Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

PADA TN.P ABDOMINAL PAIN


DI RUANG AT TIN RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Keperawatan Stase Medikal Bedah Program Studi DIII Keperawatan


Dosen Pembimbing : Romadhani TP.,S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
Merlin
202102064

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN
2023
BAB 1 TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN

ABDOMINAL PAIN

A. Definisi
Nyeri perut merupakan sensasi subjektif tidak menyenangkan yang terasa di perut.
Nyeri di perut adalah gejala yang paling penting dari proses patologis perut akut. Nyeri perut
ada dua yaitu, nyeri perut akut dan nyeri perut kronis.
1. Nyeri Perut Akut
Nyeri perut akut biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri dengan
serangan mendadak, dan/durasi pendek. Nyeri alih (reffered pain) adalah persepsi
nyeri pada suatu tempat yang letaknya jauh dari tempat asal nyeri. Keluhan yang
menonjol dari pasien dengan abdomen akut adalah nyeri perut. Rasa nyeri perut dapat
disebabkan oleh kelainan-kelainan di perut atau di luar perut seperti organ-organ di
rongga toraks.
2. Nyeri Perut Kronis
Nyeri perut kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri lanjut,
baik yang berjalan dalam waktu lama atau berulang/hilang timbul. Nyeri kronis dapat
berhubungan dengan ekserbasi akut. (Nurarif.2015)
B. Etiologi
Nyeri perut dapat disebabkan oleh masalah di sepanjang saluran pencernaan atau di
berbagai bagian perut, yang bisa berupa :
1. Ulkus yang mengalami perforasi
2. Rongseng usus sindroma (gangguan jangka panjang pada sistem pencernaan yang
umum terjadi.)
3. Apendisitis
4. Pankreasitis
5. Batu empedu (Nurarif,2015)
C. Tanda dan gejala
1. Nyeri perut
2. Mual
3. Muntah
4. Tidak nafsu makan
5. Lidah dan mukosa bibir kering
6. Turgor kulit tidak elastis
7. Urine sedikit dan pekat
8. Lemah dan kelelahan. (Tanto.2014)
D. Patofisiologi
Rasa nyeri pada perut baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber
pada: visera abdomen (organ yang ada di abdomen), organ lain di luar perut, lesi pada
susunan saraf tulang belakang, gangguan metabolik, dan psikosomatik. Rasa nyeri pada perut
berasal dari suatu proses penyakit yang menyebar ke seluruh peritoneum ke ujung saraf. yang
lebih dapat meneruskan rasa nyerinya dan lebih dapat melokalisasi rasa nyeri daripada saraf
otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan pada visera pada mulanya akan menyebabkan
rasa nyeri visera, tetapi kemudian akan diikuti oleh rasa nyeri somatik pula, setelah
peritoneum terlibat. Rasa nyeri somatik yang dalam akan disertai oleh tegangan otot dan rasa
mual yang merupakan gejala khas peritonitis.
Reflek rasa nyeri perut bisa timbul karena adanya rangsangan nervus frenikus (syaraf
diafragma), misalnya pada pneumonia. Rasa sakit yang berasal dari usus halus akan timbul
didaerah perut bagian atas epigastrium, sedangkan rasa nyeri dari usus besar akan timbul di
bagian bawah perut. Reseptor rasa nyeri di dalam traktus di gestivus terletak pada saraf yang
tidak bermielin yang berasal dari sistem saraf otonom pada mukosa usus. Jarak syaraf ini
disebut sebagai serat saraf C yang dapat meneruskan rasa nyeri lebih menyebar dan lebih
lama dari rasa nyeri yang dihantarkan dari kulit oleh serat saraf A. Nyeri ini khas bersifat
tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari viseraperut atas
(lambung, duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu), mencapai medula spinalis pada
segmen torakalis 6,7,8 serta dirasakan didaerah epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari
segmen usus yang meluas dari ligamen Treitz sampai fleksura hepatika memasuki segmen
torakalis 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus.
Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls
nyeri mencapai segmen torakal 11 dan 12 serta segmen lumbar pertama. Nyeri dirasakan
pada daerah suprapubik dan kadang-kadang sembuh ke labium atau skrotum. Jika proses
penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke
radiks spinal segmentalis 1.3. nyeri yang disebabkan oleh kelainan metabolik seperti pada
racun timah, dan porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya. Jadi permasalahannya
adalah nyeri dan ketika nyeri akan muncul pola akibat tidur pasien tergangguan (Nurarif
2015)
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan DL
3. Amilase Kadar serum >3x batas atas kisaran normal pankreatitis diagnostik.
4. Gas darah arteri: Asidosis metabolik (iskemia usus, peritonitis, pankreatitis)
5. Urin
6. EKG: Infark miokard
7. Rotgen thorak : viskus perforasi(udara bebas). Pneumonia
8. Rotgen Abdomen Usus iskemik (dilatas usus yang edema dan menebal),
pankreatitis (peleharan jejunum bagian alas sentimel), kolangitis (udara dalam
cabang bilier), kolitis akut(kolon mengalami dilatasi edema dan gambaran
menghilang), obstruksi akut (usus saluran ginjal )
9. Ultrasonografi
10. Ct-Scan : merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk inflamasi peritonium
yang tidak terdiagnosis (terutama pada orang tua yang bandingnya ter diagnosa
luas, pada pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan laparotomi dan diagnosis
belum pasti, pankreatitis,trauma hati/limpa/mesenterium, divertikulitis, aneurisma
11. IVU (urografi intravena): batu ginjal, obstruksi saluran ginjal (Nurarif.2015)
(Tanto,2014)
F. Penatalaksanaan
1. Kaji nyeri dengan teknik PQRST
2. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
3. Berikan posisi yang nyaman pada klien
G. Komplikasi
1. Perporasi gastrointestinal
merupakan suatu bentuk penetrasi yang kompleks dari dinding lambung, usus
halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
2. Obstruksi gastrointestinal
Merupakan penyumbatan yang dapat membuat makanan atau cairan tidak bisa
melewati usus kecil atau usus besar.
H. Pathways
I. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis:
tanda-tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik dan peninjauan
informasi riwayat pasien pada rekam medis (NANDA, 2018).
a. Identitas Klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat
badan turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien diabetes dengan ulkus
diabetic biasanya muncul luka yang tidak kunjung sembuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia
ekstremitas bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit jelek, mata
cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan otot, letargi,
mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul
pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa kontrol
rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.
2. Pengkajian Pola Sehari – hari
a. Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran negative
terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan perawatan.
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang insulin maka
kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga menyebabkan keluhan
sering BAK, banyak makan, banyak minum, BB menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang mempengaruhi status kesehatan.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urin (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi / tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan penderita
kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.
i. Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks,
adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan
dengan nefropati.
j. Koping toleransi
Waktu peralatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif seperti
marah, cemas, mudah tersinggung, dapat mengakibatkan penderita kurang
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melakukan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadahnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang sering muncul
adalah kelemahan fisik.
b. Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar gula
yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan kompensasi
kelebihan kadar gula dalam darah)
c. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan juga ada
yang mengalami hipotensi.
2) Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat beristirahat
maupun beraktivitas.
3) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
4) Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan jika
terindikasi adanya infeksi.
d. Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami penuruan BB secara
signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi dan terjadi
peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin serta pola makan yang
terkontrol.
e. Kepala dan leher
1) Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis wajah
(pada klien dengan komplikasi stroke).
2) Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien mengalami
retinopati atau katarak, penglihatan kabur, dan penglihatan ganda
(diplopia).
3) Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah telinga
kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman pendengaran dengan
garputala atau bisikan.
4) Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada sumbatan, serta
peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH).
5) Mulut :
a) Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau penurunan perfusi
jaringan pada stadium lanjut).
b) Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis
osmosis.
c) Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi mudah goyah.
6) Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis, pembesaran
kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi sistemik
f. Thorax dan paru-paru
1) Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan, nyeri
dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya kelainan suara
nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
2) Palpasi : lihat adanya nyeri tekan atau adanya massa.
3) Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
4) Auskultasi : dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler.
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat dan batuk
g. Abdomen
1) Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau asimetris.
2) Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
3) Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.
4) Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri tekan.
h. Integumen
1) Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
2) Warna : tampak warna kehitaman di sekitar luka karena adanya
gangren, daerah yang sering terpapar yaitu ekstremitas bagian bawah.
3) Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
4) Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
5) Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.
i. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan kesemutan
pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan lama.
Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, disritmia.
j. Genetalia : adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasa nyeri seperti terbakar pada bagian organ genetalia, kesulitan
berkemih (infeksi).
k. Neurosensori : terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan, kebas pada
otot. Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut)
4. Rumusan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons
individu keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi
untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat (NANDA, 2018).
Diagnosa Keperawatan :
1. Konstipasi (D.0049) b.d ketidakcukupan diet
2. Nyeri akut (D.0077) b.d mengeluh nyeri
3. Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

5. Rencana keperawatan dan rasional


Intervensi merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang akan
dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah
keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah
menentukan prioritas masalah keperawatan penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan. (Potter, 2009).
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen konstipasi 1. Mengetahui
(D.0049) b.d tindakan (I.04155) tanda dan
ketidakcukupan keperawatan Observasi : gejala
diet selama 3 × 24 jam 1. Periksa tanda dan konstipasi
diharapkan gejala konstipasi 2.Mengatahui
konstipasi (D.0049) 2. Identifikasi faktor faktor resiko
teratasi dengan resiko konstipasi (mis. konstipasi
kriteria hasil: Obat-obatan, tirah 3.Untuk
1. Pengontrolan baring, dan diet membantu
pengeluaran feses rendah serat) mengatasi
meningkat Terapeutik : konstipasi
2. Frekuensi buang 1. Anjurkan diet 4. Untuk
air besar membaik tinggi serat memonitoring
Kontinensial fekal 2. Lakukan evaluasi feses
membaik (L.04035) feses secara manual 5. Untuk
Edukasi : membiasakan
1. Anjurkan buang air besar
peningkatan asupan secara teratur
cairan, jika tidak ada 6. Untuk
kontraindikasi membantu
2. Latih buang air mengatasi
besar secara teratur konstipasi
3. Ajarkan cara secara mandiri
mengatasi konstipasi 7. Obat untuk
atau impaksi melancarkan
Kolaborasi : buang air besar
1. Kolaborasi
penggunaan obat
pencahar
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Mengtahui
(D.0077) b.d tindakan (I.08238) lokasi,
Observasi : karakteristik,
mengeluh nyeri keperawatan 1. Identifikasi lokasi, durasi,
selama 3 × 24 jam karaterikstik, durasi, frekuensi,
frekuensi, kualitas, kualitas,
diharapan nyeri
intensitas nyeri intesitas nyeri.
akut (D.0077) 2. Identifikasi skala 2. Mengatahui
teratasi dengan nyeri tingkat nyeri
Terapeutik : 3. Untuk
kriteria hasil : 1. Berikan teknik membantu
1. Keluhan nyeri nonfarmakologis meredakan rasa
untuk mengurangi nyeri
menurun
rasa nyeri 4. Untuk
Tingkat nyeri Edukasi : memfasilitasi
menurun (L.08066) 1. Jelaskan penyebab, istirahat tidur
periode, dan pemicu 5. Untuk
nyeri mengetahui
2. Anjurkan monitor penyebab
nyeri secara mandiri periode dan
3. Ajarkan teknik pemicu nyeri
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen eliminasi 1. Untuk
(D.0019) b.d tindakan fekal (I.04151) mengatasi
ketidakmampuan keperawatan Observasi : masalah pada
mengabsorbsi selama 3 × 24 jam 1. Identifikasi gastrointestinal
nutrien diharapan Defisit pengobatan yang 2. Untuk
nutrisi (D.0019) berefek pada memantau
teratasi dengan gastrointestinal perubahan
kriteria hasil : 2. Monitor buang air feses
1. Kontrol besar (mis. Warna, 3. Untuk
pengeluaran feses frekuensi, konsistensi, mengetahui
meningkat volume) tanda dan
2. Konsistensi feses 3. Monitor tanda dan gejala diare,
membaik gejala diare, konstipasi dan
Eliminasi fekal konstipasi dan impaksi
membaik (L.04033) impaksi 4. Untuk
membantu
Terapeutik : melancarkan
1. Berikan air hangat buang air besar
setelah makan 5. Obat
2. Sediakan makanan digunakan
tinggi serat untuk
Edukasi : memperlancar
1. Anjurkan mencatat buang air besar
warna, frekuensi,
konsistensi, volume
feses
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung tinggi
serat
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
Pemberian obat
supositoria anal
Daftar Pustaka

Nanda-I . (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 .EGC

Nururarif, AH, & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC_NOC Jilid 3. Yogyakarta: Media Action.

Potter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 1. Jakarta : Salemba
Medika.

Tanto, C., Liwang, Sonia, & Adip, E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisike 4. Jakarta:
Media Aesculapius.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai