Disusun Oleh :
Asri Rahmawati
Nim.P003200018058
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks ). Usus
buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de
Jong et al, 2010).
Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis utamanya
diduga karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan
oleh serat) (Wim de Jong et al, 2010).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam pencernaan. Untuk fungsinya
secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang
berfungsi untuk mempertahankan atau imunitas tubuh. dan bila bagian usus ini mengalami infeksi akan
sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi,dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan suatu peradangan pada
bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan bedah.
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan keras yang masuk ke dalam
usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-
kuman yang dapat memperparah keadaan tadi (Saydam Gozali, 2011). Apendisitis akut merupakan
infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor pencetusnya:
1. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan cacing askaris.
2. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
3. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan yang rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal,
yang berakibat timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon (R Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1) Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus.
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendiks yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Krismanuel, H., 2012).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya apendisitis yaitu disebabkan oleh
adanya obstruksi yang diakibatkan juga karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi
makanan tinggi serat.
3. MANISFESTASI KLINIS
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang di dasari dengan radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik apendisitis adalah:
1. Nyeri visceral epigastrium.
2. Nafsu makan menurun.
3. Dalam beberapa jam nyeri pindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.
4. Kadang tidak terjadi nyeri tapi konstipasi.
5. Pada anak biasanya rewel, nafsu makan turun karena focus pada nyerinya, muntah-muntah,
lemah, latergik, pada bayi 80-90% apendisitis terjadi perforasi (Tsamsuhidajat & Wong de jong,
2010).
Manisfestasi klinis lainya adalah:
1. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang muntah kehilangan
nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.
2. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina anterior ileum), terasa
nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah rektus kanan.
3. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri tekan, spasme otot dan
adanya diare atau konstipasi.
4. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih terdistensi akibat ileus
paralitik dan kondisi memburuk. (Brunner & Suddarth, 2014).
Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering muncul pada kasus apendisitis adalah
nyeri namun kadang bisa juga tanpa nyeri namun terjadinya konstipasi. Pada anak-anak biasanya
ditemukan data yaitu nafsu makan menurun, terjadinya penurunan kesadaran hingga terjadinya
perforasi.
4. PATOFISIOLOGI
Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan
oleh fekalit (massa dank eras dan fases), tumor, atau benda asing. Proses imflamasi meninggkatkan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa
jamterlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi
pus. Setelah dilihat penyebab dari appediksitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh
apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau
parasit (Katz ,2009 ).
Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri.
Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif dan penuruna pada perfusi pada dinding apendiks yang
berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi pada permukaan serosa
apendiks (santacroce,2009) Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan
meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding apendiks yang
disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi ketidak nyamanan abdomen.
Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk membtasi proses peradangan ini
dengan cara menutupi apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga terbentuk massa
periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks berlanjut kondisi apendiks
akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan pembentukan massa periapendikular. perforasi dengan
cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon imflamasi berbentuk
periotenum atau terjadi pada peritonitis. (Tzanakis, 2005).
5. KLASIFIKASI
Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De (2005), apendisitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum
lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat.
2. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial maupun total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya
sel 17 inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor keterlambatan dapat
terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya.
Faktor tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani maslah
dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan penangggulangan. Hal ini dapat memacu
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan
orang tua.
Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2 tahun dan 40-75%% terjadi pada
orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum
berkembang secara sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang tua, terjadi
gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan
bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga
yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.
Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam 13 pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah
24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut,
dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer, 2009)
7. PENATALAKSAAN APENDISITIS
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose apendisitis telah ditegakan dan
harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah operasi
membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainage. (Brunner
& Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit volume cairan,
mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh gangguan potensial atau
aktual pada saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur Intra Vena berikan
antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan
laksatif
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik sesuai program,
berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tandatanda obstruksi usus halus,
hemoragi sekunder atau abses sekunder (Brunner & Suddarth, 2014).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan terbagi dua yaitu tindakan medis
yang mengacu pada tindakan pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai dengan kebutuhan klien untuk
menunjang proses pemulihan.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut dimana dinding
perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-tinggi, maka
rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan dubur dan
vagina terasa nyeri
e. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang
usus buntu.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika terjadi peningkatan lebih
dari itu, maka kemungkinan apendiks telah mengalami perforasi (pecah).
3) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
b. Ultrasonografi USG
c. CT-Scan.
Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana penentuan diagnosa apendisitis yaitu
dengan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu salah satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian 17
kanan bawah akan terjadi blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan melihat
peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%,
2) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
3) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks (fekalit), ileus
terlokalisir. (Doengoes, Marilynn E, 2014).
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pain Management
dengan agens cidera keperawatan selama 3 x 24 Lakukan pengkajian nyeri secara
fisik (mis, Abses, jam maka diharapkan nyeri komprehensif termasuk lokasi,
amputasi, luka bakar, berkurang. karakteristik, durasi frekuensi,
terpotong, mengangkat Tujuan : kualitas dan faktor presipitasi.
berat, trauma, prosedur Pain Level, Observasi reaksi nonverbal dan
pembedahan, olah raga Pain control ketidaknyamanan.
berlebihah. Domain:12 Comfort level Gunakan teknik komunikasi
Kenyamanan KH : terapeutik untuk mengetahui
Kelas : 1 kenyamanan Mampu mengontrol nyeri pengalaman nyeri pasien
fisik Halaman: 469 (tahu penyebab nyeri, Kaji kultur yang mempengaruhi
NANDA mampu menggunakan respon nyeri
Batas Krakteristik tehnik nonfarmakologi Evaluasi pengalaman nyeri masa
1. Ekspresi wajah nyeri untuk mengurangi nyeri, lampau
(mata kurang mencari bantuan) Evaluasi bersama pasien dan tim
pencahayaan, tanpak Melaporkan bahwa nyeri kesehatan lain tentang
kacau, gerakan mata berkurang dengan ketidakefektifan kontrol nyeri
berpencar atau berada menggunakan manajemen masa Iampau
pada satu focus, nyeri. Bantu pasien dan keluarga untuk
meringgis.) Mampu mengenali nyeri mencari dan menemukan
2. Mengekspresikan (skala, intensitas, dukungan
perilaku(mis, gelisah, frekuensi dan tanda nyeri) Kontrol lingkungan yang dapat
merengek, menagis, Menyatakan rasa nyaman mempengaruhi nyeri seperti suhu
waspada) setelah nyeri berkurang ruangan, pencahayan dan
kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
(farmakologi,nonfarmakologi dan
inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
2. Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
3. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan
mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Pada tahap ini
perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan
terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan
ini perawat melakukan fungsinya secara independen. Interdependen dan dependen.
4. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk
menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi
mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran, yang
dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria
hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah
teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa, baik
itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar yayan, 2008, Apendisitis, diakses 19 April 2012 from http://www. Yayanakhyar.
Wordpress.com/2008/09/29/apendisitis.
Anonim, 2008, Iso farmakoterapi, 288-294, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta.Arif Muttaqin & Kumala Sari ,
2011.Gangguan Gastrointestinal(Aplikasi asuhan keperawatan medical bedah),Jakarta:Salemba medika.
Birnbaum BA, Wilson SR, 2000, Appendicitis at the millenium, Radiology 215:337-348.
Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of Internal. Medicine. 16th Ed. New York :
The Mc Graw-Hill Companies.
Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72M.Tucker, 1998, Standart Perawatan Pasien:
Proses Keperawatan,Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5, Volumr 3,Jakarta:EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction Publishing.
Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta :EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi Anna Keliat. 2015,Diagnosa Keperawatan;
Definisi & klasifikasi 2015=2017: Jakarta: EGC.
Tzanakis NE et al, 2005. A New Approach to Accurate Diagnosis of Acute Appendicitis: world journal of
surgery, April 2005, 1151-1156.
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Lengkap : Tn.S
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur/Tanggal Lahir : 20 tahun / 04 Juni 2000
4. Status perkawinan : Belum Menikah
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Tolaki/indonesia
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan :-
9. Pendapatan :-
10. Tanggal MRS : 13 februari 2021
B. Identitas Penanggung
1. Nama Lengkap : Ny.S
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Pekerjaan : Petani
4. Hubungan dengan klien : Anak
5. Alamat : Kelurahan Ngapaaha,Kecamatan Tinanggea,Kabupaten Konsel
II. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri pada area luka operasi di perut sebelah kanan bagian
bawah
B. Riwayat keluhan :
1. Penyebab/faktor pencetus : Klien mengatakan penyebab nyerinya karena habis operasi usus
buntu
b. Bila pernah dirawat di RS, sakit apa : klien belum pernah di rawat di rumah sakit
c. Pernah mengalami pembedahan : ya/ tidak, penyakit:
d. Riwayat alergi : ya/tidak, terhadap zat/ obat/ minuman/ makanan dan minuman
: klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap minuman/makanan maupun
terhadap obat-obatan
e. Kebiasaan/ketergantungan terhadap zat:
1. Merokok (berapa batang sehari) : klien memiliki ketergantungan merokok. 2 batang per hari
2. Minum alkohol :Klien tidak meminum alkohol
3. Minum kopi : ya lamanya 1 tahun
4. Minum obat-obatan : klien mengatakan dulunya memiliki ketergantungan pada narkoba
lamanya 1 tahun yang lalu
Keterangan :
= meninggal = klien
= laki-laki
= perepmuan
= garis keturunan
V. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : 110/80.mmHg
2. Pernapasan : 20 kali / menit, Irama : reguler
3. Nadi : 80 kali / menit, regular/ireguler : reguler
4. Suhu badan : 36 0C
2. Berat badan dan tinggi badan
1. Berat badan : 52 .Kg
2. Tinggi badan : 165 Cm
3. IMT :
3. Kepala :
1. Bentuk kepala : simetris antara kanan dan kiri
2. Keadaan kulit kepala: bersih tidak ada lesi
3. Nyeri kepala / pusing: tidak nyeri kepala
4. Distribusi rambut: distribusi rambut rata
5. Rambut mudah tercabut : rambut tidak mudah tercabut
6. Alopesia : tidak ada keluhan
7. Lain-lain : -
4. Mata
1. Kesimetrisan : simetris antara kanan dan kiri
2. Edema kelopak mata : tidak ada edema kelopak mata
3. Ptosis : normal
4. Sklera : tidak ikterik
5. Konjungtiva : tidak anaemis
6. Ukuran pupil : isokor
7. Ketajaman penglihatan : normal,tidak menggunakan kaca mata
8. Pergerakan bola mata : normal
9. Lapang pandang : baik /tidak ada gangguan
10. Diplopia : normal
11. Photohobia : normal
12. Nistagmus : normal
13. Reflex kornea : normal
14. Nyeri : tidak ada nyeri
15. Lain – lain :-
5. Telinga
1. Kesimetrisan : simetris antara kanan dan kiri
2. Sekret : tidak ada secret
3. Serumen : tidak ada serumen
4. Ketajaman pendengaran : normal
5. Tinnitus : normal
6. Nyeri : tidak ada nyeri tekan
7. Lain – lain :-
6. Hidung
1. Kesimetrisan : nampak simetris
2. Perdarahan : nampak tidak ada perdarahan
3. Sekresi : nampak tidak ada sekresi
4. Fungsi penciuman : baik/tidak ada gangguan
5. Nyeri : tidak ada nyeri tekan
6. Lain – lain :-
7. Mulut
1. Fungsi berbicara : normal
2. Kelembaban bibir : normal,bibir berwarna kehitaman
3. Posisi uvula : normal
4. Mukosa : normal
5. Keadaan tonsil : tidak ada pembesaran kelenjar tonsil
6. Stomatitis : normal
7. Warna lidah : normal/nampak merah muda
8. Tremor pada lidah : normal
9. Kebersihan lidah : ………nampak bersih
10. Bau mulut : tidak ada keluhan
11. Kelengkapan gigi : gigi lengkap,tidak menggunakan gigi palsu
12. Kebersihan gigi : nampak bersih
13. Karies : tidak ada karies
14. Suara parau : normal
15. Kesulitan menelan : normal
16. Kemampuan mengunyah : baik
17. Fungsi mengecap : baik/tidak ada keluhan
18. Lain – lain :-
8. Leher
1. Mobilitas leher : Baik
2. Pembesaran kel. Tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3. Pembesaran kel. limfe : tidak ada pembesaran limfe
4. Pelebaran vena jugularis : tidak ada pelebaran vena jugularis
5. Trakhaea : normal
6. Lain-lain :-
9. Thoraks
Paru – paru
1. Bentuk dada : simetris antara kanan dan kiri
2. Pengembangan dada : normal
3. Retraksi dinding dada : normal
4. Tanda jejas : tidak ada
5. Taktil fremitus : normal
6. Massa : tidak ada massa
7. Dispnea : tidak ada dispnea
8. Ortopnea : normal
9. Perkusi thoraks : tidak ada bunyi pekak
10. Suara nafas : vesikuler
11. Bunyi nafas tambahan : tidak ada suara nafas tambahan
12. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri
13. Lain-lain :-
Jantung
1. Iktus kordis : normal
2. Ukuran jantung : normal
3. Nyeri dada : tidak ada nyeri dada
4. Palpitasi : normal
5. Bunyi jantung : normal, tidak ada suara jantung tambahan
6. Lain-lain :-
10. Abdomen
1. Warna kulit : sawo matang
2. Distensi abdomen:
3. Ostomy :
4. Tanda jejas :
5. Peristaltik : Bising usus 9 x/menit
6. Perkusi abdomen : Timpani
7. Massa : tidak ada Loksi : -
8. Nyeri tekan : ada Lokasi : bagian abdomen kanan bawah bekas operasi
9. Lain - lain :-
11. Payudara
a. Kesimetrisan : simetris antara kanan dan kiri
b. Keadaan puting susu : baik
c. Pengeluaran dari putting susu : normal
d. Massa : tidak ada keluhan
e. Kulit paeu d’orange : normal
f. Nyeri : tidak ada nyeri tekan
g. Lesi : tidak ada lesi
h. Lain – lain :-
12. Genitalia
Pria
1. Keadaan meatus uretra eksterna : normal
2. Lesi pada genital : tidak ada keluhan
3. Scrotum : normal
4. Pembesaran prostat : normal
5. Pendarahan :tidak ada perdarahan
6. Lain – lain :-
15. Ekstremitas
1. Warna kulit : sawo matang
2. Purpura / ekimosis : normal Lokasi : -
3. Atropi : normal/tidak ada keluhan
4. Hipertropi : normal
5. Lesi : normal
6. Pigmentasi : normal
7. Luka : - Lokasi Ukuran :
8. Deformitas sendi : normal
9. Deformitas tulang : normal
10. Tremor : normal
11. Varises : tidak ada varises
12. Edema : tidak ada edema
13. Turgor kulit : normal
14. Kelembaban kulit : normal
15. Capillary Tefilling Time (CRT) : < 2 detik
16. Pergerakan : normal
17. Kekakuan sendi : normal
18. Kekuatan otot : normal
19. Tonus otot : normal
20. Kekuatan sendi : normal
21. Nyeri : normal
22. Diaphoresis : normal
23. Lain – lain :-
DO:
Klien nampak meringis
Klien nampak gelisah
Klien nampak memegang abdomen
yang sakit
Nampak skala nyeri sedang
TTV:
TD : 110/80 mmHg
P : 20 x/menit
N : 80x/menit
S : 36oC
2. DS: Obstruksi pada lumen apendiks Gangguan
– Klien mengatakan sulit untuk tidur ↓ pola tidur
karena nyeri yang dirasakanya sangat Peningkatan tekanan intralumen/dinding
mengganggu . apendiks
– klien mengatakan hanya tidur 2-3 ↓
jam di malam hari . Aliran darah berkurang
↓
DO: Edema/ulserasi mukosa
Klien nampak lemah ↓
Klien nampak sering menguap apendisitis
Nampak mata klien sayup ↓
TTV: Pembedahan/operasi
TD : 110/80 mmHg ↓
P : 20 x/menit Luka insisi
N : 80x/menit ↓
S : 36oC
Nyeri
↓
Fokus pada nyeri
↓
Istirahat tidur terganggu
↓
Gangguan pola tidur
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
Kolaborasi
- Kolaborasi pemeberian analgetik
Nyeri Akut b.d Agen Senin/ 09.35 Mengidentifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, S: Klien mengatakan nyeri
Pencedera Fisik 15 februari 2021 kualitas,intensitas nyeri pada area luka operasi di
Hasil : nyeri pada area luka operasi di perut sebelah
perut sebelah kanan bagian
kanan bagian bawah,seperti teriris-iris
bawah dengan skala
09.45 Mengidentifikasi skala nyeri keluhan 5
Hasil : skala nyeri 5
O:
– Klien nampak
09.56 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan meringis
memperingan nyeri – Klien nampak gelisah
Hasil:hal yang memperingan keluhan ketika klien – Klien nampak
beristirahat dan hal yang memperberat nyeri ketika memegang abdomen
klien mau bergerak yang sakit
10.10 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi – Nampak skala nyeri
rasa nyeri sedang
Hasil : mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam A:masalah belum teratasi
10.20 Menjelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri P:intervensi di lanjutkan
Hasil : klien mengetahui penyebab dan pemicu nyeri
Mengobservasi TTV :
12.00 Hasil : TD : 110/80 mmHg
P : 20 x/menit
N : 80x/menit
S : 36oC
Gangguan Pola tidur Senin/ 13.10 Mengidentifikasi pola aktifitas dan tidur S: Klien mengatakan sulit
b.d kurang kontrol 15 februari 2021 Hasil : Klien mengatakan sulit untuk tidur untuk tidur karena nyeri
tidur
yang dirasakanya sangat
13.15 Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur
Hasil : Klien mengatakan sulit untuk tidur karena nyeri mengganggu
yang dirasakanya sangat mengganggu O:
Klien Klien nampak
Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
lemah
13.20 Hasil : membantu pasien mengatur posisi semi fowler
Klien nampak sering
menguap
Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Nampak mata klien
Hasil : klien mengerti pentingnya tidur cukup selama
sayup
sakit
13.25 A: masalah belum teratasi
P :intervensi di lanjutkan
Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Hasil : klien mengatakan hanya tidur 2-3 jam di malam
hari
13.30
Nyeri Akut b.d Agen Selasa/ 08.35 Mengidentifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, S: Klien mengatakan nyeri
Pencedera Fisik 16 februari 2021 kualitas,intensitas nyeri pada area luka operasi di
Hasil : nyeri pada area luka operasi di perut sebelah
perut sebelah kanan bagian
kanan bagian bawah
bawah sedikit berkurang
08.40 Mengidentifikasi skala nyeri dengan skala 4
Hasil : skala nyeri 4
O:
08.52 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan – Klien nampak
memperingan nyeri meringis
Hasil:hal yang memperingan keluhan ketika klien – Klien nampak gelisah
beristirahat dan hal yang memperberat nyeri ketika – Nampak skala nyeri
klien hendak bergerak sudah berkurang (nyeri
sedang)
09.15 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
A:masalah teratasi
rasa nyeri
Hasil : mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam sebagian
P: intervensi di lanjutkan
09.20 Menjelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
Hasil : klien mengetahui penyebab dan pemicu nyeri
Mengobservasi TTV :
12.20 Hasil : TD : 100/80 mmHg
P : 20 x/menit
N : 80x/menit
S : 36oC
13.40
Nyeri Akut b.d Agen Rabu / 08.00 Mengidentifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, S: Klien mengatakan
Pencedera Fisik 17 februari 2021 kualitas,intensitas nyeri sedikit nyeri pada area
Hasil : sedikit nyeri pada area luka operasi di perut luka operasi di perut
sebelah kanan bagian bawah berkurang
sebelah kanan bagian
08.05 Mengidentifikasi skala nyeri bawah dengan skala
Hasil : skala nyeri 3 keluhan 3
O:
08.10 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri – Meringis berkurang
Hasil:klien mengatakan hal yang memperingan keluhan – Gelisah berkurang
ketika istirahat dan hal yang memperberat keluhan tidak – Nampak skala nyeri
ada,karena klien sudah mampu untu bergerak sedikit ringan
A:masalah teratasi
Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi P:intervensi di hentikan
08.15 rasa nyeri (pasien pulang)
Hasil : mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Mengobservasi TTV :
Hasil : TD : 110/80 mmHg
08.30 P : 20 x/menit
N : 80x/menit
S : 36oC