HOARDING DISORDER
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Mental dan Psikopatologi
Disusun oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
YOGYAKARTA
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirraahim,
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi kesempatan serta ridho-Nya
sehingga penulisan makalah yang berjudul “HOARDING DISORDER”
” ini berjalan dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menunaikan tugas mata
kuliah Ilmu Kesehatan Mental dengan dosen pengampu Ibu Fenny Kurniawati, S.Psi.,M.Psi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak
yang telah membantu terwujudnya makalah ini, khususnya bagi anggota kelompok kami yang
telah bekerja keras mencurahkan segala tenaga dan pikiran sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah ini.
Kami sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya
dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca.
Kami menyadari dan meyakini bahwa kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah
Subhanahu wa Ta’ala, oleh karena itu pastilah banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini
baik dari segi teknik penulisan maupun materi. Oleh karena itu,kami memohon maaf dengan hal
yang kurang berkenan dalam pembuatan maupun subsansi makalah ini, dan kami juga
mengharap dan menerima kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah
ini.
Wassalamualaikum wr.wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hoarding Disorder adalah kesulitan terus-menerus untuk membuang atau memisahkan dari
properti karena Anda merasa perlu untuk melestarikannya. Sulit bagi pasien dengan penyakit ini
untuk mempertimbangkan bagaimana membuang barang-barang ini. Terlepas dari nilai
sebenarnya dari komoditas tersebut, akumulasi komoditas yang berlebihan akan terjadi.
Akumulasi biasanya menghasilkan kondisi kehidupan yang sempit, di mana orang dapat
memenuhi rumah hanya dengan gang sempit yang berkelok-kelok. Meja dapur, wastafel,
kompor, meja dapur, tangga, dan hampir semua permukaan lainnya biasanya penuh dengan
benda. Jika tidak ada lagi ruang di dalam, puing-puing akan menyebar ke garasi, kendaraan,
halaman, dan fasilitas penyimpanan lainnya.
Produk berkisar dari ringan hingga berat. Dalam beberapa kasus, penimbunan mungkin tidak
berdampak banyak pada kehidupan Anda, sementara dalam kasus lain, hal itu dapat sangat
memengaruhi pekerjaan sehari-hari Anda. Penderita penyakit ini mungkin tidak melihatnya
sebagai masalah, sehingga sulit untuk diobati. Namun, perawatan intensif dapat membantu
pasien memahami bagaimana mengubah keyakinan dan perilaku mereka sehingga mereka dapat
hidup lebih aman dan menyenangkan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Video viral mengenai kamar kos yang penuh dengan sampah tengah ramai jadi
perbincangan di media sosial.
Video yang diunggah pemilik akun TikTok @akuinezaryns ini menunjukkan kamar
tetangga kosannya yang punya kebiasaan gemar menimbun sampah, mulai dari bekas botol
kemasan, boks makan, hingga pembalut. Saking kotornya, kamar sudah dihuni kecoak-
kecoak.
Sampah yang seharusnya dibuang malah ditimbun sampai kondisinya tidak karuan. Kondisi
ini pun dikaitkan sebagai gangguan penimbunan atau hoarding disorder.
5
yang tidak meminta pengobatan (Chasson, Guy, Bates, Corrigan, 2018, h. 4), bahkan 66
persen tidak menyadari tingkat keseriusan masalah atau tidak sadar bahwa hal yang
dilakukannya merupakan kesalahan atau kelainan (Steketee dan Frost, 2003).
Hingga saat ini, belum diketahui apa sebenarnya penyebab dari Hoarding
Disorder, namun faktor genetik diduga mempengaruhi perilaku ini. Berikut beberapa
alasan atau penyebab dari Hoarding Disorder (Murniaseh, 2020):
6
Penderita juga memiliki trauma terhadap barang tersebut, seperti pernah kehilangan
barang sejenis sebelumnya sehingga dikemudian hari penderita tidak ingin melepas
barang sejenis.
2. Faktor genetic
Belum ada penelitian yang membuktikan bahwa faktor genetik mempengaruhi
perilaku ini (Vrisaba, 2020), namun anak yang memiliki orang tua atau kerabat dengan
kebiasaan ini berisiko lebih tinggi juga memiliki kebiasaan yang sama. Hal ini
dikarenakan anak cenderung akan meniru orang tua atau orang terdekatnya. 3.Sayang
Beberapa penderita mengaku kesulitan untuk menyingkirkan barang-barang ini karena
mengaku sayang terhadap barang ini. Entah sayang untuk dibuang karena masih
terlihat bagus. Terdapat pula kekhawatiran barang tersebut akan terpakai dikemudian
hari. Hal ini berkaitan dengan gangguan kecemasan atau anxiety.
Tingkatan pertama dari Hoarding Disorder adalah yang paling rendah. Tempat
tinggal dari penderita terdapat:
a. Sedikit kekacauan atau berantakan namun masih terbilang rendah juga tidak ada bau
yang terdeteksi.
b. Seluruh pintu atau akses jalan serta tangga masih dapat diakses.
c. Kotoran hewan tidak memenuhi lebih dar tiga ruangan.
Penimbunan pada level ini memberikan beberapa gejala yang merupakan tanda
bahwa seseorang mengidap Hoarding Disorder, namun tertutupi oleh sedikitnya kekacauan
pada tempat tinggal. Namun penderita tetap memiliki kesulitan untuk membuang benda
serta membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan secara berlebih. 2.Tingkatan kedua
Hoarding Disorder. Seseorang yang mengidap Hoarding Disorder pada level ini memiliki
tempat tinggal yang akses jalannya terhalangi oleh barang-barang, salah satu perabotan
rumah seperti mesin cuci atau kompor tidak berfungsi setidaknya selama minimal enam
7
bulan, atau terdapat AC/pendingin ruangan atau ventilasi yang tidak berfungsi setidaknya
selama enam bulan. Pada tingkat ini, kamar yang berantakan tidak hanya satu namun dua
atau bahkan tiga ruangan dipenuhi oleh barang-barang dan akses jalan menjadi sempit
karena barang tersebut. Terdapat juga jamur di kamar mandi atau dapur. Karakteristik lain
termasuk:
a. Bau dari hewan peliharaan atau binatang lainnya yang mulai muncul
b. Limbah atau kotoran hewan yang berceceran di lantai
c. Minimnya perawatan terhadap hewan peliharaan (apabila memelihara hewan)
d. Tempat sampah yang meluap
e. Permukaan wadah makanan yang kotor dan tidak dibersihkan
Orang dengan gejala pada level ini akan malu apabila mengundang teman atau
kerabatnya ke rumah karena kondisi tempat tinggalnya. Pada tingkatan ini, Hoarding
Disorder ini dapat menyebabkan anxiety atau kecemasan serta depresi yang menyebabkan
penderita menarik diri dari pergaulan sosial. 3.Pada tingkatan ketiga, kondisi rumah yang
berantakan dapat terlihat dari luar rumah, termasuk barang-barang yang lazimnya terdapat
di dalam ruangan (biasanya TV atau furnitur seperti lemari). Pada kondisi ini, paling tidak
dua perabotan rumah tangga telah rusak selama enam bulan lebih serta satu area dalam
rumah memiliki kerusakan yang ringan. Terdapat jejak-jejak atau kotoran dari binatang
pengerat seperti tikus atau hama lainnya seperti kecoak, kutu kasur, laba-laba beserta
sarangnya. Akses jalan juga terhambat dan menjadi sempit karena dipenuhi oleh barang.
a. Terdapat kamar tidur atau kamar mandi yang tidak dapat digunakan
b. Terdapat cairan atau zat berbahaya dalam jumlah kecil berceceran di lantai
c. Terdapat penumpukan debu yang berlebih, tumpukan baju, handuk, seprai atau kain
sejenis yang kotor
d. Kabel-kabel yang kusut dalam jumlah yang banyak
e. Tempat sampah yang penuh dan berceceran keluar
8
f. Bau tidak sedap yang memenuhi rumah Pada tingkatan ini, pengidap akan
tersinggung dan marah apabila ada orang baik teman atau keluarga yang
menyinggung mengenai gaya hidupnya atau bahkan barang-barangnya.
Orang dengan tingkatan ini memiliki masalah kebersihan yang buruk serta kemungkinan
tidak mandi selama berminggu-minggu. Orang-orang ini sering kali memiliki kesehatan
mental yang buruk dan memfokuskan energi emosional pada rencana muluk atau kenangan
nostalgia.
Tingkatan kelima atau tingkat terakhir atau yang paling parah, melibatkan
kerusakan bangunan struktural yang cukup parah pada tempat tinggal. Dinding atau tembok
yang telah rusak, tidak adanya listrik atau bahkan air yang mengalir, rawan akan
kebakaran, serta terdapat hewan-hewan yang bukan hewan peliharaan berkeliaran secara
bebas. Selain itu tempat tinggal seorang dengan gejala Hoarding Disorder tingkat ini
memiliki gejala sebagai berikut:
9
c. Makanan busuk yang memenuhi lantai serta di dalam kulkas yang telah tidak
berfungsi
Orang dengan gejala Hoarding Disorder dengan tingkat paling parah ini biasanya
tidak tinggal di rumahnya, melainkan menumang di teman atau kerabatnya. Hal ini
dikarenakan kondisi rumahnya yang sangat berantakan. Orang ini juga membuang sampah
mereka ke dalam botol atau wadah lain yang tersisa di rumah. Individu pada tingkatan ini
biasanya memiliki gejala depresi yang sangat jelas.
10
mengancam anggota keluarga lain. Anak atau saudara dari sang penimbun juga akan
malu ketika ada orang lain baik kerabat ataupun tetangga yang berkunjung ke
rumahnya. Hal ini dikarenakan kondisi rumah yang berantakan. Dalam beberapa
kasus, Hoarding Disordermenyebabkan konflik rumah tangga hingga perceraian
karena pasangan dari seorang Hoarder tidak tahan dengan gaya hidup seorang
Hoarder (Winda, 2019).
Gangguan psikologis yang lebih serius juga berpotensi dapat diderita oleh sang
Hoarder, perilaku Hoarder dapat juga merupakan gejala dari gangguan psikologis
lainnya. Anxiety atau gangguan kecemasan dan stres merupakan dua hal yang sering
dialami para pengidap Hoarding Disorderdan dapat memicu gangguan kejiwaan
penderita dalam jangka waktu yang Panjang. Hal ini mengakibatkan pengidap
Hoarding Disorder juga memiliki risiko gangguan makan, pola makan yang tak
normal, hingga dementia.
11
(inhern) manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa guna
memelihara dan mengembangkan diri. Motivasi yang timbul akibat kecenderungan ini
meningkatkan kemandirian dan mengembangkan kreativitas individu. Selanjutnya,
menurut Abraham Maslow, perilaku manusia terkait dengan kebutuhan yang tersusun
menurut suatu hirarki kebutuhan (hierarchy of need), mulai dari yang paling rendah
yaitu kebutuhan: fisiologis dasar, rasa aman dan tentram, dicintai dan disayangi,
dihargai, hingga mengaktualisasikan diri.
Dalam Humanistik salah satu pendekatan atau aliran dari psikologi yang menekankan
kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan untuk pulih kembali
setelah mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan dalam merealisasikan potensi
manusia. Dalam kasus penimbunanan sampah didalam kos itu, dapat terjadi karena orang
tersebut mengalami ketidakbahagiaan atau tidak berhasil dalam merealisasikan potensi
dirinya sendiri. Sehingga memeiliki dorongan untuk menimbun sampah atau menyimpan
sampah. Karena orang hoarding disorder disebabkan oleh kenangan atau trauma, sayang
ataupun faktor genetik.
a. Terapi perilaku kognitif melibatkan terapis yang dapat membantu hoarder untuk:
b. Belajar memilah dan memutuskan barang mana yang harus dibuang dan mana yang
masih bisa disimpan.
c. Menyadari dan memahami apa yang membuat mereka menimbun barang yang tidak
berguna. Terapis tidak akan membuang barang timbunan tersebut, tapi akan
mendukung penderita untuk melakukannya sendiri.
d. Belajar menolak dorongan untuk menimbun lebih banyak barang.
e. Selain membutuhkan bantuan psikoterapi, para penderita hoarding disorder juga
membutuhkan dukungan dan dampingan anggota keluarga guna memotivasinya untuk
berubah.
12
BAB IV
PENUTUP
Hoarding Disorder merupakan gangguan yang tergolong baru dikarenakan baru muncul
di DSM-V, yakni keluaran terbaru dari DSM. Jadi untuk gejala-gejala penderita, biasanya
psikolog berpacu pada buku DSM tersebut, adapun panduan serupa bagi psikiater ataupun dokter
berpacu pada ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems) atau PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa).
Biasanya seorang Hoarder ini juga akan mengalami kesulitan dalam mengatur atau meng-
organize barang-barangnya sehingga keadaan rumah akan tergolong berantakan. Penyebab
seseorang dapat menjadi seorang penimbun atau Hoarder yaitu ada kemungkinan dari faktor
keluarga, jika ada salah satu keluarganya yang mengalami hal tersebut maka ada kemungkinan
anggota keluarga lainnya mengalami Hoarding Disorder. Namun, Belum ada bukti ilmiah atau
teori yang menjelaskan adanya penyebab keturunan atau secara genetik. Selain itu, kejadian
traumatis di masa lalu juga dapat menyebabkan seseorang Hoarder, misalnya pernah mengalami
kehilangan barang yang disayang. Hal ini dikarenakan barang yang ditimbun tidak hanya barang
bekas, namun juga barang yang memiliki sentimental value.
13
barang-barang tertentu. Untuk usia, gejala akan muncul pada usia remaja yakni sekitar 13 tahun
ke atas hingga dewasa. Adapun untuk status sosial ekonomi sendiri lebih ke kalangan ekonomi
ke bawah karena akan ada perasaan di mana saat seseorang memiliki benda tersebut, akan
merasa sayang untuk membuangnya karena dulu mungkin tidak dapat membelinya atau
membutuhkan perjuangan yang berat untuk mendapatkan barang tersebut. Apabila menemukan
seseorang atau anggota keluarga sendiri dengan gejala seperti itu alangkah baiknya jika dibawa
ke psikolog untuk dilakukan terapi. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif
dan perilaku yang dapat mengubah cara pandangnya atau cara berpikir terkait keyakinan pada
benda-benda tersebut. Selanjutnya diminta untuk semacam menentukan atau memilih mana
barang-barang yang seharusnya disimpan dan dibuang.
Di Indonesia, sejauh ini belum ada kasus mengenai Hoarding Disorderkarena masih
kurangnya pengetahuan akan Hoarding Disorder, padahal kenyataannya di masyarakat banyak
sekali yang gemar menimbun barang. Masyarakat masih berpikir bahwa perilaku ini merupakan
suatu hal yang wajar, sehingga masyarakat tidak aware bahwa perilaku ini merupakan tergolong
ke dalam gangguan. Jadi kalau misalnya terdapat orang-orang yang sudah memiliki gejala-gejala
Hoarding Disorder, masyarakat akan menganggap hal itu merupakan hal yang lumrah sehingga
tidak ada yang menegur atau bahkan membawa ke psikolog untuk penanganan lebih lanjut.
Untuk itu perlu untuk mengedukasi orang-orang sekitar yang gemar menimbun banyak barang
hingga mengganggu orang lain serta membatasi ruang gerak di rumah. Munculnya kecemasan
dan adanya rasa malu untuk menunjukkan apa yang dikumpulkan tersebut sudah merupakan
gejala Hoarding Disorder.
14
DAFTAR PUSTAKA
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/3587/8/UNIKOM_Zulfa%20Adilla_12.Bab%20II.pdf
Dr. Nareza, Meva. 2020, Juli 11. Sering Menimbun Barang? Mungkin Kamu Menderita
Hoarding Disorder. Alodokter.https://www.alodokter.com/sering-menimbun-barang-
penyebabnya-mungkin-lebih-serius-dari-perkiraanmu
Tondok, S,M. 2008, Juli 13. Mrnyampah dari perspektif Psikologi (1). Harian Surabaya.
http://repository.ubaya.ac.id/420/
15