Anda di halaman 1dari 16

PSIKOLOGI KLINIS

(PSI 318)

MODUL 3
ASSESSMENT DALAM PSIKOLOGI KLINIS

DISUSUN OLEH
SITI MASITOH, S.Psi., M.Psi., Psikolog

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 16
A. Kemampuan akhir yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa, adalah:
1. Mahasiswa memahami apa itu assessmen di dalam psikologi klinis.
2. Mahasiswa memahami fungsi dan tujuan assessment di dalam psikologi klinis.
3. Mahasiswa memahami metode-metode assessmen di dalam psikologi klinis

ASSESSMENT DALAM PSIKOLOGI KLINIS

Shelly seorang wanita berusia 27 tahun, selalu merasa cemas akan segala hal, penuh
ketakutan dan selalu merasa bingung, beberapa minggu terakhir ia merasakan kegelisahan dan
mengalami insomnia, ia menjadi kurang istirahat dan siklus tidurnya terganggu. Kondisi ini
membuatnya mengalami sakit kepala, tekanan darah meningkat dan kehilangan gairah untuk
beraktifitas. Ia mendatangi dokter untuk memeriksakan dirinya, dan setelah melakukan
pemeriksaan, dokter tidak menemukan penyakit fisik pada dirinya selain tekanan darah yang
meningkat karena kekurangan tidur. Dokter memberikan obat penurun tekanan darah dan
menyarankan Shelly untuk berkonsultasi dengan psikolog. Lalu apa yang akan dilakukan
psikolog kemudian? Bagaimana psikolog akan dapat memahami permasalahan Shelly?
Diagnosa apa yang akan ditegakkan, bantuan psikologis apa yang akan diberikan?.
Bantuan psikologis utamanya adalah melakukan intervensi terhadap klien, bisa berupa
psikoterapi ataupun konseling. Akan tetapi, dalam memberikan bantuan psikologis tersebut,
seorang psikolog/terapis/konselor memerlukan tahapan-tahan yang harus dilaksanakan
dengan baik menurut aturan/kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Tahapan-tahapan tersebut
meliputi berbagai bentuk kegiatan dan komponen. Pada tahap awal dan yang amat penting
untuk dilakuan adalah asesmen. Sebagai proses paling awal, hasil dari asesmen akan
menentukan tindakan apa yang akan dijalankan berikutnya dalam proses pemberian bantuan
psikologis. Meskipun asesmen dilakukan di awal, akan tetapi di dalam psikologi klinis,
asesmen akan berlangsung terus sepanjang kegiatan intervensi berlangsung hingga selesai.
Sebelum memulai asesmen, ada dua pertanyaan yang harus terjawab, yaitu apa yang ingin
kita ketahui dan bagaimana cara paling baik untuk mendapatkan apa yang ingin kita ketahui
itu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 16
B. Definisi Assessment dalam Psikologi Klinis
Asesmen dalam Psikologi Klinis adalah pengumpulan informasi untuk
digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang disampaikan oleh penilai
(Beirnstein & Nietzel, dalam Markam, 2003). Kramer, Beirsnstein & Phares (2015)
menambahkan kata formal dan sistematik, untuk membedakan asesmen klinis dengan
kegiatan asesmen lainnya. Pengumpulan informasi berarti seorang psikolog atau terapis
atau konselor, sebagai seorang penilai/pemeriksa, berupaya menggali sedalam mungkin
untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin dan relevan tentang diri klien terkait
permasalahannya. Dapat disimpulkan bahwa, asesmen klinis dalam Psikologi Klinis
adalah suatu proses pengumpulan informasi, secara formal dan sistematis, untuk
digunakan sebagai dasar keputusan/kesimpulan.

C. Tujuan Assessment dalam Psikologi Klinis


Kramer, Bernstein and Phares (2014), mengemukan tiga tujuan asesmen dalam
Psikologi Klinis, yaitu:
1. Klasifikasi (Diagnostic Classification)
Asesmen bertujuan untuk mendiagnosa masalah kesehatan mental dan gangguan.
Klasifikasi merujuk pada panduan-panduan tertentu yang telah ada/baku, misalnya
DSM.
2. Deskripsi (Descriptive Assessment)
Asesmen bertujuan untuk mendeskripsikan suatu variable klien, misalnya para
terapis behavior akan focus dalam mengungkap perilaku klien, melihat kondisi
anteseden (pemicu perilaku), reinforcement (penguat perilaku), dan lain sebagainya,
sesuai kaidah pendekatan behavior.
3. Prediksi (Prediction)
Asesmen bertujuan untuk memprediksi perilaku manusia (human behavior), di masa
yang akan datang, misalnya dengan melihat prognosis klien. Prognosis adalah
outcome treatment, suatu cara yang memprediksi kondisi yang mungkin akan terjadi
pada diri klien, jika suatu treatmen dilakukan atau tidak dilakukan. Asesmen juga
dapat memprediksi kerentanan kondisi kejiwaan terhadap peristiwa tertentu, dan
memprediksi apa yang mampu dilakukan oleh individu dalam situasi tertentu
(misalnya agresif, depresi, menyakiti diri, dsb).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 16
Dalam asesmen, penilai berupaya mencari sumber masalah yang terjadi,
karena itu kegiatan asesmen harus dilakukan secara hati-hati, disiplin dalam mengikuti
kaidah-kaidah yang ditetapkan. Kesalahan dalam menemukan masalah akan berbahaya,
karena psikolog/terapis/konselor dapat keliru menetapkan treatmen/intervensi yang
dilakukan dan mengakibatkan treatment gagal bahkan merugikan bagi klien itu sendiri.
Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan untuk memberikan bantuan
psikologis terhadap klien adalah dengan melakukan kegiatan konseling. Asesmen
merupakan suatu pengukuran dari proses konseling yang dilakukan oleh konselor
sebelum, selama dan setelah proses konseling berlangsung. Hood dan Johnson (1993)
mengatakan beberapa tujuan asesmen dalam psikologi konseling adalah sebagai
berikut :
1. Orientasi masalah yakni mengenali dan menerima masalah yang sedang dihadapi.
2. Identifikasi masalah yakni membantu konselee ataupun konselor mengetahui
permasalahan secara detail.
3. Memilih berbagai alternaif solusi dan penyelesaian masalah yang dilakukan oleh
konselee.
4. Membuat keputusan alternatif pemecahan masalah yang paling baik dari beberapa
alternatif yang tersedia.
5. Menilai apakah konseling telah berjalan efektif mengurangi beban masalah konselee.
6. Melihat dan mengembangkan cara konselee dalam menjawab pertanyaan yang
diberikan konselor
7. Melatih konselee dalam memecahkan masalah.
8. Membentuk konselee menjadi lebih mandiri.
9. Melatih konselee selalu bercerita tenatng apa yang dipikirkan dan dirasakan.
10. Mengajak konselee untuk selalu terbuka dengan berbagai hal.
11. Bekerja sama dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
12. Membiasakan konselee untuk melaksanakannya secara konsekuen.

D. Kedudukan Asesmen Psikologi dalam Konseling


Asesmen sebagai suatu proses penggalian data/informasi mengenai klien,
memiliki kedudukan yang strategis dan amat penting, misalnya dalam kegiatan
konseling. Di dalam konseling, konselor harus amat berhati-hati melakukan asesmen,
karena asesmen adalah dasar dari perencanaan program konseling sehingga proses
konseling dapat memenuhi kebutuhan konselee dan mendorong tercapainya tujuan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 16
layanan konseling. Gambaran permasalahan yang diperoleh dari asesmen bisa dijadikan
acuan untuk menyusun program layanan konseling.
Bentuk asesmen psikologi dalam konseling dibedakan menjadi asesmen teknik
non-tes dan asesmen teknik tes. Yang paling sering digunakan oleh konselor adalah
asesmen teknik non-tes, sebab perancangan, pengadministrasian, pengolahan, analisis
dan penafsirannya lebih mudah dilakukan. Bentuk-bentuk asesmen teknik non-tes
adalah Daftar Cek Masalah (DCM), Alat Ungkap Masalah (AUM), Alat Ungkap
Masalah Belajar (AUM PTSDL), Sosiomentri, Wawancara, Observasi dan Inventori
Tugas Perkembangan (ITP). Sedangkan asesmen teknik tes dilakukan konselor terlatih
yang telah memiliki sertifikat asesmen teknik tes. Konselor yang belum atau tidak
memiliki sertifikat dapat bekerja sama dengan lembaga psikologi konseling yang telah
memiliki kewenangan tersebut. Bentuk asesmen teknik tes adalah tes bakat, tes minat,
tes kperibadian, tes kemampuan kerja, tes kematangan sosial dan lainnya.

E. Langkah-langkah Pelaksanaan Asesmen


Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa asesmen klinis adalah proses sistematis,
artinya ada aturan dan kaidah yang harus dilakukan dalam asesmen. Ada empat tahapan
dalam proses asesmen klinis, yaitu:

1. Perencanaan
Sebelum mulai dilakukan prosedur asesmen, penilai haruslah bertanya kepada
dirinya mengenai apa yang ingin kita ketahui dan bagaimana cara paling tepat
untuk mendapatkan apa yang ingin kita ketahui itu. Menetapkan tujuan asesmen
akan dapat membantu dan mempermudah penilai dalam proses perencanaan ini.
Apakah asesmen ditujukan untuk klasifikasi (diagnosa), deskripsi variable tertentu
atau untuk prediksi gambaran di masa yang akan datang dari klien dan lain
sebagainya (Markam, 2003). Di dalam perencanaan ini juga mulai dipikirkan
metode-metode yang akan digunakan untuk menggali data.

2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses penggalian informasi sesungguhnya, Alat
pengumpulan data yang digunakan dalam asesmen psikologi klinis adalah
wawancara, observasi dan penggunaan alat tes. Ketiga metode ini memiliki
kelebihan dan kekurangnnya masing-masing.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 16
• Wawancara
Kelebihan wawancara adalah merupakan metode asesmen yang paling praktis,
karena fleksibel dalam pelaksanaannya. Wawancara mudah dilakukan dimana
saja, kapan saja. Akan tetapi kelemahan wawancara adalah rentan terdistorsi
oleh si pewawancara itu sendiri. Pewawancara haruslah menguasai teknik-
teknik wawancara dengan baik agar dapat mengelaminisir kerentanan ini. Hal
lain yang menjadi kelemahan wawancara adalah, pewawancara harus berhati-
hati, karena klien bisa saja merekayasa jawaban dan tidak memberikan
informasi yang sesungguhnya, sehingga data yang diperoleh tidak valid.
• Observasi
Kelebihan metode observasi adalah dapat memberi gambaran langsung, karena
observer dapat melihat langsung apa yang dilakukan subjek/klien, Situasi
observasi dapat dilakukan pada lingkungan yang tepat, misalnya jika ingin
mengukur agresifitas anak, akan tepat jika dilakukan observasi di sekolah.
Dengan demikian kecil kemungkinan subjek merekayasa informasi. Akan
tetapi, observasi juga memiliki kelemahan. Sama halnya dengan wawancara,
pengaruh bias dari si observer adalah kendala yang dapat mempengaruhi hasil
observasi. Mengenai wawancara dan observasi akan dibahas lebih luas di
dalam modul berikutnya.
• Alat Tes
Alat tes seperti halnya wawancara dan observasi adalah untuk mencari sampel
perilaku dari klien, alat tes dapat berfungsi untuk memperkuat hasil wawancara
dan observasi, atau dapat memberikan informasi lain yang tidak “terjangkau”
oleh wawancara dan observasi. Keuntungan penggunaan alat tes adalah bahwa
alat tes memiliki standard, selain itu pengadministrasian alat tes cukup mudah,
dan tes dapat dilaksanakan dalam setting klasikal, sehingga dapat diperoleh
data/informasi dari banyak individu dalam satu waktu. Akan tetapi, alat tes
juga memiliki kelemahan, lagi-lagi, faktor human dapat menjadi kendala.
Seorang tester (yang mengadministrasikan tes), haruslah terlatih dan memiliki
kompetensi/penguasaan terhadap alat tes yang digunakan. Setting
ruangan/lingkungan juga dapat mempengaruhi pelaksanaan tes. Kondisi
demikian, amatlah dimungkinkan mempengaruhi validitas hasil tes.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 16
• Life Records / Historical Data
Selain ketiga metode pengumpulan data di atas, ada sumber informasi lain
yang kaya data dan dapat menunjang penggalian informasi, yaitu historical
record/life record, seperti laporan pemeriksaan sebelumnya, catatan kasus,
informasi-informasi yang diberikan oleh orang-orang terdekat klien mengenai
diri klien, dan informasi-informasi sejenisnya.

3. Pengolahan Data dan Pembentukan Hipotesis


Setelah data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, tes dan life record
terkumpul, kesemuanya itu masih merupakan data mentah. Pemeriksa perlu
mengolah dengan melakukan analisa dan membuat kesimpulan (hipotesa, gambaran,
pola hubungan). Dalam melakukan pengolahan data, pemeriksa haruslah kembali
pada tujuan asesmen yang telah direncanakan. Data yang minimal, akan sangat
berbahaya karena dapat memunculkan kesimpulan yang dangkal, tidak akurat dan
premature.
Pemrosesan informasi merupakan bagian penting dalam pengolahan data,
untuk mendapatkan/membuat kesimpulan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu subjektif-klinis atau objektif-statistik.
Pendekatan subjektif-klinis menekankan pada hasil interpretasi pemeriksaan
melalui wawancara dan observasi yang kesimpulannya didasarkan pada clues yang
muncul/tampil dari wawancara dan observasi, misalnya seperti para ahli
psikoanalisis yang mengartikan mimpi-mimpi klien yang diceritakan klien selama
wawancara. Sedangkan pendekatan objektif-statistik adalah mendasarkan
kesimpulannya pada data kuantitatif, ada skor-skor yang jelas dan standar, seperti
misalnya hasil-hasil dari tes seperti tes inteligensi, tes-tes inventory, dan lain
sebagainya.
Pengolahan data adalah hal yang cukup sulit dan krusial, karena informasi
yang diterima dari berbagai sumber data haruslah diintegrasi dengan tepat.
Pemeriksa haruslah cukup kuat dan mengandalkan kesimpulan mereka pada
kemampuan dalam penilaian klinis (clinical judgement).

4. Mengomunikasikan Data Asesmen


Tahap terakhir dari proses assessment adalah bagaimana menyampaikan
laporan hasil asesmen (assessment report). Setelah membuat kesimpulan dari hasil

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 16
pengolahan data, assessment report yang dibuat haruslah ditulis dengan jelas
(clearly) dan sesuai (relevant) dengan tujuan dilakukannya asesmen. Untuk
membuat laporan hasil asesmen, pemeriksa perlu menyusunnya dan menuliskannya
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pemangku kepentingan/pembacanya,
agar pesan/hasil asesmen dapat dimengerti dan tersampaikan dengan baik.

Gambar 3.1
Tahapan Asesmen

PERENCANAAN PENGUMPULAN DATA


Menetapkan tujuan (apa yang Penggalian informasi, dengan
ingin dicari) dan menetapkan menggunakan alat pengumpulan
metode (bagaimana mendapatkan data (metode): wawancara,
datanya) observasi, tes psikologi, life record

PENGOLAHAN DATA
Mengolah data mentah dan
membuat kesimpulan.

MENGOMUNIKASIKAN
DATA ASESMEN
Menuliskan kesimpulan dari hasil
pengolahan data, kedalam bentuk
laporan hasil asesmen.

F. Metode-Metode Assessment dalam Psikologi Klinis


1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu wujud dari komunikasi interpersonal yang
mana merupakan suatu bentuk komunikasi yang langsung tanpa perantara media
antar individu. Kaplan and Saccuzzo (2012), mengatakan bahwa wawancara adalah
metode mengumpulkan data atau informasi mengenai individu, informasi ini
kemudian digunakan untuk mendeskripsikan individu, membuat prediksi, atau
keduanya. Ini berarti, wawancara digunakan untuk mengungkapkan kondisi individu
saat ini dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi yang
berkaitan dengan individu tersebut di masa depan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 16
Di dalam psikologi klinis, Markam (2003) mengatakan, wawancara klinis
adalah salah satu alat untuk menjajagi latar belakang masalah dan gangguan
seseorang, bentuknya adalah wawancara mendalam (depth interview). Dikatakan
depth interview karena ada asumsi bahwa latar belakang gangguan seseorang belum
tentu sama denga napa yang dikemukakan olehnya secara sadar. Wawancara klinis
diarahkan pada pengalaman hidup klien, wawancara ini mementingkan realitas
psikologis, yakni bagaimana sifat dan cara pengalaman subjektif seseorang terhadap
suatu peristiwa. Realitas psikologis harus dapat dibedakan dari actual historis, yakni
kenyataan sebagaimana terjadinya secara fakta objektif dalam hidup klien.
Wawancara di dalam psikologi klinis tidak hanya sekedar percakapan antara
pewawancara/penilai (apakah itu psikolog, terapis ataupun konselor), tetapi
wawancara merupakan percakapan klinis yang teknis, terencana dan bertujuan
terapeutik. Wawancara dalam setting klinis sangat dipengaruhi oleh sikap
pewawancara terhadap klien. Bagaimana pewawancara menampilkan dirinya, dapat
memberi pengaruh pada persepsi klien terhadap proses wawancara itu sendiri.
Perasaan yang muncul pada klien bisa berbeda-beda, misalnya klien bisa merasakan
perasaaan aman, merasa dapat membebaskannya dari penderitaannya atau bisa jadi
klien merasa proses ini sebagai sesuatu yang “membahayakan” dimana ia terancam
untuk membeberkan kelemahannya yang selama ini ia tutupi.
Sebagai pewawancara, psikolog/terapis/konselor, haruslah dapat mengatur
dirinya. Pertama, ia harus menyadari sikapnya terhadap klien agar tidak terjadi
proyeksi, yaitu mensifatkan atau melemparkan sifat-sifat dan sikap-sikap diri sendiri
kepada orang lain –dalam hal ini klien– (Kamus Lengkap Psikologi, 1999) dalam
menginterpretasi suatu hasil wawancara. Kedua, pesan yang diterima klien tidak
hanya dalam bentuk verbal, akan tetapi ekspresi non-verbal, dalam hal ini
pewawancara harus menyadari gestur/sikap tubuh, gaya bicara, tindak-tanduk, dan
lain sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa sebagai pewawancara dalam wawancara
klinis, seorang psikolog/terapis/konselor harus sadar penuh atas tindakannya sendiri
dan dampak tindakannya terhadap klien.
Hal lain yang juga sangat penting dalam wawancara adalah pertanyaan.
Bagaimana suatu pertanyaan disampaikan dan bentuk pertanyaan yang digunakan,
akan mempengaruhi hasil wawancara. Ada beberapa teknik bertanya yang biasa
digunakan dalam asesmen klinis, seperti narrowing questions, progressing questions,
embedding questions, leading question, holdover questions, projective questions.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 16
Selain itu ada juga teknik-teknik menggali lebih dalam dengan probing questions.
Penjelasan mengenai pertanyaan wawancara, akan dibahas di dalam modul
berikutnya.

2. Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”.
Istilah observasi mengacu pada suatu kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dari
fenomena tersebut. Pada dasarnya, setip waktu manusia mengamati sekitarnya,
artinya itupun adalah suatu bentuk observasi. Terencana atau tidak, observasi tetap
dapat dilakukan. Matthew dan Ross (2010) menyatakan bahwa observasi merupakan
metode pengumpulan data melalui indera manusia. Berdasarkan pernyataan ini,
indra manusia menjadi alat utama dalam melakukan observasi. Tentu saja indra yang
terlibat bukan hanya indra penglihatan saja, namun juga indra lainnya seperti indra
pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan lain sebagainya. Seperti syarat
sebuah perilaku yang dapat diobservasi di atas, yaitu dapat dilihat (dengan
menggunakan indra penglihatan), dapat didengar (menggunakan indra pendengaran),
ada pula objek observasi yang menggunakan indra perasa misalnya mengamati
dengan merasakan kenaikan suhu, dan lain sebagainya. Obervasi dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah mengamati objek
secara langsung diwaktu yang sama (saat itu juga), sedangkan secara tidak langsung
bisanya menggunakan media bantu seperti video rekaman, catatan/dokumen historis.
Dengan melakukan observasi, kita akan memperoleh gambaran tingkah laku, arah
pembicaraan serta apa yang dilakukan oleh subjek, dengan akurat.
Observasi tidak hanya bisa dilakukan oleh observer kepada subjeknya, akan tetapi
subjekpun dapat melakukan observasi terhadap dirinya sendiri, yaitu dengan
pengamatan diri/introspeksi diri. Dalam hal ini, data mentah yang diterima oleh
pemeriksa adalah berupa laporan verbal dari subjek. Dalam kegiatan observasi klinis
seorang observer harus dapat menyeleksi variable yang akan diobservasi dari
perilaku manusia. Variabel perilaku yang potensial untuk diobservasi amat
bergantung pada apa yang hendak dicapai, artinya kita harus sudah dapat
menetapkan tujuan observasi, data apa yang ingin dilihat dan didapat melalui
observasi serta lokasi observasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 16
Wallen (dalam Markam, 2003) mengemukakan hal-hal yang dapat dilihat dalam
observasi klinis, yaitu:
a. Penampilan umum
Hal yang diobservasi secara keseluruh dari penampilan umum diantaranya
adalah penampilan fisik, dari penampilan fisik ini dapat memberikan informasi
misalnya subjek seorang yang bertubuh kurus, berjalan menunduk dan berwajah
muram.
b. Reaksi Emosi
Observer dapat memperhatikan reaksi-reaksi emosi saat subjek membicarakan/
menceritakan topik tertentu, misalnya wajahnya memerah saat membicarakan
tentang topik tertentu atau subjek berkeringat dan berwajah tegang saat
membicarakan pengalaman tertentu, dan lain sebagainya. Observer dapat
merasakan susana wawancara, apakah santai/rileks, tergang, dalam suasana ini
observer sebagai pemeriksa harus yakin bahwa keadaan subjek/klien yang
demikian, bukan atau tidak disebabkan oleh pemeriksa. Selama kegiatan
berlangsung, klien dapat menunjukkan reaksi atau suasana hati/mood yang
beragam dan bisa jadi berubah dengan cepat atau bahkan tidak berubah/kaku/
rigid. Pada gangguan yang berat, seringkali klien kurang menunjukkan atau
bahkan tidak menunjukkan respon/reaksi emosianal sama sekali.
c. Bicara
Penampilan memberi kesan sepintas, sedangkan ekspresi emosi dapat berubah-
ubah atau bahkan kaku, sedangkan berbicara adalah interaksi yang lebih aktif,
kedua belah pihak, apakah itu klien ataupun pemeriksa, dapat saling
berhubungan, saling bertanya dan menjawab. Gaya bicara, nada bicara, kata-kata
yang digunakan dan intonasi, dapat diamati. Salah satu metode terkenal dari
pendekatan psikoanalisa adalah slip tongue, dimana pemeriksa memperhatikan
adanya kekeliruan dalam berkata pada klien, hal ini dapat dilihat sebagai
indicator adanya persoalan terhadap masalah itu pada diri klien.
3. Alat Tes
Ada begitu banyak jenis alat tes yang dapat digunakan dalam asesmen untuk
memperkuat penilaian. Pemberian tes didalam proses kegiatan asesmen psikologis,
hendaknya sesuai dengan tujuan. Tes haruslah dipilih/digunakan sesuai
peruntukannya. Alat tes terbagi dalam beberapa jenis, yaitu tes inteligensi umum,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 / 16
test proyeksi, tes grafis dan inventory kepribadian. Beberapa jenis alat tes dan
contohnya, diantaranya adalah:
• Tes inteligensi umum, diberikan untuk tujuan mengetahui tingkat
kecerdasan, diantaranya adalah Binet, CFit, RPM, Wechsler (memiliki 3
bentuk, yang disesuaikan dengan usia, yaitu WPPSI, WISC dan WB), dan
lainnya.
• Tes proyeksi, merupakan bentuk tes klinis yang dilakukan untuk
pemeriksaan klinis dengan tujuan mengungkap hal-hal yang kurang atau
tidak disadari, diantaranya adalah Rorschah, TAT, CAT, Beck, Klopfer, dan
lainnya. Peneliti tes Rorschah telah menemukan tanda-tanda patologis pada
tes itu, misalnya untuk gangguan cemas, schizophrenia, psikosis dan lain
sebagainya (Marnat, 1995, dalam Markam, 2003). Tes TAT (Thematic
Apperception Test) dapat mengungkap hubungan antar manusia klien
dengan orang-orang di lingkungannya, sehingga dapat dilihat pola
hubungan sosial, konflik, fantasi, dan lain sebagainya. Untuk menggunakan
tes proyeksi, pemeriksa harus memiliki penguasaan yang kuat (keahlian dan
keterampilan) terhadap alat tes tersebut, karena hasil tes yang valid amat
ditentukan oleh kemampuan si pemeriksa dalam menginterpretasikannya.
• Tes grafis, adalah alat tes yang paling digemari dan banyak digunakan di
Indonesia, karena pengadministrasiannya yang relative singkat, mudah dan
murah. Tes grafis umumnya menggunakan analisis kualitatif, jikalaupun
ada bentuk skoring, tetapi tidaklah terlalu rumit. Contoh alat tes grafis
diantaranya adalah DAM, BAUM, HTP, Wartegg. Kelemahan tes grafis
adalah seringkali pemeriksa, terpengaruh oleh keindahan gambar klien,
sehingga melupakan segi formal gambar, seperti ukuran gambar, jenis garis,
tekanan garis dan lain sebagainya, yang menjadi dasar interpretasi tes grafis.
• Tes Inventory, adalah alat tes yang memiliki tujuan mirip seperti tes
proyeksi, mengungkap inner/kepribadian individu. akan tetapi dalam
pengadministrasiannya, tes inventory jauh lebih praktis dan mudah, bahkan
dapat diadministrasikan secara klasikal. Karena itu tes inventory banyak
digemari oleh psikolog dan dianggap dapat menggantikan penggunaan tes
proyeksi yang sulit. Beberapa contoh tes inventory adalah MMPI, BDI,
TAMAS, dan lainnya. Kelemahan tes inventory adalah bisa jadi klien tidak
jujur dalam merespon soal tes atau klien gagal memahami soalnya. Hal

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 / 16
seperti ini dapat mempengaruhi validitas hasil tes. Contohnya, di dalam
MMPI ada skala utama, yang menunjukkan skor ketidakjujuran subjek,
sebelum menginterpretasikan seluruh hasil tes, skor ini perlu dilihat dahulu,
jika angkanya melebihi indicator yang telah ditetapkan, maka dapat
dipastikan keseluruhan tes tidak valid dan hasilnya tidak dapat digunakan.

Dalam praktek penggunaan alat tes psikologi, pemeriksa haruslah berpegang


teguh pada kode etik. Perlu diketahui, pembuatan alat tes tidaklah mudah,
membutuhkan waktu riset yang panjang dengan melibatkan ribuan sampel, untuk
mendapatkan norma dan standardisasi alat tes. Sebuah alat tes yang hadir saat ini
merupakan kerja keras yang luar biasa dari pemnuatnya. Karena itulah, perlu
penghargaan dan perlakuan khusus terhadap alat tes yang sesuai prinsip etika.
Perlakuan khusus tersebut adalah menjaga kerahasiaan alat tes (buku soal dan
norma), dan tidak sembarangan memberi informasi kepada pihak-pihak yang tidak
relevan.
Alat tes psikologi amatlah banyak, dengan peruntukan pada ranah kebutuhan
manusia yang amat luas. Karena itu, alat tes memiliki klasifikasi tertentu, yang
mana hal itu berkaitan dengan kewenangan dan legalitas penggunaannya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah batasan tentang wewenang dalam pelaksanaan
administrasi tes dan interpretasi. Pada pengadministrasian alat tes, semua jenis alat
tes hanya boleh dilakukan oleh kalangan terbatas, yaitu mereka yang telah
mendapat pelatihan/pendidikan khusus tentang alat tes, sehingga memiliki
penguasaaan, keahlian dan keterampilan terhadap alat tes tersebut, serta memiliki
izin dan atau berada di dalam pengawasan psikolog atau lembaga yang terdaftar dan
memiliki izin praktek. Sedangkan pada interpretasi tes, kewenangan intepretasi
tergantung ada klasifikasi tes, ada tes-tes yang boleh diinterpretasi oleh praktisi
selain psikolog, biasanya bukanlah tes psikologi klinis, seperti misalnya NST (tes
kesiapan sekolah) yang boleh diinterpretasi oleh praktisi seperti konselor, tetapi tes
ini bukanlah tes klinis. Sedangkan pada alat-alat tes klinis seperti yang disebutkan
di atas, kewenangan interpretasi ada pada psikolog atau mereka yang terlatih tetapi
berada dibawah pengawasan psikolog.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 / 16
4. Life Record / Historical Record
Seperti telah disebutkan sebelumnya, Life Record/Historical Record adalah
sumber informasi lain yang kaya data dan dapat menunjang penggalian informasi.
Contoh life record/ historical record, seperti laporan pemeriksaan sebelumnya,
catatan-catatan kasus, informasi-informasi yang diberikan oleh orang-orang terdekat
klien mengenai diri klien, misalnya orang tua, saudara, guru, para ahli dan terapis
sebelumnya, dan informasi-informasi sejenisnya.

G. Latihan
Jelaskanlah apa itu asesmen psikologi dan tahapan pelaksanaannya.

JAWAB:
Asesmen psikologi adalah suatu kegiatan pengumpulan informasi untuk digunakan
sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang disampaikan oleh penilai/pemeriksa,
kegiatan asesmen harus memenuhi kaidah formal dan sistematik, untuk membedakan
asesmen klinis dengan kegiatan asesmen lainnya. Pengumpulan informasi berarti
seorang psikolog atau terapis atau konselor, sebagai seorang penilai/pemeriksa,
berupaya menggali sedalam mungkin untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin
dan relevan tentang diri klien terkait permasalahannya. Dapat disimpulkan bahwa,
asesmen klinis dalam Psikologi Klinis adalah suatu proses pengumpulan informasi,
secara formal dan sistematis, untuk digunakan sebagai dasar keputusan/kesimpulan.

Tahapan Asesmen dalam psikologi klinis adaah:


1. Perencanaan:
Pada tahap ini yang dilakukan pemeriksa adalah menetapkan tujuan (apa yang ingin
dicari) dan menetapkan metode (bagaimana mendapatkan datanya)
2. Pengumpulan Data:
Pada tahap ini, pemeriksa melakukan penggalian informasi dengan cara-
cara/alat/metode tertentu, untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan selengkap
mungkin. Cara/metode/ alat pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,
observasi, alat tes psikologi dan life records/historical records.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 / 16
3. Pengoahan Data
Pada tahap ini, pemeriksa mengolah data yang telah didapat dari proses penggalian
informasi (data mentah) dan membuat kesimpulan (hasil pemeriksaan).
4. Mengomunikasikan Data Asesmen
Pada tahap ini, pemeriksa menuliskan kesimpulan dari hasil pengolahan data
kedalam laporan pemeriksaan bentuk laporan hasil asesmen, dan
mengomunikasikannya kepada pihak-pihak pemangku kepentingan, dalam hal ini
klien ataupun keluarga.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 / 16
DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Rajawali Pers. Jakarta.


Markam, S. (2003). Pengantar Psikologi Klinis. UI Pers. Jakarta.
Martin, G. (2015). Modifikasi Perilaku. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Pomerantz, A. (2014). Psikologi Klinis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 / 16

Anda mungkin juga menyukai