Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER

PSIKOLOGI DAN PENDEKATAN DALAM KONSELING

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd., Kons

NAMA : AMINAH DAULAY


NIM :19006006

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
UJIAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah : Psikologi dan Pendekatan dalam Konseling
Dosen : Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd., Kons
Semester : Juli – Desember 2021

Petunjuk Ujian:
1. Tulis identitas Anda secara lengkap seperti (Nama, NIM, Jurusan).
2. Bacalah soal di bawah ini secara teliti.
3. Waktu pengerjaan 24 Jam (mulai hari Selasa 13.20 s/d hari Rabu 13.19 Wib)
4. Lembar jawaban ujian dikumpulkan pada https://elearning2.unp.ac.id/
5. Kerjakan secara sendiri-sendiri.
6. Kemiripan jawaban Anda melebihi 20% akan merugikan diri Anda sendiri.
7. Gunakan waktu pengerjaan soal UTS ini sebaik mungkin.
8. Kumpulkan jawaban UTS Anda paling lambat jam 13.19 Wib hari Rabu Tanggal 03
November 2021, karena sistem di https://elearning2.unp.ac.id/ akan menolak
jawaban Anda yang mengumpulkan jam 13.20 Wib.
9. Jika anda tidak bisa mengumpulkan jawaban UTS Anda pada
https://elearning2.unp.ac.id/ maka UTS Anda akan diganti dengan ujian lisan secara
langsung.

Soal Ujian:
1. Pada pendekatan konseling psikoanalisis klasik untuk struktur kepribadian terdiri
dari id, ego, dan superego. Jelaskan maksud dari id, ego, dan superego, penjelasan
Anda disertai dengan contoh!
2. Buat ringkasan teori-teori konseling yang sudah kita pelajari (konseling
psikoanalisis klasik, konseling ego, konseling psikologi individual, dan konseling
analisis transaksional). Ringkasan sekitar 3 halaman dengan ketikan kuarto (A4) 1
spasi dengan huruf Times New Roman ukuran font 12. Ringkasan tersebut meliputi :
- Pandangan tentang manusia
- Perkembangan kepribadian
- Tujuan konseling
- Proses dan teknik-teknik konseling
3. Cari dan kemukakan satu masalah, kemudian terapkan keempat teori konseling yang
telah kita pelajari itu terhadap masalah yang Anda kemukakan. Masalah itu boleh 1
untuk 4 teori atau 1 masalah untuk 1 teori.

SELAMAT BEKERJA
1. Id, Ego, dan Superego

Dalam buku Ego dan Id (1923), untuk pertama kali Freud melukiskan suatu teori
baru tentang susunan hidup psikis. Seperti sudah diketahui, dalam susunan pertama ia
membedakan dua sistem: sistem Sadar-Prasadar, di samping sistem Tak Sadar. Yang Tak
Sadar itu disamakan dengan yang direpresi, sedangkan yang merepresi adalah Ego atau
sistem Sadar-Prasadar. Lama-kelamaan, teori pertama itu bagi Freud tidak memadai lagi.
Terutama karena penelitian lebih lanjut sudah menyatakan kepadanya bahwa dalam rangka
proses represi, apa yang merepresi bersifat tak sadar pula. Dalam buku yang disebut tadi,
Freud membedakan tiga sistem dalam hidup psikis: Id, Ego, dan Superego. Dalam
peristilahan psikoanalisis tiga faktor ini dikenal juga sebagai tiga "instansi" yang menandai
hidup psikis. Marilah kita memandang ketiga instansi ini lebih dekat.

Id adalah lapisan psikis yang paling mendasar: kawasan di mana Eros dan Thanatos
berkuasa. Di situ terdapat naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-
keinginan yang direpresi. Hidup psikis janin sebelum lahir dan bayi yang baru lahir terdiri
dari Id saja. Dan, Id itu menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut. Id
sekali-kali tidak terpengaruh oleh kontrol pihak Ego dan prinsip realitas. Di situ, prinsip
kesenangan masih mahakuasa. Dalam Id, tidak dikenal urutan menurut waktu; sebetulnya Id
sama sekali tidak mengenal waktu (timeless). Hukum-hukum logika (khususnya prinsip
kontradiksi) tidak berlaku bagi Id. Akan tetapi, sudah ada struktur tertentu, berkat
pertentangan antara dua macam naluri, naluri-naluri kehidupan dan naluri-naluri kematian.

Ego tidak boleh disamakan dengan apa yang dalam psikologi non analitis diberi
nama Ego atau Aku. Menurut Freud, Ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena
kontaknya dengan dunia luar, khususnya orang di sekitar bayi kecil seperti orangtua,
pengasuh, dan kakak atau adik. Aktivitasnya bersifat sadar, prasadar, maupun tak sadar.
Untuk sebagian besar, Ego bersifat sadar dan sebagai contoh aktivitas sadar boleh disebut:
persepsi lahiriah, persepsi batin, proses-proses in telektual. Sebagai contoh tentang aktivitas
prasadar dapat dikemukakan fungsi ingatan. Dan, aktivitas tak sadar Ego dijalankan dengan
mekanisme-mekanisme pertahanan (defence mechanism). Ego seluruhnya dikuasai oleh
prinsip realitas, seperti tampak dalam pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan tuntutan-
tuntutan sosial, yang rasional dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Adalah tugas Ego
(bukan Id dan naluri-naluri) untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin
penyesuaian dengan lingkungan sekitar, juga untuk memecahkan konflik-konflik dengan
realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain.
Ego juga mengontrol apa yang masuk kesadaran dan apa yang akan dikerjakan. Akhirnya,
Ego menjamin kesatuan kepribadian; dengan kata lain, berfungsi mengadakan sintesis.

Instansi yang ketiga, Superego, dibentuk melalui jalan internalisasi (internalization),


artinya larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar (pengasuh-pengasuh,
khususnya orangtua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam.
Dengan kata lain, Superego adalah buah hasil proses internalisasi, sejauh larangan-larangan
dan perintah-perintah yang tadinya ditemui sebagai "asing" bagi si subjek akhirnya
dianggap sebagai sesuatu yang ber asal dari subjek sendiri. "Engkau tidak boleh... "atau"
engkau harus..." menjadi "Aku tidak boleh... "atau" aku harus...". Superego merupakan
dasar hati nurani, moral. Aktivitas Superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego
yang dirasa kan dalam emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa menyesal, dan lain
sebagainya. Sikap-sikap seperti observasi diri, kritik diri, dan inhibisi berasal dari Superego.
Dalam pembentukan Superego, menurut pandangan Freud kompleks Oidipus memainkan
peranan besar. Teori baru tentang naluri-naluri dan susunan hidup psikis mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting dalam praktik psikoanalisis. Konflik tidak lagi dianalisis
sebagai pertentangan antara naluri-naluri, tetapi sebagai pertahanan Ego terhadap dorongan-
dorongan naluriah, di mana agresivitas mempunyai tempat yang sama penting dengan
seksualitas. Sehingga harus disimpulkan bahwa agresivitas memiliki andil yang sama besar
seperti seksualitas dalam menyebabkan neurosis. Karena itu, kiranya sudah jelas bahwa
tuduhan panseksualisme (maksudnya: bahwa segala sesuatu diasalkan dari seksualitas) yang
masih tetap diajukan terhadap pemikiran Freud tidak sesuai dengan kenyataan dan
menunjukkan bahwa orang yang mengatakannya kurang mengenal ajaran Freud secara
keseluruhan.

2. ~Konseling psikoanalisis klasik


- Pandangan tentang manusia
Menurut Muhammad Surya (2003:28) Freud berasumsi bahwa manusia pada
hekekatnya bersifat biologis dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku
merupakan fungsi mereaksi secara mendalam terhadap dorongan-dorongan itu. Manusia
menurut aliran yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini adalah makhluk yang digerakkan
oleh suatu keinginan yang terpendam dalam jiwanya (Homo Volens) (Edwi Arief Sosiawan.
2008) Aliran psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia, Fokus aliran
ini adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah.

- Perkembangan kepribadian
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat
manusia, dan metode psikoterapi, berorientasi untuk berusaha  membantu  individu untuk
mengatasi ketegangan psikis  yang bersumber  pada  rasa  cemas dan rasa terancam yang
berlebih-lebihan  (anxiety). Menurut pandangan  Freud, setiap  manusia didorong oleh
kekuatan-kekuatan irasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari
dan oleh kebutuhan-kebutuhan  alamiah yang  bersifat biologis dan naluri.

- Tujuan konseling
Tujuan konseling pendekatan Psikoanalaisis Klasik adalah menjadikan hal-hal yang
tidak disadari klien menjadi disadarinya. Tujuan itu dicapai dengan membuat konflik-
konflik yang tidak dapat disadari menjadi disadari dan dengan menguji dan menjajaki
materi yang bersifat intra psikis. Dalam hal ini konselor membantu klien menghidupkan
kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus konflik-
konflik yang direpresi. Setelah pengungkapan materi yang tidak disadari dan mengganggu
itu, kemudian konselor berusaha merasionalkan kesan-kesan itu, sehingga klien menyadari
bahwa kesan yang dibawanya tersebut tidaklah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

- Proses dan teknik-teknik konseling


Menurut Taufik (2009: 37) strategi pokok dari konseling psikoanalisis klasik adalah
Kataris, yaitu usaha melepaskan kesan-kesan yang selalu mendesak dari bawah sadar klien,
yang selama ini tidak bisa dilepaskan atau selalu direpresi. Menurut Prayitno (2004: 44)
teknik konseling psikoanalisis klasik adalah membangun suasana bebas tekanan. Dalam
suasana bebas tekanan tersebut klien menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada dirinya
(tingkah lakunya) dan mengarahkan diri untuk membangun tingkah laku yang baru.
Teknik dasar konseling psikoanalisis klasik yaitu:
a. Asosiasi bebas
Pada asosiaso bebas memberikan kesempatan seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya kepada
klien untuk mengemukakan atau mengungkapkan apa yang terasa, terpikirkan, teringat, dan
ada pada dirinya.
b. Transferensi
Merupakan proses mengarahkan perasaan-perasaannya (yang tertekan) kepada konselor
dengan mengandaikan konselor adalah subjek yang menyebabkan perasaan tertekan itu.
c. Interprestasi
Membawa klien memahami dan menghadapi dunia nyata melalui pemikiran yang objektif.

~Konseling ego
- Pandangan tentang manusia
Erickson tidak sependapat dengan Sigmund Freud tentang hakekat manusia, dan dia
beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana “binatang” yang hanya
bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya,
(dalam hal ini Sigmund Freud cenderung melihat bahwa pada dasarnya tingkah laku
manusia itu adalah dalam rangka memnuhi kebutuhan id-nya). Selanjutnya dikemukakan
Erickson bahwa manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, tetapi manusia itu lahir
ke dunia untuk merespon perangsang-perangsang yang berbeda-beda, misalnya individu
dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, perlu
melakukan sesuatu untuk keperluan orang lain disekitarnya dan lain-lain.

- Perkembangan kepribadian
Dalam perkembangan individu Erikson membaginya menjadi perkembangan yang
sukses dan perkembangan yang gagal pada setiap tahap perkembangan.

- Tujuan konseling
Menurut C.H. Patterson (1966), tujuan konseling berdasarkan pandangan teori
Erikson, ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi penuh. Hansen,
dkk., (1977) menambahkan bahwa tujuan konseling adalah melakukan perubahan-
perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapaat
terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrity). Terintegrasinya ego seseorang
dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada tahap perkembangan yang sukses dilalui individu
dan berjalan atau tidaknya fungsi ego.nya. ego yang baik adalah ego yang luwes, yaitu yang
selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana dia berada.

- Proses dan teknik-teknik konseling


Proses Konseling:
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :
a. Pertama-tama membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan
kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal
lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.
b. Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.
c. Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang
dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya
d. Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh,
konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi
diri sendiri dan lingkungannya

Teknik Konseling:
a. Konselor membina hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul
kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
b. Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh
klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya
melemah .
c. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan
langsung dengan perasaan juga disinggung.
d. Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan
tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat).

~Konseling psikologi individual


- Pandangan tentang manusia
Menjelaskan perilaku manusia menurut teori Adler dapatlah berpegang pada
pernyataan Adler sendiri, bahwa tujuan akhir perilaku individualah yang dapat dijadikan
gambaran untuk menerangkan perilaku tersebut. jadi aktivitas seperti perkawinan,
pelanggaran hukum, bunuh diri, humor, keadaan supranatural, merokok, bermain dan
reakreasi, serta psikoseneurosis, adalah aktivitas yang bertujuan menurut apa yang
dirumuskan oleh individu, yang dipengaruhi oleh perasaan rendah diri atau superior yang
khas, gaya hidup dan diri yang kreatif yang khas pula. Jadi sukar untuk menafsirkan satu
aktivitas yang mempunyai makna aktivitas itu sangat khas untuk tiap orang dan hanya dapat
dirumuskan oleh dirinya sendiri, atau setidak-tidaknya oleh tindakan yang ditampilkannya.

- Perkembangan kepribadian
1.      Dasar kepribadian terbentuk pada usia empat – lima tahun pertama.
a) Pada awalnya manusia dilahirkan dengan feeling of inferiority (foi) yang selanjutnya
menjadi dorongan bagi perjuangannya kea rah feeling of superiority (fos).
b) Anak-anak menghadapi lingkungannya dengan kemampuan dasarnya dan
menginterpretasikan lingkungannya itu dan pada saat itu juga social interest-nya juga
berkembang.
c) Selanjutnya terbentuklah life style yang unik pada masing-masing individu --- human
individuality yang bersifat: self-deterministik, teleologis, dan holistic.
d) Sekali terbentuk life style sukar untuk berubah; perubahannya akan membawa
kepedihan.
2.   Individu sukar menyadari sepenuhnya life style-nya sendiri, untuk menjelaskannya
biasanya diperlukan orang lain.

- Tujuan konseling
1. mengubah konsep tentang diri klien sendiri. Individu yang mengalami masalah
sebetulnya disebabkan oleh karena konsep diri yang dimilikinya bersifat negative, dalam
arti dia sering melihat dirinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2. melalui perubahan konsep diri sendiri, diharapkan akan dapat berubah pula fisiknya.
3. dari perubahan fisiknya diharapkan akan berubah pula gaya hidup dan akhir dapat
diubah tingkah lakunya

- Proses dan teknik-teknik konseling


Teknik konseling yang digunakan oleh konselor adalah:
a.         Teknik komparatif. Dalam teknik ini konselor melakukan perbandingan dirinya
dengan konselor. Dengan empati, konselor mencoba membayangkan gaya hidup dan
masalah klien dalam dirinya. Atas dasar itu konselor kemudian membantu klien untuk
memperbaiki gaya hidup dan memecahkan masalah klien.
b.         Teknik analisis mimpi. Menurut Adler, mimpi merupakan refleksi gambaran tujuan
hidup klien. Dengan menganalisis mimpi yang dialami klien maka konselor dapat
memperkirakan tujuan hidup klien. Atas dasar itu kemudian konselor membantu klien.
Selain itu ada beberapa fase yang dilakukan konselor dalam memberikan layanan
konseling berdasarkan model ini, yaitu menciptakan hubungan (fase I), menggali dinamika
individual (fase II), memberi semangat untuk pemahaman (fase III), menolong agar bisa
berorientasi ulang (fase IV) . Fase membina hubungan akan sangat menentukan proses
konseling selanjutnya hingga menentukan fase selanjutnya yaitu menggali dinamika
individu. Dinamika individu harus digali untuk mengetahui gaya hidup dan pemecahan
masalah yang tepat bagi individu. Hal-hal yang digali diantaranya adalah konstelasi
keluarga berupa urut-urutan kelahiran, karena hal itu mempunyai pengaruh yang besar
dalam membentuk gaya hidup individu. Selanjutnya pengalaman sewaktu usia antara empat
hingga enam tahun atau berbagai kenangan masa kecil. Mimpi yang sering dialami karena
bagi Adlerian hal itu menggambarkan prioritas dan keinginan. Mengenai prioritas itu sendiri
klien diarahkan untuk menilai mana prioritas yang lebih utama dalam hidupnya.
Proses selanjutnya klien diberi semangat, dorongan dan pemahaman untuk
memupuk semangat dan kepercayaan dirinya kembali, karena diri atau self membutuhkan
hal itu. Terakhir adalah menolong agar bisa berorientasi ulang yang difokuskan untuk
mendorong klien agar bisa melihat alternatif yang baru dan lebih fungsional. Klien didorong
semangatnya dan sekaligus ditantang untuk mengembangkan keberaniannya mengambil
resiko dan membuat perubahan yang baik dalam hidupnya.

~Konseling analisis transaksional


- Pandangan tentang manusia
Pandangan analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah pada dasarnya
manusia mempunyai keinginan atau dorongan–dorongan untuk memperoleh sentuhan atau
Sentuhan ini ada yang bersifat jasmaniah dan rohaniah yang berbentuk verbal dan fisik.
Yang menjadi kepribadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh sentuhan
melalui transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk naskah hidup (life script)
seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda. (Muhammad surya, 2003)

- Perkembangan kepribadian
1.      Kecendrungan untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner dan pada dirinya ada
unsure tidak Ok
2.      Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal untuk situasi yang
berbeda.
3.      Ego state yang ditampilkannya terlalu cair sehingga tidak ada batas antara ego state
yang satu dengan yang lainnya.
4.      Ego statenya tercemar, misalnya ego state edult dicemari oleh ego state child, dan ego
state parent.

- Tujuan konseling
Tujuan utama dari TA adalah fokus membantu klien untuk mentransformasikan
dirinya dari “katak” menjadi “pangeran atau puteri.”tidak cukup bahwa orang belajar untuk
menerima atau menyesuaikan diri, seperti pada psikoanalisa. Bahkan, tekanan dapat
menjadikan sehat dan mandiri. Konselor membantu kliennya mengidentifikasi dan
mengembalikan kedudukan ego yang terdistorsi ataupun yang rusak. Mengembangkan
kapasitas dalam menggunakan seluruh ego, menggunanakan ego dewasa dengan alasan
yang kuat, mengubah script hidup yang tidak tepat dan mengadopsi kedudukan “I’m OK;
you’re OK” (Berne, 1966).

- Proses dan teknik-teknik konseling


TA telah menginisiasi sejumlah teknik untuk membantu klien mencapai tujuannya.
Diantaranya yang umum adalah analisis struktural, analisis transaksional, analisis
permainan, dan analisis script. Beberapa teknik lain diantaranya:
 Treatment contract – secara spesifik, secara konkret kontrak menekankan pada
persetujuan atas tanggung jawab untuk konselor dan klien (Dusay & Dusay, 1989). Dari
kontrak tersebut akan diketahui kapan tujuan konseling akan tercapai. Beberapa pendekatan
perilaku yang digunakan juga tertuang dalam kontrak.

3. Sebuah kasus di mana kiranya cukup kentara faktor-faktor yang mengakibatkan represi
dan juga keuntungan yang diperoleh karenanya. Pasien adalah seorang gadis yang
kehilangan ayahnya yang tercinta, setelah ia ikut serta merawatnya. Jadi, suatu situasi yang
mirip dengan pasien Breuer. Tidak lama sesudah itu, kakak perempuannya menikah dan
ipar barunya menimbulkan suatu perasaan simpati khusus dalam hatinya, tetapi perasaan ini
mudah disembunyikan di balik kedok keramah tamahan kekeluargaan. Kemudian, kakaknya
jatuh sakit dan meninggal pada saat pasien dan ibunya tidak hadir. Dengan segera, mereka
disuruh datang tanpa diberi keterangan jelas tentang kejadian tragis itu. Ketika pasien
mendekati ranjang tempat kakaknya yang meninggal dibaringkan, sejenak terlintas dalam
benaknya sebuah pikiran yang kiranya dapat diungkapkan dengan kata-kata ini: "Ipar saya
sekarang bebas dan dapat menikahi saya." Pikiran ini menyatakan cinta mendalam pada
iparnya yang sebelumnya tidak disadarinya. Dengan kepastian cukup besar, dapat
diandaikan bahwa pikiran ini segera terkena represi karena perasaannya memprotes pikiran
sejelek itu. Gadis ini jatuh sakit dan memperlihatkan gejala-gejala histeria yang serius.
Sepanjang pengobatan, menjadi jelas bahwa adegan di depan jenazah kakaknya dan
kecenderungan egoistis yang timbul pada saat itu telah dilupakan sama sekali. Waktu
pengobatan, ia teringat akan hal itu dan muncul momen patogenis ini disertai dengan
cetusan emosi yang sangat hebat. Dan sebagai hasil pengobatan ini ia, menjadi sembuh
kembali.

Dengan bertitik tolak dari situasi kita sekarang, kiranya dapat saya berikan suatu gambaran
yang lebih hidup tentang represi dan hubungannya dengan resistensi. Tentu saja, saya
sangat memuji suasana tenang dan penuh perhatian di antara Anda sekalian yang patut
dicontoh. Namun, marilah kita andaikan saja bahwa dalam ruang kuliah ini, seseorang di
antara Anda sangat mengganggu keadaan dengan tertawa secara tidak sopan, mengobrol,
dan menggeser-geserkan kaki, sehingga konsentrasi terhadap ceramah bagi saya tidak
mungkin lagi. Terpaksa saya memberitahukan bahwa saya tidak dapat melanjutkan
ceramah. Pada saat itu, beberapa orang kuat dari antara Anda bangkit berdiri dan sesudah
perkelahian sebentar, sipengganggu berhasil dikeluarkan dari ruang kuliah ini. Jadi,
sekarang ia “direpresi” dan saya dapat melanjutkan ceramah saya. Akan tetapi, supaya
gangguan tadi tidak terulang lagi, tuan-tuan yang telah membantu saya menaruh kursinya di
depan pintu untuk menghindari oknum tersebut akan mencoba sekali lagi masuk dalam
ruang ini dan dengan demikian mereka mengadakan suatu “resistensi” sesudah represi telah
terlaksana. Kalau kedua tempat bersangkutan ruang kuliah ini dan tempat di luar
diterjemahkan dengan istilah-istilah psikologis sebagai “kesadaran” dan “ketidaksadaran”,
maka Anda akan memiliki sebuah gambaran yang cukup cocok tentang proses represi.

Sekarang, Anda dapat melihat perbedaan antara pandangan kami dan pandangan Janet.
Kami tidak mengasalkan disosiasi psikis dari ketidakmampuan aparat psikis untuk
mengadakan sintesis, seperti dibuat Janet. Kami menerangkan disosiasi itu secara dinamis,
berdasarkan terjadinya konflik di antara daya-daya yang berlawanan dan kami
menganggapnya sebagai akibat suatu pergumulan antara dua sistem psikis, kesadaran dan
ketidaksadaran. Namun, pandangan kami menimbulkan sejumlah problem baru. Suatu
konflik psikis tentu saja merupakan hal yang serba-biasa. Kerap kali dapat disaksikan
usaha-usaha dari pihak Ego untuk menyangkal kenangan-kenangan pahit tanpa
mengakibatkan suatu disosiasi psikis. Mau tidak mau kita harus berkesimpulan bahwa ada
faktor-faktor lain yang memainkan peranan dalam konflik yang mengakibatkan disosiasi.
Perlu saya akui bahwa dengan hipotesis mengenai represi, kita tidak mengakhiri tetapi baru
memulai suatu teori psikologis. Akan tetapi, kita hanya dapat maju selangkah demi
selangkah dan pengetahuan kita baru dapat menjadi lengkap setelah melakukan penelitian
yang lebih mendalam.

Dan, sebaiknya pula kita tidak mencoba untuk menjelaskan kasus pasien Breuer dari sudut
represi. Kasus ini tidak cocok untuk menerangkan represi karena hasilnya diperoleh melalui
hipnosis. Baru bila Anda menyingkirkan hipnosis, akan tampak resistensi-resistensi serta
represi-represi dan dapat Anda peroleh pengertian tentang kejadian-kejadian yang
sebenarnya menyebabkan penyakit pasien. Hipnosis menutupi resistensi dan membuka
sebagian tertentu hidup psikis. Untuk itu, resistensi dijadikan sebagai semacam tembok
pemisah pada garis perbatasan wilayah psikis tersebut, sehingga yang ada di belakangnya
tidak mungkin didekati.

Pelajaran paling berharga yang dapat kita tarik dari observasi Breuer ialah adanya hubungan
antara gejala-gejala di satu pihak dan pengalaman-pengalaman patogenis atau trauma-
trauma psikis di pihak lain. Sekarang, kita harus memandang penemuan-penemuan ini dari
segi teori tentang represi. Sepintas lalu rupanya sungguh-sungguh mustahil untuk
mengaitkan represi dengan terbentuknya gejala-gejala. Saya tidak akan memberikan satu
uraian teoretis yang berbelit-belit. Lebih baik saya kembali lagi pada contoh yang
digunakan tadi untuk menjelaskan proses represi. Anda akan menyetujui bahwa
disingkirkannya si pengacau dan ditempatkannya penjaga-penjaga pada pintu belum tentu
berarti berakhirnya peristiwa itu. Dapat terjadi bahwa oknum yang telah diusir dan yang
kini menjadi jengkel serta sembrono itu akan mengakibatkan lebih banyak gangguan lagi.
ruang Memang benar, sekarang ia tidak lagi berada di tengah-tengah kita. Kita telah
dibebaskan dari kehadirannya, tawanya yang menghina, dan komentarnya yang berisik.
Namun, dalam arti tertentu, represi tidak berhasil.

Anda mungkin juga menyukai