Anda di halaman 1dari 25

PRE KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R


DENGAN APENDISITIS DI RUANG POLIKLINIK BEDAH”

OLEH:
KELOMPOK POLIKLINIK BEDAH

Pande Made Dwi Ayu Purnama 1602521052


Ni Putu Ayu Ratih Pinarisraya 1602521053
Ni Made Ayu Suparniti 1602521054
Putu Ayu Karwina Sari 1602521055
Gusti Ayu Made Sri Sunari 1602521056
Ida Ayu Putri Saraswati 1602521057
Luh Sudarsani 1602521059

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
A. LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya (Wim de Jong et al dalam Arifin, 2014). Apendisitis
adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).

2. Epidemiologi
WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di
Asia dan Afrika pada tahun 2013 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari
total populasi (World Health Organization, 2013). Setiap tahun apendisitis
menyerang 10.000 penduduk Indonesia, dan saat ini morbiditas angka
apendisitis di Indonesia mencapai 95/1000 penduduk dan angka ini
merupakan tertinggi di antara negara-negara ASEA. Menurut Departemen
Kesehatan RI tahun 2012 dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia, angka kejadian apendisitis di sebagian besar wilayah
Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang
menderita penyakit apendisitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk
di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu
penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawatdaruratan abdomen (Depkes dalam Prasetyo, Arifuddin, &
Salmawati, 2017)

3. Etiologi
Menurut Nuzulul dalam Arifin, (2014) apendisitis belum ada penyebab yang
pasti atau spesifik tetapi ada beberapa faktor predisposisi yaitu :
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi akibat :
˗ Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
˗ Adanya fekolit dalam lumen apendiks
˗ Adanya benda asing seperti biji-bijian
˗ Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari kolon yang paling sering adalah E.coli dan E.
histolytica

4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium (Price & Wilson, 2005). Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat,
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi (Mansjoer, 2010).
Pathway terlampir
5. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi tiga yaitu, apendisitis akut, rekurens
dan kronik (Sjamsuhidajat & De Jong, 2004).
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Gejala
apendisitis akut adalah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.
2. Apendisitis rekurens
Peradangan yang terjadi jika ada riwayat nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong untuk dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini
terjadi bila apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat
menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut
yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.

6. Gejala Klinis
Menurut Andra dan Yessie (2013) tanda dan gejala apendisitis adalah:
a. Nyeri pada perut kanan bawah (yang akan menetap dan di perberat bila
berjalan atau batuk) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik Mc.Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
b. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan
(Rovsing sign).
c. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blurnberg).
d. Nyeri kanan bawah bila peritoneurn bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, dan mengedan
e. Nafsu makan menurun.
f. Demam yang tidak terlalu tinggi.
g. Biasanya terdapat konstipasi, namun kadang - kadang terjadi diare.
Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah. Gejala ini
umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 jam. Dalam beberapa jam nyeri
bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar
Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya
dilemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks
terjadi, nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.

7. Pemeriksaan fisik
Beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah (Nurarif &
Kusuma, 2015) :
1. Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi)
2. Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign)
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai diangkat
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga
5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla)

8. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2004) :
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat
sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada
ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram, dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam
untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG), dapat membantu mendeteksi adanya kantong
nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati,
pneumonia basal, atau efusi pleura

9. Kriteria diagnosis
Beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis apendisitis adalah (Arifin,
2014) :
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi
karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-
38,50C tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Hasil
palpasi juga menunjukkan status lokalis abdomen kuadran kanan bawah
yaitu :
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
4. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
5. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium

Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat dilihat


pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2° C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > l 0.000/ml) 2
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1
Total 10

Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut
Skor 5-6 =curiga apendisitis akut
Skor l-4 = bukan apendisitis akut.
Pembagian ini berdasarkan studi dari McKay (2007)

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Oswari, 2000).
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase (Oswari, 2000).
11. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Adapun
jenis komplikasi diantaranya (Sjamsuhidajat & De Jong, 2004) :
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan hawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dan 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebahkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R

A. Identitas Pasien
Nama : An. R
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Gunung Wilis No 7 Denpasar
No RM : 600074
Tanggal MRS : 29 November 2019
Dx Medis : Apendisitis

B. Pengkajian (Data Fokus)


• Data Subjektif
Pasien mengatakan akan kontrol luka post op appendictomy hari ke-5, dan pasien juga
mengatakan kadang merasa nyeri pada luka operasinya
P : Luka post op appendectomy
Q : hilang timbul, nyeri tumpul
R : Perut kanan bawah
S :3
T : saat bergerak
• Data Objektif
− Tampak luka pada perut kanan, luka basah dan bersih, tanda-tanda infeksi (-)
− BB : 37 kg
− TB : 135 cm
− IMT : 20, 3
− TD : 110/80 mmHg
− Nadi : 74x/menit
− RR : 15x/menit
− Suhu : 36,50C
• Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah ditandai dengan
agen cedera fisik
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Outcome Intervensi Rasional

1. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan NIC Label Perawatan Area 1. Mengangkat balutan
jaringan berhubungan keperawatan selama 1x15 menit (Daerah) Sayatan dan plester perekat
dengan prosedur bedah diharapkan luka sayatan semakin untuk melakukan
1. Angkat balutan dan plester
ditandai dengan agen menyatu dan tidak ada tanda- perawatan luka
perekat
cedera fisik tanda infeksi dengan kriteria
2. Mengetahui
hasil 2. Monitor area sayatan terhadap
kemungkinan adanya
kemerahan dan bengkak
NOC Label Penyembuhan tanda infeksi
Luka : Primer 3. Bersihkan area sayatan dengan
3. NaCl 0,9% digunakan
NaCl 0,9% kemudian ganti
1. Pembentukan bekas luka dari untuk mensterilkan
balutan
sedang ke sangat (3-5) luka
4. Ajarkan pasien dan keluarga
2. Mengetahui tanda-tanda 4. Dengan mengajarkan,
mengenai tanda-tanda infeksi,
infeksi seperti peningkatan pasien dan keluarga
dan cara perawatan luka di
suhu kulit, kemerahan mengetahui tanda-
rumah
tanda infeksi, dan cara
perawatan luka di
rumah

2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri 1. Dengan mengajarkan,
dengan agen cedera biologi keperawatan selama 1x15 menit 1. Ajarkan pasien dan keluarga pasien dan keluarga
ditandai dengan laporan diharapkan pasien dan keluarga relaksasi nafas dalam mengetahui mengenai
perilaku nyeri mampu mengetahui manajemen relaksasi nafas dalam
2. Ajarkan pasien dan keluarga
nyeri dengan kriteria hasil:
metode farmakologi (minum 2. Dengan mengajarkan,
NOC Label Pengetahuan : obat) untuk mengurangi nyeri pasien dan keluarga
Manajemen Nyeri mengetahui metode
farmakologi (minum
1. Strategi untuk mengontrol
obat) untuk
nyeri
mengurangi nyeri
2. Penggunaan yang benar dari
obat yang diresepkan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari/Tanggal Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi

Jumat, 29 12.30 WITA Kerusakan integritas 1. Mengangkat balutan S :


November 2019 jaringan berhubungan dan plester perekat
− Pasien mampu
dengan prosedur bedah
2. Memonitor area menjelaskan kembali
ditandai dengan
sayatan terhadap tanda-tanda infeksi
kerusakan jaringan
kemerahan dan dan cara merawat luka
bengkak di rumah

3. Membersihkan area O:
sayatan dengan NaCl
− Luka terawat, tanda-
0,9% kemudian ganti
tanda infeksi (-)
balutan
A:
4. Mengajarkan pasien
dan keluarga Intervensi sudah tercapai
mengenai tanda-tanda P:
infeksi, dan cara
Anjurkan pasien untuk
perawatan luka di
kontrol kembali 3 hari
rumah
kemudian
Jumat, 29 12.35 WITA Nyeri akut berhubungan 1. Mengjarkan pasien S :
November 2019 dengan agen cedera dan keluarga relaksasi
− Pasien dan keluarga
biologi ditandai dengan nafas dalam
mampu menjelaskan
laporan perilaku nyeri
2. Mengjarkan pasien kembali cara
dan keluarga metode mengontrol nyeri
farmakologi (minum
O:-
obat) untuk
mengurangi nyeri A:

Intervensi sudah tercapai

P:

Memberikan edukasi
kepada pasien terkait
cara mengontrol nyeri
Ringkasan Jurnal

Infeksi luka didefinisikan sebagai invasi organisme melalui jaringan setelah gangguan
lokal dan sistemik yang dapat menyebabkan selulit, limfangitis, abses dan bacteremia.
Hal ini sangat umum setelah lama intra abdominal surgeries dan merupakan faktor
utama yang dapat memperlambat penyembuhan luka. Pencegahan infeksi selama
pembedahan dipengaruhi oleh faktor yang meliputi teknik operasi, antibiotik pra
operasi yang tepat, dan berbagai langkah - langkah pencegahan yang bertujuan
menetralkan ancaman bakteri, virus dan kontaminasi. Perawatan luka dengan benar
dapat membantu dalam pencegahan infeksi termasuk cairan yang digunakan seperti
air, saline normal, roh prokain, air suling, asetat asam (25%), povidone-iodine, dan
hidrogen peroksida. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas
irigasi salin normal dan perendaman povidone iodine dalam penurunan jumlah
bakteri. Penelitian ini merupakan studi prospektif dari 100 pasien yang dirawat di
Rumah Sakit Pendidikan Al Kadhimyia selama periode dari Mei 2012 dan April 2013
dengan diagnosis Apendisitis akut. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah orang
dewasa dan anak-anak dari kedua jenis kelamin yang dirawat dengan diagnosis klinis
sugestif dari apendisitis akut. Wanita hamil dan pasien dengan defisiensi imun
(diabetes mellitus, uremik dan lainnya pada kemoterapi) dikeluarkan. Setelah
dilakukan operasi usus buntu, pasien diacak menjadi dua kelompok, 50 pasien
(kelompok 1) jaringan subkutan diirigasi dengan 200 ml saline normal, sedangkan 50
pasien lainnya (kelompok 2) Jaringan subkutan diirigasi dengan larutan povidone
iodine 10%. Swab diambil dari subkutan jaringan sebelum dan sesudah irigasi.
Setelah itu hasil dibandingkan untuk mengetahui jumlah bakteri yang ada. Hasil
dalam penelitian ini terbukti adanya pengurangan yang signifikan dalam jumlah
koloni bakteri pada kelompok I dibandingkan dengan kelompok II. Kesimpulan dari
penelitian ini yakni Irigasi jaringan subkutan dengan normal saline adalah metode
yang efektif dalam mengurangi tingkat kontaminasi bakteri bila dibandingkan dengan
penggunaan perendaman povidone iodine.
Analisa SWOT Jurnal
Strength 1. Teknik perawatan luka dengan irigasi normal salin 200
ml lebih efektif dibandingkan teknik perawatan luka
merendam dengan providione iodin. Teknik irigasi
normal salin menghasilkan kolonisasi bakteri lebih
sedikit dibandingkan teknik merendam dengan povidone
iodin.
2. Normal salin dianggap sebagai cairan isotonik yang tepat
untuk membersihkan luka karena tidak beracun dan tidak
beracun, sehingga tidak merusak jaringan.
3. Irigasi normal saline dengan jarum suntik termasuk
metode dengan perangkat yang tidak memerlukan biaya
tinggi (murah) dan mudah didapatkan.
Weakness 1. Dalam penelitian ini tidak dijelaskan mengenai berapa
kali dan berapa lama diberikan normal saline dan
povidone iodin pada responden sehingga hal tersebut
dapat mempengaruhi jumlah bakteri yang ada.
2. Teknik yang digunakan saat pemberian normal saline dan
povidone iodin berbeda dan tidak dijelaskan alasan
perbedaannnya, sehingga teknik yang berbeda tersebut
mungkin mempengaruhi penyembuhsn dari luka
Opportunity 1. Bahan-bahan yang digunakan dalam perawatan luka
mudah didapatkan, karena rumah sakit di Indonesia
sudah sering menggunakan normal saline dalam
memenuhi cairan tubuh pasien (infus). Cairan normal
saline yang dapat digunakan adalah NaCl 0,9%. Cairan
ini juga mudah didapatkan di apotek.
2. Biaya yang diperlukan untuk membeli normal saline
cukup murah karena 1 produknya mengandung 500 cc
cairan sehingga bisa digunakan berulang kali untuk
perawatan luka dengan hasil penyembuhan luka lebih
baik dalam pencegahan bakteri berkembangbiak di luka.
Threat 1. Tingkat efektivitas perawatan luka post operative
apendiktomi dengan teknik irigasi normal saline maupun
teknik merendam povidone iodine dalam proses
penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor penyembuhan
luka. Faktor-faktor tersebut imunitas tubuh, asupan
nutrisi dan cairan, infeksi nosokomial, kadar albumin dan
personal hygine (Ningrum, Mediani & Isabella, 2017).
2. Beberapa penelitian masih dilema terkait penggunaan
normal saline dan povidone iodine sebagai produk
perawatan luka post operative.
3. Beberapa penelitian masih dilemma terkait penggunaan
normal salin dan popidone iodine sebagi produk
perawatan luka post operatif. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ningrum, Mediani, dan Isabella
(2017) menyataka bahwa perawat yang ada di ruang
bedah RSUD dr.H.Andi Abdurrahman Noor Kabupaten
Tanah Bumbu terdapat 8 perawat yang tidak
menggunakan betadin dan 2 orang perawat masih
menggunakan betadin jika diinstruksikan oleh dokter.
Daftar Pustaka
A. Hassan, H., K. Al-Bermani, M., & B. Abed, A. (2016). The effectiveness of
irrigation method by normal saline compared to povidone iodine soaking in
decreasing the rate of contamination in appendectomy wound. Journal of the
Faculty of Medicine-Baghdad, 58(3), 233–237.
https://doi.org/10.32007/med.1936/jfacmedbagdad.v58i3.7
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Arifin, D.S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada An. F Dengan Post Operasi
Apendictomy Et Cause Apendisitis Acute Hari Ke 2 – 3 Di Ruang Dahlia Rumah
Sakit Dr. R Goeteng Taorenadibrata Purbalingga. Diploma thesis, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius.
Ningrum, T.P., Mediani, H.S. & Isabella, H.P.C. (2017). Faktor-faktor Yang
berhubungan dengan Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post
Laparotomi. Jurnal Keperawatan Padjajaran. Vol. 5, No. 2, hlm: 172-183.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC NOC. Jilid 1. Jakarta: MediAction
Oswari, E. (2000). Bedah Dan Perawatannya. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Price, S.A., dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H.,
Wulansari, p., Mahanani, D. A.,. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Prasetyo, A., Arifuddin, A., & Salmawati, L. (2017). Faktor Risiko Kejadian
Apendisitis Di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal
Preventif, 8(1), 1- 58
Sjamsuhidajat, R & De Jong, W (ed). (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Pathway :

Fekolit Hiperplasia Benda asing Infeksi kuman dari colon (E.coli)

(biji cabai, jeruk)

Obstruksi lumen apendik dan peningkatan tekanan intra lumen

Terhambatnya aliran limfe

Edema, ulserasi mukosa dan bakteri akan menembus dinding apendiks

Apendisitis

Pre Op Tindakan pembedahan Post Op

Respon peradangan Peningkatan vaskularisasi Tindakan invasif Distensi Efek anastesi Luka insisi

Pelepasan mediator nyeri dan dan permeabilitas darah apendiktomi abdomen Mual muntah Pemajanan
merangsang nosireseptor pada mikroorganisme
ujung saraf bebas serabut tipe c Peningkatan intra abdominal Perubahan status Spasme abdomen
Risiko Infeksi

1 2 3 4 5
6
3 4 5 6
1 2

Pengiriman impuls nyeri ke dan penekanan gaster kesehatan Nyeri abdomen Kerusakan jaringan

medulla spinalis sehingga Mual muntah Ketidaktahuan Mobilitas terbatas Kerusakan


Integritas Jaringan
terjadi nyeri difus epigastrium Ansietas Hambatan
mobilitas fisik
menjalar ke RLQ abdomen

Anoreksia

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Nyeri Akut
Original Article
The effectiveness of irrigation method by normal saline
compared to povidone iodine soaking in decreasing the rate
of contamination in appendectomy wound

Hassan A. Hassan* FRCS


Mohannad K.Al-Bermani** FICS
Aws B. Abed* FICS

Abstract:
Background: The number of bacteria is important as much as the type of it in developing wound infection.
Pressurized irrigation of the surgical wound leads to decrease bacterial number which led to decrease
incidence of wound infection.
Objective: to evaluate effectiveness of normal saline irrigation and povidone iodine soaking in decreasing
Fac Med Baghdad the number of bacteria.
2016; Vol.58, No.3 Patient and method: This was a prospective study of 100 patients who were admitted to Al Kadhimyia
Received:April,2016 Teaching Hospital during the period from May 2012 and April 2013 with diagnosis of acute appendicitis.
Accepted:June.2016 After appendicectomy was done, patients were randomized into two groups, fifty patients (group one) the
subcutaneous tissue was irrigated by 200 ml normal saline. The subcutaneous tissue of the other fifty patients
(group two) was soaked by 10 percent povidone iodine solution. Swabs were taken from subcutaneous
tissue before and after irrigation or soaking in both groups. All swabs were implanted in special type of
agars. The number of colonies appeared represents the number of bacteria that grow under the incubation
conditions employed.
Results: there was a significant reduction in the number of bacterial colonies in group I; compared to group
II.
Conclusion: Irrigation of the subcutaneous tissue with normal saline is an effective method in decreasing
the rate of bacterial contamination when compared to the use of povidone iodine soaking.
Keywords: Normal saline, povidone iodine, irrigation, wound infection, contamination, bacteria.

Introduction:

Wound infection is defined as the invasion of organisms flora of the patient’s skin, mucous membranes, or hollow
through tissue following a breakdown of local and systemic viscera (5,6)
host defense which lead to cellulites, lymphangitis, abscess A variety of cleansing solutions exists, and their selection
and bacteremia (1).It is particularly common after prolonged should be based on their cleansing effectiveness, lack of
intra-abdominal surgeries and it is a major factor that postpones cytotoxicity and cost. Many cleansing solutions have been
wound healing ( 2,3,4). demonstrated safe and effective, whereas others may damage
Surgical site infection (SSI) represents 15% of all nosocomial and destroy cells essential to the healing process. 7
infections, which lead to increased length of postoperative There are different cleansing methods in order to decrease or
hospital stay, drastically escalated expense, higher rates of kill microorganism which were tested all over the world, their
hospital readmission and jeopardized health outcomes. It’s use depend on availability, feasibility and effectiveness.
also a major cause of morbidity in surgical patients.(5,6) Application of especial solutions or washing the wounds with
The prevention of surgical site infections encompasses them will be helpful to prevent infection. These include: tap
meticulous operative technique, timely administration of water, normal saline, procaine spirit, distilled water, acetic
appropriate preoperative antibiotics, and a variety of preventive acid (25%), povidone-iodine, hydrogen peroxide (3%) and
measures aimed at neutralizing the threat of bacterial, viral and others ( 8-13 ).
fungal contamination posed by operative staff, the operating Equipment used for irrigation includes bulb syringes, piston
room environment, and the patient’s endogenous skin flora. In syringes, pressure canisters, whirlpool agitator, and whirlpool
the majority of SSI cases, the pathogen source is the native hose sprayer, irrigation fluid in plastic containers with a pour
* Kadhimyia Teaching Hospital.
cap or nozzle, and pulsed lavage (e.g., jet lavage, mechanical
**Coresponding Auther: Baghadad Teaching Hospital. lavage, pulsatile lavage, mechanical irrigation, and high-
muhsurg@yahoo.com pressure irrigation). Prophylactic intra-operative wound

J Fac Med Baghdad 233 Vol.58, No.3, 2016


The effectiveness of irrigation method by normal saline compared to povidone Hassan A. Hassan
iodine soaking in decreasing the rate of contamination in appendectomy wound

irrigation before skin closure has been proposed to reduce heart agar in which most types of bacteria grow. These agars
bacterial wound and the surrounding skin contamination to the were incubated for two days at 37˚C. The numbers of bacterial
level that can be managed by host defenses and the risk of colonies in this study were calculated through standard plate
SSI14, 15, 16. count method which is an indirect measurement of cell density
and reveals information related only to live bacteria.
Patients and Methods: The assumption is that, each viable bacterial cell is separate
To study the effectiveness of normal saline irrigation and from others (as the swabs were spread well) will develop into
povidone iodine soaking to the subcutaneous tissue in single discrete colony, thus the number of colonies should
decreasing the chance of wound contamination, a prospective give the number of bacteria that can grow under the incubation
randomized clinical trial was conducted at department of conditions employed.
surgery in Al-Kadhimiya Teaching Hospital between May
2012 and April 2013. Results:
Hundred patients with complicated appendicitis were included Group 1, included 50 patients (22 females, 28 males), the
in this prospective study. The inclusion criteria were adults subcutaneous tissue was irrigated with normal saline.
and children of both sexes admitted with clinical diagnosis Group 2 included 50 patients, (24 females and 26 males) the
suggestive of acute appendicitis. Pregnant women and patients subcutaneous tissue was soaked with povidone iodine.
with immune deficiency (diabetes mellitus, uremics and those Age of the patients in group 1 ranged between 7-41 with mean
on chemotherapy) were excluded. of 26.5year while in group 2 age ranged between 8- 37 with
The study was restricted to patients with surgeries extending mean of 24.5year.
up to one hour which considered being prolonged surgeries, Operation time ranged in both groups between 25-90 minutes
which itself associated with higher risk of infection. All the average was 1hour in both groups
appendicectomies were performed by resident surgical team The number of bacterial colonies before irrigation of
with simple double ligature to the stump through a classical subcutaneous tissue with normal saline (group 1) ranged
right grid iron incision of about 7-10 cm. between 10-250 mean 100.36 while the number of bacterial
At the end of surgery, and before closure of the skin, patients colonies after irrigation ranged between 0-72 colonies mean
were randomized into two groups, fifty patients (group one) 16.32. There was a significant reduction in the number of
the subcutaneous tissue was irrigated by 200ml normal saline bacterial colonies after normal saline irrigation (group1);
applied under hand pressure using 19 gauge syringe. The p-value was less than 0.05 as shown in table.
subcutaneous tissue of the other fifty patients (group two) The number of bacterial colonies before soaking of
was soaked by 10 percent povidone iodine solution for five subcutaneous tissue with povidone iodine (group2) ranged
minutes. between 6-250 mean 134.22. While after soaking, the number
Swabs were taken from subcutaneous tissue before and after of bacterial colonies ranged between 1-250 colonies mean
irrigation with normal saline in group one. Also swabs were 109.62.There was no significant reduction in the number of
taken from subcutaneous tissue in group two before and after bacterial colonies after soaking the subcutaneous tissue with
soaking with povidone iodine solution. povidone iodine (group 2); p value was more than 0.05 as
All swabs were implanted in special type of agars called brain shown in table.

Table (1): The number of cases treated with both normal saline & povidone iodine with its mean, mean of difference,
standard deviation and p value.

Range of number Mean of number Range of number Mean of number Standard


No. of Mean of
of colonies before of colonies before of colonies after of colonies after deviation of P value
Substance cases difference
treatment treatment treatment treatment difference

Normal saline 50 10-250 100.36 0-72 16.32 84.82 65.741 < 0.0002

Povidone iodine 50 6-250 134.22 1-250 169.62 24.56 6.0963 0.146

Povidoneiodine &
100 10-243 0-174 < 0.002
normal saline

J Fac Med Baghdad 234 Vol.58, No.3, 2016


The effectiveness of irrigation method by normal saline compared to povidone Hassan A. Hassan
iodine soaking in decreasing the rate of contamination in appendectomy wound

Discussion: cheap device can be constructed from items readily available


In this study we try to compare two methods and substances within the emergency department or operating theatre and
that may assist in decreasing the rate of contamination in the minimizes exposure to biologically hazardous material during
surgical wound so as to decrease the incidence of wound wound irrigation. A study done by Dire and Welsh23 on 531
infection. As appendectomy is the commonest surgery in patients with minor uncomplicated soft tissue lacerations
surgical practice and its one of the most common causes of Wounds cleaned With Group A Normal Saline, Group B 1%
mortality, despite medical advances, it continues to be a major Povidone Iodine Group C Pluronic F-68 (ShurClens) they
problem. We choose to do our study on its wound specially studied the rate of Infection in Group A 13/189 (6.9%) Group
that nearly most surgical personnel are quite familiar with its B 8/184 (4.3%) Group C 9/158 (5.6%) Isotonic saline has
common complications such as wound infections. (17, 18) been shown to be as effective as povidone-iodine in reducing
Most of studies that deals with this subject depend on clinical infection rates in the human emergency room. No differences
features of wound infection in 3rd, 5th, and 7th day post were found in infection rates between any type of surgical
operatively to detect effectiveness of cleansing methods and wounds irrigated with povidone-iodine and those irrigated
cleansing solution .but in our study we prefer to calculate with normal saline this is because that irrigation method
the number of microorganism in the wound before and after regardless the substance is the corner stay. Griffiths 24study on
cleansing, because we think that this method is more accurate 49 patients with chronic wounds. Group A: wounds irrigated
for evaluating the effectiveness of cleansing methods and with tap water Group B: wounds irrigated with normal saline
solutions.The risk factors for development of wound infection .Infection rare in Group A 0/23 wounds Group B 3/26 wounds.
(Like preoperative shaving, hand washing and all technical The insignificant difference also refers to the effectiveness of
precautions of surgery and wound closure) were the same and irrigation method itself. Comparative study by Hollander et.al
controlled in both groups except the wound cleaning method 25 with concurrent controls 1923 patients with non bite, non-
and solution. ComillaSasson et al 19 comparing wound contaminated facial or scalp lacerations, Group A 1090 patients
healing outcomes and infection rates in wounds cleaned with cleaned with saline irrigations, Group B 833 patients cleaned
water and those cleaned with normal saline .Trials involved with normal saline and gauze. Rate of Wound infection in
patients of all ages with a wound of any etiology and in any Group A 0.9% in the irrigation group and 1.4% in the Group B
setting were included. Trials were excluded if they involved non irrigation group (P= 0.28 for difference). Towler J.26 said
dental procedures or burns. He found out that Normal saline that Cleansing methods often differ among individual health
is most often preferred as it is relatively inexpensive, nontoxic care providers, institutions and facilities and many times are
to tissues, and does not affect normal skin flora. The use of tap based on individual experiences and personal preferences, and
water to cleanse wounds has also been examined. The Authors so he prove the effectiveness of irrigation with tap water or
conclude that there is insufficient evidence to either support normal sterile saline by 18-19 gauge needle which give 8 psi
or refute the claim that tap water is comparable or superior pressure and how irrigation of wounds removes bacteria and
to normal saline. This result reflect the action of irrigation foreign materials, and creates a wound environment optimal for
method, regardless the substance. Regarding the effectiveness healing. Dean A. Hendrickson,27 compared isotonic normal
of choosing normal saline itself in irrigation method our result saline to Hypertonic saline (20%) he decide that the latter is
was similar to the results of Cunliffe, P.J. and Ovington, L.G very effective in reducing bacterial numbers in the surgical
in that sterile normal saline regarded as the most appropriate wounds by irrigation method. However, it can be traumatic
and preferred cleansing solution, because it is nontoxic, to normal cells as well. Hypertonic saline should be used only
isotonic solution that does not damage healing tissues.20,21. in wounds that are obviously infected and not as protective
Patel CV et al.22 who used copious irrigation (1 - 1.5 liter) However, the bulk of research shows that povidone iodine is
saline to facilitate local dilution of the organism load which very limited in reducing bacterial numbers in the wound. while
lift bacteria and debris from the wound .The majority of isotonic saline reduced bacterial numbers better than povidone
uncomplicated (eg, superficial-incisional) SSIs do not require iodine.28
any further technique. The results of IrajFeizi ;IrajPoorfarzan The study by, Lammers RL, Fourre ́ M, Callaham ML, et.al29
and BitaShahbazzadegan17showed that (aggressive washing conclude that Povidone iodine was not an effective substitute
method with (1 - 1.5 liter) normal saline by pressure is also an for wound debridement. The general thought is that Povidone
effective technique in patients with perforated appendicitis and iodine causes necrosis of the underlying tissue leading to more
wound infection. The same method of using syringe irrigation, bacterial infection. Consequently, Povidone iodine should
Stevens RJ, Gardner ER, Lee SJ.10 study the irrigation of only be used around the wound over intact skin, and never in
traumatic wounds with a device consisting of a 20 ml syringe the wound itself.
and a 21F gauge hypodermic needle. This simple, effective and One of the results of Fernandez R. et al. 30 review about the

J Fac Med Baghdad 235 Vol.58, No.3, 2016


The effectiveness of irrigation method by normal saline compared to povidone Hassan A. Hassan
iodine soaking in decreasing the rate of contamination in appendectomy wound

effectiveness of different solutions, techniques and pressure Infection Reduction Program: A National Surgical Quality
for wound cleansing, he decided that studies undertaken Improvement Program–Driven Multidisciplinary Single-
on contaminated wounds, reported a lower infection rate in Institution Experience Journal of the American College of
wounds that were cleansed using povidone iodine. We think SurgeonsVolume 216, Issue 1, January 2013, Pages 23–33
that our dependence on calculation of the number of colonies 7. Barr, J.E., 1995. Principles of wound cleansing. Ostomy
after swapping at the end of each surgery, might be the reason Wound manage, 41: 15S-21S.
behind the difference between our results and those obtained 8. Jensen, J. and H.T., 1991. The wound healing curve as a
by Fernandez R. et al, who depended on the clinical features practical teaching device. Surg. Gynecol&Obstetric, 173: 63-
of wound infection appears in subsequent days after surgery, 64.
which may depend on other factors, such as the host defense 9. Gruber, R., L. Vistnes and R. Pardoe, 1999.The effect
mechanism, presence or absence of nasocomial infection of commonly used antiseptics on wound healing. Plastic
and action of povidone iodine which may need time to get Reconstruction Surg., 55: 472-476.
its effect. In his review about wound cleanser Fernandez et 10. Patel CV, Powell L and Wilson S. Surgical Wound
al. also provide support for the use of, tap water for routine Infections. Current Treatment Options in Infectious Diseases
cleansing of acute and chronic wounds. 2000; 2: 147-153.
11. Stevens RJ, Gardner ER, Lee SJ A simple, effective and
Conclusion: cheap device for the safe irrigation of open traumatic wounds.
The rate of wound contamination was significantly reduced Emerg Med J. 2009 May; 26(5):354-6.
after appendectomy when using high pressure irrigation 12. VeerayaPaocharoen MD, ChatchaiMingmalairak MD,
with normal saline, compared with soaking the wound with AnuchaApisarnthanarak MD, comparison of surgical wound
povidone iodine. infection after preoperative skin preparation with 4%
chlohexidine and povidone iodine: a prospective randomized
Author contribution trial - J Med Assoc Thai 2009; 92 (7): 898-902 .
Hassan Ahmed Hassan: Study conception, critical revision, 13. Weiss EA, Oldham G, Lin M, Foster T, Quinn JV.Water is a
designs the protocol of the study. safe and effective alternative to sterile normal saline for wound
Mohannad Kamel Al-Bermani: selection of study subject, irrigation prior to suturing: BMJ Open.2013 Jan 16;3(1). pii:
Selection of samples, acquisition of data, writing of manuscript, e001504. doi: 10.1136/bmjopen-2012-001504.
Interpretation ,collection and analyses of data. 14. Pieper R. Kanger L .The incidence of acute appendicitis
Aws Basheer Abed: support in writing the theses, draftig and &appendectomy & epidemiology study of 971 cases acta.
manuscript .statistical analysis Chir-scand.-1982; 198-45.
15. Beam, J.W., 2006. Wound Cleansing: Water or Saline, J.
Athlet. Train., 41: 196-197.
References 16. Mueller TC, Loos M, Haller B, MihaljevicAL,et al. .Intra-
1. David J. Leaper, Surgical infection, Bailey& love, short operative wound irrigation to reduce surgical site infections
practice of surgery 26th edition, , part one, chapter five page after abdominal surgery: a systematic review and meta-
53. analysis. . Langenbecks Arch Surg. 2015 Feb;400(2):167-81.
2. Winter JM, Cameron JL, and Campbell KA, et al. doi: 10.1007/s00423-015-1279-x. Epub 2015 Feb 14.
1423pancreaticoduodenectomies for pancreatic cancer: 17. J. K. Cama, “Recurrent abdominal pain post appendectomy:
a single-institution experienceJ.Gastrointest. Surg. 2006; a rare case,” Pacific Health Dialog, vol. 16, no. 2, pp. 78–81,
10:1199-211. 2010.
3. Tang R, Chen HH, Wang YL, et al. Risk factors for surgical 18. IrajFeizi , Iraj Poorfarzan, and BitaShahbazzadegan.
siteinfection after elective resection of the colon and rectum:  Healing Initial of Appendectomy Infection Wounds with
a singlecenter prospective study of 2,809 consecutive patients. Aggressive Washing Method.Iranian Red Crescent Medical
Ann Surg 2001;234:181-9. Journal. 2013 September; 15(9): 786-8.
4. ShahidSadughi. A comparison between traumatic wound 19. ComillaSasson, MD, Adam Kennah, MD, Barry Diner,
infections after irrigating them with tap water and normal MD^. Israeli Journal of Emergency Medicine – Vol. 5, No. 4
saline World Journal of Medical Sciences 2 (1): 58-61, 2007. Oct 2005
5. David E Reichman, and J. A. Greenberg, Reducing Surgical 20. Cunliffe, P.J. and T.N. Fawcett, 2002. Wound cleansing:
Site Infections: A ReviewObstet Gynecol. 2009 Fall; 2(4): The evidence for the techniques and solutions used. Prof.
212–221. Nurse, 18: 95-99.
6. Robert Cima, MD et,alColorectal Surgery Surgical Site 21. Ovington, L.G., 2001. Battling bacteria in wound care.

J Fac Med Baghdad 236 Vol.58, No.3, 2016


The effectiveness of irrigation method by normal saline compared to povidone Hassan A. Hassan
iodine soaking in decreasing the rate of contamination in appendectomy wound

Home Healthc Nurse, 19: 622-630.


22. Patel CV, Powell L and Wilson S. Surgical Wound
Infections. Current Treatment Options in Infectious Diseases
2000; 2: 147-153.
23. Dire DJ, Welsh AP. A comparison of wound irrigation
solutions used in the emergency department. Ann Emerg Med.
1991;19:704-708
24. Griffiths RD, Fernandez RS, Ussia CA. Is tap water a
safe alternative to normal saline forwound irrigation in the
community setting? J Wound Care 2001; 10: 407
25. Hollander J, Richman PB, Werblud M, Miller T, Huggler
J, Singer A. Irrigation in facial andscalp lacerations: does it
alter outcomes? Ann Emerg Med 1998; 31: 73–7.
26. Towler, J., 2001. Cleansing traumatic wounds with, swabs,
water or saline. J. Wound Care, 10: 231-234.
27. Dean A. Hendrickson, DVM, MS, DACVS ,AAEP
PROCEEDINGS ,What You Should and Should Not Put In or
On a Wound,Vol. 61,2015
28. Kucan JO, Robson MC, Heggers JP, et al. Comparison of
silver sulfadiazine, povidone-iodine and physiologic saline
in the treatment of chronic pressure ulcers. J Am GeriatrSoc
1981;29:232–235
29. Lammers RL, Fourre ́ M, Callaham ML, et al. Effect of
pov- idone-iodine and saline soaking on bacterial counts
in acute, traumatic, contaminated wounds. Ann Emerg
Med,1990;19:,709–714.
30. Fernandez R, Griffiths R, Ussia C. The Effectiveness of
Solutions, Techniques and Pressurein Wound Cleansing: a
Systematic Review. Adelaide: Joanna Briggs Institute, 2001.

J Fac Med Baghdad 237 Vol.58, No.3, 2016

Anda mungkin juga menyukai