Anda di halaman 1dari 30

a.

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pola hidup sehat mempunyai peranan yang penting untuk

meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan di masyarakat. Dewasa

ini memulai gaya hidup sehat justru di anggap kegiatan yang melelahkan bagi

sebagian individu. Gaya hidup yang kurang sehat dapat saja dipengaruhi oleh

peningkatan kemakmuran dan kemajuan teknologi yang mengakibatkan

keburukan pola hidup masyarakat serta menjadi salah satu penyebab

munculnya penyakit-penyakit dalam tubuh kita (Sulistiyawati, 2020)

Penerapan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari belum

sepenuhnya di terapkan terutama yang berkaitan dengan kesehatan

perorangan. Salah satu contohnya adalah kebiasaan masyarakat yang kurang

mengkonsumsi serat (diet rendah serat). Hal ini berakibat timbulnya sumbatan

fungsional Appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman, sehingga

terjadi peradangan pada Appendiks (Appendicitis) (Aprilia, 2020)

Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

(apendiks). Infeksi yang terjadi dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi

bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran

usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau

sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di

perut kanan bawah (Smelzert, 2002) dalam (Setyaningrum, 2013)

Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan

cara operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomi yang


merupakan suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun respon

yang timbul setelah tindakan apendiktomi untuk kerusakan jaringan dan

rusaknya ujung–ujung syaraf yang memyebabkan timbul masalah

keperawatan kerusakan intergritas jaringan (Saputro, 2018)

Beberapa literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi ini dapat

timbul berbagai masalah keperawatan, salah satu diantaranya kerusakan

intergritas jaringan. Kerusakan intergritas jaringan disebabkan oleh luka

operasi atau insisi yang menyebabkan rusaknya jaringan tubuh dan putusnya

ujung-ujung syaraf.

2. TUJUAN

A. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan Asuhan Keperawatan ini adalah

mendapatkan gambaran untuk asuhan keperawatan pasien dengan post

operasi appendisitis di RSUD Prof. Dr. Makkatutu Bantaeng pada tahun

2023.

B. Tujuan Khusus

1. Dapat melakukan pengkajian pasien dengan post operasi appendicitis

RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Bantaeng

2. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pasien dengan post operasi

appendisitis di RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Bantaeng


3. Dapat menyusun perencanaan keperawatan pasien dengan post

operasi appendisitis di RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu

Bantaeng

4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pasien dengan post

operasi appendisitis di RSUD Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu

Bantaeng

5. Dapat membuat evaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan

pasien dengan post operasi appendisitis

3. MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang

aplikasi teori asuhan keperawatan pasien dengan post operasi appendisitis

yang di rawat di rumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka

kasus yang terjadi.

b. Tinjauan Teori

1. Konsep Medis

a. Definisi

Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks

vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau

lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang

buntu dan melekat pada sekum (Fransisca, 2019)


Apendisitis adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau umbai cacing atau disebut apendiks. Infeksi ini bisa mengakibatkan

komplikasi apabila tidak segera mendapatkan tindakan bedah segera untuk

penanganannya. Apendisitis adalah penyebab utama inflamasi akut di

kuadran kanan bawah abdomen. Meskipun dapat dialami oleh semua

kelompok usia, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun

(Sulistyowati, 2015)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenernya adalah sekum (cecum).

Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan

tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya

berbahaya (Saputro, 2018)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenernya adalah sekum (cecum).

Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan

tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya

berbahaya (Saputro, 2018)

b. Etiologi

Penyebab obstruksi lumen apendiks paling sering disebabkan oleh

batu feses. Faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks

antara lain hiperplasia jaringan limfoid, tumor, benda asing dan sumbatan

oleh cacing (Fransisca, 2019)


Menurut (Marks, 2016),etiologi apendisitis yaitu sebagai berikut :

1) Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya

makanan keras (biji-bijian) yang masuk ke dalam usus buntu dan

tidak bisa keluar lagi. Setelah isi usus tercemar dan usus meradang

timbullah kuman-kuman yang dapat memperparah keadaan tadi.

2) Mucus maupun feses kemudian mengeras seperti batu (fekalit) lalu

menutup lubang penghubung antara apendiks dengan caeceum.

3) Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai

faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor

apendiks dan cacing askaris.

4) Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan

makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap

timbulnya apendiksitis. Konstipasi akan menarik bagian intrasekal,

yang berakibat timbulnya tekanan intrasekal dan terjadi

penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan kuman flora

kolon.

5) Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan

juga karena gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi

makanan tinggi serat (Tanjung, 2020)

c. Patofisiologi

Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut


menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mucus tersumbat makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan

tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat

aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi

mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus

meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul

meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di

darah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendicitis supuratif akut. Bila

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks

yang dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan

tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi

mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah, akan terjadi

appendicitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum

dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul

suatu masa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks

tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena

omentum lebih pendek (Wedjo, 2019)


d. Manifestasi Klinik

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus

atau periumbilikus yang di sertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri

akan beralih ke kuadran kanan bawah,yang akan menetap dan di perberat

bila berjalan.terdapat juga keluhan anoreksia malaise,dan demam yang

tidak terlalu tinggi.biasanya juga terdapat konstipasi,tetapi kadang-kadang

terjadi diare,mual dan muntah(Simamora, 2022)

e. Komplikasi

Komplikasi menurut (Rahayuningsih, 2021)

a. perforasi apendiks

Perforasi jaringan terjadi dalam 8jam pertama,observasi aman untuk di

lakukan dalam masa tersebut.tanda-tanda perforasi meliputi

meningkatnya nyeri.spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah

dengan tanda peritonis umum atau abses yang terkolisasi,ileus,demam

malaise,leukositosis semakin jelas.bila perforasi dengan peritonis

umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama kali

datang,diagnosis dapat di tegakan dengan pasti.

b. peritonis

Bila terjadi peritonis Umum tetapi spesifik yang dilakukan adalah

operasi untuk menutup asal perforasi.Bila terbentuk abses apendiks

akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung

menggelembung kearah rectum atau vagina.

c. Dehidrasi
d. sepsis

e. Eloktrolit darah tidak seimbang

f. pneumoni

f. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Tanjung, 2020)pemeriksaan penunjanng apendisitIs meliputi :

1. Pemeriksaan Laboratorium

a) SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai

75%,

b) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.

c) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material

apendiks (fekalit), ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih

(leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari

itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi

(pecah).

2. Pemeriksaan Radiologi

a) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.

b) Ultrasonografi (USG)

c) CT Scan

d) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG

abdomen dan apendikogram

3. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pasca operasi pada appendisits adalah

dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya


perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien

dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12

jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal.

Pada fase lanjutan dari Appendisitis yang sudah memberat dan tidak

ditangani dalam waktu lama biasanya akan menyebabkan perforasi

appendiks yaitu pecahnya apendiks yang sudah gangren yang

menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis

umum. Pada fase ini biasanya tindakan yang akan dilakukan adalah

laparatomi, yaitu prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada

dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen yang memberikan akses lebih

untuk mengetahui penyebab dari masalah yang menimbulkan nyeri

khususnya pada bagian abdomen ((Sjamsurihidayat dan jong dalam

Erianto, Fitriyani, 2020)

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan tahap awal proses

keperawatan dan merupakan suatu proses dimana data yang berkaitan

dengan klien dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan proses

dinamis dan terorganisir meliputi tiga aktivitas dasar, yaitu mengumpulkan

secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang di kumpulkan serta

mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali.


Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan

kebutuhan kesehatan klien secara keperawatan baik fisik, mental, social,

dan lingkungan (Setiawan, 2019)

Adapun pengkajian Menurut (Setiawan, 2019)meliputi :

a. Identitas

1) Identitas Klien Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur,

alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, diagnose medis,

tindakan medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal

pengkajian.

2) Identitas penanggung jawab Nama, umur, jennies kelamin,

pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan

sumber biaya.

b. Riwayat Kesehatan Dilakukan untuk menggali masalah keperawatan

lainnya sesuai keluhan pasien.

1) Keluhan Utama

Klien post operasi apendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka

operasi dan keterbatasan aktivitas.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien yang telah menjalani operasi pada umumnya mengeluh nyeri

pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau

ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan istirahat.

Keluhan dikaji dengan menggunakan PQRST. Setelah dilakukan


pengkajian Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk dengan skala

nyeri lebih dari lima (1-10). Nyeri akan terlokalisasi diarea operasi

dapat pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan

umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat

mengganggu aktivitas sesuai dengan rentang toleransi masing-

masing klien.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh

pada penyakit yang di derita sekarang serta apakah pernah

mengalami pembedahan sebelumnya.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang

menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai

adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.

5) Riwayat Psikologis Secara umum

klien dengan post operasi apendisitis tidak mengalami

penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun tetap perlu

dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas

diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri).

6) Riwayat Sosial

Klien dengan post operasi apendisitis tidak mengalami gangguan

dalam hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi tetap harus
dibandingkan hubungan sosial klien antara sebelum dan sesudah

menjalani operasi

7) Riwayat Spiritual Pada umumnya klien yang menjalani perawatan

akan mengalami keterbatasan dalam aktivitas, begitu juga dalam

kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan

sakit dan motivasi auntuk kesembuhannya.

8) Kebiasaan Sehari-hari Setelah klien menjalani operasi apendisitis

pada umumnya mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena

nyeri dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam

perawatan diri (mandi, gosok gigi, perawatan kembali kedalam

rentang normal nya). Kemungkinan klien akan mengalami mual

muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena

pengaruh anastasi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi

pencernaan kembali normal. Klien juga dapat mengalami

penurunan keluaran urin karena adanya pembatasan masukan oral.

Keluaran urin akan berangsur normal setelah peningkatan masukan

oral. Pada pola istirahat klien dapat terganggu ataupun tidak

terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

c. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi :

1) Keadaan umum Klien post operasi apendisitis mencapai

kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi,

penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat


tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada

umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada

klien yang mengalami perforasi apendiks.

2) Sistem Pernafasan Klien post operasi apendisitis akan

mengalami penurunan atau peningkatan frekuensi nafas

(takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai yang dapat

ditoleransi oleh klien

3) Sistem Kardiovaskuler

Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap

stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon

terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring).

Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan

konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi jantung.

4) Sistem Pencernaan

Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat

dipalpasi. Klien post operasi apendisitis biasanya mengeluh mual

muntah, konstipasi pada awitan awal post operasi dan penurunan

bising usus, akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan

bawah bekas sayatan operasi. Inspeksi abdomen untuk

memeriksa perut kembung akibat akumulasi gas. Memantau

asupan oral awal klien yang beresiko menyebabkan aspirasi atau

adanya mual dan muntah. Kaji pula kembalinya peristaltik setiap

4-8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara


usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-

masing kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah

kembali. Tanyakan apakah klien membuang gas (flatus), ini

merupakan tanda penting yang menunjukkan fungsi usus normal

5) Sistem Perkemihan

Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah

output urin, hal ini akan terjadi karena adanya pembatasan intake

oral selama periode awal post operasi apendisitis.

6) Sistem Muskuluskeletal

Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah

baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur

membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.

7) Sistem Intergumen

Akan tampak adanya luka operasi diabdomen kanan bawah

karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan).

8) Sistem persarafasan

Umumnya, klien tidak mengalami penyimpangan dalam

persarafan. Pengkajian fungsi persarafan meliputi tingkat

kesadaran, saraf kranial dan reflek.

9) Kenyamanan Nyeri

insisi akut menyebabkan penderita menjadi cemas dan mungkin

bertanggungjawab atas perubahan sementara tanda vital. Kaji

nyeri penderita dengan skala nyeri


b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial.(PPNI, 2017)

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (Prosedur Operasi)

b. Gangguan integritas kulit/jaringan.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


c. Intervensi

No Diagnosa Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan Manajemen Nyeri
Tindakan
dengan agen cedera fisik
Observasi
(Prosedur oprasi)
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain).
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilhan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu.
Pemberian analgesic
Tindakan
Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, loksi intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (mis.
Narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
 Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesic
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau
bolus oploid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek amping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic,
sesuai indikasi
2 Gangguan integritas kulit Perawatan integritas kulit
Tindakan
berhubungan dengan
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan, kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
selama periode diare
 Gunakan produk berbahan dasar alcohol pada
kulit kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion,
serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan menggunakan tabur surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya.
Perawatan Luka
Tindakan
Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis. Drainase,
warna, ukuran, bau)
 Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Cukup rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksit, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg,
BB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kg BB/Hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis.vitamin A, vitamin C, Zinc, asam
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu.
3 Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan Manajemen energy
imobilitas Tindakan
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
Terapi aktivitas
Observasi
Tindakan
 Identifikasi defisit tingkat –aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja)
dan waktu luang
 Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit
yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
 Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas,
jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis: kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika
sesuai
 Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi
dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan
(mis: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan kartu)
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembangkan motivasi dan
penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan
Kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan
positif atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas,
jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
4 Defisit pengetahuan Defisit pengetahuan
berhubungan dengan Edukasi kesehatan
kurang terpapar Tindakan
informasi Observasi
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
 Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat
Terapeutik
 Sediakan materi dan media Pendidikan
Kesehatan
 Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
 Menjelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi Kesehatan
 Ajarkan hidup perilaku bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Bimbingan sistem Kesehatan
Tindakan
Observasi
 Identifikasi masalah kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat
 Identifikasi inisiatif individu, keluarga dan
masyarakat
Terapeutik
 Fasilitasi pemenuhan kebutuhan kesehatan
 Fasilitasi pemenuhan kebutuhan kesehatan
mandiri
 Libatkan kolega/teman untuk membimbing
pemenuhan kebutuhan kesehatan
 Siapkan pasien untuk mampu berkolaborasi dan
bekerjasama dalam pemenuhan kebutuhan
kesehatan
Edukasi
 Bimbing untuk bertanggung jawab
mengidentifikasi dan mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah kesehatan
secara mandiri.
d. Implementasi keperawatan

Implementasi atau Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi dari

perencanaan tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan

tindakan serta menilai data yang baru (Sari, 2020)

e. Evaluasi keperawatan

Menurut Rohmah dan (Walid, 2014) evaluasi adalah penilaian dengan

cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan

tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Sari, 2020)

Untuk memudahkan perawat dalam melakukan evaluasi atau

memantau perkembangan pasien, digunakan komponen Penggunaannya

tergantung dari kebijakan setempat. Adapun pengertian SOAP adalah sebagai

berikut:

S : Data subjektif Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan

oleh pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan

O : Data objektif Data berdasarkan hasil pengamatan perawat secara langsung

kepada pasien dan yang dirasakan pasien setlah dilakukan tindakan

keperawatan
A : Analisis Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis

merupakan diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat

dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status

kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan

objektif

P : Planning Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi atau ditambahkan dalam rencana tindakan keperawatan yang

telah di tentukan sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Laparatomi


Eksplorasi A.I. Apendisitis Akut Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di
Ruang Melati 4 Rsud Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Universitas Bhakti
Kencana.

Fransisca, Gotra, & Mahastuti, (2019). Karakteristik Pasien dengan Gambaran


Histopatologi Apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2015-2017.
Jurnal MedikaUdayana,8(7),2.https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/
download/51783/30720/

(Sjamsurihidayat dan jong dalam Erianto, Fitriyani, S. (2020). Asuhan Keperawatan


Pada Klien Post Operasi Laparatomi Eksplorasi A.I. Apendisitis Akut Dengan
Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang Melati 4 Rsud Dr. Soekardjo Kota
Tasikmalaya. Universitas Bhakti Kencana.

Aprilia. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operatif Appendisitis Di


RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2021.

Fransisca. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi


Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang
Melati RSUD Kota Kendari.

Marks, J. dan. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi


Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang
Melati RSUD Kota Kendari.

PPNI. (2017). SIKI, SDKI, SLKI (III). Dewan Pengurus Pusat.

Rahayuningsih, D. D. dan T. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post


Operatif Appendisitis D RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibowo Balikpapan Tahun
2021.

Saputro. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operatif Appendisitis D


RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2021.

Sari. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi Apendiktomi


Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang Melati RSUD
Kota Kendari.

Setiawan. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi


Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang
Melati RSUD Kota Kendari.

Setyaningrum. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operatif Appendisitis


Di RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2021.

Simamora. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi


Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang
Melati RSUD Kota Kendari.

Smelzert. (2002). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operatif Appendisitis Di


RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2021.

Sulistiyawati. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operatif Appendisitis


Di RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibowo Balikpapan Tahun 2021.

Sulistyowati, A. H. dan R. (2015). Asuhan KeperawatanPada Pasien Post Operatif


Appendisitis Di RSUD Dr. Kanujosa Djatiwibiwo BalikpapanTahun 2021.

Tanjung. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi


Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang
Melati RSUD Kota Kendari.

Walid. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi Apendiktomi


Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang Melati RSUD
Kota Kendari.

Wedjo. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn M Dengan Post Operasi Apendiktomi


Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Di Ruang Melati RSUD
Kota Kendari.

Anda mungkin juga menyukai