PENYUSUN
1. Sela Afriliyani (04194842) KETUA
2. Violina Sekardini (04194847) SEKRETARIS
3. Saoda Esomar (04194841) ANGGOTA
4. Selpia (04194843) ANGGOTA
5. Sela Afriliyani (04194842) ANGGOTA
6. Silvia Wulandari (04194845) ANGGOTA
7. Siti Masruroh (04194846) ANGGOTA
8. Wafa Murtiani Azmi (04194848) ANGGOTA
9. Widya Tomayahu (04194849) ANGGOTA
Nama Mahasiswa :
NO ITEM PENILAIAN 5 4 3 2 1
Total Skor
Nilai Akhir
Keterangan Angka:
5 : Execelent
4 : Good
3 : Average
2 : Below Avarage
1 : Unsatisfied
Comments:
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….............
Fasilitator
BAB I
PENDAHULUAN
a. Penulisan Kasus
Ny. A adalah single parent dan seorang pegawai bank swasta. Ia memiliki seorang anak laki-laki
bernama An. W (9 tahun) yang berangkat dan pulang sekolah dengan mobil jemputan sekolah.
Tak jarang karena aktivitas Ny. A yang padat ia jarang bertemu anaknya di rumah. Hingga suatu
malam, ia mendapati anaknya tidur mengigau sambil berteriak ketakutan. Ketika Ny. A
menengok ke dalam kamar An. W, ia melihat tangan An.W tampak lebam di bagian siku.
Sebelum malam itu, tak jarang An. W mengutarakan pada Ny. A untuk berhenti sekolah namun
tidak ditanggapi oleh Ny. A. An. W juga mulai sering mengurung diri di kamar dan mogok
sekolah.
c. Daftar pertanyaan
BAB II
HASIL
a. Klarifikasi Istilah
b. Jawaban Pertanyaan
2. Apa yang seharusnya ny.A lakukan sebagai orang tua si anak? (shifani)
Jawaban:
- orangtua harus jeli melihat perlakuan anak yang berbeda dari sbeelumnya, memberi
tahu pihak sekolah, mengarahkan atau memberitau cara menghadapi pelaku buli,
memantau terus keadaan anak, solusi terakhir demi menyelamatkan mental si anak
pindah sekolah. (violina)
- Melakukan pendekatan atau berbicara 4 mata kepada si anak dengan cara
memperlihatkan rasa simpati, tidak memaksa, tidak membentak (Wafa)
- Tentunya orang tua mempunyai peran yang penting dalam hal tersebut, dimana orang
tua harusnya menjadi keluarga, teman, dan menjadi orng yang sangat dibutuhkan
anak. Orangtua harus bisa memotivasi anak dan menjadi penengah dalam
menyelesaikan maslahnya (Siti masruroh)
- Pahami dan ajaklah anak berdiskusi, apa kira-kira yang menyebabkan ia lebih suka
menyendiri.
Ajak anak mengobrol tentang kesehariannya di sekolah. Jadilah pendengar yang baik
bagi anak. Jika anak ada masalah, jangan ragu untuk menenangkannya dan
memeluknya erat.
Pertemukan ia dengan teman-teman yang cocok. Sebelum anak masuk sekolah, Mom
dan Dad bisa mencoba menjadwalkan Playdate untuk anak-anak agar mereka bisa
bermain dengan teman sebayanya.
Berikan dukungan. Jangan desak anak untuk bersosialisasi dan memiliki teman
banyak. Doronglah ia untuk mengasah kemampuan sosialisasinya dengan cara
mendaftarkan ia ke dalam klub atau les terkait kegiatan atau bidang yang ia sukai.
Misalnya, jika anak suka menggambar, tidak ada salahnya mendaftarkan ia les
menggambar. (Sela)
- Dalam kasus sebaiknya sebagai orang tua perlu : Menunjukkan rasa cintanya dan
selalu memberikan dukungan, Menyediakan waktu untuk si anak, Memantau perilaku
anak. (wdya)
- Tentunya seorng ibu menanyakan apa yg terjadi pada anaknya,apa yg dia rasakan
Trus memberikan juga nasehat,motivasi,semangat agar anak tidak merasa takut dan
tidak merasa cemas maupun stress Dan terus memperhatikan anaknya dalam
pergaulan dalam berteman.(Soada)
- Beri semangat pada Si Kecil untuk menghadapi masalah, Katakan pada anak bahwa
tidak semua orang harus sempurna, Sisihkan waktu untuk berbicara dengannya,
Berdiskusi bersama untuk mencari jalan keluar, Jadikan rumah sebagai tempat yang
aman dan nyaman untuk anak (selpia)
3. Dampak apa yang terjadi pada anak ketuka hal tersebut dibiarkan terus-menerus?
(Siti Masruroh)
Jawaban
- stres, depresi, isolasi sosial, (Wafa)
- Perilaku bully di atas bisa menimbulkan berbagai efek negatif bagi korban, antara
lain: Gangguan mental, mulai dari sensitif, rasa marah yang meluap-luap, depresi,
rendah diri, cemas, kualitas tidur menurun, keinginan menyakiti diri sendiri, hingga
bunuh diri. (violina)
- Sering mengigau juga bisa menjadi tanda bahwa anak mengalami gangguan NS-RED.
Gangguan ini dapat dipicu oleh stres, gangguan tidur lain, serta rasa lapar pada siang
hari. Anak yang mengalami NS-RED akan sering terbangun untuk mencari makanan.
Perilaku ini sering kali disertai dengan mengigau. (Silvia)
- Depresi, gangguan mental, merusak kinerja otak, Isolasi sosial, kehilangan
kepercayaan diri, lebih parahnya bisa melakukan bunuh diri (Sela)
- Jika perilaku tersebut sering terjadi Maka kemungkinan bisa menyebabkan
menurunnya rasa percaya diri dan depresi, hingga risiko bunuh diri dapat terjadi,dan
juga mungkin juga akan terjadi masalah lain seperti gangguan kesehatan mental atau
penyalahgunaan zat terlarang.(Saoda)
- Akan berdampak pada kehidupan sosial, dan pastinya kesehatan anak. Anak tsb akan
mengalami lemas dan kurang bersemangat melakukan kegiatan sehari-hari, sulit
berkonsentrasi dan menjadikan anak kurang bersosialisasi. (Shifani)
- Tentunya akan berdampak buruk. Baik dari segi mentalnya misalnya akan lebih
sering menyendiri atau akan mengalami isolasi sosial dan Stres, depresi yang
nantinya akan memperburuk kesehatan nya. (Widya Tomayahu)
- Depresi yang dibiarkan begitu saja akan membawa dampak negatif bagi sang anak.
Mulai dari kehidupan sosialnya, sampai kesehatannya pun akan berpengaruh jika hal
ini dibiarkan terlalu lama.(selpia)
- Depresi yang dibiarkan begitu saja akan membawa dampak negatif bagi sang anak.
Mulai dari kehidupan sosialnya, sampai kesehatannya pun akan berpengaruh jika hal
ini dibiarkan terlalu lama.(selpia)
5. Apa penyebab anak sering diam dan menyendiri? Apakah berdampak negatif pada
perkembangannya? (Sela)
Jawaban;
- Penyebabnya karna trauma psikis, pemalu, Buli, intrevert, masalah dalam keluarga
Akibatnya anak akan menjadi pendiam, bisa menjadi orang yg tidak bisa mengontrol
emosi (silvia)
- anak menjadi penakut, tidak percaya diri, perkembangan otak anak terganggu,
menjadi sosok oemarah dikemudian hari (violina)
- Penyebabnya karena perilaku tidak memyenangkan , bulliyng,dll. Untuk dampaknya
bisa terasa saat itu juga maupun berpuluh-puluh tahun setelahnya. Dampak jangka
pendek yang dirasakan antara lain gangguan psikologis seperti depresi dan gangguan
kecemasan, gangguan tidur, hingga penurunan prestasi di sekolahnya. (Siti masruroh)
- Penyebabnya bisa jadi stres dan tekanan emosional yg sedang di hadapi oleh si anak.
Dampaknya bisa jadi menyebabkan stres, depresi, isolasi sosial (wafa)
- Penyebabnya Anak cemas berlebihan ketika akan berinteraksi dengan temannya di
sekolah. Hal ini mungkin saja bisa menjadi tanda jika Si anak mengalami
perundungan (bullying). Dampaknya menjadikan anak itu stress dan depresi.
(Shifani)
- Penyebabnya karena mengalami gangguan psikis,yg terjadi ketika anak mengalami
peristiwa yang menyakitkan, mengancam jiwa, atau mengganggu
kehidupannya(Membuli) Sehingga terjadi seperti itu.(Saoda)
- Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa ada faktor penyebabnya seperti
anak pernah mengalami sesuatu yang membuat trauma, sering di bully, atau dalam
keluarga nya si anak merasa kurang kasih sayang dari Orang tua nya dan lain
sebagainya. Akhirnya apa? Berdampaklah pada perkembangan nya tentu ini bukan
dampak yang positif yah. Misalnya mengalami gangguan psikologis dan lain lain.
(Widya Tomayahu)
7. Tindakan apa yang perlu kita lakukan sebagai bentuk peran kita dalam menyikapi
kasus tersebut? (Widya Tomayahu)
Jawaban:
- dekati dia, mengajaknya ngobrol secara perlahan supaya dia mau menceritakannya,
jadikan lah dia teman kita, beritau/melatih cara untuk menghadapu teman yang
membuli nya, meyakinkan bukan dia yang salah (violina)
Pertanyaan LO
1. IRK
Jawaban:
surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). (violina)
Jika dilihat orientasi dari perilaku bullying yang mengarah pada suatu Tindakan yang
merendahkan orang lain, terdapat satu hadis yang secera spesifik menjelaskan tentang hal
tersebut. Hadis tersebut terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah dengan redaksi sebagai
berikut. : Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Humaid Al Madani telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Daud bin Qais dari Abu
Sa'id bekas budak 'Amir dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Cukuplah seseorang dikatakan telah berbuat jahat jika ia merendahkan
saudaranya muslim." (SILVIA)
ات ُ َْال َما ُل َو ْالبَنُونَ ِزينَةُ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو ْالبَاقِي
ُ ات الصَّالِ َح
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan,” (QS. Al-Kahfi [18]:46) (wafa)'
Agama Islam telah melarang pembullyan baik dalam bentuk apapun. Alquran
menyebutkan larangan ini dalam surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).
(shifani, sella )
َسى اَ ْن يَّ ُك َّن َخ ْيرًا ِّم ْنه ۚ َُّن َواَل ٓ ٰ َسى اَ ْن يَّ ُكوْ نُوْ ا خَ ْيرًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َس ۤا ٌء ِّم ْن نِّ َس ۤا ٍء ع ٓ ٰ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل يَسْخَ رْ قَوْ ٌم ِّم ْن قَوْ ٍم ع
ٰ ك هُم ۤ ٰ ُ ق بَ ْع َد ااْل ِ ْي َما ۚ ِن َو َم ْن لَّ ْم يَتُبْ فَا
َالظّلِ ُموْ ن ُ َ ول ِٕى ُ ْس ااِل ْس ُم ْالفُسُو َ ب بِْئ ِ ۗ ت َْل ِم ُز ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَل تَنَابَ ُزوْ ا بِااْل َ ْلقَا
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan
lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan
(yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim. Q.s Al-Hujurat ayat 11 (Widya Tomayahu)
surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok)
lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).(Saoda)
2. Definisi Bullying
Jawaban:
Olweus (1999) mendefinisikan bullying sebagai masalah psikososial dengan menghina
dan merendahkan orang lain secara berulang-ulang dengan dampak negatif terhadap
pelaku dan korban bullying di mana pelaku mempunyaikekuatan yang lebih
dibandingkan korban. (Violina)
Definisi yang dikemukakan Randall (1997a, dalam Randall, 2002) bahwa Bullying
merupakan perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan ketidaknyamanan fisik
maupun psikologis terhadap orang lain. Definisi ini menekankan pada faktor
motivasional dari pelaku bullying dan memberikan gambaran terhadap tujuan di balik
perilaku mereka. (Wafa)
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara
psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah”
oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa
seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya
memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga
mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa
terancan oleh bully. (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying,
Djuwita, 2005 ; 8, dalam Ariesto 2009). (Shifani)
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya.(Sela)
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Remaja yang menjadi
korbanbullyinglebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara
fisik maupun mental. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak
yang menjadi korbanbullying, antara lain munculnya berbagai masalah mental
seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga
dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot,
rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan
prestasiakadem. (SILVIA)
Definisi bullying mengacu pada Olweus (1999), yang mendefinisikan bullying sebagai
masalah psikososial dengan menghina dan merendahkan orang lain secara berulang-ulang
dengan dampak negatif terhadap pelaku dan korban bullying di mana pelaku mempunyai
kekuatan yang lebih dibandingkan korban. Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris,
yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang
senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully
berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan secara terminology
menurut Definisi bullying menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008 ; 3, dalam Ariesto,
2009) adalah “sebuah hasrat untuk menyakiti. Bullying adalah tindakan penggunaan
kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik,
maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa,
2008). (Widya Tomayahu)
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008).(Saoda)
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa
tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008).(selpia)
4. Bentuk-Bentuk Bullying
Jawaban:
-Kontak fisik langsung. Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
-Kontak verbal langsung. Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan,
mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-
downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
-Perilaku non-verbal langsung. Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah,
menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya
disertai oleh bullying fisik atau verbal.
-Perilaku non-verbal tidak langsung. Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi
persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng.
-Cyber Bullying Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik
(rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media social) Pelecehan seksual.
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
(violina)
(wafa,sella)
1. Bullying fisik.
Bullying secara fisik merupakan tindakan tidak menyenangkan dan kasar yang dapat
dilihat dengan kasat mata. Contoh bullying fisik antara lain: memukul, menjewer,
menjambak, menarik baju, menyenggol dengan bahu, menendang, menampar,
menimpuk,menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang,
mendorong, menghukum dengan cara push up.
2. Bullying verbal.
Bullying verbal yaitu perlakuan/ tindakan kasar yang dilakukan secara verbal dan juga
bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Contoh bullying verbal
antara lain: membentak, meledek, mencela, memaki, menghina, menjuluki, menyoraki,
memfitnah dan mengolok- olok kekurangan atau kelebihan orang lain dengan keadaan
sadar dan sengaja.
3. Bullying mental/ psikologis.
Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak terungkap mata atau telinga kita
jika kita tidak cakup awas mendeteksinya.
Penelitian menunjukkan bahwa bentuk bullying yang dominan terjadi adalah bullying
fisik dan bullying verbal diikuti dengan bullying relasi dan cyber-bullyin. (Widya
Tomayahu)
bentuk-bentuk bullying adalah bullying fisik, verbal, dan bullying tidak langsung.
Bullying fisik misalnya menonjok,mendorong,memukul,menendang, dan menggigit;
bullying verbal antara lain menyoraki, menyindir, mengolok-olok, menghina, dan
mengancam. Bullying tidak langsung antara lain berbentuk mengabaikan, tidak
mengikutsertakan, menyebarkan rumor/gosip, dan meminta orang lain untuk menyakiti.
Sampson dalam Problem Oriented for Police Series No. 12, juga menyebutkan bahwa
tindakan lain yang juga termasuk bullying adalah merusak barang atau hasil karya,
mencuri barang yang berharga dan meminta uang. Selain itu, tindakan seperti pelecehan
seksual, pemboikotan karena perbedaan orientasi seksual, serta hazing (perpeloncoan)
juga digolongkan sebagai bullying. (shifani)
Bentuk-bentuk bullying adalah bullying fisik, verbal, dan bullying tidak langsung.
Bullying fisik misalnya menonjok,mendorong,memukul,menendang, dan menggigit;
bullying verbal antara lain menyoraki, menyindir, mengolok-olok, menghina, dan
mengancam (SILVIA)
Bentuk-Bentuk Bullying Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) sebuah organisasi
nirlaba yang berupaya mendorong perlindungan anak di Indonesia (2008) menyebutkan
bentuk-bentuk bullying dapat dikelompokan menjadi tiga katagori: bullying fisik,
bullying verbal, bullying mental/ psikologis dan seksual.
1. Bullying fisik.
Bullying secara fisik merupakan tindakan tidak menyenangkan dan kasar yang dapat
dilihat dengan kasat mata. Bullying fisik bertujuan untuk menyakiti tubuh seseorang dan
bullying ini juga bersifat fisik melakukan kontak langsung dengan fisik. Bullying secara
fisik mudah dilihat, jika berlebihan akan membuat pelaku menjadi pembunuh.
2. Bullying verbal.
Bullying verbal yaitu perlakuan/ tindakan kasar yang dilakukan secara verbal dan juga
bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Bullying verbal ini
menyakiti dengan perkataan yang tidak enak didengar dan menyakitkan perasaan.
Bullying verbal ini dapat menurunkan minat dan prestasi belajar siswa-siswi karena dapat
membuat siswa/ siswi tersebut mengasingkan diri sehingga suasana belajar mengajar
berada dalam kondisi terpaksa dan merasa tidak nyaman. Contoh bullying verbal antara
lain: membentak, meledek, mencela, memaki, menghina, menjuluki, menyoraki, ,
memfitnah dan mengolok-olok kekurangan atau kelebihan orang lain dengan keadaan
sadar dan sengaja.
3. Bullying mental/ psikologis.
Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak terungkap mata atau telinga kita
jika kita tidak cakup awas mendeteksinya. Praktek bullying ini terjadi diam-diam dan
diluar radar pemantauan. Bullying psikologis merupakan bentuk bullying yang tidak
langsung karena bullying ini sangat menyakiti korban secara psikis dan juga memberikan
dampak sosial berupa percobaan bunuh dan pengucilan. Contoh: memandang sinis,
memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan
mengucilkan, mempermalukan, meneror, memandang yang merendahkan, memelototi,
mencibir. Salsabiela (2010) mengelompokkan perilaku bullying kedalam lima kategori :
a. Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan
merusak barang-barang yang dimiliki orang lain).(Saoda)
5. Peran Bullying
Jawaban
Menesini et al. (2013). meneliti terkait aspek moral pada perilaku dan tindakan bullying.
Penelitian bertujuan menguji peran perilaku tidak bermoral terhadap keterlibatan dalam
bullying. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moral berperan pada tindakan pelaku
bullying. (violiina)
Peran dalam Bullying Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying
dapat dibagi menjadi 4(empat) yaitu:a.Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang
secara fisik dan/atau emosional melukai murid lain secara berulang-ulang (Olweus,
dalam Moutappa dkk, 2004). Remaja yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying sering
memperlihatkan fungsi psikososial yang lebih buruk daripada korban bullying dan
murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying (Haynie, dkk., dalam Totura,
2003). Pelaku bullying juga cenderung memperlihatkan simptom depresi yang
lebih tinggi daripada murid yang tidak terlibat dalam perilaku bullying dan
simptom depresi yang lebih rendah daripada victim atau korban (Haynie, dkk.,
dalam Totura, 2003). Olweus (dalam Moutappa, 2004) mengemukakan bahwa
pelaku bullying cenderung mendominasi orang lain dan memiliki kemampuan sosial
dan pemahaman akan emosi orang lain yang sama (Sutton, Smith, & Sweetenham,
dalam Moutappa, 2004).Menurut Stephenson dan Smith (dalam Sullivan, 2000), tipe
pelaku bullying antara lain (silvia)
1. Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau emosional melukai
murid lain secara berulang-ulang.
2. Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku agresif,
tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan
penyerangnya.
3. Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga
menjadikorban perilaku agresif.
4. Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying.
(Sela)
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau emosional
melukai murid lain secara berulang-ulang (Olweus, dalam Moutappa dkk 2004).
2) Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku
agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan
melawan penyerangnya (Olweus, dalam Moutappa dkk 2004).
3) Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi
korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk 2004).
4) Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying.
(Widya Tomayahu)
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4
(empat)yaitu:
a. Bullies (pelaku bullying) yaitu murid yang secara fisik dan/atau emosional melukai
murid lain secara berulang-ulang (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Remaja
yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying sering memperlihatkan fungsi psikososial
yang lebih buruk daripada korban bullying dan murid yang tidak terlibat dalam
perilaku bullying (Haynie, dkk., dalam Totura, 2003). Pelaku bullying juga
cenderung memperlihatkan simptom depresi yang lebih tinggi daripada murid yang
tidak terlibat dalam perilaku bullying dan simptom depresi yang lebih rendah
daripada victim atau korban (Haynie, dkk., dalam Totura, 2003). Olweus (dalam
Moutappa, 2004) mengemukakan bahwa pelaku bullying cenderung mendominasi
orang lain dan memiliki kemampuan sosial dan pemahaman akan emosi orang lain
yang sama (Sutton, Smith, & Sweetenham, dalam Moutappa, 2004).Menurut
Stephenson dan Smith (dalam Sullivan, 2000), tipe pelaku bullying antara lain:
1) tipe percaya diri, secara fisik kuat, menikmati agresifitas, merasa aman dan
biasanya populer,
2) tipe pencemas, secara akademik lemah, lemah dalam berkonsentrasi, kurang
populer dan kurang merasa aman, dan
3) pada situasi tertentu pelaku bullying bisa menjadi korban bullying.
Selain itu, para pakar banyak menarik kesimpulan bahwa karakteristik pelaku bullying
biasanya adalah agresif, memiliki konsep positif tentang kekerasan, impulsif, dan
memiliki kesulitan dalam berempati (Fonzi & Olweus dalam Sullivan, 2000).
Menurut Astuti (2008) pelaku bullying biasanya agresif baik secara verbal maupun
fisikal, ingin popular, sering membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain,
pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya.
Selain itu pelaku bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di
sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat
ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan
menyepelekan/ melecehkan.
b. Victim (korban bullying) yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku
agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan
melawan penyerangnya (Olweus, dalam Moutappa dkk, 2004). Menurut Byrne
dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak menjadi korban, korban bullying
cenderung menarik diri, depresi, cemas dan takut akan situasi baru (dalam Haynie
dkk, 2001). Murid yang menjadi korban bullying dilaporkan lebih menyendiri dan
kurang bahagia di sekolah serta memiliki teman dekat yang lebih sedikit daripada
murid lain (Boulton & Underwood dkk, dalam Haynie dkk, 2001). Korban bullying
juga dikarakteristikkan dengan perilaku hati-hati, sensitif, dan pendiam (Olweus,
dalam Moutappa, 2004).
Coloroso (2007) menyatakan korban bullying biasanya merupakan anak baru di suatu
lingkungan, anak termuda di sekolah, biasanya yang lebih kecil, tekadang ketakutan,
mungkin tidak terlindung, anak yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti
sebelumnya dan biasanya sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari
kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk meminta pertolongan. Selain itu juga
anak penurut, anak yang merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak
yang melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan orang lain, anak
yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, anak yang tidak mau berkelahi, lebih
suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, anak yang pemalu, menyembunyikan
perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatiaan orang lain, pengugup, dan
peka. Disamping itu juga merupakan anak yang miskin atau kaya, anak yang ras atau
etnisnya dipandang inferior sehingga layak dihina, anak yang orientsinya gender atau
seksualnya dipandang inferior, anak yang agamanya dipandang inferior, anak yang
cerdas, berbakat, atau memiliki kelebihan. ia dijadikan sasaran karena ia unggul, anak
yang merdeka, tidak mempedulikan status sosial, serta tidak berkompromi dengan norma-
norma, anak yang siap mengekspresikan emosinya setiap waktu, anak yang gemuk atau
kurus, pendek atau jangkung, anak yang memakai kawat gigi atau kacamata, anak yang
berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya. Selanjutnya korbannya
merupakan anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan mayoritas anak lainnya,
dan anak dengan ketidakcakapan mental dan/atau fisik, anak yang memiliki ADHD
(attention deficit hyperactive disorder) mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak
mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya sehingga disengaja atau tidak
menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah. ia
diserang karena bully sedang ingin menyerang seseorang di tempat itu pada saat itu juga.
c. Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi
korban perilaku agresif (Andreou, dalam Moutappa dkk, 2004). Craig (dalam Haynie
dkk, 2001) mengemukakan bully victim menunjukkan level agresivitas verbal dan
fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain. Bully victim juga dilaporkan
mengalami peningkatan simptom depresi, merasa sepi, dan cenderung merasa sedih
dan moody daripada murid lain (Austin & Joseph; Nansel dkk, dalam Totura, 2003).
Schwartz (dalam Moutappa, 2004) menjelaskan bully-victim juga dikarakteristikkan
dengan reaktivitas, regulasi emosi yang buruk, kesulitan dalam akademis dan
penolakan dari teman sebaya serta kesulitan belajar (Kaukiainen, dkk., dalam
Moutappa, 2004).
d. Neutral yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying.
(Shifani)
peran bullying (perilaku mengancam, menindas dan membuat perasaan orang lain tidak
nyaman) berlangsung dari masa ke masa di dalam dunia pendidikan.(selpia)
7. DAMPAK Bullying
Jawaban:
- Dampak bagi korban. = Depresi dan marah, rendahnya tingkat kehadiran dan
rendahnya prestasi akademik siswa, Menurunnya skor tes kecerdasan (IQ) dan
kemampuan analisis siswa.
- Dampak bagi pelaku. = rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi
pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal
orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap
frustasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Skrzypiec et al. (2012) menghasilkan pemahaman bahwa
dampak negatif bullying dirasakan oleh Korban, pelaku, korban-pelaku bullying
mengalami gangguan kesehatan mental dan mereka mengalami permasalahan perilaku
abnormal, hiperaktif, dan pro-sosial ketika terlibat dalam proses interaksi sosial. Baik
empati maupun perilaku abnormal, perilaku hiperaktif, dan pro-sosial sangat berkaitan
dengan respon pelaku Hal yang sering ditemukan adalah mereka sering terisolasi secara
sosial, tidak mempunyai teman dekat atau sahabat, dan tidak memiliki hubungan baik
dengan orang tua dan bahwa bullying yang terjadi pada anak-anak mengakibatkan
tingginya tingkat depresi, kecemasan, dan bunuh diri ketika dewasa (violina)
Nahuda (2007) dampak dari kekerasan (bulllying) dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Dampak langsung.
a. Kerusakan menetap pada susunan syaraf pusat yang dapat mengakibatkan
masalah belajar, kesulitan belajar, gangguan motorik kasar dan halus
b. Perkembangan kejiwaan mengalami gangguan seperti gangguan, kecerdasan,
emosi, konsep diri, agresif, hubungan sosial.
2. Dampak tidak langsung.
a. Kehilangan semangat untuk pergi kesekolah dan tidak memperhatikan apa yang
guru ajarkan.
Muncul perasaan seperti merasa salah, malu, dan ada rasa menyalahkan diri
sendiri.
b. Gangguan perasaan seperti cemas dan depresi.
c. Melakukan isolasi terhadap diri sendiri dan merasa dendam terhadap orang lain.
Dari dampak diatas dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu :
A. Sosialisai / interaksi dengan orang lain
- Pendendam
- Melakukan isolasi diri
- Tidak bisa bekerja sama
- Rendah diri
B. Emosi / psikologis
- Sering berprasangka buruk terhadap orang lain
- Kurang percaya diri
- Sering marah
- Suka berbohong
- Berbicara kasar
- Mudah tersinggung
C. Prestasi belajar menurun
- Sulit berkonsentrasi
- Tidak semangat belajar
- Kurang fokus dalam pembelajaran
- Sering beralasan agar tidak masuk sekolah
(Wafa,Saoda)
Dampak tindakan bullying tidak hanya pada korban, tetapi dampak tersebut juga
mengenai pelaku bullying dan korban-pelaku bullying. Penelitian yang dilakukan oleh
Skrzypiec et al. (2012) menghasilkan pemahaman bahwa dampak negatif bullying
dirasakan oleh korban, pelaku, korban-pelaku bullying. Penelitian tersebut menggunakan
alat ukur Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ, Goodman, 1997 dalam
Skrzypiec et al., 2012). Korban, pelaku, korban-pelaku bullying mengalami gangguan
kesehatan mental (Skrzypiec et al., 2012). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa pelaku bullying mempunyai intensitas empati yang minim dalam fenomena
interaksi sosial. Skrzypiec et al. (2012) menyebutkan bahwa mereka mengalami
permasalahan perilaku abnormal, hiperaktif, dan pro-sosial ketika terlibat dalam proses
interaksi sosial. Baik empati maupun perilaku abnormal, perilaku hiperaktif, dan pro-
sosial sangat berkaitan dengan respon pelaku ketika dirinya terlibat dengan lingkungan
sosial sekitar. Berbeda dengan korban-pelaku, tingkat gangguan kesehatan mental mereka
lebih besar dibandingkan pelaku dan korban bullying. Mereka adalah individu yang
melakukan tindakan bullying, namun mereka juga menjadi korban bullying (Slee &
Skrzypiec, 2016). Mereka mengalami permasalahan pro-sosial, hiperaktif, dan perilaku
(Skrzypiec et al., 2012). Untuk korban bullying, penelitian Skrzypiec et al. (2012)
menjelaskan bahwa mereka berada pada rating antara pelaku dan korban-pelaku bullying.
Mereka mempunyai masalah dengan kesehatan mental, terutama gejala emosional
(Skrzypiec et al., 2012). Hal yang sering ditemukan adalah mereka sering terisolasi
secara sosial, tidak mempunyai teman dekat atau sahabat, dan tidak memiliki hubungan
baik dengan orang tua (Rosen et al., 2017). Korban bullying juga mengalami kekerasan
fisik, untuk bullying yang bersifat kekerasan secara fisik. Tindakan kekerasan secara fisik
dan verbal yang mereka terima sering menjadi faktor trauma untuk jangka pendek dan
jangka panjang. Trauma memengaruhi terhadap penyesuaian diri dengan lingkungan,
yaitu dalam hal ini adalah lingkungan sekolah (Modecki et al., 2014). Bahkan, penelitian
yang dilakukan oleh Cornell et al. (2013) menemukan bahwa bullying merupakan
prediktor untuk tingkat prestasi akademik dan putus sekolah siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA). Apabila penelitian Cornell et al. (2013) dilakukan pada siswa SMA,
partisipan penelitian Takizawa et al. (2014) berusia 7, 11, 16, 23, 33, 42, 45, dan 50 tahun
yang berjalan selama 50 tahun sejak tahun 1958. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa bullying yang terjadi pada anak-anak mengakibatkan tingginya tingkat depresi,
kecemasan, dan bunuh diri ketika dewasa (Takizawa et al., 2014). Tidak hanya itu,
mereka bahkan mengalami permasalahan dalam hubungan sosial, kondisi ekonomi yang
memburuk, dan rendahnya well-being ketika menginjak usia 50 tahun (Takizawa et al.,
2014; Slee & Skrzypiec, 2016). Demikian, bullying berdampak pada rendahnya tingkat
hubungan sosial korban, kesehatan mental dan fisik, dan persoalan ekonomi (Takizawa et
al., 2014). Lebih lanjut, penelitian Wolke et al. (2013) menemukan bahwa bullying
berdampak pada kapasitas kesehatan, perilaku ilegal, ekonomi, dan hubungan sosial.
Angold et al. (2012) mengkonsepkan keempat dampak dari bullying, bahwa secara fisik
korban bullying mengalami cedera fisik yang serius dan beberapa penyakit seksual
(seperti: HIV). Dari segi kesehatan psikis, korban mengalami gangguan kecemasan,
gangguan depresi, dan gangguan kepribadian antisosial (Angold et al., 2012). Perilaku
ilegal yang dilakukan oleh pelaku bullying sebagaimana berbohong terhadap orang lain,
sering berkelahi, merampok rumah, toko, atau hal lain yang berkaitan dengan properti,
mabuk, konsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, dan aktivitas seksual di
luar pernikahan (Angold et al., 2012). Korban mengalami putus sekolah dan tidak
melanjutkan sekolah merupakan indikator status sosial ekonomi (Angold et al., 2012).
Selain itu, problematika dalam hal pekerjaan dinilai dengan putusnya hubungan kerja dan
keluar dari pekerjaan tanpa adanya kesiapan finansial (Angold et al., 2012). Akibatnya,
permasalahan keuangan yang lainnya muncul, seperti tidak bisa menyelesaikan tagihan
hutang dan buruknya pengelolaan keuangan (Angold et al., 2012). Sementara untuk
hubungan sosial, Angold et al. (2012) tertuju pada perilaku kekerasan dalam hubungan
sosial, meliputi: hubungan romantis, hubungan yang tidak baik terhadap orang tua, teman
dan orang kepercayaan, dan permasalahan dalam pertemanan dan mempertahankan
teman. (Shifani)
Dampak tindakan bullying tidak hanya pada korban, tetapi dampak tersebut juga
mengenai pelaku bullying dan korban-pelaku bullying. Penelitian yang dilakukan oleh
Skrzypiec et al (2012) menghasilkan pemahaman bahwa dampak negatif bullying
dirasakan oleh korban, pelaku, korban-pelaku bullying. Korban, pelaku, korban-pelaku
bullying mengalami gangguan kesehatan mental. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya bahwa pelaku bullying mempunyai intensitas empati yang minim dalam
fenomena interaksi sosial. Mereka mengalami permasalahan perilaku abnormal,
hiperaktif, dan pro-sosial ketika terlibat dalam proses interaksi sosial. Baik empati
maupun perilaku abnormal, perilaku hiperaktif, dan pro-sosial sangat berkaitan dengan
respon pelaku ketika dirinya terlibat dengan lingkungan sosial sekitar. Berbeda dengan
korban-pelaku, tingkat gangguan kesehatan mental mereka lebih besar dibandingkan
pelaku dan korban bullying. Mereka adalah individu yang melakukan tindakan bullying,
namun mereka juga menjadi korban bullying. Mereka mengalami permasalahan pro-
sosial, hiperaktif, dan perilaku Untuk korban bullying, penelitian menjelaskan bahwa
mereka berada pada rating antara pelaku dan korban-pelaku bullying. Mereka
mempunyai masalah dengan kesehatan mental, terutama gejala emosional. Hal yang
sering ditemukan adalah mereka sering terisolasi secara sosial, tidak mempunyai teman
dekat atau sahabat, dan tidak memiliki hubungan baik dengan orang tua. (SELA)
Dampak kasus bullying bagi korbannya Perilaku bully di atas bisa menimbulkan berbagai
efek negatif bagi korban, antara lain: Gangguan mental, mulai dari sensitif, rasa marah
yang meluap-luap, depresi, rendah diri, cemas, kualitas tidur menurun, keinginan
menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri (SILVIA)
Dampak tindakan bullying tidak hanya pada korban, tetapi dampak tersebut juga
mengenai pelaku bullying dan korban-pelaku bullying. Penelitian yang dilakukan oleh
Skrzypiec et al. (2012) menghasilkan pemahaman bahwa dampak negatif bullying
dirasakan oleh korban, pelaku, korban-pelaku bullying. Penelitian tersebut menggunakan
alat ukur Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ, Goodman, 1997 dalam
Skrzypiec et al., 2012). Korban, pelaku, korban-pelaku bullying mengalami gangguan
kesehatan mental (Skrzypiec et al., 2012). (Widya Tomayahu)
Menimbulkan trauma, Memiliki pandangan negative, Menimbulkan fobia, Memicu rasa
malu dan takut , depresi, Keinginan untuk bunuh diri. Menaruh dendam ke pelaku.
(selpia)
BAB III