Anda di halaman 1dari 14

Modul Dosen 1

MODUL DOSEN
KASUS APENDIKSITIS BLOK PENCERNAAN
PROGRAM PROFESI NERS STIKKU

I. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Apendiksitis

II. Tujuan Khusus


1. Menguraikan anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
2. Menjelaskan patofisiologi Apendiksitis
3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan Apendiksitis
4. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan Apendiksitis
5. Menyusun rencana Asuhan keperawatan
6. Mengimplementasikan rencana keperawatan
7. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan
8. Mendemonstrasikan pengkajian fisik pada klien dengan Apendiksitis

III. Anatomi Fisiologi


A. Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm


(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam
Departemen Bedah UGM, 2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina
serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks.
Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale (Soybel,
2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)
B. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna
dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

IV. Apendiksitis
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001
dalam Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).
B. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
C. Tanda dan gejala
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004).
D. Klasifikasi
Apendisitis ada 2 :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring,
biasanya ditemukan pada usia tua.
E. Patofisiologi
Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang
mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah Titik Mc
Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus.
kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum parietale.
Setelah mukosa terkena
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi, yaitu dengan
mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate apendiks dan disebut proses walling off.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Bila semua
proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi. Pada orangtua kemungkinan
terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan telah ada
gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Appendisitis
akut dalam 48 jam dapat menjadi sembuh, Kronik, Perforasi atau Infiltrat
F. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus
halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi
luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat
menimbulkan kematian (Craig, 2011).
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi
yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan
di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus aku
ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari
mesenterium apendiks (Bailey, 1992)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah
leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya
berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan
dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran
telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen
usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam
menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah
rongga panggul (Sanyoto, 2007).
H. Terapi Farmakologi
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6
jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan
usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks
(Sanyoto, 2007).
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu
dilakukan sebelum pembedahan (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke
dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan
juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks.
Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih
kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih
baik (Sanyoto, 2007)
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/Istirahat : Malaise (rasa sakit/tidak enak badan)
b. Sirkulasi : Takikardi
c. Eliminasi :
Gelaja : Konstipasi pada tahapan awal, kadang-kadang diare
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/lepas kekakuan,
penurunan atau tak ada bising usus
d. Makanan dan Cairan :
Gejala : Anoreksia, mual dan muntah
e. Nyeri/Kenyamanan :
Gelaja : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus
yang meningkat berat dan terlokalissi pada titik Mc. Burney (setengah jarak
antara umbilicus & tulang ileum kanan) meningkat karena berjalan, bersin,
batuk atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark
pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri /gejala tak jelas (sehubungan
dengan lokasi apendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter
Tanda : Prilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau
telentang dengan lutut ditekuk : meningkatnya nyeri pada kuadran kanan
bawah karena posisi ekstensi kaki kanan /posisi duduk tegak Nyeri pada
sisi kiri diduga inflamasi Peritoneal
f. Keamanan :
Tanda : Biasanya demam
Pernapasan : Takipnea, pernapasan dangkal
g. Pemeriksaan Diagnostik :
Sel darah putih ; diatas 12.000/mm3 (lekositosis), neutrofil
meningkat sampai 75 %
Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosist mungkin ada
Foto Abdomen : Dapat menyatakan adanya pengerasan material
pada apendiks (fekalit)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Sebelum operasi
1) Nyeri Abdomen b.d Obstruksi dan peradangan apendiks
2) Potensial kekurangan volume cairan b.d mual, muntah,anoreksia dan
diare
3) Kurang pengetahuan tentang prosedur preop dan post op b.d kurang
terpapar terhadap informasi
4) Resiko tinggi terjadi komplikasi peritonitis b.d perforasi/ruptur apendiks
b. Sesudah Oprasi
1) Potensial tidak efektifnya pola napas b.d efek anastesi dan mobilisasi
2) Nyeri b.d Luka operasi
3) Kerusakan integritas kulit b.d luka oprasi
4) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang perawatan di rumah
dan tindak lanjut yang dibutuhkan.
5) Potensial kekurangan cairan dan elektolit b.d demam dan pemasukan
cairan yang tidak memadai.
3. Intervensi
a. Sebelum Operasi
1) Nyeri abdomen b.d obstruksi dan peradangan
apendiks Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempertahankan kenyamananya selama perawatan
Kriteria Evaluasi :
Dalam 1-2 jam intervensi penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien
tentang nyeri menurun, dibuktikan dengan skala nyeri, indikator-
indikator obyektif, seperti meringis, wajah dan posisi tubuh relaks (tidak
ada/menurun)
Intervensi Keperawatan
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri
dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri) - 10 (nyeri paling buruk).
Waspada tentang karakteristik ketidaknyamanan selama tahap-
tahap berikut dari apendisitis :
1) Tahap awal : Nyeri abdomen (baik epigastrsik atau umbilikal)
yang mungkin tidak jelas atau menyebar: mual dan muntah :
demam: sensitifitas diatas area apendiks
2) Tahap intemediet (akut) : Nyeri berpindah dari epigastrium ke
kuadran kanan bawah pada titik Mc Burney dan meningkat
dengan berjalan atau batuk. Nyeri dapat disertai dengan
sensasi konstipasi. Anoreksia, malaise, kadang-kadang diare,
penurunan peristaltik usus juga terjadi.
3) Apendisitis akut dengan perforasi : peningkatan nyeri umum:
berulangnya muntah, peningkatan kekakuan abdomen.
b. Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya
c. Kolaborasi therapi dengan pemberian antiemetik, sedatif, dan
analgesik sesuai program.
d. Pertahankan pasien puasa sebelum pembedahan untuk
memberikan kenyaman pada peristaltik usus : setelah
pembedahan, mual muntah biasanya hilang
e. Ajarkan teknik untuk pernapasan dalam untuk menurunkan stress
dan membantu relaks otot yang tegang.
f. Bantu posisi pasien untuk kenyaman optimal. Beberapa pasien
menemukan kenyamanan pada posisi miring dengan lutut ditekuk,
sedangkan yang lain merasa nyerinya hilang apabila telentang
dengan bantal dibawah lutut.
g. Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri
h. Ciptakan lingkungan yang tenang
2) Potensial kekurangan volume cairan b.d mual, muntah, anoreksia dan
diare.
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempertahan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
normal selama perawatan
Kriteria Evaluasi
Dalam jangka 1-2 jam intervensi diberikan dapat lihat tanda sebagai
berikut : bibir tidak kering, mukosa membran lembab, turgor kulit baik,
tidak kering.
Intervensi Keperawatan
a) Kontrol TV terhadap peningkatan suhu, peningkatan frekwensi nadi,
hipotensi tiap 4 jam
b) Puasa makan dan minum
c) Pasang infus dan pipa lambung sesuai program medik
d) Kontrol cairan keluar dan masuk bila urin < 30/jam, laporkan Dokter
e) Jauhka makan-makanan/bau-bauan yang merangsang mual muntah.
3) Kurang pengetahuan tentang prosedur preop dan post op b.d kurang
terpapar terhadap informasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan meningkatkan pengetahuanya
Kriteria Evaluasi :
Pasien mengungkapkan pengetahuan tentang prosedur pembedahan
termasuk persiapan preoprasi dan sensasi dan perawatan operasi dan
sensasi, dan mendemostrasikan latihan pascaoprasi dan menggunakan
alat sebelum preosedur pembedahan atau pada kedaruratan selama
periode pascaoperasi segera.
Intervensi keperawatan
a) Kaji pemahaman pasien tentang diagnosis,prosedur bedah,rutinitas
praoperasi dan program pasca operasi. Evaluasi tentang hasrat
pasien terhadap informasi tentang diagnosis dan prosedur.
b) Jelaskan tentang diagnosis dan prosedur pembedahan sesuai
kebutuhan.
c) Jelaskan tentang peristiwa preoperasi :
 Dimana pasien akan berada sebelum, selama, dan segera
setelah operasi.
 Obat-obatan preoperasi dan waktu pembedahan.
 Penatalksanaan nyeri, termasuk sensasi yang akan dirasakan.
 Pemasangan kateter, selang, dan alat pemberian oksigen.
 Perubahan diet,termasuk puasa.
 Pembatasan aktifitas dan posisi
 Perlunya menghindari merokok selama periode perioperasi.
 Jam kunjungan dan lokasi ruang tunggu.
d) Jelaskan aktifitas, latihan, dan kewaspadaan pascaoperasi. Izinkan
pasien kembali mendemonstrasikan alat dan latihan berikut dengan
cepat :
 Napas dalam dan latihan batuk
 Penggunaan alat infus PCA
 Gerakan naik turun dari tempat tidur
e) Sebelum pasien pulang, ajarkan tentang aktifitas yang yang
dilakukan :
f) Meningkatkan aktifitas secara bertahap, menghindari secara
bertahap sesuai toleransi, menghindari mengangkat beban ( > 5 kg ),
menghindari mengemudi mobil ( sering selama 4 – 6 mgg )
g) Berikan waktu pada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan
mengekspresikan perasaan ansietas : bersikap menenangkan dan
mendukung.
4) Potensial terjadi komplikasi peritonitis b.d perforasi/ruptur
apendiks Hasil yang diharapkan :
Pasien akan bebas dari infeksi (komplikasi)
Kriteria Evaluasi :
Nyeri abdomen tidak bertambah hebat, tanda vital normal, tidak ada
tanda-tanda gelisah, dehidrasi dan akral tidak dingin.
Intervensi keperawatan :
a) Observasi tanda-tanda vital
b) Kontrol secara teratur tanda-tanda peritonitis dan laporkan
segera bila perlu
c) Beri makanan dan cairan batasan sesuai program
d) Kalau perlu pasang pipa lambung, infus sesuai program medik
e) Jangan berikan huknah, klisma atau obat pencahar
f) Bila tanda dan gejala peritonitis muncul, maka :
 Puasakan
 Beri posisi setengah duduk dan tirai baring
 Pantau efek pembelian obat
 Beri dukungan pada pasien
 Beri antibiotik sesuai program medik
b. Sesudah Operasi
1. Potensial kurang efektifnya pola napas b.d pengaruh anastesi dan
mobilisasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempertahankan pola napas yang normal selama
perawatan
Kriteria Evaluasi : Bunyi di kedua paru bersih, tidak ada lendir,
pernapasan 18 x/menit.
Intervensi keperawatan
a) Kaji pola, suara, frekuensi pernafasan
b) Bantu pasien dan ajarkan untuk tirah baring, batuk dan napas dalam
c) Beri posisi setengah duduk
d) Mobilisasi dini
2. Nyeri b.d Luka pembedahan
Hasil yang diharapkan : Pasien akan mempertahankan kenyamananya
selama perawatan
Kriteria Evaluasi :
Dalam 1-2 jam intervensi penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien
tentang nyeri menurun, dibuktikan dengan skala nyeri, indikator-indikator
obyektif, seperti tidak meringis, wajah dan posisi tubuh relaks, luka
operasi, tidak ada tanda –tanda infeksi
Intervensi Keperawatan
a) Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri
dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri_ - 10 (nyeri paling buruk). Beri
b) Beri posisi tidur nyaman
c) Kolaborasi therapi analgesik sesuai program.
d) Ajarkan cara mengulangi nyeri :
 Napas dalam dan batuk efektif
 Tidur terlentang, kedua telapak tangan menekan daerah luka
operasi dengan bantal kecil
 Relaksasi
e) Mobilisasi bertahap
f) Lakukan program medik
g) Kompres es pada daerah yang sakit untuk mengurangi nyeri
h) Ciptakan lingkungan yang tenang
3. Kerusakan integritas kulit b.d luka pembedahan
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempertahankan integritas kulit yang normal selama
perawatan
Kriteria Evaluasi Luka insisi sembuh tanpa ada tanda-tanda infeksi
Intervensi Keperawatan
a) Pantau luka pembedahan dari tanda –tanda peradangan : demam,
kemerahan, bengkak, dan cairan yang keluar terhadap warna,
jumlah dan karakteristik
b) Rawat luka secara steril
c) Beri makanan berkualitas atau dukung pasien untuk makan yang
bergizi untuk mempercepat proses penyembuhan
d) Beri atibiotik sesuai program medic
4. Kurang pengetahuan tentang perawatan dirumah dan tindak lanjut yang
dibutuhkan b.d kurang terpapar terhadap informasi
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan meningkatkan pengetahuanya tentang perawatan dirumah
dan tindak lanjut yang dibutuhkan.
Kriteria Evaluasi :
Pasien mengungkapkan pengertianya tentang perawatan di rumah dan
tindak lanjutnya..
Intervensi keperawatan
a) Ajarkan perawatan luka secara bersih dan kering
b) Diskusikan tanda gejala infeksi luka, laporkan pada dokter bila
terjadi
c) Diskusikan tentang diit yang tidak merangsang peristaltik usus dan
anjurkan nutrisi yang memadai
d) Jelaskan kebutuhan latihan dan istirahat yang seimbang
e) Berutahukan pasien untuk menghindari latihan fisik yang berat
untuk beberapa minggu.
f) Kontrol kembali ke dokter sesuai tanggal yang ditentukan.
5. Potensial kekurangan cairan dan elektrolit b.d demam dan pemasukan
cairan yang tidak memadai
Hasil yang diharapkan :
Pasien akan mempertahankan cairan dan elektrolit yang seimbang
selama perawatan
Kriteria Evaluasi :
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (bibir tidak kering, mukosa membran
lembab, tidak sering kehausan, pemasukan cairan mencukupi.
Intervensi keperawatan
a) Kaji keadaan turgor kulit dan selaput lendir
b) Observasi tanda-tanda vital
c) Catat cairan masuk dan keluar
d) Beri cairan infus sesuai prgram medik
e) Beri diit sesuai program medik dan tingkatkan secara bertahap
f) Jaga pipa lambung yang ada, perhatikan warna cairan, jumlah dan
karasteriktik
g) Laksanakan program medik.

V. Berfikir kritis
a. Studi Kasus
Suatu hari seorang perempuan diantar suaminya datang ke sebuah Poliklinik
Rumah Sakit karena nyeri di perut bagian kanan bawah, demam, mual, muntah, lesu,
dan nafsu makan menurun sejak kemarin. Ketika dokter menekan daerah perut tersebut,
penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan nyeri bisa
bertambah tajam.Suami klien mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan nadi : 40x/menit, tekanan darah : 130/90mmHg, suhu
: 38,5 C, frekuensi nafas : 10x/menit.
Dokter menyarankan agar klien langsung saja menjalani perawatan rawat inap
di Rumah Sakit untuk segera dilakukan prosedur operasi, tapi klien tidak bersedia
karena belum pernah merasakan prosedur operasi dan terlihat gelisah ketakutan
sehingga menginginkan pengobatan biasa tanpa harus operasi.
b. Pertanyaan terkait kasus
1. Buat pertanyaan multiple coist dalam bentuk kasus minimal 5 soal (seperti soal-soal
mini ukom

VI. Keterampilan Klinik


Pengkajian sistem pencernaan
(Daftar tilil dibuat dibawah…................................)

VII. Evaluasi
1. Menanyakan jawaban dari pertanyaan yang sudah dibuat di atas

VIII. Daftar Pustaka


Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syaifuddin.2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai