Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMAHAMAN INDIVIDU TEKNIK TES


“Memahami Tes Intelegensi"

Dosen Pengampu :
Yurike Kinanti Karamoy, M.Pd.,Kons.

Di susun oleh :
1. Andik Asqurrohman : 1803402003
2. M. Yaskur : 1803402046

Program Studi Bimbingan Dan Konseling


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Jember
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Memahami Tes
Intelegensi”. Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Yurike Kinanti Karamoy, M.Pd.,Kons. selaku dosen mata kuliah Pemahaman Individu
Teknik Tes Universitas Islam Jember yang sudah memberikan kepercayaan kepada
kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat
bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga wawasan tentang materi tersebut
diatas.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata
yang kurang berkenan.

Jember, 12 Desember 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1 Pengertian Tes Intelegensi..........................................................................3
2.2 Manfaat Tes Intelegensi dalam Bimbingan dan Konseling........................5
2.3 Tujuan Tes Intelegensi................................................................................6
BAB III PENUTUP.............................................................................................8
3.1 Kesimpulan.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1812-1880, E.Seguin mengembangkan sebuah papan yang berbentuk
sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. E.Seguin merupakan salah
seorang pionir yang mengkhususkan diri pada pendidikn anak terbelakang mental dan
sebagai Bapak dari tes performansi. Tes E.Seguin ini kemudian distandarisir oleh Henry
H.Goddard (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:14 ).
Tahun 1882, Francis Galstron membuka pusat testing pertama di dunia. Salah satu dari
pemikiran Galstron menjadi dasar dikembangkannya pengukuran individual. Karena pada
kenyataannya individu tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya, tetapi memiliki
perbedaan individual.
Alfred Binet dan Victor Henri (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:14), mengemukakan
Skala Binet Simon. Ebbinghaus menciptakan completion test, yaitu suatu tes yang berupa
kalimat yang masih terbuka bagian belakangnya dan harus dilanjutkan. Melalui tes ini, dapat
dilakukan pengukuran psikologis dan secara langsung dapat memberikan diferensiasi antara
yang bodoh, rata-rata dan bright.
Salah satu orang yang mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran
psikologis adalah Joseph Jasrow (1863-1944). Kemudian, pada tahun 1896, G.C. Ferrari
mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental. August
Oehr, mengadakan penelitian tentang interelasi antara berbagai fungsi psikologis.
E.Kreplien, seorang psikiater mengembangkan empat macam tes yaitu, tes koordinasi
motorik, tes asosiasi kata-kata, tes fungsi persepsi dan tes ingatan (dalam Dewa Ketut
Sukardi, 1997:15).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Tes Intelegensi
2. Apa manfaat Tes Intelegensi dalam Bimbingan dan Konseling
3. Apa tujuan Tes Intelegensi

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Tes Intelegensi
2. Untuk mengetahui manfaat Tes Intelegensi dalam Bimbingan dan Konseling

1
3. Untuk mengetahui tujuan Tes Intelegensi

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tes Intelegensi
Dalam bukunya, Human Ability, Spearman & Jones (dalam Azwar, 2006:1)
mengemukakan adanya sebuah konsepsi lama mengenai suatu kekuatan yang dapat
melengkapi akal manusia dengan gagasan abstrak yang universal. Dalam bahasa Yunani,
kekuatan itu disebut nous, sedangkan upaya pemanfaatan kekuatan tersebut dikenal dengan
noesis. Kemudian kedua istilah tersebut dikenal sebagai intellectus dan intelligentia dalam
bahasa Latin. Perkembangan berikutnya, keduanya diterjemahkan dalam bahasa Inggris
menjadi intellect dan intelligence. Transisi bahasa tersebut ternyata juga membawa
perubahan makna. Intelligence yang semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara
nyata, kemudian berganti makna menjadi suatu kekuatan yang lain
Berbagai definisi yang dirumuskan oleh para ahli tampaknya memang menampakkan
adanya pergeseran tersebut. Namun demikian, definisi-definisi itu selalu mengandung
pengertian bahwa inteligensi merupakan suatu kekuatan atau kemampuan untuk melakukan
sesuatu.
Crider (dalam Azwar, 2006:3) mengatakan bahwa inteligensi bagaikan listrik; mudah
diukur namun hampir mustahil untuk didefinisikan. Pendapat ini sangat beralasan sebab sejak
awal kemunculannya hingga saat ini, belum ada definisi inteligensi yang dapat diterima
secara universal. Konsep mengenai inteligensi sebagai kemampuan mental memang banyak
disetujui, namun hal-hal apa saja yang dicakup dalam kemampuan mental tersebut masih
terus diperdebatkan.
Jika ditilik kembali ke awal perkembangan teori mengenai inteligensi, dapat kita lihat
bahwa kemampuan mental umum banyak dikaitkan pada faktor-faktor yang lebih bersifas
fisik, khususnya faktor penginderaan (sensasi) dan faktor persepsi. Sebagai contoh, James
McKeen Cattell, seorang pengikut Galton, mengembangkan suatu bentuk skala pengukuran
inteligensi yang banyak mengukur kemampuan fisik seperti kekuatan tangan menekan
dinamometer, kecepatan reaksi, kemampuan persepsi mata, dan semacamnya (Willerman
dalam Azwar, 2006:4). Galton sendiri berteori bahwa terdapat dua karakteristik yang dimiliki
oleh orang berinteligensi tinggi, yaitu: (a) energi/kemampuan untuk bekerja, dan (b)
kepekaan terhadap stimulus fisik. Dengan demikian, faham Galton ini jelas merupakan faham
yang berciri psikofisik dalam bidang inteligensi.
Perkembangan psikologi selanjutnya menggeser pandangan tentang inteligensi yang
bersifat fisikal tersebut ke arah pandangan yang bersifat mentalistik. Alfred Binet, seorang

3
tokoh utama perintis pengukuran inteligensi, bersama Theodore Simon, mendefinisikan
inteligensi sebagai terdiri atas tiga komponen, yaitu: (a) kemampuan untuk mengarahkan
pikiran atau mengarahkan tindakan, (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila
tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan (d) kemampuan untuk mengeritik diri sendiri
(autocriticism). Ahli lainnya, Lewis Madison Terman, mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak. Sedangkan H. H. Goddard mengatakan
bahwa inteligensi adalah tingkat kemmapuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang
akan datang (Garrison & Magoon dalam Azwar, 2006:5).
V.A.C. Henmon, salah seorang di antara penyusun Tes Inteligensi Kelompok
Henmon-Nelson, mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua macam faktor, yaitu: (a)
kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, dan (b) pengetahuan yang telah diperoleh.
George D. Stoddard juga menyebut inteligensi sebagai bentuk kemampuan untuk memahami
masalah-masalah yang bercirikan (a) mengandung kesukaran, (b) kompleks, yaitu
mengandung bermacam jenis tugas yang harus dapat diatasi dengan baik, dalam arti bahwa
individu yang berinteligensi tinggi mampu menyerap kemampuan baru dan memadukannya
dengan kemampuan yang sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi
masalah, (c) abstrak, yaitu mengandung simbol-simbol yang memerlukan analisis dan
interpretasi, (d) ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang
efisien waktu, (e) diarahkan pada satu tujuan, yaitu bukan dilakukan tanpa maksud melainkan
mengikuti suatu arah atau target yang jelas, (f) mempunyai nilai sosial, yaitu cara dan hasil
pemecahan masalah dapat diterima oleh nilai dan norma sosial, dan (g) berasal dari
sumbernya, yaitu pola pikir yang membangkitkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang
baru dan lain.
Menurut W.Stern (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16), inteligensi adalah
kemampuan untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berpikir abstrak,
kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instinktif, kemampuan menerima
hubungan yang kompleks.
Sejalan dengan itu, Weschler (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16) menyebutkan
bahwa inteligensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan suatu tujuan, untuk
berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya secara
memuaskan.

4
Menurut Binet (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16), inteligensi adalah kemampuan
untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam
rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri.
Intelegensi merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk
beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu. Intelegensi tecermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian
diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya

2.2 Manfaat Tes Intelegensi dalam Bimbingan dan Konseling


Penggunaan tes intelegensi dalam pelayanan bimbingan konseling tidak hanya
melibatkan konselor sebagai pelaksanan kegiatan bimbingan konseling, tetapi juga pihak-
pihak lain yang juga terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Hasil tes intelegensi
yang diperoleh dapat dipergunakan oleh berbagai pihak disekolah yaitu:
1. Sekolah, tes intelegensi dapat digunakan untuk menyaring calon siswa yang akan
diterima atau untuk menempatkan siswa pada jurusan tertentu, dan juga mengidentifikasi
siswa yang memiliki IQ di atas normal.
2. Guru, tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran pelajaran dan
mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan setara.
3. Konselor, tes intelegensi dapat digunakan untuk membuat diagnosa siswa, untuk
memprediksi hasil siswa dimasa yang akan datang, dan juga sebagai media untuk mengawali
proses konseling.
4. Siswa, tes intelegensi dapat digunakan untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri
dengan lebih baik, dan mengetahui kemampuannya.
5. Menganalisis berbagai masalah yang dialami murid
6. Membantu memahami sebab terjadinya masalah
7. Membantu memahami murid yang mempunyai kemampuan yang tinggi juga yang
rendah.

Secara umum, tes intelegensi dapat digunakan sebagai bahan diagnosa. Hasil tes
belum tentu perlu disampaikan dalam proses konseling, tetapi konselor maupun konseli
memerlukan gambaran yang menyeluruh dari diri seorang konseli. Dengan menggunakan

5
hasil tes intelegensi, konselor dapat melakukan diagnosa terkait perkembangan konseli
selama dan setelah proses konseling berlangsung. Selain itu, hasil tes intelegensi dapat
digunakan sebagai data penunjang. Jika tes yang digunakan tidak hanya tes atau tes
intelegensi, maka hasil tes intelegensi dapat digunakan untuk menunjang data yang telah
diperoleh dan diperlukan dalam kegiatan konseling.
Penggunaan tes intelegensi perlu memperhatikan beberapa prinsip dalam
pelaksanaannya di sekolah. Diantaranya sebagai berikut.
1. Diberikan untuk seluruh siswa, jika hanya diberikan kepada sekelompok siswa saja,
dikhawatirkan kesimpulan yang diambil nantinya tidak mencakup atau mewakili siswa secara
keseluruhan.
2. Diberikan dengan pertimbangan waktu yang baik, tes yang diselenggarakan dengan
rencana yang matang akan memiliki manfaat yang cukup besar dari hasil yang diberikan
tersebut.
3. Dilakukan dengan cara yang benar, tes harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak
disalahgunakan agar dapat memberikan manfaat kepada siswa dan juga pada sekolah.
4. Proses skoring harus dilakukan dengan tepat dan teliti.
5. Hasil tes harus diinterpretasikan berdasarkan norma yang wajar.
6. Hasil tes hendaknya disajikan dengan cara yang mudah dimengerti oleh siswa, orang tua,
kepala sekolah, guru dan konselor. Dapat disertai dengan keterangan-keterangan yang
menunjang.

Kegiatan konseling memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan kegiatan
bimbingan yang lain, dan dalam praktiknya ada yang menggunakan hasil tes untuk
mengawali sebuah proses konseling. Hasil tes intelegensi dapat digunakan sebagai bahan
diagnosa. Hasil tes belum tentu perlu disampaikan dalam proses konseling, tetapi konselor
maupun konseli memerlukan gambaran yang menyeluruh dari diri seorang konseli. Dengan
menggunakan hasil tes intelegensi, konselor dapat melakukan diagnosa terkait perkembangan
konseli selama dan setelah proses konseling berlangsung. Selain itu, Hasil tes intelegensi
dapat digunakan sebagai data penunjang. Jika tes yang digunakan tidak hanya tes atau tes
intelegensi, maka hasil tes intelegensi dapat digunakan untuk menunjang data yang telah
diperoleh dan diperlukan dalam kegiatan konseling.

2.3 Tujuan Tes Intelegensi


Tujuan tes inteligensi menurut Raisa (2012, online) yaitu:

6
1. Tes intelegensi dapat digunakan menempatkan siswa pada jurusan tertentu.
2. Untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki IQ di atas normal.
3. Tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran pelajaran dan
mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan setara.
4. Tes intelegensi dapat digunakan untuk memprediksi hasil siswa dimasa yang akan
datang, dan juga sebagai media untuk mengawali proses konseling.
5. Tes intelegensi dapat digunakan siswa untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri
dengan lebih baik, serta mengetahui kemampuannya.
6. Untuk mengukur kemampuan verbal, mencakup kemampuan yang berhubungan dengan
simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya.
7. Alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta aktivitas-aktivitas
lain dalam hidup sehari-hari.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Intelegensi merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk
beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu. Intelegensi tecermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian
diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Anne Anastasi, Susan Urbine. 1997. Psychological Testing, 7e (Alih Bahasa Robertus
H.Imam, Jilid I). Jakarta: PT Prenhallindo.
2. Anastasi, A. & Urbina, S. 1997. Psychological Testing. Upper Saddle River, NJ:
Prentice-Hall International, Inc.

Anda mungkin juga menyukai