Anak Autis
Oleh :
Dominika Arthalia Ayunda Putri (1806163796)
Putu Winda Yuliantari G.D (1806164092)
0
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian.........................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................4
1.5 Isu Etis..............................................................................................................................5
1.6 Cakupan Penelitian.........................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Autistic Spectrum Disorder (Sindrom Autisme)............................................................7
2.2 Teori Penerimaan.............................................................................................................8
2.3 Teori Adaptasi/Transformasi.........................................................................................10
2.4 Teori Peran Ayah............................................................................................................12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe dan Desain Penelitian............................................................................................14
3.2 Karakteristik Partisipan................................................................................................14
3.3 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................16
3.4 Prosedur Penelitian........................................................................................................17
3.5 Teknik Analisis Data.......................................................................................................18
3.6 Teknik Keabsahan Data.................................................................................................18
Daftar Pustaka..........................................................................................................................20
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
(2011), orangtua dengan anak autis harus menanggung beban stres dalam pengasuhan anak yang
disebabkan karena berbagai macam permasalahan yang dialami oleh anak autis seperti anak
memiliki gangguan tidur, cemas dan menangis yang terkadang orangtua tidak paham
penyebabnya, berbagai macam perilaku yang tidak biasa yang terkadang menjadi stereotype
tertentu untuk anak maupun orangtua. Selain itu dinamika dari sistem keluarga itu sendiri
seringnya terganggu baik secara ekonomi, sosial, muncul berbagai macam gangguan fisik
maupun psikologis yang dirasakan orangtua.
Pengalaman dalam menjalani proses pengasuhan anak berkebutuhan khusus tentunya
berbeda antara proses yang dijalani ayah dan proses yang dijalani ibu, utamanya ketika anak
berada pada masa-masa usia sekolah. Meskipun seluruh fase perkembangan yang dilalui anak
memberikan dampak stres pada orangtua, penelitian menunjukkan pada anak dengan kebutuhan
khusus, beberapa perubahan yang terkait dengan usia, kebutuhan yang beragam serta ekspektasi
dari lingkungan sosial anak menjadikan usia sekolah menjadi hal yang lebih menantang dalam
proses pengasuhan anak berkebutuhan khusus (Roussey et al., 1992; Wikler, Wasow & Hatfield
1981; Meyer, 1986 dalam Dyson 1997).
Kehadiran ayah dalam praktik pengasuhan tidak hanya berdampak pada perkembangan
psikologis anak tetapi juga ibu sebagai pasangan dalam pengasuhan anak (Lamb, 2010). Namun
dalam praktik pengasuhan utamanya anak dengan kebutuhan khusus, penelitian menunjukkan
ayah lebih sulit dalam menerima kondisi anak dengan kebutuhan khusus dibandingkan ibu meski
dukungan dari lingkungan sosial dan tingkat stres yang dialami ayah tidak berbeda dengan yang
dialami ibu (Dyson, 1997) sehingga seringnya hal ini secara tidak langsung berdampak pada
keterlibatan perilaku pengasuhan yang ditampilkan ayah yang cenderung rendah dibandingkan
ibu. Rendahnya keterlibatan ini dilihat dari perilaku pengasuhan yang diterapkan ayah lebih
berfokus pada hal-hal diluar lingkungan anak sedangkan ibu lebih memberikan perhatian pada
kebutuhan sehari-hari anak di rumah (Pelchat et al., 2009).
Terlepas dari stres yang dihadapi, beberapa ayah melihat pengasuhan terhadap anak-anak
mereka dengan autisme sebagai suatu tantangan yang harus dijalani dan memandang hal tersebut
sebagai suatu kesempatan untuk belajar terkait hidup dan memperbaiki kualitas diri maupun
mempererat hubungan antar keluarga. Tidak sedikit ayah yang berharap dapat lebih terlibat
dalam pengasuhan anak mereka dan secara aktif mencari informasi terkait hal-hal yang dapat
membantu praktik pengasuhan anak dengan autisme berjalan dengan optimal seperti misalnya
3
akses kesehatan, akses terhadap pelayanan intervensi dini untuk memfasilitasi keterlibatan yang
dapat dilakukan oleh pihak ayah secara maksimal (Carpenter & Towers, 2008). Faktor protektif
dari peranan yang dimiliki seorang ayah seperti misalnya memberikan dampak positif terhadap
berbagai perkembangan yang dimiliki anak dan secara psikologis memberikan dampak yang
positif terhadap penyesuaian perilaku saat remaja, selain itu peran pengasuhan ayah juga
membantu mengurangi perilaku bermasalah anak di sekolah, meningkatkan kemampuan bahasa
dan kognitif di masa awal perkembangan dan hubungan yang lebih positif antar teman sebaya di
usia remaja (McBride et al., 2017) menjadikan hal tersebut sebagai dukungan yang dapat
membantu pihak ayah lebih positif memandang situasi dan menyesuaikan dengan kemampuan
yang dimiliki.
Penerimaan merupakan sebuah proses yang berujung pada adaptasi ataupun transformasi
individu terhadap situasi menekan yang dialami dan bagaimana nantinya individu dapat
mengelola stres yang dirasakan, menyesuaikan diri dengan kondisi stres dan melakukan
transformasi terhadap kehidupan yang harus dijalani. Penerimaan sendiri berada di akhir tahap
dukacita atau grief. Seperti yang dikemukakan Kubler dan Ross (dalam Axelrod, 2006), terdapat
empat tahap lain sebelum individu sampai di tahap penerimaan. Tahap-tahap tersebut yakni
menolak, marah, menawar, dan depresi. Meskipun tahapan ini lazim terjadi pada individu yang
berdukacita karena kehilangan atau kematian, namun tahapan ini juga bisa terjadi pada individu
lain yang mengalami hal yang tidak menyenangkan, termasuk dalam merespon kejadian yang
menekan serta menerima berita buruk.
Proses individu menjalani tahapan penerimaan hingga mampu beradaptasi dan
melakukan transformasi akan kehidupan menakan yang dijalani bergantung pada bagaimana tiap
individu mempersepsikan situasi dan tentunya akan berdampak pada strategi yang dilakukan
individu dalam mengelola sumber tekanan (Pelchat et al, 2009). Proses mulai dari menerima
kondisi memiliki anak berkebutuhan khusus utamanya anak dengan autisme hingga melakukan
berbagai macam strategi dalam menjalani proses perjalanan pengasuhan sampai kepada kondisi
mampu memandang sumber tekanan sebagai suatu yang dapat dijadikan tujuan hidup yang baru
menjadi berbeda ketika berbicara mengenai yang dilalui oleh ayah dan ibu dengan anak
berkebutuhan khusus utamanya anak dengan autisme (Pelchat et al., 2007). Proses ini dapat
dilihat dari level individual terkait pandangan dari diri sendiri memandang kondisi menekan
yang dihadapi terkait dengan anak berkebutuhan khusus utamanya anak dengan autisme, level
4
pengasuhan, interaksi dengan pasangan yang bisa jadi memiliki memberikan pengaruh terhadap
bagaimana individu menjalani proses penyesuaian tersebut hingga level dimana dukungan sosial
maupun lingkungan di luar keluarga juga memberikan peranan dalam proses yang dijalani
(Pelchat et al, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi terhadap proses penerimaan dan
adaptasi/transformasi pengasuhan ayah yang memiliki anak dengan sindroma autisme mulai dari
mendapatkan informasi terkait diagnosis anak hingga akhirnya menerima dan ikut terlibat aktif
dalam pengasuhan dan memiliki tujuan baru akan pandangannya terhadap hidup pribadi maupun
keluarga.
1.2.2. Sub-pertanyaan
1. Bagaimana ayah menerima diagnosis anak dengan gangguan spektrum autisme?
2. Bagaimana ayah menyesuaikan diri dengan pola pengasuhan pada anak dengan gangguan
spektrum autisme?
3. Bagaimana ayah memegang tanggung jawab terkait perannya dalam pengasuhan terhadap
anak dengan gangguan spektrum autisme?
5
a. Memberikan gambaran dan informasi pada para ayah dengan anak kebutuhan khusus
terkait dengan proses psikologis dalam menerima anak berkebutuhan khusus
utamanya anak dengan autisme
b. Memberikan gambaran dan pemahaman untuk pihak ibu terkait proses penerimaan
yang juga harus dijalani oleh seorang ayah dalam keterlibatan pengasuhan anak
berkebutuhan khusus utamanya anak dengan autisme
6
juga melalui proses psikologis yang menyebabkan beberapa perilaku seringnya dipandang
sebagai respon yang tidak bertanggung jawab terhadap pengasuhan.
Informed consent yang berisi permohonan persetujuan dan kejelasan partisipan mengenai
penelitian ini juga akan diberikan untuk dibaca dan ditandatangani. Setelah mendapat
persetujuan dari partisipan, peneliti akan melakukan pengambilan data dengan metode
wawancara sebagai metode utama dan observasi terhadap aktivitas keterlibatan pengasuhan yang
dilakukan partisipan jika memungkinkan hingga mencapai saturasi data. Kemudian dilakukan
pengolahan data untuk mencari persamaan informasi dari partisipan untuk dilakukan penjabaran
kategorisasi tema-tema terkait dengan proses penerimaan dan penyesuaian yang dilakukan dalam
keterlibatan ayah mengasuh anak dengan autisme. Hasil akhir dari pengolahan data tersebut
kemudian dituliskan dalam bentuk laporan yang mampu menjawab pertanyaan penelitian yang
diajukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2. Insistence on sameness, tidak fleksibel dalam mengubah rutinitas, atau memiliki
kebiasaan pola verbal dan nonverbal yang kaku (dapat stres ketika mengalami perubahan
kecil, memiliki pola pemikiran yang rigid, harus melewati jalan atau memakan makanan
yang sama terus menerus)
3. Terpaku pada satu minat dengan intensitas atau fokus yang tidak normal (ikatan yang
kuat dengan benda tertentu, menekuni atau sangat menolak hal tertentu)
4. Hyper-activity atau hypo-activity saat menerima rangsangan sensori (sangat sensitif/tidak
sensitif merasakan suhu, tekstur, rasa sakit, atau mencium aroma tertentu)
C. Gejala harus muncul pada tahap awal perkembangan anak (walaupun mungkin tidak terlihat
jelas sehingga anak berada dalam konteks sosial)
D. Gejala yang dimiliki secara signifikan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan sehari-hari, dan
fungsi lainnya.
E. Masalah ini tidak disebabkan karena adanya intellectual disability atau global developmental
delay.
9
percaya, terjadi goncangan batin, terkejut dan tidak mempercayai kenyataan yang menimpa anak
mereka (Mangunsong dalam Febrianto & Darmawanti, 2016), kemudian timbul perasaan
terpukul, putus asa, kesal, menyalahkan diri sendiri, merasa dirinya tidak berguna, melakukan
penawaran-penawaran mengapa hal ini terjadi pada keluarganya, dan timbul dua perasaan
bertentangan antara menerima dan menolak.
Untuk sampai di tahap penerimaan diri, dibutuhkan empat tahap yang terjadi pada
individu yang mengalami kesedihan (Axelrod, 2008), yakni sebagai berikut
1. Tahap penyangkalan : reaksi awal saat menerima berita buruk adalah menyangkal realitas
situasi yang terjadi. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri untuk menahan syok.
2. Tahap marah : Ketika penyangkalan mulai dikenakan diri, maka realitas dan rasa sakit
akan muncul namun diri belum siap untuk menerimanya. Emosi diri yang rentan ini
diarahkan dan diekspresikan sebagai marah. Marah bisa diarahkan ke benda mati, orang
asing, teman, atau keluarga. Dokter atau pihak yang memberi diagnosa mungkin menjadi
sasaran marah.
3. Tahap menawar : Reaksi normal terhadap perasaan tidak berdaya dan rapuh seringnya
adalah butuh untuk mengendalikan kembali atau “seandainya”. Diri berusaha
mengandaikan sebuah situasi ideal untuk menunda munculnya berita buruk. Intinya,
individu berusaha bernegosiasi dengan Tuhan atau higher power yang dipercayainya
dalam upaya untuk menunda hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini merupakan
pertahanan diri untuk perlindungan dari realitas yang menyakitkan.
4. Tahap depresi : Depresi ini terdiri dari dua tipe. Yang pertama adalah reaksi dari implikasi
praktis terhadap berita buruk, biasanya didominasi kesedihan dan penyesalan. Yang
kedua bersifat lebih halus dan lebih privat.
5. Tahap menerima : Tahap ini belum tentu dapat diraih semua individu. Tahap ini ditandai
oleh penarikan diri, namun dipenuhi rasa tenang. Meskipun demikian, tahap ini bukan
tahap yang menggembirakan.
Tahap-tahap tersebut tidak selalu terjadi berurutan. Beberapa orang bahkan tidak
mengalami beberapa tahapan saat mengalami proses dukacita (Alexrod, 2008). Untuk memahami
tahapan-tahapan tersebut tidaklah harus melalui keseluruh tahapan dalam urutan yang pasti
seperti tertera diatas. Akan lebih baik bila individu memahami dukacita itu sendiri karena setiap
orang berduka dengan cara yang berbeda-beda
10
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri yang dikemukakan oleh
Jersild (dalam Senkeyta, 2013). Faktor-faktor ini dapat dipisahkan menjadi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi penerimaan diri adalah adanya keyakinan
mengenai peristiwa yang dialaminya. Kepercayaan yang kuat kepada Tuhan membuat orangtua
yakin bahwa mereka diberikan cobaan sesuai dengan porsi yang mampu mereka hadapi. Faktor
internal lain yang mempengaruhi penerimaan diri adalah usia, pendidikan, dan keadaan fisik.
Sedangkan faktor eksternal yang mendukung penerimaan diri adalah adanya dukungan sosial
yang diberikan baik dari keluarga besar dan juga lingkungan sekitar, pola asuh orangtua, serta
kondisi ekonomi (Jersild dalam Senkeyta, 2013)
Tahap penerimaan tidak selalu dicapai semua orang yang melewati kejadian atau berita
buruk. Beberapa orang gagal menerima diri atau mengalami self-rejection (penolakan diri).
Ketika orangtua gagal menerima situasi bahwa mereka memiliki anak dengan gangguan
spektrum autisme, maka kehangatan dan afeksi yang seharusnya ada dalam keluarga menjadi
tidak ada sama sekali (Rohner dalam Hussain dan Munaf, 2012). Penolakan dari orang tua akan
mengarah kepada parental hostility (permusuhan orang tua), adekuasi dan harga diri yang
negatif, ketidakstabilan emosi, pandangan negatif terhadap dunia, dan ketergantungan.
11
(Programme d’Intervention Interdisciplinaire et Familiale; Interdisciplinary Family Intervention
Program) yaitu sebuah program intervensi keluarga yang menekankan pada dinamika individu
dan keluarga dari anak berkebutuhan khusus (Pelchat, 2010). Proses adaptasi/transformasi
menurut Pelchat (2010) bersifat resiprokal dimana masalah dapat mempengaruhi dinamika
individu dan keluarga serta begitupun sebaliknya dapat mempengaruhi bagaimana masalah
terjadi. Berikut adalah gambaran model proses penyesuaian dan transformasi yang dialami oleh
orangtua dengan anak berkebutuhan khusus berdasarkan PRIFAM,
Model PRIFAM didasarkan pada Lazarus’s stress theory dan Boss’s model of family
stress management. Pada model menjelaskan bahwa tingkat tekanan/stres pengasuhan yang
dialami oleh ayah dan ibu dalam keluarga, tergantung dari bagaimana pihak ayah maupun ibu
memandang dan mengevaluasi situasi yang dialami dalam hal ini situasi ketika memiliki anak
dengan sindrom autisme, mengevaluasi strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi
tekanan serta bagaimana pihak ayah maupun ibu mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki
untuk mengatasi hal tersebut. Dengan kata lain proses ini melihat bahwa penyesuaian diri ayah
dan ibu tidak ditentukan dari tingkat stres yang dialami melainkan bagaimana individu
mempersepsikan situasi yang dialami. Persepsi ini nantinya akan mempengaruhi bagaimana
individu memilih strategi yang akan digunakan untuk memenuhi tugas-tugas adaptif yang
berujung pada penyesuaian/transformasi. Proses penerimaan dari individu menentukan
12
bagaimana nantinya individu dapat memenuhi tugas-tugas adaptif, menerima kondisi anak yang
lahir meski tidak sesuai dengan harapan hingga mampu untuk melakukan penyesuaian dan
transformasi terhadap masa depan anak maupun keluarga (Pelchat, 2009;2010)
13
komponen pertama. Disini ayah memiliki akses terhadap anaknya misalnya saat ayah memasak
di dapur, anak berada di ruang sebelahnya atau bahkan anak bermain di bawah ayah secara
langsung dimana ayah dapat mengamati anaknya. Komponen ketiga adalah tanggung jawab,
dimana ayah memberi perhatian serta memperhatikan kesejahteraan pada anak. Tanggung jawab
ini dibedakan dengan keinginan untuk membantu anak. Tanggung jawab meliputi pengetahuan
ayah bilamana anak butuh pergi ke dokter, memastikan anak memiliki pakaian untuk dipakai,
mengatur pertemuan dengan babysitter atau child-care, membuat pengaturan temu dengan
pengawas anak bilamana anak sakit.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam keluarga menurut
Lamb (1987 dan 2010). Yang pertama adalah usia anak. Ketika usia anak lebih muda, kedua
orang tua lebih menghabiskan waktu pada perawatan anak. Semakin besar usia anak, ayah makin
tidak terlibat karena anak semakin tidak ingin berinteraksi dengan orang tuanya dan anak lebih
cenderung ingin menghabiskan waktu dengan saudaranya. Selain itu gender anak juga menjadi
faktor pengaruh keterlibatan ayah. Ayah lebih tertarik dan lebih senang terlibat pada anak laki-
lakinya dibandingkan anak perempuan. Terlepas dari usia, ayah lebih senang menghabiskan
waktu dengan anak laki-lakinya dibandingkan dengan anak perempuan.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
15
pengambilan data penelitian itu sendiri jika memang dibutuhkan data dari partisipan lain untuk
membantu mengarahkan peneliti pada data yang makin spesifik menjawab permasalahan
penelitian (Poerwandari, 2013).
16
Poerwandari (2013) menyatakan bahwa penentuan partisipan pada penelitian kualitatif
berbeda dengan penelitian kuantitatif dimana penelitian kualitatif berfokus pada sejauh mana
proses pengumpulan data dilakukan. Pada penelitian ini pengambilan sampel berfokus pada
intensitas yaitu ingin memperoleh data yang kaya mengenai suatu fenomena pengasuhan pada
anak autisme dari sisi pandang seorang ayah yang terlibat dalam pengasuhan.
17
konteks kegiatan harian (misalnya saat ada kegiatan di sekolah atau di tempat kerja ayah),
dokumen kegiatan bersama misalnya hasil prakarya, catatan harian anak, catatan harian ayah,
dan sebagainya.
18
menjawab pertanyaan penelitian maka peneliti akan menghubungi partisipan untuk melakukan
pengambilan data kembali. Selanjutnya tahap terakhir dari proses ini adalah penulisan hasil
penelitian ke dalam bentuk laporan.
19
studi pada setting yang berbeda, dimana peneliti menggunakan berbagai macam sumber data,
evaluator, teori atau perspektif yang berbeda untuk menginterpretasi data yang sama serta
metode yang beragam untuk meneliti data yang sama. Peneliti menggunakan sumber data tidak
hanya dari wawancara tetapi juga dari observasi dan dokumen relevan yang mendukung.
20
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association (2013). Diagnostic and statistical manual of mental
disorders: DSM-5. Washington, D.C: American Psychiatric Association.
Axelrod, J. (2006). The 5 Stages of Loss and Grief. Psych Central . Retrieved from
http://psychcentral.com/lib/the-5-stages-of-loss-and-grief/000617
Cappe, E., Wolff, M., Bobet, R., & Adrien, J.-L. (2011). Quality of life: a key variable to
consider in the evaluation of adjustment in parents of children with autism spectrum
disorders and in the development of relevant support and assistance programmes. Quality
of Life Research, 20(8), 1279–1294. doi:10.1007/s11136-011-9861-3
Carpenter B. & Towers C. (2008) Recognising fathers: the needs of fathers of children with
disabilities. Support for Learning 23, 118–25.
Creswell, J. W. (2013). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five tradition
(3rd Ed). Sage Publications, Inc.
Dyson, L. L. (1997). Fathers and mothers of school-age children with developmental disabilities:
Parental stress, family functioning, and social support. American journal on mental
retardation, 102(3), 267-279.
Febrianto, A. S. dan Darmawanti, I. (2016). Studi Kasus Penerimaan Seorang Ayah terhadap
Anak Autis. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 7(1), 50-61
Gray, D. E. (2002). Ten years on: a longitudinal study of families of children with autism.
Journal of Intellectual & Developmental Disability, 27(3), 215–222.
doi:10.1080/1366825021000008639
Gray, D. E. (2006). Coping over time: the parents of children with autism. Journal of Intellectual
Disability Research, 50(12), 970–976. doi:10.1111/j.1365-2788.2006.00933.x
Harian Nasional 2 April 2018 - Tren Penderita Autisme Meningkat. Artikel oleh Alvin Tamba
http://www.harnas.co/2018/04/01/tren-penderita-autisme-meningkat (diakses 5 Desember
2018).
Hussain, S., dan Munaf, S. (2012). Perceived Father Acceptance-Rejection in Childhood and
Psychological Adjustment in Adulthood. International Journal of Business and Social
Science, 3(1), 149-156
Lai M-C, Lombardo MV, Chakrabarti B, Baron-Cohen S (2013) Subgrouping the Autism
“Spectrum": Reflections on DSM-5. PLoS Biol 11(4): e1001544.
https://doi.org/10.1371/journal.pbio.1001544
Lamb, M. E. (1987). The Father’s Role Applied Perspective. New York : John Wiley & Sons
Lamb, M. E. (2010). The Role of the Father in Child Development 5th Edition. NJ : John Wiley
& Sons
McBride, B. A., Curtiss, S. J., Uchima, K., Laxman, D. J., Santos, R. M., Weglarz-Ward, J., …
Kern, J. (2017). Father Involvement in Early Intervention: Exploring the Gap Between
21
Service Providers’ Perceptions and Practices. Journal of Early Intervention, 39(2), 71–87.
doi:10.1177/1053815116686118
Merriam, S. B., & Tisdell, E. J. (2015). Qualitative research: A guide to design and
implementation. John Wiley & Sons.
Pelchat, D., lefebvre, H. and levert, m.J. (2007) ‘Gender Differences and Similarities in the
experience of Parenting a Child with a Health Problem: Current State of Knowledge’,
Journal of Child Health Care 11(2): 112–31.
Pelchat, D., Levert, M.-J., & Bourgeois-Guérin, V. (2009). how do mothers and fathers who have
a child with a disability describe their adaptation/ transformation process? Journal of
Child Health Care, 13(3), 239–259. doi:10.1177/1367493509336684
Pelchat, D. (2010). PRIFAM: a shared experience leading to the transformation of everyone
involved. Journal of Child Health Care, 14(3), 211–224. doi:10.1177/1367493510364166
Pisula, E. (2008). Interactions of fathers and their children with autism. Polish Psychological
Bulletin, 39(1). doi:10.2478/v10059-008-0005-8
Poerwandari, E. K. (2013). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta:
LPSP3 UI.
Senkeyta, Y. (2013). Proses Penerimaan Diri Ayah Terhadap Anak Yang Mengalami Down
Syndrome. Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur
Smith, J. A., & Osborn, M. (2008). Interpretative Phenomenological Analysis. Doing Social
Psychology Research, 229–254. doi:10.1002/9780470776278.ch10
22
Lampiran
telah memperoleh penjelasan dari peneliti mengenai maksud dan tujuan penelitian serta prosedur
penelitian yang akan dilakukan dan menyatakan bersedia secara sukarela menjadi partisipan
dalam penelitian yang berjudul “Gambaran Penerimaan dan Adaptasi/Transformasi Ayah
dengan Anak Autis”, yang dilakukan oleh mahasiswa Program Magister Profesi Psikologi
Pendidikan Universitas Indonesia.
Demikian pernyataan saya, dengan penuh kesadaran dan tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun.
___________, _____________
( )
23
Lampiran
Panduan Wawancara Penelitian
Hari, tanggal :
Tempat :
Partisipan :
1. Bagaimana gambaran tahap penerimaan serta penyesuaian pengasuhan pada ayah yang
memiliki anak dengan gangguan spektrum autisme?
a. Bagaimana proses yang anda jalani sebelum anda menerima kondisi anak?
b. Apa yang anda lakukan ketika anda merasakan perasaan-perasaan yang anda rasakan setiap
harinya setelah informasi diagnosa anak?
c. Bagaimana proses anda menyesuaikan diri dengan berbagai aspek kehidupan anda,
misalnya pekerjaan dan kegiatan sehari-hari di rumah?
2. Bagaimana ayah menerima diagnosis anak dengan gangguan spektrum autisme?
a. Apa yang anda rasakan ketika mengetahui anak anda di diagnosa autisme?
b. Sejak usia berapa anak sudah didiagnosa autisme ?
c. Bagaimana dampak informasi diagnosa anak ke interaksi dengan istri di rumah?
d. Bagaimana dampak informasi diagnosa anak ke interaksi dengan anak sendiri di rumah?
3. Bagaimana ayah menyesuaikan diri dengan pola pengasuhan pada anak dengan gangguan
spektrum autisme?
a. Apakah anda juga ikut mengasuh anak anda bersama dengan istri di rumah?
b. Bagaimana pembagian tugas pengasuhan yang anda lakukan bersama istri?
c. Bagaimana cara anda menyesuaikan diri dengan cara pengasuhan yang berbeda terhadap
anak?
4. Bagaimana ayah memegang tanggung jawab terkait perannya dalam pengasuhan terhadap
anak dengan gangguan spektrum autisme?
a. Tanggung jawab apa yang anda pegang terkait dengan pengasuhan anak anda?
b. Bagaimana perasaan yang anda rasakan ketika harus memegang tanggung jawab tersebut?
c. Bagaimana proses pembagian tanggungjawab yang anda lakukan bersama istri?
24