PROPOSAL SKRIPSI
191810004
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian...............................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................................5
1.6 Keaslian Penelitian.............................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................7
2.1 Penerimaan Diri.................................................................................................7
2.1.1 Pengertian Penerimaan Diri ......................................................................7
2.1.2 Ciri-Ciri Penerimaan Diri...........................................................................8
2.1.3 Faktor-Faktor Penerimaan Diri..................................................................9
2.1.4 Proses Penerimaan Diri............................................................................10
2.1.5 Teori Penerimaan Diri..............................................................................11
2.2 Penerimaan Diri Orang Tua.............................................................................11
2.2.1 Pengertian Penerimaan Orang Tua...........................................................11
2.2.2 Aspek-Aspek Penerimaan Orang Tua......................................................12
2.3 Autisme............................................................................................................13
2.3.1 Pengertian Autisme..................................................................................13
2.3.2 Macam-Macam Autisme..........................................................................14
2.3.3 Gejala-Gejala Autisme.............................................................................15
2.4 Kerangka Pemikiran.........................................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................19
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................19
3.2 Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian.........................................................19
3.3 Subjek Penelitian..............................................................................................19
3.4 Metode Pengumpulan Data..............................................................................20
3.5 Analisis Data....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Reaksi pertama orang tua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah tidak
percaya, syock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah
1
bagi orang tua yang anaknya menyandang autisme untuk mengalami fase ini,
sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orang
tua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat.
Tidak sedikit orang tua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan
anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada
dokter yang menangani anaknya tersebut.
Menurut Sri Intan Rahayuningsih (2011), anak yang mengalami gangguan atau
hambatan, keterlambatan, dan memiliki faktor-faktor resiko dalam mencapai
perkembangan yang maksimal dan optimal diperlukan penanganan yang khusus.
Seringkali anak yang mengalami autis jadi bahan bercandaan masyarakat sekitar.
Hal tersebut membuat orang tua juga bisa mengalami stress ketika memiliki anak
yang autis dan merasa terpojok. Padahal, orang tua memiliki peranan yang penting
dalam proses merawat anak autis agar anak autis bisa mandiri dan pulih seperti
anak-anak normal yang lain. Jadi, ketika di luar rumah anak autis tidak diterima
oleh lingkungan, maka saat di rumah orang tua harus bisa mengerti keadaan anak.
Ketika orang tua tidak menerima anak yang autis, maka perkembangan anak juga
bisa terhambat.
2
salah satu gangguan pada perkembangan anak. Gangguan autis ini ditandai
dengan kurangnya kemampuan seorang anak pada proses interaksi sosial,
komunikasi secara verbal maupun non-verbal Anak autis secara umum mengalami
hambatan dalam proses belajar karena kurangnya kemampuan sosial dan pola
perilaku yang berbeda dengan anak lain pada umumnya. Menurut Hidayah (2016)
Autis bukan hanya kelemahan mental, akan tetapi gangguan perkembangan
mental sehingga penderita mengalami kelambanan dalam kemampuan,
perkembangan fisik dan psikis. Pada dasarnya, anak yang menderita autis juga
memerlukan pendidikan dan bimbingan seperti anak normal yang lain, karena
anak autis juga mempunyai potensi untuk dikembangkan, sehingga dengan adanya
bimbingan dan pendidikan potensi yang dimiliki dapat dikembangkan dengan
maksimal (Asrizal, 2016). Anak autis perlu dilakukan terapi sejak dini dengan
melibatkan ahli yang profesional dan orang tua. Anak autis semakin cepat
ditangani atau dilakukan terapi akan semakin mudah proses penyembuhannya.
Bagi orang tua tidak mudah ketika memiliki anak yang menyandang berkebutuhan
khusus terutama autis. Reaksi yang dialami orang tua jika mengetahui bahwa
anaknya menyandang autis yaitu kecewa, shock, tidak percaya, sedih, marah, dan
menolak (Faradina, 2016). Dapat dikatakan bahwa bagi orang tua tidak mudah
untuk fase pertama kali dimana mengetahui anaknya menyandang berkebutuhan
khusus sampai pada fase dimana orang tua menerima (acceptance) anaknya.
Orang tua juga akan mengalami kebingungan dan kecemasan sehingga tidak
mengetahui apa yang akan dilakukan untuk anaknya.
3
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Faradina, 2016),
mengemukakan bahwa aspek penerimaan diri orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus bermacam-macam pada setiap individu. Sebagian besar
subjek yang diteliti mampu menerima kondisi anak berkebutuhan khusus yaitu
kondisi saat ini. Orang tua mampu menerima kekurangan dan kelebihan anak dan
percaya akan kemampuan anak. NK ini salah satu orang tua yang dari awal dokter
mendiagnosa merasa tidak apa-apa. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Hermiati dikutip dari (Ismartini, 2011) terhadap beberapa orang tua yang
menyatakan bahwa mayoritas orang tua dapat menerima keadaan anaknya yang
cacat, dibuktikan dengan caranya bersikap wajar pada anaknya, akan tetapi ada
saja orang tua yang masih ragu-ragu bahkan juga menolak anaknya.
Pentingnya penerimaan diri tanpa syarat dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Jibeen, 2017) yang dapat mengurangi emosional siswa yang menghambat
pertumbuhan pendidikan dan pribadi mereka. Hal ini disebabkan karena hasil
dalam penelitian ini memperlihatkan efek dalam mengatur penerimaan diri tanpa
syarat dan harga diri dalam hubungannya dengan frustasi keyakinan toleransi dan
tekanan psikologis sehingga diperlukan faktor-faktor potensial lainnya yang
kemungkinan penting, termasuk pengalaman yang pernah dialami. Pernyataan
diatas dapat dijelaskan bahwa penerimaan diri orang tua haruslah baik. Ketika
orang tua dapat menerima keadaan dirinya dengan baik, maka orang tua tersebut
akan pula dapat menerima anaknya yang berkebutuhan khusus dengan baik pula
Berdasarkan latar belakang diatas dan hasil penelitian terdahulu yang telah
ditemukan, maka penelitian ini mengambil judul “Penerimaan Diri Orang Tua
Terhadap Anak Autis”
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : bagaimana proses penerimaan diri orang tua terhadap anak
autis ?
4
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana proses
penerimaan diri orang tua terhadap anak autis.
Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua bagian utama oleh penulis sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu psikologi
perkembangan, dan psikologi klinis anak yang terkait dengan dukungan sosial
dan penerimaan diri pada orangtua dengan anak autisme.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis dalam menganalisis suatu masalah kemudian
mengambil keputusan dan kesimpulan.
b) Bagi Orang tua
Memberikan pemahaman kepada orangtua mengenai pentingnya dukungan
sosial untuk mencapai suatu proses penerimaan diri orangtua tehadap
anaknya yang autis.
5
keluarga dengan penerimaan diri ibu anak autis di SDLB-B dan Autis TPA
Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.
2. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Rusdiana (2018) yaitu Hubungan antara
Dukungan keluarga Dengan Penerimaan diri pada Orang tua yang Memiliki
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Samarinda terdapat perbedaan pada
subjek penelitian. Hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan antara
dukungan keluarga dengan penerimaan diri pada orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus (ABK) di Samarinda.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut Jersild, Brook & Brook (1995) penerimaan diri merupakan seseorang
yang menerima dirinya adalah seseorang yang menghormati dirinya serta hidup
nyaman dengan keadaan dirinya, dia mampu mengenali, harapan, keinginan, rasa
takut serta permusuhan-permusuhannya dan menerima kecendrungan-
kencendrungan emosinya bukan dalam arti puas dengan diri sendiri tetapi
memiliki kebebasan untuk menyadari sifat dari perasaan-perasaan.
7
kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan tersebut. Kemampuan
individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya
yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya,
melainkan harus dikembangkan oleh individu dan individu mampu menyesuaikan
diri dengan keadaannya dengan cara memanfaatkan apa yang dimilikinya secara
efektif dan memiliki tangguang jawab untuk melakukan perubahan ke arah positif.
8
7. Tidak menyalahkan diri atau keterbatasan yang dimilikinya ataupun
mengingkari kelebihannya. Orang tua mengerti dan memahami atas kelemahan
yang dimiliki anaknya, tidak menyalahkan diri sendiri terhadap kekurangannya
9
6) Tingkat pendidikan pasangan suami istri. Pasangan suami istri dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan lebih mudah mencari informasi tentang masalah
yang dialami anak mereka.
7) Status perkawinan keluarga dengan status perkawinan yang harmonis biasanya
akan membuat pasangan suami istri saling bekerja sama, saling bahu-membahu
dalam menghadapi cobaan hidup.
8) Sikap masyarakat umum.
9) Sarana penunjang.
10
2.1.5. Teori Penerimaan Diri
Sheerer (1963) mengemukakan aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut:
1. Perasaan sederajat
2. Percaya kemampuan diri
3. Bertanggung jawab
4. Orientasi keluar diri
5. Berpendirian
6. Menyadari keterbatasan
7. Menerima sifat kemanusiaan.
Jersild (Hurlock, 2009) mendefinisikan penerimaan orang tua sebagai cinta. Cinta
ini akan lebih tepat apabila orang tua tidak hanya menerima anaknya tetapi juga
menerima dirinya sendiri. Individu yang dapat menerima dirinya diartikan sebagai
individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak memiliki beban
perasaan terhadap diri sendiri sehingga individu lebih banyak memiliki
kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Menurut Hurlock (2009) penerimaan orang tua merupakan suatu efek psikologis
dan perilaku dari orang tua pada anaknya seperti rasa sayang, kelekatan,
kepedulian, dukungan, dan pengasuhan di mana orang tua tersebut bisa merasakan
11
dan mengekspresikan rasa sayang kepada anaknya. Penerimaan orang tua ditandai
oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Orang tua yang menerima akan
memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat.
Anak yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah,
royal, secara emosional stabil, dan gembira.
Menurut Rogers (dalam Pancawati, 2013) Penerimaan orang tua merupakan aspek
yang penting dalam kehidupan anak berkebutuhan khusus. Penerimaan akan
tercapai jika orang tua mampu membiasakan diri dan memulai untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialaminya tersebut. Penerimaan orang
tua biasanya digambarkan sebagai orang tua penyayang dan penuh kehangatan.
Rasa sayang akan lebih efektif ketika orang tua tidak hanya menerima anaknya,
tetapi juga menerima keadaan dirinya sendiri. Orang tua bisa menjadi lebih bijak
dalam melakukan penerimaan, jika orang tua mampu menjalankan hidup lebih
realistik.
12
Sedangkan Aspek-aspek penerimaan orang tua menurut Zuck (dalam Ningrum,
2007), meliputi :
1. Memperlihatkan kecemasan yang minimal dalam kehadiran anak.
2. Memperlihatkan keadaan membela diri yang minimal tentang keterbatasan
anak.
3. Tidak ada penolakan yang jelas pada anak maupun membantu perkembangan
kepercayaan yang lebih.
Aspek-aspek penerimaan orang tua menurut Musen, dkk (dalam Ningrum, 2007),
sebagai berikut:
1. Adanya kontrol.
2. Tuntutan kematangan, tekanan pada anak untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan kemampuan intelektual, sosial, dan emosional.
3. Komunikasi antara orang tua dan anak.
4. Pengasuhan orang tua, meliputi kehangatan (cinta, perhatian, dan keharuan)
dan keterbukaan (pujian dan kesenangan dalam prestasi anak).
2.3. Autisme
2.3.1. Pengertian Autisme
Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti
suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya
sendiri. Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943.
13
Menurut Puspitha (2016) Gangguan perkembangan biasanya muncul sebelum usia
tiga tahun yang menyebabkan anak dengan autisme tidak mampu membentuk
hubungan sosial atau mengembangkan komunikasi normal. Anak autis menjadi
terisolasi dari kontak dengan orang lain dan tenggelam pada dunianya sendiri
yang diekspresikan dengan kegiatan yang di ulang-ulang. Kelainan pada anak
autis disebut dengan Autism Spectrum Disorder (ASD).
14
dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam
berkomunikasi secara dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali. Tindakan-
tindakan yang dilakukan, seperti memukulkan kepalanya sendiri, mengigit
kuku, gerakan tangan yang steroetif dan sebagainya, masih bisa dikendalikan
dan dikontrol dengan mudah Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih
sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk mengendalikannya.
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata, namun
tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereotipik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke
tembok secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika orang tua
berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak
autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa
kelelahan kemudian langsung tertidur. Kondisi yang lainnya yaitu, anak terus
berlarian didalam rumah sambil menabrakkan tubuhnya ke dinding tanpa henti
hingga larut malam, keringat sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, anak
terlihat sudah sangat kelelahan dan tak berdaya. Tetapi masih terus berlari
sambil menangis. Seperti ingin berhenti, tapi tidak mampu karena semua diluar
kontrolnya. Hingga akhirnya anak terduduk dan tertidur kelelahan.
15
a) Gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non-verbal seperti
kontak mata dan ekpresi wajah yang kurang, dan posisi tubuh yang kurang
tertuju.
b) Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai
dengan tingkat perkembangan
c) Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi
dengan orang lain.
d) Kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosional timbal balik.
3) Pola-pola repetitive dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan
aktifitas:
a) Preokupasi pada satu pola minat atau lebih
b) Infleksibilitas pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan non-fungsional
c) Gerakan motorik yang stereotip dan repetitive
d) Preokupasi yang melekat pada bagian-bagian objek.
16
harapan didiagnosa menderita suatu gangguan perkembangan. Salah satu bentuk
gangguan perkembangan pada anak ialah autisme.
Menurut Syafaria (2005) Orang tua yang menerima keadaan anak autis akan
menerima kenyataan secara apa adanya dan memahami bahwa anaknya terlahir
sebagai individu yang berbeda, sehingga orangtua anak mengubah persepsi dan
harapan ideal atas anak dan cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai dengan
17
kapasitas kemampuan yang dimiliki anak. Orang tua yang menghargai terhadap
dirinya, orangtua yang lebih sering diberikan dukungan oleh lingkungannya
cenderung bersikap lebih menerima anak-anak mereka yang terhambat secara
fisik.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
19
memiliki gangguan dalam berkomunikasi, dan bersedia berpartisipasi dalam
penelitian secara utuh.
20
narasumber sehingga pencacatan dilakukan segera mungkin setelah peneliti
meninggalkan lapangan.
2) Wawancara
Menurut (Moleong L., 2010) wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu dilakukan dengan dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Wawancara yang akan dilakukan
dalam penelitian ini adalah wawancara langsung secara mendalam dengan
orang tua anak autis lebih tepatnya yaitu kepada ibunya.
3) Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2010) Dokumentasi merupakan pelengkap dari metode
observasi dan wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini. Dokumen bisa
berupa tulisan, gambar, foto, dan sebagainya. Dokumentasi dapat menunjang
proses wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti. Adapun dokumentasi
yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut peneliti
menggunakan alat bantu handphone untuk merekam pada saat wawancara
dengan narasumber. Rekaman merupakan bukti audio dalam proses
pengumpulan data dan digunakan sebagai pendukung dan penguat data yang
telah diambil oleh peneliti.
21
yang cukup besar di kanan dan kiri transkrip digunakan untuk analisis dan
refleksi.
2) Menemukan tema-tema yang berasal dari data.
3) Melakukan penafsiran data yaitu berpikir dengan jalan membuat agar kategori
data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola-pola hubungan serta
membuat temuan-temuan umum.
22
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Pada Anak Autis
Di Klinik Buah Hatiku Makassar. Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Alauddin, Makassar
Asrizal. 2016. Penanganan Anak Autis Dalam Interaksi Sosial. Jurnal PKS, Vol.
15, No. 1, hlm. 1–8.
Ballerina, T. 2016. Meningkatkan Rentang Perhatian Anak Autis dalam
Pembelajaran Pengenalan Huruf. Jurnal of Disability Studies, hlm. 249-251.
Cronbach, G., J. 1963. Edicational Psychology 2 And Edition. New York:
Harcout, Bruace And Word.
Eliyanto H & Hendriani W. 2013. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan
Penerimaan Ibu Terhadap Anak Kandung yang Mengalami Cerebral Palsy.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 2 No, HLM. 124.
Faradina, N. 2016. Penerimaan diri pada orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus. eJournal Psikologi , Vol. 4, hlm. 386-396
Handoyo, Y. 2008. Autisme pada Anak (Menyiapkan anak autis untuk mandiri
dan masuk sekolah reguler dengan metode ABA Basic). Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer.
Hurlock, E. B. 2009. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Jersild, A. T., Brook, J. S. & Brook, D. W. 1978. The psychology of adolesence.
New York: MacMillan Pub Company
Kubler R.E. 2008. On Death and DyingWhat the dying have to teach doctors,
nurses, clergy and their own families. London and New York: Routledge
Levianti, M. 2013. Penerimaan Diri Ibu Yang Memiliki Anak Tunanetra. Jurnal
psikologi, hlm. 39-49.
McCandless., J. 2003. Children With Starving Brains. F. Siregar, Penerjemah.
Jakarta : Grasindo
Moleong, L.J. 2008. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
23
Mujiyanti, DM. 2011. Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak
Autis di Kota Bogor.Skripsi. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor.
Ningrum, D. P. 2007. Pengaruh penerimaan orang tua terhadap penyesuaian diri
anak tuna rungu di sekolah tahun ajaran 2006-2007. Skripsi FIP Univ.
Negeri Semarang
Pancawati, R. 2013. Penerimaan diri dan dukungan orang tua terhadap anak autis.
Ejurnal psikologi. Vol 1, No, 1.
Patrayana, B. 2017. Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Down
Syndrom Ditinjau Dari Tingkat Usia. skripsi. Pekanbaru: Fakultas Psikologi
Uin Suska Riau
Puspita, E. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita
hipertensi dalam menjalani pengobatan.
Rachmawati Sri & Zulkaida A. 2007. Penerimaan Diri Orang Tua Terhadap Anak
Autisme dan Peranannya Dalam Terapi Autisme. Jurnal Psiokologi, Vol.1,
No.1, hlm. 7-17
Rahayuningsih, sri Intan & A, R. 2011. Gambaran penyesuaian diri orang tua
yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Idea Nursing Journal. ISSN:
2087 -2879. Syiah Kuala University. Banda Aceh
Rusdiana. 2018. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Penerimaan Diri
Pada Orangtua Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Di
Samarinda. Jurnal Psikoborneo. Vol. 6, No.2, hlm. 279-288.
Sadiyah, S. 2009. Pengaruh Penerimaan Orang tua Tentang Kondisi Anak
Terhadap Aktualisasi Diri Anak Penyandang Cacat Fisik di SLD D YPAC
Cabang Semarang. Skripsi Universitas Negeri Semarang
Sheerer, L. L. 1963. UW-EL Model for River Regulation. Am. Soc. Civ. Eng. Jour.
Waterways and Harbours Div, Vol. 89, hlm. 13-27.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
24
Susanto. 2014. Penerimaan Orang tua Terhadap Kondisi Anaknya Yang
Menyandang Autisme Di Rumah Terapis Little Star. Jurnal Psikosains,
Vol. 9, No.2.
Sutadi, R. 2004 Penanganan dini bagi anak autis. diunduh tanggal 05 Desember
2023
Yayasan Autisma Indonesia. 2008. Apa itu Autisme?. Kampanye Peduli Autis
(diunduh pada 06 Desember 2023). Terdapat di:
http://autisme.or.id/istilahistilah/autisme-masa-kanak/
25