Anda di halaman 1dari 19

GAMBARAN INTERAKSI SOSIAL SUKU JAWA DAN SUKU SUNDA DI

YOGYAKARTA

PROPOSAL MINI RISET


MATA KULIAH LINTAS BUDAYA

DOSEN PENGAMPU:
NENI WIDYAYANTI S.PSI., M.PSI

DISUSUN OLEH:
SURYA SUBARJONO (210100340)
ADITYA JAKA PRAKASA (210100341)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS EKONOMI DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS CENDEKIA MITRA INDONESIA
2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Lata Belakang
Manusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna. Namun kesempurnaan itu
tidak bisa menutupi manusia untuk hidup sendiri. Manusia juga memerlukan orang lain
untuk proses kehidupannya. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan baik dalam kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani serta
kebutuhan lain untuk kelangsungan hidupnya. Manusia atau individu memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun kemampuan yang ada dalam
setiap manusia sangat terbatas, sehingga harus meminta bantuan kepada manusia lain yang
juga berada di sekitar lingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersebut
manusia mengadakan interaksi sosial kepada manusia lain yang bertujuan untuk terjalinnya
suatu hubungan sosial.
Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi
menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar individu,
kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok. Interaksi terjadi apabila
individu atau kelompok saling bertemu kemudian melakukan komunikasi dan kontak
kepada individu atau kelompok. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah
hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi
individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik.
Bentuk interaksi tersebut juga meliputi akulturasi, asimilasi, akomodasi dan bahkan
menimbulkan konflik antar individu maupun kelompok. Hubungan antar individu dengan
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok didasari oleh
karakter manusia yang hakikatnya saling membutuhkan satu dengan yang lain. Proses
berlangsungnya komunikasi dan kontak sosial menimbulkan akulturasi antar Suku Sunda
dan Suku Jawa.
Indonesia begitu kaya akan ragam budaya. Berdasarkan data sensus BPS tahun
2010 tercatat ada sekitar 1,340 suku bangsa atau etnis di Indonesia. Etnik sering diartikan
sebagai himpunan manusia (subkelompok manusia) yang dipersatukan oleh suatu
kesadaran atas kesamaan sebuah kultur atau sub-kultur tertentu, atau karena kesamaan ras,
agama, asal usul daerah atau bangsa, bahkan peran atau fungsi tertentu. Setiap etnis
menunjukkan keunikan dan ciri khas budaya tersendiri, menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan tingkat keragaman yang tinggi. Keragaman ini perlu dilestarikan karena
menyangkut kekayaan bangsa. Identitas etnis sering diartikan sebagai suatu ciri khas yang
dimiliki oleh sekelompok orang yang dianggap sebagai inti dari diri mereka. Studi terkait
identitas etnik sangat menarik dan perlu dilakukan terutama terkait dengan pewarisan
budaya dan bahasa warisan. Banyak studi menemukan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara identitas etnis dan kefasihan bahasa warisan (Phinney, Romero, Nava, &
Huang, 2001).
Perbedaan budaya tidak menyebabkan interaksi antar budaya sosial yang berarti
mencakup saling berkesinambungan atau bekerja sama seperti halnya manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan membutuhkan orang lain. Begitupun
dengan adanya interaksi antar suku sunda dan suku jawa. Hubungan sosial yang dinamis
antara individu dengan individu lain atau dengan kelompok atau hubungan antar kelompok.
Hubungan ini akan tercipta karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang
lain.
Berdasarkan uraian masalah-masalah dan uraian di atas, serta untuk dapat
mengetahui bagaimana pola interaksi sosial antar kedua suku dalam mengembangkan
sikap interasksi sosial pada suku sunda dan suku jawa , penting untuk diadakan penelitian
dengan judul: "Gambaran Interaksi Sosial Suku Sunda dan Suku Jawa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut
1. Bagaimanakah gambaran interaksi sosial antara suku sunda dan suku jawa terjadi?
2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat interaksi sosial yang terjadi antara
suku sunda dan suku jawa
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya, yang merupakan tujuan dari penelitian ini ialah untuk menjelaskan
bagaimana interaksi sosial antara suku sunda dan suku jawa. Oleh sebab itu, maka berbagai
kegiatan dalam penelitian ini diarahkan untuk menemukan Jawaban dari permasalahan-
permasalahan yang telah dikemukakan tadi, adapun tujuan penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan gambaran interaksi sosial antara suku sunda dan suku jawa.

2. Untuk menjelaskan faktor-faktor pendukung dan penghambat interaksi sosial yang


terjadi antara suku sunda dan suku jawa.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan praktis.
Manfaat teoritis yaitu manfaat dalam bentuk teori yang di peroleh dari penelitian ini,
sedangkan manfaat praktis adalah manfaat yang diperoleh secara praktik dari penelitian
ini. Penjelasan mengenai manfaat teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini memberikan beberapa manfaat, antara lain
sebagai berikut:
1) Memberikan gambaran tentang proses interaksi sosial yang terjadi antara suku
sunda dan suku jawa
2) Menambah referensi bahan kajian penelitian lainnya di bidang psikologi sosial.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi
banyak pihak, yaitu orang tua, dan peneliti. Adapun penjelasan dari manfaatmanfaat
tersebut yaitu sebagai berikut:
1) Bagi Peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
proses interaksi sosial suku sunda dan suku jawa.
2) Bagi peneliti, penelitian ini digunakan untuk memenuhi tugas mini riset psikologi
lintas budaya
Bab II

Tinjauan Pustaka

A. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan


1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aminullah Abdul Malik, Turnomo Rahardjo
(2019) yang berjudul “Interaksi Etnis Jawa Dan Etnis Sunda Di Kampung Pasir
Leutik” . Penelitian ini menjelaskan bahwa pada awal kedatangan mereka merasa
gembira terhadap lingkungan dan kehidupan baru namun mereka juga harus
menghadapi perbedaan budaya yang mengharuskan mereka untuk berinteraksi
supaya tercipta keharmonisan antar kedua budaya di lingkungan baru. Mereka
memiliki beberapa kendala diantaranya ialah perbedaan logat, bahasa, serta
kebiasaan. Masyarakat jawa lebih memilih terjun langsung untuk menyesuaikan
kebudayaan dan kebiasaan di kampung pasir leutik dan cenderung tidak
menggunakan bahasa jawa dalam pembicaraannya agar terciptanya adaptasi
dengan lingkungan baru. Selain itu Suku Jawa juga memiliki kendala prasangka
(ejekan, hinaan, dan perilaku tidak menyenangkan) yang dapat membatasi diri
Suku Jawa dalam berinteraksi namun hal ini terdapat penyelesaian yaitu selalu
bersikap ramah, baik, dan sopan kepada Suku Sunda dan masyarakat sekitar.
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aqiila Fathurroja, Humaira Mumtazah,
Rosiana, Siti Barkah Miarti Pudoli (2018) yang berjudul “Gambaran Identitas
Etnis Remaja Suku Jawa Dan Sunda”. Penelitian ini menghasilkan sebuah
kesimpulan bahwa Budaya yang bercampur antara suku jawa dan suku sunda di
daerah ciamis berdasarkan penelitian terhadap siswa-siswi MAN 4 Ciamis yang
terdiri dari 30 orang suku jawa dan 30 orang suku sunda dengan kriteria (anggota
etnis jawa dan sunda dengan rentang umur 15-18 tahun) didapat kesimpulan
bahwa masing masing memiliki identitas etnis yang hampir sama nilainya. Kedua
etnis ini juga memiliki rasa kepemilikan yang tinggi akan tetapi rendah dalam
mengeksplorasi budaya Suku.
3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effelin (2018) yang berjudul “Akulturasi
Budaya Jawa Dan Sunda Terhadap Penerapan Sistem Pengendalian Manajemen
Pada Pt. X”. dalam penelitian tersebut diketahui bahwa nilai-nilai budaya Jawa
dan Sunda dalam kegiatan proses produksi yang pertama menjalin hubungan
dengan baik. Sikap responden yang mau menjalin hubungan baik dengan
siapapun tapi tetap memperhatikan batasan-batasan yang ada, sesuai dengan nilai
Jawa andap-asor, berarti merendahkan diri dengan sopan dan menunjukkan
perilaku yang benar. Setiap orang harus pintar dalam menempatkan diri, untuk
menunjukkan tanda hormat kepada orang lain diperlukan sikap tutur kata yang
benar sesuai posisinya. Orang Sunda juga terkenal akan sikapnya yang ramah dan
mudah bergaul. Masyarakat Sunda selamanya merupakan masyarakat terbuka
yang mudah sekali menerima pengaruh dari luar. Sehingga perbedaan budaya
tidak menjadi penghalang untuk menjalin hubungan baik dengan etnis lain.
B. Interaksi sosial
1. Definisi Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah proses komunikasi, pertukaran informasi, dan
hubungan antara individu atau kelompok dalam suatu masyarakat. Ini melibatkan
berbagai bentuk kontak, komunikasi verbal dan nonverbal, dan saling pengaruh
antara individu atau kelompok yang terlibat. Interaksi sosial dapat terjadi dalam
berbagai konteks, seperti keluarga, teman, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat
secara umum. Ini melibatkan pertukaran gagasan, pendapat, emosi, dan perilaku
antara individu atau kelompok tersebut. Interaksi sosial juga dapat melibatkan
saling bantu-membantu, saling pengaruh, saling dukung, dan konflik antara
individu atau kelompok. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah
hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat
mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan
yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Adapun
Basrowi (2015) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang
mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun
orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama,
tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya. Menurut
Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi menjalin
berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar individu,
kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok. Soekanto (2002)
mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis, yang meliputi hubungan antara orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok
manusia.

2. Aspek-Aspek Interaksi Sosial


Louis (Toneka, 2000) mengemukakan interaksi sosial dapat berlangsung
apabila memiliki beberapa aspek berikut : a) adanya suatu dimensi waktu yang
meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan sifat dan aksi yang
sedang berlangsung; b) adanya jumlah perilaku lebih dari seseorang; c) adanya
tujuan tertentu, tujuan ini harus sama dengan yang dipikirkan oleh pengamat.
a) Aspek kontak sosial, merupakan peristiwa terjadinya hubungan sosial
antara individu satu dengan lain. Kontak yang terjadi tidak hanya fisik tapi
juga secara simbolik seperti senyum, jabat tangan. Kontak sosial dapat
positif atau negatif. Kontak sosial negatif mengarah pada suatu
pertentangan sedangkan kontak sosial positif mengarah pada kerja sama.
b) Aspek komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan informasi, ide,
konsepsi, pengetahuan dan perbuatan kepada sesamanya secara timbal
balik sebagai penyampai atau komunikator maupun penerima atau
komunikan. Tujuan utama komunikasi adalah menciptakan pengertian
bersama dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran atau tingkah laku
seseorang menuju ke arah positif. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa aspek-aspek interaksi sosial yang digunakan sebagai
skala interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi, dengan alasan
kedua aspek sudah mencakup unsur-unsur dalam interaksi sosial serta
dianggap dapat mewakili teori-teori yang lain.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Interaksi sosial secara umum dapat dipengaruhi oleh perkembangan
konsep diri dalam seseorang, terkhusus lagi dalam hal individu memandang
positif atau negatif terhadap dirinya, sehingga ada yang menjadi pemalu atau
sebaliknya dan akibatnya kepada masalah hubungan interaksi sosialnya. Menurut
Gerungan (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial
yaitu :
a) Imitasi, mempunyai peran yang penting dalam proses interaksi. Salah satu
segi positif dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Tetapi imitasi juga dapat
menyebabkan hal-hal negatif, misalnya yang ditirunya adalah tindakan-
tindakan yang menyimpang dan mematikan daya kreasi seseorang.
b) Sugesti, hal ini terjadi apabila individu memberikan suatu pandangan atau
sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain.
Berlangsungnya sugesti bisa terjadi pada pihak penerima yang sedang
dalam keadaan labil emosinya sehingga menghambat daya pikirnya secara
rasional. Biasanya orang yang memberi sugesti orang yang berwibawa
atau mungkin yang sifatnya otoriter.
c) Identifikasi, sifatnya lebih mendalam karena kepribadian individu dapat
terbentuk atas dasar proses identifikasi. Proses ini dapat berlangsung
dengan sendirinya ataupun disengaja sebab individu memerlukan tipe-tipe
ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
d) Simpati, merupakan suatu proses dimana individu merasa tertarik pada
pihak lain. Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan
penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk
kerjasama.

Menurut Monks dkk (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
interaksi sosial yaitu :
a) Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman
sebaya/sejawat lebih besar daripada perempuan.
b) Kepribadian ekstrovert. Orang-orang ekstrovert lebih komformitas
daripada introvert.
c) Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya
kelompok semakin bertambah.
d) Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki
status inilah yang menyebabkan seseorang berinteraksi dengan
sejawatnya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan
dirinya di dalam perebutan tempat atau status terlebih di dalam suatu
pekerjaan.
e) Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan
dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan
teman sejawatnya.
f) Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam
mendorong individu untuk interaksi, karena orang yang berpendidikan
tinggi mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, yang mendukung
dalam pergaulannya.
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu intensitas bertemu dengan orang
lain, jenis kelamin, kepribadian ekstrovert, besar kelompok, keinginan untuk
memperoleh status, interaksi dengan orang tua, pendidikan, imitasi, sugesti,
identifikasi dan simpati.

4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial


Interaksi sosial yang terjadi antara orang perorangan atau orang dengan
kelompok mempunyai hubungan timbal balik dan dapat tercipta oleh adanya
kontak sosial dan komunikasi yang menimbulkan berbagai bentuk interaksi sosial.
Sarwono dan Meinarno (2009) mengemukakan bentuk-bentuk interaksi sosial itu
meliputi :
a) Kerjasama, adalah suatu kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk
mencapai suatu tujuan dan ada unsur saling membantu satu sama lain.
b) Persaingan, yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan
tujuan untuk meniru atau melebihi apa yang dilakukan atau dimiliki oleh
orang lain.
c) Konflik, merupakan suatu ketegangan yang terjadi antara dua orang atau
lebih karena ada perbedaan cara pemecahan suatu masalah.
d) Akomodasi, suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi
ketegangan, perbedaan, dan meredakan pertentangan dengan melakukan
kompromi sehingga terjadi suatu kesepakatan dengan pihak lain yang
bersangkutan.
Partowisastro (2003) mengemukakan pendapat tentang bentuk-bentuk
interaksi sosial itu pada dasarnya terbagi dalam dua proses, yaitu :

Proses-proses asosiasi; yang terbagi menjadi :

a) Akomodasi, merupakan suatu proses penyesuaian aktivitas-aktivitas


seseorang atau kelompok yang berlawanan menjadi sejalan. Akomodasi
itu ada beberapa metode, antara lain : pendesakan, kompromis, peradilan,
toleransi, konversi, sublimasi, dan rasionalisasi.
b) Assimilasi, yaitu suatu proses yang memiliki ciri pembentukan persamaan
sikap, pandangan, kebiasaan, pikiran dan tindakan sehingga seseorang
atau kelompok itu cenderung menjadi satu, mempunyai perhatian dan
tujuan-tujuan yang sama.
c) Akulturasi, dari segi teori kebudayaan merupakan suatu aspek dari
perubahan kebudayaan. Akulturasi itu sebagai proses dwiarah, bahwa dua
masyarakat mengadakan kontak dan saling memodifikasikan kebudayaan
masing-masing sampai tingkatan tertentu.

Proses-proses dissosiasi; yang terbagi menjadi :

a. Kompetisi, merupakan suatu persaingan yang terjadi antara perorangan


atau kelompok dalam mencapai dan mendapatkan suatu tujuan tertentu.
b. Kontraversi, merupakan suatu perbedaan-perbedaan pandangan, ide dan
tujuan yang terjadi pada satu orang atau lebih sehingga menimbulkan
pertentangan.
c. Konflik, yaitu suatu ketegangan yang terjadi perorangan atau kelompok
dikarenakan adanya perbedaan pandangan tentang suatu masalah maupun
penyelesaiannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
interaksi sosial itu memiliki berbagai bentuk antara lain : kerjasama,
persaingan, konflik, assimilasi, akulturasi dan akomodasi.

C. Suku Jawa
1) Pengertian Suku Jawa
Suku Jawa adalah salah satu kelompok etnis di Indonesia yang merupakan
penduduk asli Pulau Jawa. Suku Jawa memiliki budaya yang kaya dan beragam,
serta sejarah yang panjang. Mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa
sehari-hari dan memiliki kepercayaan, adat istiadat, seni, dan tradisi yang khas.
Suku bangsa Jawa ialah orang-orang yang mendiami pulau Jawa bagian tengah
dan timur. Daerah kebudayaan Jawa meliputi bagian tengah dan timur dari pulau
Jawa, sedangkan Yogyakarta dan Surakarta dapat dinyatakan sebagai pusat
kebudayaannya Koentjaraningrat, (1999). Lestari (2009) menerangkan bahwa
sistem kekerabatan masyarakat Jawa di dasarkan pada garis keturunan dari ke dua
belah pihak ayah dan ibu (bilateral). Pada masyarakat Jawa, dilarang melakukan
perkawinan dengan saudara misan atau saudara sepupu. Perkawinan
menimbulkan terjadinya keluarga batih, keluarga inti, atau keluarga somah, yaitu
kelompok keluarga yang merupakan kelompok sosial yang berdiri sendiri.
Kelompok keluarga tersebut memegang peranan dalam proses sosialisasi anak-
anak yang menjadi anggotanya.
Lebih lanjut Lestari (2009) “mengungkapkan bahwa suku bangsa Jawa
tidak mempersoalkan tempat tinggal menetap setelah perkawinan. Mereka bebas
memilih apakah menetap di sekitar tempat mempelai wanita (uxorilokal) atau di
sekitar kediaman mempelai laki-laki (utrolokal). Umumnya mereka akan merasa
bangga apabila setelah perkawinan mereka tinggal di tempat yang baru. Sistem
tempat tinggal semacam itu disebut neolokal. Budaya Jawa mengajarkan tugas
moral untuk menjaga keselarasan dengan tata tertib universal, oleh karena itu
orang Jawa selalu dituntut untuk menjaga dan mengatur keselarasan dan
keharmonisan dengan cara menjalankan kewajiban kewajiban sosial yang bersifat
hirarkis. Pada kehidupan sehari-hari seseorang harus menjunjung tinggi norma-
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Menurut Suseno dan Mulder dalam
Wismanto, (2011) “ada dua macam prinsip yang mendasari dan menentukan
bentuk-bentuk konkret semua interaksi yaitu prinsip kerukunan dan prinsip
hormat.
2) Interaksi Sosial Suku Jawa
Interaksi sosial suku Jawa mencakup berbagai bentuk hubungan dan komunikasi
antara individu atau kelompok dalam komunitas Jawa. Interaksi sosial ini
dipengaruhi oleh budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh suku Jawa.
Berikut adalah beberapa aspek interaksi sosial suku Jawa yang relevan:
a. Kekerabatan : Sistem kekerabatan Jawa adalah sistem kekerabatan yang
berkembang di antara masyarakat Jawa. Istilah kerabat merujuk pada
pertalian kekeluargaan yang ada dalam sebuah masyarakat. Sistem
kekerabatan orang Jawa lebih didasarkan pada sisi fungsi dalam
pergaulan, pengenalan dan daya ingat seseorang. Sistem kekerabatan Jawa
tidak tergantung pada suatu sistem normatif atau sebuah konsep tertentu.
Pada umumnya orang Jawa hanya berhubungan dengan keluarga intinya,
yaitu orang tua saudara kandung, saudara kandung orang tua. Kekerabatan
orang Jawa juga akan meluas ketika terjadi perkawinan antara dua orang
yang melangsungkan perkawinan sah menurut agama dan adat. Sistem
kekerabatan ini erat kaitannya dengan pembagian warisan. Sistem
kekerabatan orang Jawa lebih bersifat patrilineal.
b. Gotong Royong: Konsep gotong royong atau gotong-royong adalah nilai
yang kuat dalam budaya suku Jawa. Ini menekankan kerja sama dan saling
membantu dalam konteks sosial. Gotong royong tercermin dalam berbagai
kegiatan sosial seperti kerja bakti, slametan (upacara makan bersama), dan
membantu tetangga dalam situasi yang membutuhkan.
c. Adat Istiadat dan Upacara: Suku Jawa memiliki beragam adat istiadat dan
upacara yang menjadi bagian penting dari interaksi sosial mereka.
Contohnya adalah pernikahan adat, khitanan (sunnat), slametan, dan
upacara-upacara keagamaan seperti ruwatan atau kenduri.
d. Bahasa dan Komunikasi: Bahasa Jawa digunakan sebagai sarana
komunikasi dalam interaksi sosial suku Jawa. Penggunaan bahasa yang
sopan dan santun ditekankan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh dan ekspresi wajah juga
memiliki peran penting dalam komunikasi interpersonal.
e. Hierarki dan Penghormatan: Suku Jawa memiliki tradisi sosial yang
menghargai perbedaan status dan hierarki dalam masyarakat.
Penghormatan terhadap orang yang lebih tua, orang yang memiliki status
sosial yang lebih tinggi, atau pemimpin sangat penting dalam interaksi
sosial suku Jawa.
f. Seni dan Budaya: Interaksi sosial suku Jawa juga melibatkan penghargaan
dan partisipasi dalam seni dan budaya tradisional Jawa. Misalnya,
berpartisipasi dalam pertunjukan seni seperti wayang kulit, tari Jawa, atau
permainan gamelan adalah bentuk interaksi sosial yang penting dalam
konteks budaya Jawa.
D. Suku Sunda
i. Pengertian Suku Sunda
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah bagian Barat
Pulau Jawa, terutama di Provinsi Jawa Barat dan sebagian kecil Provinsi Banten
di Indonesia. Masyarakat Sunda memiliki budaya, bahasa, dan tradisi yang khas.
Bahasa Sunda digunakan oleh suku Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Budaya
Sunda memiliki beragam seni dan tradisi, termasuk seni musik seperti gamelan
Degung, tari-tarian tradisional seperti tari Jaipongan dan tari Topeng Sunda, serta
seni wayang Golek sebagai seni pertunjukan yang terkenal di kalangan suku
Sunda. n (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Hubungan antara manusia
dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus dilandasi
oleh sikap “silih asah, silih asuh, dan silih asih”, artinya harus saling mengasah
atau mengajari, saling mengasuh atau membimbing dan saling mengasihi
sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban,
kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan. Interaksi sosial suku
Sunda mencakup berbagai bentuk hubungan dan komunikasi antara individu atau
kelompok dalam komunitas Sunda. Berikut adalah beberapa aspek interaksi sosial
suku Sunda yang relevan.
a. Kebersamaan dan Kehangatan: Suku Sunda dikenal karena nilai-nilai
kebersamaan dan kehangatan dalam interaksi sosial. Masyarakat Sunda
cenderung menjunjung tinggi hubungan yang akrab dan saling mendukung
antara keluarga, tetangga, dan teman-teman. Saling peduli dan menghargai
keberadaan satu sama lain merupakan bagian integral dari interaksi sosial
suku Sunda.
b. Kehormatan dan Etika: Suku Sunda memiliki nilai-nilai yang kuat terkait
dengan kehormatan dan etika dalam interaksi sosial. Penghormatan
terhadap orang yang lebih tua atau memiliki status yang lebih tinggi
dihargai dalam budaya Sunda. Ada adab dan norma sopan dalam berbicara
dan berperilaku yang dijunjung tinggi.
c. Adat Istiadat dan Upacara: Suku Sunda memiliki adat istiadat dan upacara
yang kaya sebagai bagian penting dari interaksi sosial mereka. Contohnya
adalah upacara perkawinan adat Sunda, upacara kehamilan (mitoni), dan
upacara keagamaan seperti selametan atau ruwatan.
d. Bahasa dan Komunikasi: Bahasa Sunda digunakan sebagai bahasa
komunikasi sehari-hari dalam interaksi sosial suku Sunda. Penggunaan
bahasa yang sopan dan ramah ditekankan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan
isyarat juga memiliki peran penting dalam komunikasi interpersonal.
e. Seni dan Budaya: Seni dan budaya Sunda menjadi bagian integral dalam
interaksi sosial suku Sunda. Misalnya, seni musik tradisional seperti
gamelan Degung, tari-tarian seperti tari Jaipongan, dan seni pertunjukan
seperti wayang Golek menjadi sarana interaksi dan apresiasi terhadap
budaya Sunda.
f. Gotong Royong: Konsep gotong royong juga memiliki peran penting
dalam interaksi sosial suku Sunda. Masyarakat Sunda cenderung bekerja
sama dan saling membantu dalam berbagai kegiatan sosial, seperti kerja
bakti, pertanian bersama, atau membantu tetangga yang membutuhkan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan narrative. Sugiyono
(2015) memaparkan bahwa Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan
triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi. Menurut Daiute & Lightfoot (2004) dalam
Carswell (2007) penelitian naratif mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin
(ilmu) kemanusiaan dan sosial yang berbeda. Naratif bisa berarti tema yang diberikan pada
teks atau wacana tertentu, atau teks yang digunakan dalam konteks atau bentuk
penyelidikan dalam penelitian kualitatif (Chase, 2005).

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk


mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat
alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik,
kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Jenis penelitian deskriptif kualitatif menggambarkan
kondisi apa adanya, tanpa memberi perlakuan atau manipulasi pada variable yang diteliti.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan jenis penelitian dengan proses memperoleh
data bersifat apa adanya. Penelitian ini lebih menekankan makna pada hasilnya.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah proses saling mempengaruhi dalam hubungan timbal balik
antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok. Misalnya
hubungan antar dosen dengan mahasiswa (hubungan yang bersifat individu dengan
kelompok). Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun
antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabilan dua orang bertemu,
maka interaksi sosial akan terjadi pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat
tangan, saling berbicara dan berkomunikasi. Mapiare (2006:177) menjelaskan bahwa
interaction atau interaksi adalah menunjuk pada peristiwa komunikasi dan pertukaran
pesan diantara pribadi-pribadi dalam suatu hubungan. Komunikasi selalu terjadi secara
langsung atau kontak langsung dalam ruang yang sama, sebagai dibedakan dari
komunikasi yang biasa terjadi melalui media eksternal dan berjarak. Oleh karena itu,
manusia sebagai makhluk sosial, dituntut untuk melakukan hubungan sosial antara
sesamanya dalam hidupnya disamping tuntutan untuk hidup berkelompok. Hubungan
sosial merupakan salah satu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung
pengertian bahwa dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya
disamping kehadiaran individu lain. Kata sosial berarti hubungan yang berdasarkan
adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, ketika mereka saling berbuat, saling
mengakui, dan saling mengenal (mutual action and mutual recognotion).

2. Suku Sunda dan Suku Jawa


Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2010, setidaknya
40,22% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa Harjawiyana, Haryana;
Theodorus Supriya (2001). Suku Sunda adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah
bagian Barat Pulau Jawa, terutama di Provinsi Jawa Barat dan sebagian kecil Provinsi
Banten di Indonesia. Masyarakat Sunda memiliki budaya, bahasa, dan tradisi yang
khas. Bahasa Sunda digunakan oleh suku Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Budaya
Sunda memiliki beragam seni dan tradisi, termasuk seni musik seperti gamelan
Degung, tari-tarian tradisional seperti tari Jaipongan dan tari Topeng Sunda, serta seni
wayang Golek sebagai seni pertunjukan yang terkenal di kalangan suku Sunda. n
(Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289).
C. Responden Penelitian
Responden yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa maupun
mahasiswi yang berada di Daerah istimewa Yogyakarta .

D. Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode Wawancara ialah
proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab
antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Dengan kemajuan teknologi
informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui
media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk
memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam
penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang
telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya. Karena merupakan proses pembuktian,
maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah diperoleh
sebelumnya.
Daftar Pustaka

Pranata, R. H., & Hartati, U. (2017). INTERAKSI SOSIAL SUKU SUNDA DENGAN SUKU
JAWA (Kajian Akulturasi dan Akomodasi di Desa Buko Poso, Kabupaten
Mesuji). Swarnadwipa, 1(3).

Fathurroja, A., Mumtazah, H., Rosiana, R., Pudoli, S. B. M., & Fridayanti, F. (2018). Gambaran
identitas etnis remaja Suku Jawa dan Sunda. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 1(2), 107-112.

Malik, A. A., & Rahardjo, T. (2019). INTERAKSI ETNIS JAWA DAN ETNIS SUNDA DI
KAMPUNG PASIR LEUTIK. Interaksi Online, 7(4), 330-338.

Fathurroja, A., Mumtazah, H., Rosiana, R., Pudoli, S. B. M., & Fridayanti, F. (2018). Gambaran
identitas etnis remaja Suku Jawa dan Sunda. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 1(2), 107-112.

Efferin, S. (2019). AKULTURASI BUDAYA JAWA DAN SUNDA TERHADAP PENERAPAN


SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN PADA PT. X. CALYPTRA, 7(2), 431-442.

Walgito, B. 2007. Piskologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta : Andi Offset.

Basrowi,Pengantar Sosiologi.(Bogor: Ghia Indonesia, 2005) h.138

Partowisastro, R. 2003. Perbandingan konsep diri dan Interaksi Sosial anak-anak remaja WNI
asli dengan keturunan Tiong

Monks, F.J, Kneers, AMP, Haditono, SR. 2002. Psikologi Perkembangan Yogyakarta : Gajah
Mada Gerungan, W.A. 2006. Psikologi Sosial. Bandung: Refika AditamaUniversity Press.

Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. (Jakarta: Balai Pustaka. 1994) Hal 329-330

Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

Daiute, C. & Lightfoot, C. (Eds.). (2004). Narrative Analysis. Studying the Development of
Individuals in Society. Thousand Oaks, Sage Publications

Anda mungkin juga menyukai