M.Yoga pangestu
A. KONSEP PENYAKIT
a. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau apendiks. Usus buntu
merupakan organ berbentuk kantong kecil dan tipis, berukuran sepanjang 5 hingga 10 cm
yang terhubung pada usus besar. Saat menderita radang usus buntu, penderita dapat
merasa nyeri di perut kanan bagian bawah. Jika dibiarkan, infeksi dapat menjadi serius dan
menyebabkan usus buntuh pecah, sehingga menimbukan keluhan rasa nyeri hebat hingga
membahayakan nyawa penderitanya.
b. Penyebab/etiologi
Penyakit usus buntu terjadi karena rongga usus buntu mengalami infeksi. Dalam kondisi
ini, bakteri berkembang biak dengan cepat sehingga membuat usus buntu meradang,
bengkak, hingga bernanah. Banyak faktor yang diduga membuat seseorang mengalami
radang usus buntu, di antaranya:
Hambatan pada pintu rongga usus buntu
Penebalan atau pembengkakan jaringan dinding usus buntu karena infeksi di saluran
pencernaan atau di bagian tubuh lainnya
Tinja atau pertumbuhan parasit (misalnya infeksi cacing kremi atau ascariasis) yang
menyumbat rongga usus buntu
Cedera pada perut.
Kondisi medis, seperti tumor pada perut atau inflammatory bowel disease.
Kendati demikian, penyebab penyakit usus buntu tetap belum dapat dipastikan. Berbagai
mitos yang menyebabkan bahwa makanan tertentu, seperti biji cabai, dapat memicu
terjadinya usus buntu juga belum terbukti kebenarannya. Berbagai cara mencegah usus
buntu juga belum terbukti efektif sepenuhnya dan siapa pun bisa terkena penyakit ini.
Obstruksi total dalam lumen apendiks akan menimbulkan peningkatan tekanan sehingga
terjadi sekresi cairan dan mukus yang terus-menerus dari mukosa apendik dan stagnasi
material yang menyebabkan obstruksi tersebut. Bersamaan dengan itu, bakteri intestinal
dalam apendiks akan berkembangbiak menjadi banyak, dan mengundang leukosit, sehingga
terbentuklah pus, mengakibatkan tekanan intraluminal apendiks menjadi semakin tinggi.
Obstruksi yang berkelanjutan terus akan meningkatkan tekanan intraluminal di atas
kapasitas yang dapat ditahan oleh vena-vena apendiks, sehingga aliran darah dalam
pembuluh darah ini ikut terobstruksi. Sebagai konsekuensinya, terjadi iskemia pada dinding
apendiks, lalu kekuatan epitelial akan menurun, dan mengundang invasi bakteri ke dalam
dinding apendiks.
Dalam beberapa jam, situasi terlokalisir ini dapat memburuk, karena bisa terjadi trombosis
arteri dan vena, memungkinkan terjadinya perforasi dan gangren. Apabila proses ini
berlanjut, dapat terjadi abses, atau peritonitis periapendikular. Appendicitis dapat menjadi
kronis, apabila obstruksi hanya parsial, transien, atau intermiten. Karenanya, penderita akan
mengalami appendicitis berulang, dengan gambaran klinis nyeri abdomen kuadran kanan
bawah yang hilang timbul. Hal ini dapat mengaburkan diagnosis sebenarnya, dan membuat
dokter mendiagnosis sebagai penyakit gastrointestinal yang lain.
c. Gejala Penyakit
Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah nyeri pada perut. Nyeri ini disebut kolik
abdomen. Rasa nyeri tersebut dapat berawal dari pusar, lalu bergerak ke bagian kanan
bawah perut. Namun, posisi nyeri dapat berbeda-beda, tergantung usia dan posisi dari
usus buntu itu sendiri. Dalam waktu beberapa jam, rasa nyeri dapat bertambah parah,
terutama saat kita bergerak, menarik napas dalam, batuk, atau bersin. Selain itu, rasa nyeri
ini juga bisa muncul secara mendadak, bahkan saat penderita sedang tidur. Bila radang usus
buntu terjadi saat hamil, rasa nyeri bisa muncul pada perut bagian atas, karena posisi usus
buntu menjadi lebih tinggi saat hamil.
Gejala nyeri perut tersebut dapat disertai gejala lain, di antaranya:
Kehilangan nafsu makan
Perut kembung
Tidak bisa buang gas (kentut)
Mual
Konstipasi atau diare
Demam
h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah. Dari pemeriksaan darah dapat diketahui ada atau
tidaknya peningkatan dari sel darah putih dan laju darah yang mengindikasikan adanya
suatu infeksi dan peradangan.
Pemeriksaan urine. Pemeriksaan urine dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lain, seperti infeksi saluran kemih atau batu pada saluran kemih yang dapat
memberikan gejala nyeri yang menyerupai penyakit usus buntu.
Pemeriksaan pencitraan. USG adalah pemeriksaan pencitraan yang paling sering
digunakan untuk mendiagnosis penyakit usus buntu. Selain USG, CT-Scan, dan foto X-ray
abdomen juga dapat digunakan untuk memastikan diagnosis dari usus buntu, tetapi
lebih jarang dilakukan.
d. Penatalaksanaan medis
e. Terapi Farmakologi
f. Non farmakologi
terapi non farmakologi merupakan terapi yang secara mandiri di lakukan oleh perawat
dengan macam-macam teknik manajemen nyeri seperti hal nya teknik relaksasi musik,
aromaterapi, stimulus dan imajinasi terbimbing, teknik pemijatan (massage) .Terapi non
farmako ini miliki keuntungan di antaranya tidak menimbulkan efeksamping, simple dan
tidak membutuhkan biaya yang mahal (Rosdalth & Kawalski, 2015). Terapi non farmakologis
dapat menurunkan intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien
dengan teknik foot massage.
Massage efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan mental, mengurangi nyeri dan
meningkatkan keefektifan dalam pengobatan . Massage pada daerah yang diinginkan selama
20 menit dapat merelaksasi otot dan memberikan istirahat yang tenang dan kenyamanan
(Potter & Perry, 2010) . Foot massage therapy merupakan gabungan dari empat teknik
massage yaitu effleurage (mengusap), petrissage (memijat), friction (menggosok) dan
tapotement (menepuk) . Dimana kaki mewakili dari seluruh organ-organ yang ada dalam
tubuh. Foot massage merupakan mekanisme modulasi nyeri yang dipublikasikan untuk
menghambat rasa sakit dan memblokir transmisi implus nyeri sehingga menghasilkan
analgetik dan nyeri yang dirasakan oleh pasien setelah operasi diharapkan berkurang
( Chanif, 2012).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
khususnya mengenai:
5. Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak
sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
6. Aktivitas/istirahat : Malaise.
7. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
8. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
9. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak
10. Demam lebih dari 38 oC
11. Data psikologis klien nampak gelisah.
12. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
13. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
14. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA 2015 diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara
lain:
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis
(infeksi/inflamasi)
b. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
penurunan peristaltik.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
d. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
2. Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (luka insisi post
operasi appenditomi).
b. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi 2.2.3
Intervensi Keperawatan Pre Operasi :
Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
(infeksi/inflamasi)
NOC :
NIC :
NOC:
1. Bowel Elimination (Eliminasi BAB)
2. Hidration (Hidrasi) Outcome/Kriteria hasil:
Manajemen konstipasi
NOC :
1. Anxiety control (Kontrol cemas)
2. Coping (Koping)
3. Impulse control (Kontrol kemauan/dorongan hati) Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik
untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan NIC :
NOC :
NOC :
1. Immune status (Status imunitas)
2. Risk control (Kontrol risiko)
Kriteria Hasil :
NOC :
1. Knowledge : disease process (Pengetahuan proses penyakit)
2. Knowledge : health Behavior (Pengetahuan : tingkah laku
kesehatan).
Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
NIC : Teaching : disease Process (Pengajaran : proses penyakit)
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat.
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara
yang tepat.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara
yang tepat
2.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.
Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada
manusia. Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut
diharapkan dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan
tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik
(Djuanda Adhi, 2010).