Anda di halaman 1dari 22

EPISTEMOLOGI PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD PERIODE

KLASIK

ABSTRAK

Epistemologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang memperlajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dengan mengacu pada
definisi tersebut, maka kajian ini diarahkan pada ketiga unsur yang terdapat dalam
epistemologi, yaitu: Apa asal usul atau sumber yang digunakan Sigmund Freud untuk
mendapatkan teori-teori psikoanalisis pada periode klasik? Bagaimana struktur berpikir
Sigmund Freud untuk merumuskan teori-teori psikoanalisis pada periode klasik?
Bagaimana metode Sigmund Freud untuk mendapatkan teori-teori psikoanalisis pada
periode klasik?

Sepanjang dialektika manusia dalam masalah ilmu pengetahuan setelah renaissance,


epistemologi selalu menjadi bahan diskusi, sekaligus bahan perdebatan yang tidak pernah
habis.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepanjang dialektika manusia dalam masalah ilmu pengetahuan setelah renaissance,


epistemologi selalu menjadi bahan diskusi, sekaligus bahan perdebatan yang tidak pernah
habis. Rasionalisme yang memandang pengalaman inderawi hanya sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran, kemudian direspon oleh empirisme yang balik mengatakan
bahwa akal hanya sejenis tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan. Walaupun tidak sama sekali mengingkari peran akal maupun indera, pada
intinya keduanya tetap berdebat masalah sumber pengetahuan. Rasionalisme dan
empirisme kemudian mendapat respon dari Immanuel Kant dengan pengakuannya bahwa
akal dan indera adalah sumber ilmu pengetahuan.

1
Perdebatan-perdebatan epistemologi tersebut tidak berakhir pada satu tahap atau
didamaikan oleh aliran tertentu, karena ia tidak hanya berbicara masalah sumber, tetapi
juga metode dan struktur (pola pikir tokoh atau aliran). Metode untuk menjadikan
pengetahuan sebagai ilmu memuat syarat-syarat yang berfungsi menguji keabsahan ilmu.
Syarat-syarat itu adalah bahan perdebatan yang menambah masalah epistemologi tidak
pernah tuntas. Richard Rorty, yang pemikirannya diulas oleh I. Bambang Sugiharto adalah
salah satu tokoh yang menyerang epistemologi dari sisi metode. Ia mengkritik bahwa
metode rasionalisme adalah bentuk keanehan. Menurut rasionalisme, ilmu harus selalu
merupakan persesuaian persis antara akal dan kenyataan luar. Untuk mencapai
persesuaian, rasionalisme mengharuskan adanya refleksi yang mengkaji pendapat-
pendapat yang dilakukan oleh akal sendiri. Pendapat-pendapat ditata secara betul sesuai
dengan hubungan-hubungan yang jelas dan tegas. Seluruh prosedur tersebut dilakukan
oleh akal. Artinya, keabsahan ilmu didasarkan pada akal. Otoritas akal itulah yang justru
menjadikan upaya persesuaian pengetahuan antara akal dan kenyataan luar tidak tercapai.
Subjektivitas adalah penentu sahihnya ilmu. Oleh karena itu, wajar jika empirisme
mempermasalahkan subjektivitas rasionalisme.

Epistemologi adalah pemegang wewenang atas keabsahan ilmu. Pada waktu yang sama,
wewenang epistemologi adalah “kekangan” bagi semua ilmu. Semua ilmu harus tunduk
dan patuh terhadap epistemologi agar mendapat predikat sah. Dan konsekuensi terbesar
bagi ilmu yang tidak patuh adalah claim ketidaksahihan. Konsekuensi tersebut berlaku
bagi semua ilmu, tidak terkecuali psikologi.

August Comte tidak mengakui psikologi sebagai cabang ilmu, karena kajiannya adalah
pengalaman batiniah, tidak dapat diindera, atau tidak terbukti (non-evident). Dari sisi
sumber maupun metode, psikologi dikatakan tidak memiliki kesahihan. Tentu saja redikat
tersebut menimbulkan “kegerahan” beberapa ilmuwan yang disebut ilmuwan psikologi.
Johan Friedrich Herbart (1776-1841) kontan menulis A Texbook of Psychology dan
Psychology is Science yang menegaskan bahwa psikologi adalah ilmu. Sayangnya,
Herbart terjebak oleh tulisannya sendiri. Ia tetap tidak membantu psikologi menjadi diakui
sebagai ilmu karena tidak pernah melakukan penelitian ilmiah, melainkan hanya
spekulasi-spekulasi. Herbart gugur sebagai “bapak psikologi” sebab tidak mematuhi

2
syarat-syarat ilmu pengetahuan. Psikologi baru diakui setelah Wilhelm Wund mendirikan
laboratorium psikologi di Leipzig, Jerman. Psikologi diakui sebagai ilmu karena memiliki
laboratorium yang berfungsi mengukur fenomena-fenomena psikologis tidak tampak
menjadi tampak. Jadi, psikologi mengembangkan pengukuran-pengukuran terhadap
fenomena-fenomena psikologi agar mendapat predikat ilmu.

Jika psikologi pernah tidak diakui sebagai ilmu karena kuasa epistemologi, bagaimana
dengan psikoanalisis. Jawabannya adalah tidak jauh berbeda dengan psikologi. Sigmund
Freud, pendiri psikoanalisis hidup di masa August Comte (1798-1857) yang mengusung
positivisme lengkap dengan epistemologi yang harus diberlakukan pada semua ilmu
pengetahuan. Di tengah penghambaan ilmu pengetahuan terhadap positivisme, Freud
mendapat nilai buruk. Epistemologinya diserang, sehingga dalam pengantar “Tafsir
Mimpi” ia merasa perlu menegaskan bagaimana kedudukan epistemologi mimpi dalam
pengetahuan ilmiah kontemporer. Dari kalangan psikologi sendiri pun tidak sedikit yang
enggan menerima psikoanalisis. Bukti tersebut terlihat jelas dari paparan James D. Page
yang mewakili para psikolog berikut ini:

The unwillingness of most psychologists to accept psychoanalysis fully has been explained
on the grounds that Freudian concepts are based on subjective, nonscientific techniques
that have no self-evident validity.  

Ungkapan di atas secara jelas didasarkan pada sebuah ukuran epistemologi yang memiliki
syarat-syarat tertentu. Psikoanalisis dianggap subjective, nonscientific, dan tidak memiliki
validitas. 

Pernyataan lain yang lebih tegas menyerang kecacatan asumsi yang dibangun Freud
dalam menghasilkan teori adalah pernyataan:

“The Oedipus Complex is based on the faulty assumption that there is a fixed, uniform
pattern of family life.” 

Pernyataan-pernyataan di atas adalah gambaran riil bagaimana besarnya peran


epistemologi dalam menilai ilmu pengetahuan. Dengan alasan itulah, penulis merasa perlu

3
untuk mengetahui bagaimana epistemologi, yang dalam hal ini adalah epistemologi
psikoanalisis Sigmund Freud sebagai salah satu aliran dalam ilmu yang sedang penulis
tekuni.

B. Rumusan Masalah

Epistemologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang memperlajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dengan mengacu pada
definisi tersebut, maka kajian ini diarahkan pada ketiga unsur yang terdapat dalam
epistemologi, yaitu:

Apa asal usul atau sumber yang digunakan Sigmund Freud untuk mendapatkan teori-teori
psikoanalisis pada periode klasik?

Bagaimana struktur berpikir Sigmund Freud untuk merumuskan teori-teori psikoanalisis


pada periode klasik?

Bagaimana metode Sigmund Freud untuk mendapatkan teori-teori psikoanalisis pada


periode klasik?

C. Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk memahami (to understand) dan menjelaskan (to explan):

1. Asal usul atau sumber yang digunakan Sigmund Freud untuk mendapatkan teori-teori
psikoanalisis pada periode klasik.

2. Struktur berpikir Sigmund Freud untuk merumuskan teori-teori psikoanalisis pada


periode klasik.

4
3. Metode Sigmund Freud untuk mendapatkan teori-teori psikoanalisis pada periode
klasik.

D. Manfaat Kajian

Kajian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan sebesar-besarnya bagi:

1. Penulis pribadi. Sampai saat ini penulis merasa belum memahami ilmu psikologi secara
mendalam. Maka, kajian ini akan sangat bermanfaat untuk mencapai pemahaman
mendalam tentang ilmu psikologi. Walaupun psikoanalisis hanya satu dari sekian banyak
aliran psikologi dan tidak menjamin penguasaan seluruh ilmu psikologi, namun, menurut
penulis pemahaman terhadap sesuatu secara mendalam lebih baik dari pada banyak, tetapi
hanya setengah. Selain manfaat di atas, kajian ini sekaligus menjadi dasar bagi penulis
untuk mengetahui kelebihan-kelebihan maupun kelemahan-kelemahan psikoanalisis.
Metode kajian yang digunakan juga akan banyak melatih kemampuan penulis dalam
menyekemakan dan menganalisis pemikiran ilmuwan. Pada tahap yang lebih lanjut kajian
ini akan menjadi bekal keilmuan yang sangat penting dalam pendidikan yang lebih tinggi.

2. Ilmuwan, akademisi, psikolog maupun psikiatri dalam memahami psikoanalisis


Sigmund Freud. Seluruh kalangan yang bergelut dalam psikoanalisis diharapkan
mendapatkan bantuan pada hal yang lebih inti, yaitu epistemologi. Menurut penulis,
kajian ini sangat berguna sebagai patokan dasar dalam mengembangkan ataupun
mengkritisi psikoanalisis.

3. Disiplin ilmu filsafat. Filsafat adalah salah satu disiplin yang banyak bersentuhan
langsung dengan psikologi. Satu hal yang sama antara filsafat dan psikologi adalah sama-
sama membicarakan manusia. Freud juga tidak melepaskan diri dari filsafat. Ia mengaku
sangat terbantu oleh pemikiran salah satu filsuf Jerman, Schopenhauer yang berusaha
menjelaskan penyakit jiwa dalam bukunya “Dunia Sebagai Kehendak dan Ide”. Filsuf-
filsuf modern seperti Michel Foucault dan Edward W. Said misalnya, banyak mengutip

5
pemikiran Freud. Dengan demikian pemikiran Freud langsung bersentuhan dengan
filsafat.

4. Mahasiswa psikologi. Psikoanalisis sebagai materi mata kuliah pokok dalam


mempelajari keilmuan psikologi wajib didalami secara utuh. Semakin berkembangnya
ilmu pengetahuan, maka semakin besar tuntutan bagi mahasiswa untuk menguasai
keilmuannya secara utuh, bukan setengah-setengah, apalagi hanya sekedar ingin tahu.
Untuk itu kajian dalam skripsi ini dapat menjadi pelengkap dalam usaha memahami
keilmuan psikologi.

E. Batasan Kajian

Banyaknya teori psikoanalisis dan perubahan-perubahan yang ada di dalamnya membuat


penulis memberi batasan dalam kajian ini. Penulis membatasi hanya sampai pada periode
pertama, yang selanjutnya disebut klasik. Pembedaan periode tersebut mengikuti
pembedaan yang dilakukan Kees Bertens. Kees Bertens membagi pemikiran Freud
menjadi tiga periode. Periode pertama (1895-1905) adalah periode merintis psikoanalisis
sampai pada penemuan teori-teori mendasar. Pada periode ini Freud menghasilkan
beberapa karya penting, yaitu Studies on Hysteria, The Interpretation of Dreams,
Psychopathology of Everyday Life, Three Essays on the Theory of Sexuality, Jokes and
Their Relation to The Unconscious, dan Dora Case. Periode kedua (1905-1920) adalah
pendalaman teori psikoanalisis, dan periode ketiga (1920-1939) adalah periode revisi
beberapa teori penting dalam psikoanalisis. Perubahan-perubahan tersebut memungkinkan
terjadinya perubahan epistemologi. Kemungkinan itulah yang menurut penulis akan
mempersulit fokus penelitian. Maka dari itu, penulis membatasi kajian ini hanya pada
periode pertama (selanjutnya disebut klasik).

6
F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan dipecah menjadi lima bab. Bab I berisi latar belakang, yaitu alasan
pentingnya mengangkat kajian ini, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat kajian,
batasan kajian, sistematika penulisan, metode kajian, dan landasan teori. Bab II berisi
riwayat hidup dan pemikiran Sigmund Freud.

Bab III mengulas secara spesifik teori psikoanalisis pada periode klasik. Bab IV
merupakan jawaban rumusan masalah dalam kajian ini. Dan pada bab V adalah bagian
kesimpulan dan saran.

G. Metode Kajian

1. Model Kajian

Kajian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan model Historis Faktual,
yaitu penulis mengikuti cara dan arah pikiran yang disajikan tokoh dalam naskah untuk
mencari jawaban atas rumusan masalah. Jadi, penulis mengikuti kronologis historis
Sigmund Freud dari awal ia memulai karir psikoanalisis hingga menghasilkan teori-teori
psikoanalisis.

2. Langkah-langkah Kajian

a. Pengumpulan Data (literatur), baik sumber primer, sumber sekunder maupun sumber
pelengkap. Sumber primer adalah karya-karya Freud pada periode klasik maupun di luar
periode klasik yang menjelaskan atau menggambarkan epistemologi psikoanalisis pada
periode klasik. Sumber-sumber yang dimaksud adalah, Sekelumit Sejarah Psikoanalisa
(1986), Memperkenalkan Psikoanalisa: Lima Ceramah (1991), Tafsir Mimpi (2001),
Teori Seks (2003a), Psikopatologi dalam Kehidupan Sehari-hari (2005), Pengantar
Umum Psikoanalisis (2006). Sumber sekunder adalah karya orang lain yang menjelaskan
atau menggambarkan epistemologi psikoanalisis pada periode klasik. Sedangkan sumber
pelengkap adalah karya Freud dan karya orang lain yang tidak menjelaskan atau
menggambarkan epistemologi psikoanalisis pada periode klasik (baik berupa buku,

7
artikel, jurnal, atau tulisan dari internet yang bisa dipertanggungjawabkan). Secara
spesifik, sumber pelengkap tidak berhubungan langsung dengan apa yang ingin ditemukan
dalam rumusan masalah, misalnya sumber yang hanya menjelaskan riwayat hidup Freud.

b. Klasifikasi Data, yaitu pengklasifikasian pemikiran Freud berdasarkan periode. Hal ini
dilakukan dengan mengacu pada batasan masalah, yaitu hanya sampai pada periode
klasik.

c. Pengolahan Data.

Setelah pemikiran Freud pada periode klasik diketahui, maka data-data tersebut akan
diolah dengan cara sebagai berikut:

1. Analisis, yaitu menelaah dan mengkaji data-data yang tersedia sehingga mendapatkan
pemahaman tentang epistemologi psikoanalisis Sigmund Freud pada periode klasik.

2.Interpretasi, yaitu menyelami pemikiran-pemikiran Freud pada periode klasik secara


mendalam yang sesuai dengan fokus penelitian, sehingga dapat ditangkap artinya.

3. Komparasi, yaitu membandingkan pendapat Freud yang ada di satu buku dengan
pendapat yang ada di buku lain.

4. Menggunakan bahasa Inklusi atau Analogikal, yaitu peneliti mengikuti kaidah bahasa
buku untuk teks literatur atau alur pikiran sesuai bahasa yang dipakai tokoh.

5. Deskripsi, penulis menguraikan secara teratur seluruh konsepsi yang ada di dalam
literatur-literatur.

3. Desain Kajian

Desain kajian merupakan gambaran keseluruhan dari maksud dan alur kajian ini.

8
I. Definisi Istilah

Istilah yang penulis maksud di sini adalah ”psikoanalisis”. Penulis akan memaparkan
beberapa definisi psikoanalisis yang dibuat oleh Sigmund Freud sendiri dan definisi
kontemporer.

Psikoanalisis adalah salah satu aliran di dalam disiplin ilmu psikologi yang memiliki
beberapa definisi dan sebutan. Definisi tersebut dapat dipandang dari perspektif-perspektif
yang berbeda. Ada kalanya psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, ada
kalanya didefinisikan sebagai teknik penyembuhan, dan juga sebagai pengetahuan
psikologi. Definisi ini adalah hasil pemikiran Freud sendiri. Sekalipun banyak orang yang
terlibat dalam psikoanalisis, definisi-definisi ini lahir setelah Freud berpisah dari mereka.

Menurut definisi modern, psikoanalisis juga memiliki beberapa definisi. Pertama,


psikoanalisis adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika, faktor-
faktor psikis yang menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman masa
kanak-kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa. Kedua, psikoanalisis adalah
teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Ketiga,
psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.

Psikoanalisis memiliki sebutan-sebutan lain, yaitu Psikologi Dalam dan Psikodinamika.


Disebut Psikologi Dalam karena menurut Freud penyebab neurosis adalah gangguan jiwa
yang tidak dapat disadari, pengaruhnya lebih besar dari apa yang terdapat dalam
kesadaran, dan untuk menyelidikinya diperlukan upaya lebih dalam. Dan disebut
psikodinamika karena psikoanalisis memandang individu sebagai sistem dinamik yang
tunduk pada hukum-hukum dinamika, dapat berubah dan dapat saling bertukar energi.

J. Landasan Teori

1. Konsep Epistemologi

Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme= pengetahuan dan
logos= ilmu. Epistemologi juga disebut sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge).

9
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempertanyakan bagaimana pengetahuan
disusun, yang di dalamnya mempelajari asal mula atau sumber, struktur, dan metode dan
validitas pengetahuan. Adakalanya ruang lingkup epistemologi diperluas, yaitu
membicarakan hakikat pengetahuan (apa pengetahuan itu sesungguhnya), juga
membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.
Namun dalam pengertian Jujun S. Suriasumantri, bagian filsafat yang mempelajari tentang
hakikat diklasifikasikan dalam ontologi, yaitu menjawab tentang apa pengetahuan itu.
Atas landasan tersebut, maka yang dimaksud epistemologi dalam kajian ini hanya memuat
tiga komponen, yaitu asal mula atau sumber pengetahuan, struktur, dan metode untuk
mendapatkan pengetahuan. Dalam filsafat ilmu, epistemologi yang membahas asal mula
atau sumber pengetahuan pada umumnya dikategorikan dalam beberapa aliran yang akan
penulis paparkan berikutnya. Sedangkan yang membicarakan stuktur (yang dimaksud
adalah struktur berpikir pemikirnya) dan metode tidak dikategorikan dalam aliran-aliran
tertentu. Hal ini dikarenakan struktur dan metode untuk menghasilkan ilmu pengetahun
sangat beragam, sehingga tidak memiliki ciri-ciri khas yang dapat dikelompokkan.

Aliran-aliran yang Menjawab Persoalan Sumber Pengetahuan

a. Rasionalisme

Rasionalisme berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. Akal


memperoleh bahan lewat indera, kemudian diolah oleh akal sehingga menjadi
pengetahuan.

b. Empirisme

Empirisme berpandangan bahwa sumber pengetahuan diperoleh melalui indera. Jadi,


indera memperoleh kesan-kesan dari apa yang dilihat, kemudian kesan-kesan tersebut
berkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.

10
c. Realisme

Realisme berpandangan bahwa objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya
sendiri atau tidak tergantung pada subjek yang mengetahui, mencerap atau tidak
bergantung pada pikiran. Jadi menurut aliran realisme, pengetahuan tidak diketahui
melalui akal atau melalui panca indera.

d. Kritisisme

Kritisisme berpendirian bahwa pengetahuan bersumber dari akal dan indera. Akal dan
indera saling bekerjasama untuk memperoleh pengetahuan. Akal menerima bahan-bahan
pengetahuan dari indera (empiri ekstern) dan pengalaman (empiri intern). Bahan-bahan
tersebut sifatnya masih kacau, kemudian diatur oleh akal melalui pengamatan. Dengan
bahasa yang lebih mudah, pengamatan merupakan permulaan pengetahuan, sedangkan
pengolahan oleh akal merupakan pembentukannya.

2. Problem Epistemologi

Epistemologi yang menjadi syarat bagi terbentuknya ilmu pengetahuan ternyata memiliki
masalah pada dirinya sendiri.

11
Sigmund Freud dan Teori Psikoanalitik

Pendekatan psikoanalitik terhadap psikologi berpusat pada proses –proses bawah sadar yang
mempengaruhi perilaku kita. Pelopor teori psikodinamika yang paling terkenal adalah Sigmund
Freud.

Sigmund Freud (1856-1939) adalah seorang dokter berkebangsaan Vienna yang mengkhususkan
diri untuk mempelajari gangguan kejiwaan, terutama gangguan jiwa neurotik, yaitu gangguan
kejiwaan dimana penderita akan memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, mudah lelah,
insomnia, depresi, kelumpuhan, dan gejala-gejala lainnya yang berhubungan dengan adanya
konflik dan tekanan jiwa. Teori Freud ini dikenal dengan teori Psikoanalitik, yaitu teori
pemikiran Freud mengenai kepribadian, abnormalitas, dan perawatan penderita. Aliran
psikoanalitik disini tidak menampakkan adanya kemiripan dengan teori yang sudah dibicarakan
sebelumnya, karena pada dasarnya Freud sendiri tidak pernah bertujuan mempengaruhi psikologi
untuk keperluan akademis. Sejak ssemula Freud hanya bertujuan meringankan penderitaan
pasien-pasiennya, tetapi karena pengaruh dari teori psikoanalitik ini nyatanya telah menembus
psikologi sebagai ilmu, maka kita akan melihat teori ini sebagai salah satu teori di dalam
psikologi.

Beberapa pandangan yang diyakini oleh pengikut Freud adalah sebagai berikut:

1. Psikolog sebaiknya mempelajari dengan tekun mengenai hukum dan faktor-faktor


penentu di dalam kepribadian (baik yang normal ataupun yang tidak normal), dan
menentukan metode penyembuhan bagi gangguan kepribadian.
2. Motivasi yang tidak disadari, ingatan-ingatan, ketakutan-ketakutan, pertentangan-
pertentangan batin, serta kekecewaan adalah aspek-aspek yang sangat penting di dalam
kepribadian. Dengan membawa gejala-gejala tersebut ke alam sadarnya sudah merupakan
satu bentuk terapi bagi penderita kelainan/gangguan kepribadian.

3. Kepribadian seseorang terbentuk selama masa kanak-kanak dini. Dengan meneliti


ingatan-ingatan yang dimiliki seseorang ketika ia berusia 5 tahun, akan sangat besar
perannya bagi penyembuhan.

12
4. Kepribadian akan lebih tepat bila dipelajari di dalam konteks hubungan pribadi yang
sudah berlangsung lama antara terapis dan pasien. Selama terjadinya hubungan yang
seperti itu, maka pasien dapat menceritakan segala pikiran, perasaan, harapan, khayalan,
ketakutan, kecemasa, mimpi kepada terapis (introspeksi informal), dan tugas terapis ialah
mengobservasi serta menginterpretasikan perilaku pasien.

Tidak diragukan, pendekatan psikoanalitik telah menyumbangkan beberapa kontribusi penting


dalam psikologi, yaitu :

1. Mengenalkan pentingnya pikiran bawah sadar. Cabang-cabang lain dalam psikologi


belum berhasil menerangkan pengaruh bawah sadar terhadap perilaku dan perasaan.
Pengaruh bawah sadar sangat penting terutama dalam perilaku yang tidak masuk akal.
2. Mengenalkan pentingnya pengalaman masa kecil dan hubungan dengan orang lain.
Beberapa ahli psikologi akan menyangkal bahwa trauma masa kanak-kanak dan
hubungan keluarga berdampak kuat pada anak yang sedang berkembang.

3. Menerangkan masalah-masalah yang sulit dan penting. Masalah-masalah yang ditangani


psikologi psikoanalitik sangat penting bagi manusia.

Pendekatan yang berguna dalam memahami kesehatan mental, kendati tidak lengkap. Tak
banyak ahli psikologi yang percaya bahwa masalah kesehatan mental dapat dijelaskan dengan
faktor-faktor psikoanalitik, tetapi perspektif psikoanalitik memang bermanfaat dalam memahami
kesehatan mental yang dipengaruhi oleh gaya pola asuhan orangtua, trauma masa kecil dan lain-
lain.

Landasan Filosofik (Filsafat Ilmu)

Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme ilmu pengetahuan abad
XIX. Analisa terhadap pandangan psikoanalisis tersebut, terutama yang berkaitan dengan tugas
terapis yaitu observasi dan interpretasi perilaku, sejalan dengan metodologi positivisme Auguste
Comte. Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi. Kita mengobservasi
fakta; dan kalimat yang penuh tautology hanyalah pekerjaan sia-sia. Tindak mengamati sekaligus

13
menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipotetik, diperbolehkan oleh Comte. Itu
merupakan kreasi simultan observasi dengan hukum, dan merupakan lingkaran tak berujung.

Selain itu, pandangan-pandangan psikoanalisis tentang aspek-aspek penting kepribadian juga


sejalan dengan epistemology positivisme kritis dari Mach dan Avenarius, yang lebih dikenal
dengan empiriocritisisme. Menurutnya, fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk
membangun realitas. Realitas bagi keduanya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal
indrawi yang relatif stabil. Unsur hal yang indrawi itu dapat fisik, dapat pula psikis. Menurut
Popper, filsafat deterministic mencermati keteraturan biologik. Pooper dipengaruhi oleh Kant,
dimana ia menampilkan hipotesa besar imajinatifnya berupa teori keteraturan deterministic.
Alam semesta ini teratur. Ilmuwan berupaya membaca keteraturan tersebut. Dalam hal ini, uji
falsifikasi diharapkan diketemukan kawasan benar dan kawasan salah dari teori itu. Popper
menguji teorinya secara deduktif dengan uji falsifikasi, dan kesimpulan yang hendak dicapai
adalah kebenaran probabilistic. Teori relatifitas Einstein merupakan salah satu teori yang tepat
diuji validitasnya dengan uji falsifikasi Popper.

Sejalan dengan filsafat determinisme dari Popper tersebut, Freud menganggap organisme
manusia sebagai suatu energi kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang
dimakannya dan menggunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti sirkulasi, pernapasan,
gerakan otot, mengamati, berpikir, dan mengingat. Freud tidak melihat alasan untuk menganggap
bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau pencernaan adalah berbeda dari energi yang
dikeluarkan untuk berpikir dan mengingat, kecuali dalam hal bentuknya. Sebagaimana sangat
didengungkan oleh ahli-ahli ilmu alam abad XIX, energi harus didefinisikan berdasarkan sejenis
pekerjaan yang dilakukannya. Apabila pekerjaannya merupakan kegiatan psikologis, seperti
berpikir, maka Freud yakin bahwa adalah sangat sah menyebut bentuk energi ini energi psikis.
Menurut doktrin penyimpanan energi, energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain,
tetapi tidak dapat hilang dari seluruh system kosmis; berdasarkan pemikiran ini maka energi
psikis dapat diubah menjadi energi fisiologis dan demikian sebaliknya. Titik hubungan atau
jembatan antara energi tubuh dan energi kepribadian adalah id beserta insting-instingnya.

Telaah aksiologi terhadap aliran psikoanalisa ini akan tepat jika didekati dengan teori moral
tentang keutamaan dan jalan tengah yang baik dari Aristoteles. Aristoteles mengetengahkan

14
tendensi memilih jalan tengah yang baik antara terlalu banyak (ekses) dengan terlalu sedikit
(defisiensi). Keberanian merupakan jalan tengah antara kenekatan dengan kepengecutan.
Kejujuran merupakan jalan tengah antara membukakan segala yang menghancurkan dengan
menyembunyikan segala sesuatu. Pada dataran rasional, Aristoteles juga mengetengahkan teori
keutamaan intelektual, dalam tampilan seperti : efisiensi dan kreatif. Teori moral ini sangat
realistic, dimana dalam mengatasi konflik dilakukan dengan mencari jalan tengah yang terbaik

Sigmund Freud Biografi Dan Kepribadian


Sigmund Freud dianggap sebagai bapak
psikoanalisis. Sementara teori-teorinya sangat
kontroversial, hampir tak ada sesuatu yang diketahui
tentang dirinya. Berikut adalah biografi singkat  
Sigmund Freud yang akan membantu Anda untuk
mengetahui dan memahami orang dan psikoanalis
lebih baik.

Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Ayahnya tajam pikiran dan perasaan
yang baik dan ibu manusia dianggap sebagai wanita yang lincah. Dia adalah suami istri kedua
dan yang baik 21 tahun lebih muda dari dia. Ibu Freud hanya 21 tahun ketika ia melahirkan dia
dan ketika dia berusia empat atau lima, keluarganya pindah ke Wina.

Bahkan sebagai seorang anak sudah jelas bahwa dia brilian dan selalu berdiri pertama di
kelasnya. Setelah selesai sekolah, ia bergabung dengan sekolah kedokteran dan di sanalah dia
tertarik pada penelitian. Bawah bimbingan dari profesor fisiologi, Ernst Brücke, bahwa Freud
masuk ke penelitian. Brücke ini meneliti gagasan radikal reduksionisme pada waktu itu dan
Freud menghabiskan waktu bertahun-tahun berusaha keras untuk mengurangi kepribadian untuk
neurologi.

15
Freud riset sangat baik dan ia menghabiskan banyak waktu untuk meneliti neurofisiologi.
Dia bahkan menciptakan teknik khusus pewarnaan sel. Namun, posisi Brücke telah membatasi
untuk penelitian dan ada lebih banyak peneliti sebelum Freud. Jadi, Brücke membantu Freud
mendapatkan hibah untuk belajar dengan Charcot, seorang psikiater terkenal di Paris, dan
kemudian dengan fisiologi Bernheim di Nancy. Charcot dan Bernheim sedang meneliti
penggunaan hipnosis histeris.

Setelah yang merupakan penduduk di neurologi dan direktur bangsal anak-anak di Berlin,
Freud kembali ke Wina untuk menikahi tunangan waktu panjang Martha Bernays. Dia mulai
praktik sendiri di neuropsychiatry bersama dengan Yusuf Breur.

Itu selama waktu ini bahwa Freud mulai melakukan penelitian pada pasien laki-laki dan
perempuan dan keluar dengan banyak teori dan kertas. Sementara arus utama dikucilkan
komunitas medis Freud, ia masih berhasil mengumpulkan banyak peneliti dan psikiater brilian di
sekelilingnya. Masalah dengan Freud adalah bahwa dia tidak ada hubungannya dengan orang-
orang yang tidak sependapat dengan dirinya dan sebagai hasilnya banyak psikoanalis terang
meninggalkan mereka sendiri untuk membentuk mazhab pemikiran.

Tepat sebelum Perang Dunia II dimulai, Freud bermigrasi ke Inggris dari Austria Wina
sebagai telah menjadi tempat yang tidak aman bagi orang Yahudi. Namun, segera setelah
migrasi, pada tahun 1939, Freud meninggal karena kanker mulut dan rahang, penyakit ia
menderita selama 20 tahun terakhir.

Efek Dari Teori Sigmund Freud On Human Berpikir


Teori Sigmund Freud yang kontroversial ketika
ia datang dengan mereka dan mereka masih dianggap
kontroversial. Namun, harus cukup untuk mengatakan
 
bahwa efek dari teori Sigmund Freud pada pemikiran
manusia bukanlah suatu topik yang diperdebatkan oleh
banyak orang.

16
Sebagai contoh, itu Freud yang membuat orang berpikir tentang cara untuk
menyembuhkan banyak gangguan mental dan penyakit. La berperan dalam membuka pintu
untuk psikoterapi, yang masih disebut sebagai terapi bicara. Penelitian dan temuan dunia
menunjukkan bahwa orang yang menderita gangguan mental dapat disembuhkan atau diperbaiki
jika mereka berbicara tentang masalah-masalah mereka. Ketika Freud menyarankan hal ini di
abad ke-19, itu menyebabkan kegemparan di kalangan komunitas ilmiah. Namun, sementara
banyak psikoterapis menolak rincian teori-teori Freud, mereka masih menerapkan prinsip-prinsip
dasar ketika menangani pasien dan prinsip-prinsip ini berasal dari karya Freud.

Sementara banyak psikoterapis menolak teori-teori Freud, mereka tidak dapat menyangkal
bahwa praktek mereka menunjukkan pengaruhnya. Ada beberapa psikoterapis yang setuju
dengan teori Freud dan mengikuti sistem pengobatan dan ada orang lain yang telah diubah dan
mengubah pendekatannya.

Banyak filsuf telah mengagumi Freud dan itu adalah fakta bahwa banyak dari teori-
teorinya memiliki dampak yang besar pada sekolah Frankfurt pemikiran dan teori kritis. Perancis
filsuf seperti Jacques Derrida dan Jean-François Lyotard yang sangat dipengaruhi oleh teori-teori
Freud.

Model Freud pikiran sering melihat ke bawah dianggap sebagai filsuf percaya bahwa hal
itu tidak dapat menantang model pencerahan agen rasional, yang merupakan bagian penting
filsafat modern. Model Freudian pikiran menunjukkan bahwa sebagian alasan hanya terjadi
dalam pikiran sadar (juga dikenal sebagai ego). Pikiran berisi daerah tersembunyi, yaitu id dan
superego dan ini bertanggung jawab untuk memotivasi kegiatan sadar dan perilaku mengemudi.
Oleh karena itu, menurut model Freud pikiran, seseorang tidak bertindak keluar dari nalar dan
tindakannya didorong oleh banyak kekuatan tersembunyi yang dikendalikan oleh id dan
superego.

Efek dari teori Sigmund Freud pada pemikiran manusia tidak dapat disangkal. Teori-
teorinya yang kontroversial membantu psikolog dan psikologi lain akademisi untuk mengajukan
keyakinan mereka dan teori-teori.

17
Sigmund Freud Dan Sex Dan Agresi
Alasan tertua agresi manusia adalah bahwa
manusia diprogram untuk menjadi kekerasan dan
agresif. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kekerasan
 
adalah inheren built-in kecenderungan pada manusia.
Pendukung yang paling terkenal dari penjelasan ini
adalah Sigmund Freud.

Dia percaya bahwa agresi pada manusia adalah hasil dari kematian yang sangat kuat ingin.
Dia percaya bahwa semua manusia memiliki keinginan ini, yang pertama ditargetkan pada
kehancuran diri sendiri tapi segera itu akan berfokus pada orang lain.

Sigmund Freud's pandangan mengenai seks dan agresi tidak disukai oleh semua
psikoanalis dan filsuf. Pada kenyataannya, kebanyakan dari mereka cenderung tidak setuju
dengan Freud ketika datang ke seks dan agresi. Sebagai contoh, teori Freud Oedipus kompleks
mengatakan bahwa anak laki-laki memiliki perasaan seksual terhadap ibu mereka dan hal ini
membawa keinginan dalam diri mereka untuk membunuh dengan ayah mereka. Akibatnya, anak-
anak muda mengembangkan permusuhan terhadap ayah mereka dan melihat mereka sebagai
pesaing bagi ibu mereka kasih sayang, perhatian dan perawatan. Pada saat yang sama, perasaan
ini terhadap ibu menciptakan rasa takut di anak laki-laki dan perasaan seksual dan permusuhan
Namun, ditekan oleh ego. Segera superego berkembang dan anak-anak mulai menyalin ayah
mereka.

Versi wanita adalah Electra Kompleks Oedipus kompleks. Menurut teori ini, anak-anak
melihat ibu-ibu mereka sebagai saingan bagi ayah mereka kasih sayang dan kompleks inilah
yang mempengaruhi anak-anak 'hubungan dengan pria ketika mereka dewasa. Namun, Freud
tidak setuju dengan Electra kompleks.

Namun, pandangan ini diselenggarakan oleh Freud tidak diterima hari ini tetapi ada
psikoanalis dan psikoterapis yang mengikuti teori-teori Freud yang mungkin mereka memegang
pandangan yang sama seperti Freud tentang seks dan agresi.

18
Sigmund Freud Dan Trauma Seksual
Pada April 1896, Sigmund Freud disajikan
sebuah makalah tentang histeria ke Society for
Psychiatry dan Neurology. Kertas itu berjudul Etiologi
of Hysteria. Untuk menulis makalah ini, Freud
menggunakan laki-laki dan perempuan 18 pasien dan  
sampai pada suatu kesimpulan bahwa semua 18 mata
pelajaran itu merupakan korban dari trauma seksual
dan serangan seksual yang tidak diinginkan oleh para
pengasuh mereka.

Sebagai akibat dari trauma masa kecil, pasien ini histeria pembangunan di masa dewasa.

Berdasarkan temuan-temuannya, Sigmund Freud menyimpulkan bahwa rasa sakit psikis


internal bahwa pasien yang menderita adalah karena sebuah tindakan yang adalah pasien
mengalami sebagai anak-anak dari luar dan orang yang melakukan perbuatan itu dari lingkungan
sosial anak-anak.

Namun, makalah ini tidak diterima dengan baik sebagai psikolog pada waktu itu tidak
mengakui bahwa pelecehan seksual anak digunakan untuk mengambil tempat. Sebaliknya,
kolega Freud meragukan mengenai klaim.

Tulisan ini pada akhirnya menyebabkan apa yang dikenal sebagai teori Freud rayuan.
Freud percaya bahwa teori dapat memberikan solusi terhadap masalah asal histeria dan neurosis.
Menurut teori, ditekan kenangan masa kanak-kanak pelecehan seksual adalah alasan yang paling
penting bagi seseorang mengembangkan obsesional histeria dan neurosis.

Ketika Freud datang dengan alasan ini, ia percaya bahwa pasien yang memberikan fakta-
fakta tentang pelecehan seksual sebagai anak-anak dan ia menyimpulkan bahwa pelecehan
seksual adalah alasan neurosis dan masalah kesehatan mental lainnya pada pasien. Namun, itu
hanya beberapa tahun kemudian bahwa Freud menyadari bahwa banyak dari apa yang disebut
faktual cerita tentang pelecehan seksual dan trauma seksual pada kenyataannya fantasi yang
berasal dari imajinasi yang terlalu aktif. Hal ini menyebabkan Sigmund Freud untuk menarik

19
banyak klaim telah ia lakukan. Dia malah menyatakan bahwa temuan tidak benar karena subjek
perempuan telah berbohong tentang masa kecil mereka trauma pengalaman seksual. Hal ini pada
gilirannya mempunyai penyimpangan yang serius pada korban pelecehan seksual. Kisah mereka
tentang trauma dan pelecehan seksual tidak percaya selama beberapa dekade.

Sigmund Freud Pada Gangguan Kepribadian


Sigmund Freud's pendapat tentang gangguan
kepribadian yang keluar sangat jelas dari teori - tahap-
tahap perkembangan psikoseksual. Menurut teori ini,
perkembangan psikoseksual mengikuti urutan tertentu  
dan dapat mengakibatkan seseorang mengembangkan
kepribadian yang sehat atau kepribadian yang tidak
sehat.

Dasarnya Freud percaya bahwa setiap orang berkembang melalui tahap-tahap yang
didasarkan pada zona sensitif seksual tertentu. Jika setiap tahap tidak selesai dengan sukses, anak
menjadi terpaku pada zona sensitif seksual tertentu dan ketika anak menjadi dewasa, ia baik
melalui indulgensi atau di bawah pada zona indulgensi.

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual teori adalah teori kepribadian Sigmund Freud


pada gangguan dan tahapan adalah sebagai berikut:

 Oral Stage: Tahapan ini dimulai dari kelahiran dan terakhir sampai 18 bulan. Selama
tahap ini, anak memperoleh kenikmatan lisan melalui mengisap dan sebagian besar waktu
anak sibuk dengan kegiatan oral. Menurut Freud, terlalu banyak atau terlalu sedikit
kegemaran dapat mengakibatkan kepribadian lisan. Seseorang dengan kepribadian ini
cenderung merokok berlebihan, minum alkohol, lebih dari makan atau menggigit kuku.
Dalam hal kepribadian, orang-orang dengan kepribadian lisan terlalu banyak bergantung
pada orang lain, mereka mudah ditipu dan akan selalu menjadi pengikut dan tidak pernah
pemimpin. Namun, tipe kepribadian ini dapat melawan dorongan tersebut dan menjadi
pesimis dan menjadi agresif terhadap orang lain.

20
 Anal Stage: Mulai dari 18 bulan dan berlangsung sampai anak adalah 3 tahun. Di sini,
anak memperoleh kesenangan dari menghilangkan dan mempertahankan tinja. Melalui
orang tua, anak belajar untuk mengendalikan kenikmatan anus. Namun, dampak dari
hasil fiksasi anal dalam terobsesi dengan kebersihan, kesempurnaan dan kontrol. Tetapi
juga diketahui bahwa tipe kepribadian anal dapat menjadi kacau dan sangat berantakan.

 Tahap tahap phalik: Mulai dari 3 tahun dan berlangsung hingga 6 tahun. Di sini, anak
switch zona kesenangan ke alat kelamin. Menurut Freud, itu adalah selama tahap ini
bahwa anak mengembangkan Kompleks Oedipus dan pandangan ayahnya sebagai
saingan untuk menarik perhatian ibunya. Juga, anak menjadi takut bahwa ayahnya akan
menghukum dia karena perasaan terhadap ibu. Takut sama ini mendorong anak untuk
mengidentifikasi dengan ayah dan mulai meniru-nya bukan melawan dia, dan ini yang
membantu anak untuk mengembangkan karakteristik maskulin dan membantu untuk
menekan perasaan seksual terhadap ibunya. Sebuah fiksasi di tahap ini menyebabkan
anak laki-laki secara seksual menyimpang, bingung tentang identitas seksual dan lemah.

 Latency Stage: Tahap ini dimulai pada 6 tahun dan terakhir sampai masa pubertas.
Selama tahap ini semua dorongan seksual ditekan dan anak-anak cenderung untuk
bermain dengan anak lain yang sama jenis kelamin.

 Tahap genital: Mulai dari pubertas. Ini adalah tahap akhir perkembangan psikoseksual di
mana kebutuhan seksual menimbulkan kembali. Pada tahap ini, karena pengalaman masa
lalu, seorang anak berkonsentrasi pada lawan jenis dan zona utama kenikmatan adalah
alat kelamin.

Apakah Sigmund Freud apa Pikirkan Tentang Mimpi?


Mimpi tidak diragukan lagi misterius dan
banyak upaya telah dilakukan untuk memahami arti
mimpi. Banyak yang percaya bahwa mimpi tidak  
dapat tanpa makna yang diberikan fakta bahwa mereka
tampak begitu kuat.

21
Sementara banyak teoretikus telah berusaha menjelaskan mengapa orang bermimpi, tidak
ada seorang pun yang telah dapat memahami tujuan mimpi.

Beberapa peneliti merasa bahwa impian tidak memiliki tujuan nyata dan itulah mengapa
kita harus tidak peduli dengan berusaha untuk memahami makna. Meskipun demikian,
menafsirkan mimpi adalah sangat populer dan banyak ahli percaya bahwa mereka memiliki
makna.

Namun, orang-orang yang tertarik dalam psikoanalisis juga harus mencari tahu apa yang
dipikirkan Sigmund Freud mimpi. Setelah semua Freud adalah ayah dari psikoanalisis dan jika
ada yang bisa menjelaskan arti mimpi, itu adalah psikoanalisis.

Menurut Freud, subyek dan inti dari mimpi dihubungkan dengan pemenuhan sebuah
keinginan. Setidaknya ini adalah apa yang ia tulis dalam bukunya yang berjudul The
Interpretation of Dream. Freud percaya bahwa gambar dan peristiwa yang terjadi dalam mimpi
adalah keinginan bawah sadar orang yang bermimpi.

Mimpi Freud menjelaskan proses bermimpi dan ia mengatakan bahwa proses memiliki
empat unsur, yang adalah sebagai berikut:

 Kondensasi: Banyak ide-ide dan materi datang dalam satu mimpi dan sebagai akibatnya
mereka bisa diringkas menjadi satu gambar.
 Perpindahan: Di sini mimpi menyembunyikan makna emosional pikiran bawah sadar
oleh membingungkan yang penting dan tidak penting bagian dari mimpi.

 Simbolisasi: Di sini ide-ide direpresi dalam mimpi yang disensor dan mewakili sebagai
objek yang melambangkan pikiran bawah sadar dari mimpi.

 Sekunder Revision: Ini adalah tahap terakhir dari proses bermimpi dan semua aneh aneh
dan peristiwa-peristiwa dalam mimpi yang tersusun kembali sehingga mereka tampak
masuk akal dan dengan demikian memberikan arti mimpi terbuka.

22

Anda mungkin juga menyukai