cedera
i. memar dan kebiruan pada kaki yang terluka
j. kadang disertai luka (fraktur terbuka)
k. Ketika tulang tibia retak, tulang lain di kaki bagian bawah, yang disebut dengan
fibula juga sering ikut terkena.
4. Patofisologi
Smeltzer dan Bare (2013) fraktur disebabkan karena trauma langsung, benturan dan
kecelakaan dari penyebab tersebut dapat mengakibatkan terjadinya keretakan pada tulang
(kompresi tulang), akibat dari hal tersebut terjadi trauma langsung (trauma eksternal),
kerusakan tulang, dan kerusakan jaringan sekitarnya. Trauma yang menyebabkan fraktur
(terbuka atau tertutup) terjadi perdarahan disekitar tulang yang patah kemudian
mengakibatkan pembuluh darah robek. Ketika patah tulang dan mengalami perdarahan
biasanya terjadi pada lokasi tulang yang patah dan kedalaman jaringan lunak sekitar
tulang. Pada jaringan lunak akan mengalami kerusakan stuktur tulang. (Wijaya, 2013).
Yang kemudian dilakukan tindakan pembedahan yang sering kita jumpai adalah Open
Reduction Internal Fixation (ORIF), efek dari tindakan ORIF tersebut dapat
menimbulkan rasa nyeri sehingga menghambat kemampuan berpindah.(Reeves, 2010).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wijaya dan Yessie (2013), pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya:
a. Pemeriksaan rontgen : Menentukan lokasi atau luasnya fraktur. Scan tulang, tonogram,
scan CT/MRI : Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
b. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskule dicurigai.
c. Darah lengkap :Ht mungkin meningkat (Homokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
berarti pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple trauma). Adanya peningkatan
jumlah SDP adalah respon stress setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin klien ginjal.
e. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cedera hati.
6. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya & Putri, (2013).
1. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat. Hal yang yang perlu dilakukan adalah pembersihan luka dengan
operasi, debridement, atau eksisi, jaringan mati, dan pemberian antibiotic
2. Fraktur tertutup.
a. Rekognitif atau pengalaman yaitu menyangkut diagnonis fraktur dengan melakukan
pengkajian melalui pemeriksaan dan keluhan pasien.
b. Reduksi atau manipulasi atatu resposisiyaitu mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran yang dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka.
c. Retensi atau immobilisasi fraktur adalah mempertahankan posisi reduksi dalam posisi
sejajar yang benar sampai terjadi penyatuan immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna dan interna.
d. ROM (Range Of Mation)
e. Rehabilitasi yaitu proses penyembuhan fraktur.
7. Komplikasi
a. Komplikasi awal:
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema. Shock terjadi
karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5P,
yaitu:
• Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak
semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang
tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
• Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
• Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
• Parestesia (rasa kesemutan)
• Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen.
4. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
5. Koagulopati intravaskuler diseminata
b. Komplikasi lanjut
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
4. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia
5. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
8. Pathway
9. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,
pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.