Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL

GANGGUAN TIDUR

Dosen Pengampu: Tita Rosita,S.Psi., M.Pd

Disusun Oleh :

Amelia Solihah (20010188)

Aldy Rizqi Gumilar (20010252)

Dyah Wulandhari (20010032)

Irna Maryana (20010024)

Mardliyah Azda Putri Basyari (20010250)

Yadi Mulyadi (20010344)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SILIWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Lembut, karena berkat dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi pembahasan
tentang Psikologi Abnormal, yaitu mengenai Gangguan Tidur.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Psikologi
Abnormal yang selalu memberikan ilmu pengetahuan dan membuka paradigma baru yang
berguna bagi penyusun. Selain itu, penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua
dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan dalam proses belajar daring di perkuliahan
ini. Semoga dukungan dan semangat tersebut dapat menjadi motivasi penyusun dalam
mengembangkan diri dan berkarya.

Makalah ini diharapkan dapat menjadi motivasi belajar bagi kami yang sedang dalam proses
belajar dan memperkaya wawasan kami mengenai Psikologi Abnormal. Semoga kita semua
selalu memiliki semangat dalam belajar dan berkarya.

Bandung, 05 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................................ iii
PENDAHULUAN .................................................................................................................... iii
I. Latar Belakang ................................................................................................................. iii
II. Rumusan Masalah ............................................................................................................ iii
III. Tujuan Masalah ............................................................................................................... iv
BAB II ........................................................................................................................................ 1
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 1
I. Perilaku Abnormal ............................................................................................................ 1
II. Gangguan Tidur ................................................................................................................ 1
III. Penyebab Gangguan Tidur .............................................................................................. 2
IV. Gangguan Tidur yang Umum Terjadi ............................................................................ 4
V. Gejala dan Diagnosis Gangguan Tidur ........................................................................... 5
VI. Penanganan ........................................................................................................................ 7
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PENUTUP ................................................................................................................................. 9
I. Kesimpulan ........................................................................................................................ 9
II. Saran................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi manusia, karena manusia
membutuhkan waktu untuk istirahat setelah menjalani kegiatan yang sangat menguras energi.
Tidur mengklaim sekitar sepertiga masa hidup kita, lebih banyak daripada usaha pencapaian
apa pun dalam hidup kita. Shakespear melukiskan tidur sebagai “pemberi gizi utama dalam
jamuan hidup”. Shakespear mengemukakan bahwa bagi sebagian terbesar manusia istirahat
dalam penting untuk menjaga badan, pikiran dan semangat dalam keadaan baik. Robert Mck
Nish, didalam bukunya the phylosophy of sleep (1834), mengemukakan bahwa tidur
merupakan keadaan di antara hidup dan mati.

Keuntungan penting dari tidur mencakup pengembalian kondisi tubuh, adaptasi,


pertumbuhan, dan ingatan. Banyak para ahli neurosains juga percaya bahwa tidur memberikan
kesempatan bagi saraf-saraf yang bekerja ketika kita terjaga untuk domatikan dan
memperbaiki diri mereka sendiri (National Institute of Neurological Disorders and Stroke,
2001). Tidur dapat membantu tubuh menyimpan tenaga dan sumber daya lainnya yang
dibutuhkan tubuh untuk mengatasi infeksi (Irwin et al, 2006). Tidur juga dapat mempengaruhi
penilaian moral.

Ketika kita tidak cukup tidur, tubuh sering tidak berfungsi dengan baik, secara fisik dan
mental. Kekurangan tidur sangat berpengaruh dan membuat tubuh stress dan, tentu saja
terhadap otak. Banyak orang menderita gangguan tidur yang tidak terdiagnosis dan tidak
tertangani yang membuat mereka harus bergelut melewati hari mereka, mereka tidak
termotivasi dan merasa lelah.

II. Rumusan Masalah


1. Bagaimana bentuk perilaku Abnormal?
2. Apa itu gangguan tidur?
3. Apa penyebab dari gangguan tidur?
4. Apa saja gangguan tidur yang umum terjadi?
5. Bagaimana gejala dan diagnosis gangguan tidur?
6. Bagaimana penanganannya?

iii
III. Tujuan Masalah
1. Mengetahui perilaku Abnormal.
2. Mengetahui definisi dari gangguan tidur.
3. Mengetahui penyebab dari gangguan tidur.
4. Mengetahui gangguan tidur yang umum terjadi.
5. Mengetahui gejala dan diagnosis gangguan tidur.
6. Mengetahui penanganan gangguan tidur.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

I. Perilaku Abnormal

Perilaku abnormal adalah segala perilaku yang dapat dilihat melalui indikator:

i. Kejarangan Statistik
1. Perilaku tersebut jarang ditemukan
2. Seringkali digunakan untuk mendiagnosis RM
3. Distribusi normal dalam populasi
ii. Pelanggaran Norma
1. Melanggar norma sosial / mengancam / mencemaskan mereka yg mengamati
2. Serangan verbal, fisik, PL antisosial psikopat, PL OCD, dialog pasien psikotik
iii. Distress Pribadi
1. Tekanan pribadi
2. Apabila menciptakan tekanan & siksaan besar pada orang yg mengalaminya
3. Psikopat >< OCD
iv. Ketidakmampuan atau disfungsi Perilaku
1. Ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidupnya
2. Contoh: gangguan hubungan seksual dengan pasangan akibat paranoid.
v. Respon yang Tidak Diharapkan
1. Disabilitas dianggap abnormal apabila merupakan respon yang tidak diharapkan
terhadap stresor lingkungan.

II. Gangguan Tidur

Gangguan tidur adalah salah satu gejala depresi yang termuat dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV).

Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya
gangguan dengan jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu. Kuantitas tidur
inadekuat adalah durasi tidur yang inadekuat berdasarkan kebutuhan tidur sesuai usia akibat
kesulitan memulai (awitan tidur yang terlambat) dan atau mempertaruhkan tidur (periode

1
panjang terjaga di malam hari). Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya
tidur akibat periode singkat terjaga di malah hari yang sering dan berulang.

III. Penyebab Gangguan Tidur


i. Penggunaan Media Elektronik

Kepemilikan media elektronik mengalami peningkatan sehingga mengakibatkan


penggunaan yang berlebihan dan mengganggu pola tidur.

Penelitian National Sleep Foundation pada tahun 2004 menunjukkan bahwa remaja
yang memiliki 4 media elektronik di dalam kamar tidur mengalami kurang tidur
dibandingkan dengan yang memiliki 3 atau kurang media elektronik. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan media elektronik yang kurang terkontrol pada remaja
menjadi salah satu penyebab kurangnya jam tidur dan penundaan waktu tidur.

ii. Penyakit

Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan
gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada
biasanya. Siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.

iii. Lingkungan

Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya
stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Contoh,
temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur
seseorang. Seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan
kondisi tersebut.

iv. Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah
seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya
siklus REM akan kembali memanjang.

v. Gaya hidup

Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur
pada waktu yang tepat.

2
vi. Stres emosional

Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat
meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini
menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya
terjaga saat tidur.

vii. Stimulan dan alkohol

Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga
dapat mengganggu pola tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus
tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat menyebabkan individu sering kali
mengalami mimpi buruk.

viii. Diet

Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga
di malam hari. Penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan
sedikitnya periode terjaga di malam hari.

ix. Merokok

Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Perokok
sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.

x. Medikasi

Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hipnotik dapat


mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan
mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui
dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.

xi. Motivasi

Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang.
Perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan
kantuk.

3
IV. Gangguan Tidur yang Umum Terjadi
i. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas


maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya
bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah.

ii. Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang
tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anakanak. Beberapa turunan parasomnia antaralain
sering terjaga (misalnya: tidur berjalan, night terror), gangguan transisi banguntidur
(misalnya: mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM (misalnya: mimpi buruk),
dan lainnya (misalnya: bruksisme).

iii. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama
pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan sistem
saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (misalnya:
hipertiroidisme). Hipersomnia pada kondisi tertentu dapat digunakan sebagai mekanisme
koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.

iv. Narkolepsi

Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba
pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau sleep attack.
Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang
menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM. Alternatif pencegahannya adalah
dengan obat-obatan, seperti amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau dengan
antidepresan seperti imipramin hidroklorida.

v. Apnea Saat Tidur

Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik pada
saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering terjaga
di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan pada siang hari, sakit kepala disiang hari,
iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

4
V. Gejala dan Diagnosis Gangguan Tidur
i. Gangguan Jadwal Tidur-Jaga Non-Organik

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

1. Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama (out of synchrony) dengan pola tidur-jaga
yang normal bagi masyarakat setempat;
2. Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan hipersom nia pada waktu kebanyakan orang
jaga, yang dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan atau berulang dengan
kurun waktu yang lebih pendek.
3. Ketidak-puasan dalam kuantitas, kualitas, dan waktu tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.

Adanya gejala gangguan jiwa lain, seperti anxietas, de presi, hipomania, tidak menutup
kemungkinan diagnosis gangguan jadwal tidur-jaga non-organik, yang penting adanya
dominasi gambaran klinis gangguan ini pada penderita. Apabila gejala gangguan jiwa lain
cukup jelas dan menetap harus dibuat diagnosis gangguan jiwa yang spesifik secara terpisah.

ii. Somnambulisme (`SleepWalking)

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

1. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya
pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan; (kesadaran berubah).
2. selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong (blank, staring face), relatif
tak memberi res pons terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau
untuk berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat disadarkan/dibangunkan dari
tidur nya dengan susah payah.
3. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok paginya), individu tidak ingat
apa yang terjadi;D
4. alam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada
gangguan aktivitas mental,walaupun dapat dimulai dengan sedikit bi ngung dan
disorientasi dalam waktu singkat.
5. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.

5
Somnambulisme harus dibedakan dari serangan Epilepsi Psikomotor dan Fugue
Disosiatif.

iii. Teror Tidur (Night Terros)

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

1. Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan berteriak
karena panik, disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktivitas
otonomik seperti jantung berdebar-debar, napas cepat, pupil melebar, dan berkeringat;
2. Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1 10 menit, dan biasanya
terjadi pada sepertiga awal tidur malam;
3. Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk mempengaruhi
keadaan teror tidur nya, dan kemudian dalam beberapa menit setelah ba ngun biasanya
terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang,
4. Ingatan terhadap kejadian, kalaupun sangat minimal (biasanya terbatas pada satu atau
dua bayangan-bayangan yang terpilah-pilah);
5. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.

Teror tidur harus dibedakan dari Mimpi Buruk, yang biasanya terjadi setiap saat dalam
tidur, mudah di bangunkan, dan teringat dengan jelas kejadiannya. Teror tidur dan
somnambulisme sangat berhubungan erat, keduanya mempunyai karakteristik klinis dan
patofisio logis yang sama.

iv. Mimpi Buruk (Nightmares)

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diag nosis pasti:

1. Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan
yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya perihal ancaman
kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri; terbangun-nya dapat terjadi kapan saja
selama periode tidur, tetapi yang khas adalah pada paruh kedua masa tidur;
2. Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, indi vidu segera sadar penuh dan
mampu mengenali ling kungannya;
3. Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan
cukup berat bagi individu.

6
Sangat penting untuk membedakan Mimpi Buruk dari Teror Tidur, dengan
memperhatikan gambaran klinis yang khas untuk masing-masing gangguan.

VI. Penanganan
i. Relaksasi

Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku yang pertama kali
dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago, yang mengembangkan metode
fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu
teknik untuk mengurangi ketegangan. Jacobson berpendapat bahwa Semua bentuk ketegangan
termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Utami, 1993). Jika seseorang
dapat diajarkan untuk merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar relaks.

Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan
mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini
diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan
seseorang untuk memasuki fase tidur awal.

Sebagai dasar teori relaksasi adalah sebagai berikut. Pada sistem saraf manusia terdapat
sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan
gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, jari-jari dan
sebagainya. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang otomatis,
misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler, gairah seksual dan sebagainya. Sistem saraf
otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling
berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-
organ tubuh, memacu meningkatnya detak jantung dan pernafasan, menurunkan temperatur
kulit dan daya hantar kulit, dan juga akan menghambat proses digestif dan seksual. Sistem
saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf
simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatis.
Selama sistem-sistem tersebut befungsi normal dalam keseimbangan, bertambahnya akfivitas
Sistem yang satu akan menghambat atau manaikan efek sistem yang lain. Pada waktu individu
mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangkan
pada waktu relaksasi yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis, dengan demikian
relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul
counter conditioning dan penghilangan (Prawitasari, 1988).

7
Apabila Individu melakukan relaksasi ketika ia mengalami ketegangan atau kecemasan,
maka reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan individu akan berkurang, sehingga la akan
merasa rileks. Apabila kondisi fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang
(Lichstein, 1993).

8
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan

Pola tidur adalah suatu hal yang harus di jaga dengan baik. Karena gangguan tidur
merupakan salah satu dari perilaku abnormal. Menjaga pola tidur adalah sama dengan kita
menjaga kesehatan mental.

II. Saran

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata
sempurna kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah
dengan sumber-sumber lebih banyak dan lebih bertanggung jawab.

9
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT Nuh Jaya

Amalina, S., Sitaresmi, N, M,. & Gamayanti, L, I,. (2015). Hubungan Penggunaan Media
Elektronik dan Gangguan Tidur. Sari Pediatri, 17(4),274-275.

Radityo E. Depresi dan Gangguan Tidur. Universitas Udayana, 8-9.

Purwanto,S. (2008). Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi. Universitas


Muhammadiyah Surakarta, 1(2),145-146.

10

Anda mungkin juga menyukai