Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN DIAGNOSA APPENDISITIS (USUS BUNTU) PADA PASIEN TN. S


DIRUANG IBS RSUD KOTA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

FIRDA JULIANA PAMUNGKAS


24231680
KELOMPOK 1A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022/2023

LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDISITIS

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Appendisitis
Apendisitis adalah penyebab utama inflamasi akut di kuadran kanan
bawah abdomen dan penyebab tersering pembedahan abdomen darurat. Meskipun
dapat dialami oleh semua kelompok usia, apendisitis paling sering terjadi antara
usia 10 dan 30 tahun (Brunner dan Suddarth, 2020).
Apendisitis adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing atau disebut apendiks. Infeksi ini bisa mengakibatkan komplikasi
apabila tidak segera mendapatkan tindakan bedah segera untuk penanganannya.
Apendisitis adalah penyebab utama inflamasi akut di kuadran kanan bawah
abdomen. Meskipun dapat dialami oleh semua kelompok usia, apendisitis paling
sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati,
2020)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenernya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Saputro, 2022).
2. Anatomi dan Fisiologis Appendisitis
a. Anatomi Appendisitis

Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks


adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan
banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis
bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan
aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan
lainnya bebas. Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di
bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2020).
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah
abdomen di region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding
anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina
iliaca anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti
Hardiyanti Sibuea, 2020).
Pada apendiks posisi yang normal adalah apendiks yang terletak
pada dinding abdomen di bawah titik Mc. Burney. Untuk menentukan
titik Mc.Burney caranya adalah dengan menarik garis semu dari
umbilikal kanan ke anterior superior iliac spina kanan dan 2/3 dari garis
tersebut merupakan titik Mc Burney.
b. Fisiologis Appendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari.
Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2020).
3. Etiologi Appendisitis
Menurut Nuzulul (2009) dalam Sulekale (2021) menjelaskan bahwa Appendisitis
belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi dimana
faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
f. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk apendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i. Massa appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.
4. Patofisiologi Appendisitis
Menurut Burkitt (2007) dalam Hidayat (2020)menjelaskan bahwa
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan
oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan
epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam
makanan yang rendah. Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi
inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan
melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat
fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa
permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis lokal.
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi.
5. Menifestasi Klinis Appendisitis
a) Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanuya demam ringan
b) Mual muntah
c) Anoreksia, malaise
d) Nyeri lepas local pada titik Mc. Burney
e) Spasme otot
f) Konstipasi diare
6. Penatalaksanaan Medis Appendisitis
Penatalaksanaan medis pasca operasi pada appendisits adalah dilakukan
observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi
terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Pada fase lanjutan dari Appendisitis yang sudah memberat dan tidak
ditangani dalam waktu lama biasanya akan menyebabkan perforasi appendiks
yaitu pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke
dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada fase ini biasanya
tindakan yang akan dilakukan adalah laparatomi, yaitu prosedur pembedahan
yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen
yang memberikan akses lebih untuk mengetahui penyebab dari masalah yang
menimbulkan nyeri khususnya pada bagian abdomen (Sjamsurihidayat dan jong
dalam Erianto, Fitriyani, Siswandi, dan Sukulima, 2020).
7. Komplikasi Appendisitis
Komplikasi menurut Deden Dermawan dan Tutik Rahayuningsih (2010):
a. Perforasi apendiks
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi
meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan
tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise,
dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau
pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama kali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.
b. Peritonitis
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba
massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung kearah
rectum atau vagina.
- Dehidrasi
- Sepsis
- Elektrolit drah tidak seimbang
- Pneumoni
8. Pathway
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data demografi Identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor
register.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan nyeri pada daerah
abdomen kanan bawah yang menembus kebelakang sampai pada
punggung dan mengalami demam tinggi.
3) Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien pernah mengalami operasi
sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga Apakah anggota keluarga ada yang
mengalami jenis penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

1) Keadaan umum: Kesadaran composmentis, wajah tampak

menyeringai, konjungtiva anemis.

2) Sistem kardiovaskuler: Ada distensi vena jugularis, pucat, edema,

TD >110/70mmHg; hipertermi.

3) Sistem respirasi: Frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada

simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan

cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,

stridor.

4) Sistem hematologi: Terjadi peningkatan leukosit yang merupakan

tanda adanya infeksi dan pendarahan.


5) Sistem urogenital: Ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit

pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar.

6) Sistem muskuloskeletal: Ada kesulitan dalam pergerakkan karena

proses perjalanan penyakit.

7) Sistem Integumen: Terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,

pucat.

8) Abdomen: Terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai

dengan distensi abdomen.

d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik
usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur
akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan
mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh
anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena
rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa
waktu lamanya setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan
gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
8) Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
Penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic
a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum,

kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan

abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca

pembedahan.

c) Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui adanya peningkatan

leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

d) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Darah: Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 μ/ml.

(2) Urine: Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama
yang dapat muncul pada appendicitis, antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

(Prosedur oprasi).

b. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan

cairan secara aktif (muntah).

c. Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur infasive.

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.

3. Rencana Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L. 08066) Manajemen Nyeri (I.08238 )
Kategori: psikologis Definisi: Definisi: Mengidentifikasi
Subkategori: nyeri dan Pengalaman sensoria tau dan mengelola pengalaman
kenyamanan emosional yang berkaitan sensori atau emosional yang
Definisi: Pengalaman dengan kerusakan jaringan berkaitan dengan kerusakan
sensorik atau yang actual atau fungsional dengan jaringan atau fungsional
berkaitan dengan onset mendadak atau lambat dengan onset mendadak atau
fungsional, dengan onset dan berintensitas ringan lambat dan berintensitas
mendadak atau lambat hingga berat dan konstan. ringan hingga berat dan
dan berintensitas ringan Kriteria hasil: konstan
hingga 1) Keluhan nyeri menurun Tindakan
Penyebab : skala 5 menjadi Observasi
1) Agen pencedera meningkat 1 1) identifikasi lokasi,
fisiologis(mis 2) Meringis menurun sekala karakteristik, durasi,
inflamasi, 5 menjadi meningkat 1 frekuensi, kualitas,
iskemia,neoplasma) 3) Sikap protektif menurun intensitas nyeri.
2) Agen pencedera sekala 5 menjadi Terapeutik
kimiawi(mis, meningkat 1 1) Berikan tehnik non
terbakar, bahan kimia 4) Gelisah menurun sekala 5 farmakologis untuk
iritan) menjadi meningkat 1 mengurangi rasa nyeri.
3) amputasi, terbakar, 5) Kesulitan tidur menurun 2) Control lingkungan
terpotong, sekala 5 menjadi yang memperberat rasa
mengangkat berat, meningkat 1 nyeri.
prosedur operasi, Edukasi
trauma, latihan fisik 1) Jelaskan penyebab,
berlebihan) periode, dan pemicu.
Gejala dan tanda Nyeri.
mayor 2) Jelaskan strategi
Subjektif: meredakan nyeri
1) Mengeluh nyeri 3) Ajarkan Teknik non
Objektif : farmakologis untuk
1) Tampak meringis mengurangi rasa
2) Bersikap protektif nyeri.
(misalnya waspada, Kolaborasi
posisi menghindari 1) Kolaborasi pemberian
nyeri) analgesic, jika perlu
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi
meningkat
5) Sulit tidur
Gejala dan tanda
minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif :
1) Tekanan darah
meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan
berubah
4) Proses berfikir
terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri
sendiri
7) Diaphoresis
2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Reduksi Ansietas (I.09314)
dengan krisis situasional 1x8 jam asuhan keperawatan
diharapkan ansietas dapat Observasi
teratasi dengan kriteria hasil - Monitor
sebagai berikut : tanda- tanda
ansietas
Tingkat Ansietas (L. 09093) Teraupetik
- Ciptakan suasana
Keterangan: teraupetik untuk
- Verbalisasi khawatir menumbuhkan
akibat kondisi yang kepercayaan
dihadapi menurun - Temani pasien
- Perilaku gelisah menurun untuk mengurangi
Perilaku tegang menurun kecemasan
- Dengarkan dengan penuh
pengertian
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi
- Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
dialami
- Anjurkan
mengungkapan
perasaan dan presepi.
- Latihan Teknik
relaksasi
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan efek keperawatan 1x45 menit (I.14539)
prosedur infasif (D.0142) diharapkan resiko infeksi Observasi
dapat teratasi dengan kriteria - Monitor tanda-tanda
hasil sebagai berikut : infeksi local dan
sistematik
Tingkat Infeksi (L.14137) Teraupertik
- Kemerahan menurun - Batasi jumlah
- Nyeri menurun pengunjung
- Kebersihan tangan - Cuci tangan sebelum
meningkat dan sesudah kontak
- Kebersihan badan dengan pasien dan
meningkat lingkungan pasien
- Pertahankan
aseptic pada
pasien beresiko
tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda gejala
infeksi
- Ajarka cara
mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan cara
memeriksa kndisi
luka atau luka
operasi
4. Risiko jatuh Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan Jatuh (I.14540)
berhubungan dengan keperawatan diharapakan Observasi
kondisi pasca operasi tingkat jatuh menurun dengan 1. Identifikasi factor resiko
kriteria hasil : jatuh
2. Identifikasi factor
Tingkat Jatuh (L.14138) lingkungan yang
1. Jatuh dari tempat tidur meningkatkan resiko
menurun (4-2) jatuh
2. Jatuh saat berdiri 3. Hitung resiko jatuh
menurun (4-2) menggunakan skala
3. Jatuh saat duduk 4. Monitor kemampuan
menurun (4-2) berpindah dari tempat
4. Jatuh saat berjalan tidur kekursi roda dan
menurun (4-2) sebaliknya.
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan
kepada pasien dan
keluarga
2. Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda selalu
terkunci
3. Atur tempat tidur
diposisikan terendah
4. Gunakan alat bantu
berjalan
5. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan konsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat

5 Hipotermia berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Menejemen Hipotermia


dengan terpapar suhu keperawatan diharapkan (I.14507)
lingkungan rendah hipotermia menurun dengan Observasi
kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
- Monitor tanda dan
Termogulasi (L.14134) gejala akibat
- Suhu tubuh membaik hipotermia
(menggigil)
- Suhu kulit membaik Teraupetik
- Sediakan lingkungan yang
hangat
- Lakukan penghangatan
massif (selimut)

6. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klienkeluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.

4. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan


yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan
tanda gejala yang spesifik.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Laparatomi Eksplorasi A.I.
Apendisitis Akut Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang Melati 4
Rsud Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Universitas Bhakti Kencana.

Arianto, F. M. (2020). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cholelithiasis yang dirawat di
Rumah Sakit. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan
Timur.

Erianto, M., Fitriyani, N., Siswandi, A., dan Sukulima, A. P. (2020). Perforasi pada Penderita
Apendisitis Di RSUD DR.H.Abdul Moeloek Lampung.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 490–496.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.335

HIDAYAT, E. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Appendicitis Yang Di Rawat Di
Rumah Sakit (POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN
TIMUR). Retrieved from http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/1066

Saputro, N. E. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis Dengan
Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan (STIKKES Insan
Cendikia Medika Jombang). Retrieved from
http://awsassets.wwfnz.panda.org/downloads/earth_summit_2012_v3.pdf%0
Ahttp://hdl.handle.net/10239/131%0Ahttps://www.uam.es/gruposinv/meva/p
ublicaciones jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el
aprendizaje Perspectiva alumnos.pdf%0Ahttps://ww

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

Sulekale, A. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Apendisitis Di
Rumah Sakit Santa Anna Kendari Tahun 2015 Karya.
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI.
Sulistiyawati. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Non Hemoragik
Yang Di Rawat Di Rumah Sakit (POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN
KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR). Retrieved from
http://mpoc.org.my/malaysian-palm-oil-industry/

Anda mungkin juga menyukai