YOGYAKARTA
DOSEN PENGAMPU:
NENI WIDYAYANTI S.PSI., M.PSI
DISUSUN OLEH:
SURYA SUBARJONO (210100340)
ADITYA JAKA PRAKASA (210100341)
PENDAHULUAN
A. Lata Belakang
Manusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna. Namun kesempurnaan itu
tidak bisa menutupi manusia untuk hidup sendiri. Manusia juga memerlukan orang lain
untuk proses kehidupannya. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan baik dalam kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani serta
kebutuhan lain untuk kelangsungan hidupnya. Manusia atau individu memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun kemampuan yang ada dalam
setiap manusia sangat terbatas, sehingga harus meminta bantuan kepada manusia lain yang
juga berada di sekitar lingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersebut
manusia mengadakan interaksi sosial kepada manusia lain yang bertujuan untuk terjalinnya
suatu hubungan sosial.
Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi
menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar individu,
kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok. Interaksi terjadi apabila
individu atau kelompok saling bertemu kemudian melakukan komunikasi dan kontak
kepada individu atau kelompok. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah
hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi
individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik.
Bentuk interaksi tersebut juga meliputi akulturasi, asimilasi, akomodasi dan bahkan
menimbulkan konflik antar individu maupun kelompok. Hubungan antar individu dengan
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok didasari oleh
karakter manusia yang hakikatnya saling membutuhkan satu dengan yang lain. Proses
berlangsungnya komunikasi dan kontak sosial menimbulkan akulturasi antar Suku Sunda
dan Suku Jawa.
Indonesia begitu kaya akan ragam budaya. Berdasarkan data sensus BPS tahun
2010 tercatat ada sekitar 1,340 suku bangsa atau etnis di Indonesia. Etnik sering diartikan
sebagai himpunan manusia (subkelompok manusia) yang dipersatukan oleh suatu
kesadaran atas kesamaan sebuah kultur atau sub-kultur tertentu, atau karena kesamaan ras,
agama, asal usul daerah atau bangsa, bahkan peran atau fungsi tertentu. Setiap etnis
menunjukkan keunikan dan ciri khas budaya tersendiri, menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan tingkat keragaman yang tinggi. Keragaman ini perlu dilestarikan karena
menyangkut kekayaan bangsa. Identitas etnis sering diartikan sebagai suatu ciri khas yang
dimiliki oleh sekelompok orang yang dianggap sebagai inti dari diri mereka. Studi terkait
identitas etnik sangat menarik dan perlu dilakukan terutama terkait dengan pewarisan
budaya dan bahasa warisan. Banyak studi menemukan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara identitas etnis dan kefasihan bahasa warisan (Phinney, Romero, Nava, &
Huang, 2001).
Perbedaan budaya tidak menyebabkan interaksi antar budaya sosial yang berarti
mencakup saling berkesinambungan atau bekerja sama seperti halnya manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan membutuhkan orang lain. Begitupun
dengan adanya interaksi antar suku sunda dan suku jawa. Hubungan sosial yang dinamis
antara individu dengan individu lain atau dengan kelompok atau hubungan antar kelompok.
Hubungan ini akan tercipta karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang
lain.
Berdasarkan uraian masalah-masalah dan uraian di atas, serta untuk dapat
mengetahui bagaimana pola interaksi sosial antar kedua suku dalam mengembangkan
sikap interasksi sosial pada suku sunda dan suku jawa , penting untuk diadakan penelitian
dengan judul: "Gambaran Interaksi Sosial Suku Sunda dan Suku Jawa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut
1. Bagaimanakah gambaran interaksi sosial antara suku sunda dan suku jawa terjadi?
2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat interaksi sosial yang terjadi antara
suku sunda dan suku jawa
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya, yang merupakan tujuan dari penelitian ini ialah untuk menjelaskan
bagaimana interaksi sosial antara suku sunda dan suku jawa. Oleh sebab itu, maka berbagai
kegiatan dalam penelitian ini diarahkan untuk menemukan Jawaban dari permasalahan-
permasalahan yang telah dikemukakan tadi, adapun tujuan penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan gambaran interaksi sosial antara suku sunda dan suku jawa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan praktis.
Manfaat teoritis yaitu manfaat dalam bentuk teori yang di peroleh dari penelitian ini,
sedangkan manfaat praktis adalah manfaat yang diperoleh secara praktik dari penelitian
ini. Penjelasan mengenai manfaat teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini memberikan beberapa manfaat, antara lain
sebagai berikut:
1) Memberikan gambaran tentang proses interaksi sosial yang terjadi antara suku
sunda dan suku jawa
2) Menambah referensi bahan kajian penelitian lainnya di bidang psikologi sosial.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi
banyak pihak, yaitu orang tua, dan peneliti. Adapun penjelasan dari manfaatmanfaat
tersebut yaitu sebagai berikut:
1) Bagi Peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
proses interaksi sosial suku sunda dan suku jawa.
2) Bagi peneliti, penelitian ini digunakan untuk memenuhi tugas mini riset psikologi
lintas budaya
Bab II
Tinjauan Pustaka
Menurut Monks dkk (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
interaksi sosial yaitu :
a) Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman
sebaya/sejawat lebih besar daripada perempuan.
b) Kepribadian ekstrovert. Orang-orang ekstrovert lebih komformitas
daripada introvert.
c) Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya
kelompok semakin bertambah.
d) Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki
status inilah yang menyebabkan seseorang berinteraksi dengan
sejawatnya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan
dirinya di dalam perebutan tempat atau status terlebih di dalam suatu
pekerjaan.
e) Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan
dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan
teman sejawatnya.
f) Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam
mendorong individu untuk interaksi, karena orang yang berpendidikan
tinggi mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, yang mendukung
dalam pergaulannya.
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu intensitas bertemu dengan orang
lain, jenis kelamin, kepribadian ekstrovert, besar kelompok, keinginan untuk
memperoleh status, interaksi dengan orang tua, pendidikan, imitasi, sugesti,
identifikasi dan simpati.
C. Suku Jawa
1) Pengertian Suku Jawa
Suku Jawa adalah salah satu kelompok etnis di Indonesia yang merupakan
penduduk asli Pulau Jawa. Suku Jawa memiliki budaya yang kaya dan beragam,
serta sejarah yang panjang. Mereka menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa
sehari-hari dan memiliki kepercayaan, adat istiadat, seni, dan tradisi yang khas.
Suku bangsa Jawa ialah orang-orang yang mendiami pulau Jawa bagian tengah
dan timur. Daerah kebudayaan Jawa meliputi bagian tengah dan timur dari pulau
Jawa, sedangkan Yogyakarta dan Surakarta dapat dinyatakan sebagai pusat
kebudayaannya Koentjaraningrat, (1999). Lestari (2009) menerangkan bahwa
sistem kekerabatan masyarakat Jawa di dasarkan pada garis keturunan dari ke dua
belah pihak ayah dan ibu (bilateral). Pada masyarakat Jawa, dilarang melakukan
perkawinan dengan saudara misan atau saudara sepupu. Perkawinan
menimbulkan terjadinya keluarga batih, keluarga inti, atau keluarga somah, yaitu
kelompok keluarga yang merupakan kelompok sosial yang berdiri sendiri.
Kelompok keluarga tersebut memegang peranan dalam proses sosialisasi anak-
anak yang menjadi anggotanya.
Lebih lanjut Lestari (2009) “mengungkapkan bahwa suku bangsa Jawa
tidak mempersoalkan tempat tinggal menetap setelah perkawinan. Mereka bebas
memilih apakah menetap di sekitar tempat mempelai wanita (uxorilokal) atau di
sekitar kediaman mempelai laki-laki (utrolokal). Umumnya mereka akan merasa
bangga apabila setelah perkawinan mereka tinggal di tempat yang baru. Sistem
tempat tinggal semacam itu disebut neolokal. Budaya Jawa mengajarkan tugas
moral untuk menjaga keselarasan dengan tata tertib universal, oleh karena itu
orang Jawa selalu dituntut untuk menjaga dan mengatur keselarasan dan
keharmonisan dengan cara menjalankan kewajiban kewajiban sosial yang bersifat
hirarkis. Pada kehidupan sehari-hari seseorang harus menjunjung tinggi norma-
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Menurut Suseno dan Mulder dalam
Wismanto, (2011) “ada dua macam prinsip yang mendasari dan menentukan
bentuk-bentuk konkret semua interaksi yaitu prinsip kerukunan dan prinsip
hormat.
2) Interaksi Sosial Suku Jawa
Interaksi sosial suku Jawa mencakup berbagai bentuk hubungan dan komunikasi
antara individu atau kelompok dalam komunitas Jawa. Interaksi sosial ini
dipengaruhi oleh budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh suku Jawa.
Berikut adalah beberapa aspek interaksi sosial suku Jawa yang relevan:
a. Kekerabatan : Sistem kekerabatan Jawa adalah sistem kekerabatan yang
berkembang di antara masyarakat Jawa. Istilah kerabat merujuk pada
pertalian kekeluargaan yang ada dalam sebuah masyarakat. Sistem
kekerabatan orang Jawa lebih didasarkan pada sisi fungsi dalam
pergaulan, pengenalan dan daya ingat seseorang. Sistem kekerabatan Jawa
tidak tergantung pada suatu sistem normatif atau sebuah konsep tertentu.
Pada umumnya orang Jawa hanya berhubungan dengan keluarga intinya,
yaitu orang tua saudara kandung, saudara kandung orang tua. Kekerabatan
orang Jawa juga akan meluas ketika terjadi perkawinan antara dua orang
yang melangsungkan perkawinan sah menurut agama dan adat. Sistem
kekerabatan ini erat kaitannya dengan pembagian warisan. Sistem
kekerabatan orang Jawa lebih bersifat patrilineal.
b. Gotong Royong: Konsep gotong royong atau gotong-royong adalah nilai
yang kuat dalam budaya suku Jawa. Ini menekankan kerja sama dan saling
membantu dalam konteks sosial. Gotong royong tercermin dalam berbagai
kegiatan sosial seperti kerja bakti, slametan (upacara makan bersama), dan
membantu tetangga dalam situasi yang membutuhkan.
c. Adat Istiadat dan Upacara: Suku Jawa memiliki beragam adat istiadat dan
upacara yang menjadi bagian penting dari interaksi sosial mereka.
Contohnya adalah pernikahan adat, khitanan (sunnat), slametan, dan
upacara-upacara keagamaan seperti ruwatan atau kenduri.
d. Bahasa dan Komunikasi: Bahasa Jawa digunakan sebagai sarana
komunikasi dalam interaksi sosial suku Jawa. Penggunaan bahasa yang
sopan dan santun ditekankan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh dan ekspresi wajah juga
memiliki peran penting dalam komunikasi interpersonal.
e. Hierarki dan Penghormatan: Suku Jawa memiliki tradisi sosial yang
menghargai perbedaan status dan hierarki dalam masyarakat.
Penghormatan terhadap orang yang lebih tua, orang yang memiliki status
sosial yang lebih tinggi, atau pemimpin sangat penting dalam interaksi
sosial suku Jawa.
f. Seni dan Budaya: Interaksi sosial suku Jawa juga melibatkan penghargaan
dan partisipasi dalam seni dan budaya tradisional Jawa. Misalnya,
berpartisipasi dalam pertunjukan seni seperti wayang kulit, tari Jawa, atau
permainan gamelan adalah bentuk interaksi sosial yang penting dalam
konteks budaya Jawa.
D. Suku Sunda
i. Pengertian Suku Sunda
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah bagian Barat
Pulau Jawa, terutama di Provinsi Jawa Barat dan sebagian kecil Provinsi Banten
di Indonesia. Masyarakat Sunda memiliki budaya, bahasa, dan tradisi yang khas.
Bahasa Sunda digunakan oleh suku Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Budaya
Sunda memiliki beragam seni dan tradisi, termasuk seni musik seperti gamelan
Degung, tari-tarian tradisional seperti tari Jaipongan dan tari Topeng Sunda, serta
seni wayang Golek sebagai seni pertunjukan yang terkenal di kalangan suku
Sunda. n (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Hubungan antara manusia
dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus dilandasi
oleh sikap “silih asah, silih asuh, dan silih asih”, artinya harus saling mengasah
atau mengajari, saling mengasuh atau membimbing dan saling mengasihi
sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban,
kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan. Interaksi sosial suku
Sunda mencakup berbagai bentuk hubungan dan komunikasi antara individu atau
kelompok dalam komunitas Sunda. Berikut adalah beberapa aspek interaksi sosial
suku Sunda yang relevan.
a. Kebersamaan dan Kehangatan: Suku Sunda dikenal karena nilai-nilai
kebersamaan dan kehangatan dalam interaksi sosial. Masyarakat Sunda
cenderung menjunjung tinggi hubungan yang akrab dan saling mendukung
antara keluarga, tetangga, dan teman-teman. Saling peduli dan menghargai
keberadaan satu sama lain merupakan bagian integral dari interaksi sosial
suku Sunda.
b. Kehormatan dan Etika: Suku Sunda memiliki nilai-nilai yang kuat terkait
dengan kehormatan dan etika dalam interaksi sosial. Penghormatan
terhadap orang yang lebih tua atau memiliki status yang lebih tinggi
dihargai dalam budaya Sunda. Ada adab dan norma sopan dalam berbicara
dan berperilaku yang dijunjung tinggi.
c. Adat Istiadat dan Upacara: Suku Sunda memiliki adat istiadat dan upacara
yang kaya sebagai bagian penting dari interaksi sosial mereka. Contohnya
adalah upacara perkawinan adat Sunda, upacara kehamilan (mitoni), dan
upacara keagamaan seperti selametan atau ruwatan.
d. Bahasa dan Komunikasi: Bahasa Sunda digunakan sebagai bahasa
komunikasi sehari-hari dalam interaksi sosial suku Sunda. Penggunaan
bahasa yang sopan dan ramah ditekankan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Komunikasi nonverbal seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan
isyarat juga memiliki peran penting dalam komunikasi interpersonal.
e. Seni dan Budaya: Seni dan budaya Sunda menjadi bagian integral dalam
interaksi sosial suku Sunda. Misalnya, seni musik tradisional seperti
gamelan Degung, tari-tarian seperti tari Jaipongan, dan seni pertunjukan
seperti wayang Golek menjadi sarana interaksi dan apresiasi terhadap
budaya Sunda.
f. Gotong Royong: Konsep gotong royong juga memiliki peran penting
dalam interaksi sosial suku Sunda. Masyarakat Sunda cenderung bekerja
sama dan saling membantu dalam berbagai kegiatan sosial, seperti kerja
bakti, pertanian bersama, atau membantu tetangga yang membutuhkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan narrative. Sugiyono
(2015) memaparkan bahwa Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan
triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi. Menurut Daiute & Lightfoot (2004) dalam
Carswell (2007) penelitian naratif mempunyai banyak bentuk dan berakar dari disiplin
(ilmu) kemanusiaan dan sosial yang berbeda. Naratif bisa berarti tema yang diberikan pada
teks atau wacana tertentu, atau teks yang digunakan dalam konteks atau bentuk
penyelidikan dalam penelitian kualitatif (Chase, 2005).
1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah proses saling mempengaruhi dalam hubungan timbal balik
antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok. Misalnya
hubungan antar dosen dengan mahasiswa (hubungan yang bersifat individu dengan
kelompok). Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun
antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabilan dua orang bertemu,
maka interaksi sosial akan terjadi pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat
tangan, saling berbicara dan berkomunikasi. Mapiare (2006:177) menjelaskan bahwa
interaction atau interaksi adalah menunjuk pada peristiwa komunikasi dan pertukaran
pesan diantara pribadi-pribadi dalam suatu hubungan. Komunikasi selalu terjadi secara
langsung atau kontak langsung dalam ruang yang sama, sebagai dibedakan dari
komunikasi yang biasa terjadi melalui media eksternal dan berjarak. Oleh karena itu,
manusia sebagai makhluk sosial, dituntut untuk melakukan hubungan sosial antara
sesamanya dalam hidupnya disamping tuntutan untuk hidup berkelompok. Hubungan
sosial merupakan salah satu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung
pengertian bahwa dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya
disamping kehadiaran individu lain. Kata sosial berarti hubungan yang berdasarkan
adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, ketika mereka saling berbuat, saling
mengakui, dan saling mengenal (mutual action and mutual recognotion).
Pranata, R. H., & Hartati, U. (2017). INTERAKSI SOSIAL SUKU SUNDA DENGAN SUKU
JAWA (Kajian Akulturasi dan Akomodasi di Desa Buko Poso, Kabupaten
Mesuji). Swarnadwipa, 1(3).
Fathurroja, A., Mumtazah, H., Rosiana, R., Pudoli, S. B. M., & Fridayanti, F. (2018). Gambaran
identitas etnis remaja Suku Jawa dan Sunda. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 1(2), 107-112.
Malik, A. A., & Rahardjo, T. (2019). INTERAKSI ETNIS JAWA DAN ETNIS SUNDA DI
KAMPUNG PASIR LEUTIK. Interaksi Online, 7(4), 330-338.
Fathurroja, A., Mumtazah, H., Rosiana, R., Pudoli, S. B. M., & Fridayanti, F. (2018). Gambaran
identitas etnis remaja Suku Jawa dan Sunda. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 1(2), 107-112.
Partowisastro, R. 2003. Perbandingan konsep diri dan Interaksi Sosial anak-anak remaja WNI
asli dengan keturunan Tiong
Monks, F.J, Kneers, AMP, Haditono, SR. 2002. Psikologi Perkembangan Yogyakarta : Gajah
Mada Gerungan, W.A. 2006. Psikologi Sosial. Bandung: Refika AditamaUniversity Press.
Daiute, C. & Lightfoot, C. (Eds.). (2004). Narrative Analysis. Studying the Development of
Individuals in Society. Thousand Oaks, Sage Publications