Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONSELING LINTAS BUDAYA


“Hambatan Dalam Konseling Berkaitan Dengan Ras Dan Etnik, Hubungan
Pertolongan Konselor Dengan Klien Dalam Perbedaan Budaya”

Dosen Pengampu:
Drs. Afrizal Sano, M.Pd., Kons

Oleh:
Kelompok 3
Wulan Oktarina (21006100)
Yunia Ritika (21006102)
Giva Raudatul Jannah (21006118)
Salmanisa Mutiara Rahmasari (21006086)

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang““Hambatan Dalam Konseling Berkaitan Dengan Ras Dan Etnik,
Hubungan Pertolongan Konselor Dengan Klien Dalam Perbedaan
Budaya””yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa
Universitas Negeri Padang. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Padang, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

A. Hambatan Psiko Sosial dalam Konseling Lintas Budaya, Berkaitan; Self


Disclouser, Self Harted, Personalism dan Listening. ................................. 2

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 7

A. Kesimpulan .................................................................................................. 7

B. Saran ............................................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konteks konseling lintas budaya, hambatan psiko-sosial seperti Self
Disclosure (Pembukaan Diri), Self Hatred (Kebencian Terhadap Diri Sendiri),
Personalisme, dan Listening (Mendengarkan) dapat memiliki dampak yang
signifikan pada hubungan konseling dan interaksi antara konselor dan klien.
Ketika mengkaji latar belakang individu yang mengalami hambatan-hambatan ini,
penting untuk memahami bahwa pengalaman budaya, emosi, dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh individu dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dalam
konteks konseling.
Dalam kasus Self Disclosure, individu mungkin mengalami kesulitan dalam
membuka diri tentang perasaan atau masalah pribadi mereka, terutama jika nilai-
nilai budaya mereka menghargai privasi yang tinggi. Konselor perlu memahami
latar belakang budaya klien untuk menciptakan lingkungan yang aman dan
mendukung bagi mereka agar merasa nyaman dalam berbicara tentang
pengalaman dan perasaan mereka.
Self Hatred atau kebencian terhadap diri sendiri juga dapat menjadi hambatan
yang signifikan dalam konseling lintas budaya. Individu yang mengalami
kebencian terhadap diri sendiri mungkin sulit menerima bantuan atau membuka
diri terhadap konselor. Ini dapat dipengaruhi oleh faktor budaya, sejarah keluarga,
atau pengalaman diskriminasi yang mempengaruhi harga diri individu.
Personalisme, yang menekankan martabat pribadi dan nilai-nilai kemanusiaan,
dapat memengaruhi cara individu memandang diri mereka sendiri dan orang lain.
Faktor-faktor budaya, agama, dan norma-norma sosial dapat memainkan peran
dalam bagaimana personalisme diterapkan dalam kehidupan individu. Konselor
perlu memahami latar belakang etis klien dan nilai-nilai budaya yang
memengaruhi pandangan mereka tentang martabat pribadi.
Dalam konteks Mendengarkan, hambatan psiko-sosial dapat terjadi ketika
individu terlalu sibuk berbicara atau tidak cukup berperhatian terhadap
komunikasi non-verbal dan pesan yang tersembunyi dalam interaksi. Konselor
harus melatih keterampilan mendengarkan aktif dan memahami bahwa budaya
klien dapat memengaruhi cara pesan disampaikan dan diterima.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hambatan Psiko Sosial dalam Konseling Lintas
Budaya, Berkaitan; Self Disclouser, Self Harted, Personalism dan Listening.?
C. Tujuan
1. Untuk memahami maksud dari Hambatan Psiko Sosial dalam Konseling Lintas
Budaya, Berkaitan; Self Disclouser, Self Harted, Personalism dan Listening.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hambatan Psiko Sosial dalam Konseling Lintas Budaya, Berkaitan; Self
Disclouser, Self Harted, Personalism dan Listening.

Pada relasi hubungan sosial dalam masyarakat terkadang tidak


selamanya berjalan baik, hal tersebut bisa disebabkan beberapa factor yang
menghambat terjadinya hubungan sosial. Kondisi psikologis yang
menghambat terjadinya hubungan sosial, contohnya ketika seseorang
sedang sedih, bingung, marah, kecewa, iri hati, dan gejalagejala psikologis
lain karena dalam keadaan seperti itu, hubungan sosial sulit dilakukan.

1. Self Disclouser

Yaitu, membuka Diri (Self-disclosure) menurut Johnson (A. Supratiknya,


1995:14) adalah kondisi dimana seseorang dapat mengungkapkan reaksi
atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan
informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk
memahami tanggapan di masa sekarang. Keterbukaan diri (self disclosure)
menurut De Janasz dkk (2006) adalah the process of letting others know
what you think, feel, and want. Pada kondisi tersebut terdapat proses dimana
memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengetahui cara kita
berpikir, mengenai perasaan kita tentang sesuatu dan tentang keinginan.

Pada kehidupan manusia, keterbukaan diri adalah alat terpenting untuk


kelangsungan hidupnya. Ketika tidak adanya keterbukaan diri menyebabkan
manusia mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Melalui keterbukaan
diri, keakraban seorang individu dengan individu lainnya dapat semakin
erat, maka dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keterbukaan
diri.

Adapun manfaat Keterbukaan diri adalah sebagai berikut :

a. Adanya manfaat perbaikan secara psikologis, seseorang yang


mengalami frustasi atau kecewaakan cepat bangkit kembali apabila
menceritakan masalahnya kepada orang lain.

b. Menceritakan suatu masalah kepada orang yang tepat atau orang


yang mau mendengarkan membuat kita lebih memahami permasalahan yang
2
sedang dihadapi. Pendengar yang baik akan dapat memberikan masukan
yang dapat memperbaiki perspektif dalam melihat permasalahan.

c. Membuka diri juga akan dapat mengurangi stress atau mengurangi


beban yang sedang dipikul.

d. Membuka diri akan meningkatkan jalur komunikasi dengan orang


lain, mendorong orang lain juga member informasi yang diamiliki
sehinhgga akan terjadi saling memberi.

e. Membuka diri dengan orang lain termasuk teman sejawat,


bawahan, atau atasan akan mempererat hubungan, yang pada akhirnya akan
menciptakan rasa saling mempercayai.

2. Self Hatred

Selfhatred (membenci diri sendiri) yang mengacu kepada ketidaksukaan,


kebencian terhadap diri sendiri dan menjadi marah atau berprasangka tidak
baik terhadap diri sendiri. Istilah self-hatred juga digunakan Misalnya, self-
hatred etnis merupakan tidak suka atau benci terhadap seseorang atau
kelompok budaya. Self-hatred dapat merujuk ketidak sukaan yang sangat
kuat terhadap dirinya sendiri, perbuatannya, kebencian terhadap suku dan
ras, etnis, jenis kelamin, orientasi seksual seseorang, dan anggota kelompok
lain. Individu yang memiliki self-hatred cenderung akan menjauhkan diri
dan identitasnya(self-hatred) sebagai suatu kelompok etnik/ras, yang
mempengaruhi perasaan anggota kelompok minoritas yang berbeda.
Perasaan menjadi minoritas melibatkan satu atau kedua sikap berikut:

a. Merasa bahwa mereka adalah objek dari prasangka dan


diskriminasi dan mereka perlu menggabungkan untuk memprotes dan untuk
merasa aman dan nyaman

b. Merasa bahwa mereka telah mewarisi nilai-nilai budaya ekspresi


yang mengharuskan mereka terus bergaul dan menggabung kepada
kelompok dominan yang lain(Arnold and Caroline B. Rose, 1965, 266-270).

3. Personalism

Personalisme dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti yait ualiran
filsafat yang berpendirian bahwa personalitas adalah nilai yang tertinggi
dalam hidup dan merupakan kunci semua realitas dan nilai. Personalisme

3
adalah filosofi yang menyatakan bahwa martabat pribadi manusia dinilai
dari norma dasar etika. Pandangan ini memperlihatkan secara jelas bahwa
norma dasar langsung dan konkrit moralitas bukan otoritas luar (Moralitas
Ekstrinsik), kesenangan (Hedonisme), manfaat terbesar bagi jumlah terbesar
orang (Utilitarisme), kebahagiaan (Eudaimonisme), kebebasan yang
menciptakan nilai (Eksistensialisme Humanistic), kewajiban (Formalisme
Kant), tetapi Martabat Pribadi Manusia, baik martabat pribadiku sendiri dan
martabat pribadi orang lain, harkat intrinsik setiap orang.

a. Personalisme Modern

Personalisme Modern merupakan suatu gerakan pemikiran zaman


Kontemporer yang timbul sesudah Perang Dunia I dan II yang berusaha
melawan semua system filsafat yang melawan persona manusia. Mereka
menganut prinsip dasar bahwa kriteri dasar moral adalah persona manusia
yang tunggal, yang terbuka terhadap pribadi-pribadi lain, yang juga bersifat
tunggal. Ketunggalan itu antara lain didasarkan pada unsure-unsur seperti
kebebasan, kesadaran, keadaan tak terulang, tak tergantikan, memiliki
panggilan khas, mampu berkomunikasi, mampu mencintai dan
bertanggungjawab

b. Personalisme Etis Pandangan Personalisme Etis dapat diringkaskan


dan ditegaskan dalam 2 hal berikut:

a) Dari sudut pandang Filsafat, hormat terhadap martabat pribadi


manusia dalam setiap bentuk pengungkapannya yang konkrit (pria-wanita,
tuamuda, besar-kecil, kawan-lawan, beragama-atheis, dst.) merupakan
sumber kewajiban etis.

b) Dari sudut pandang Teologi, tak ada halangan bagi Wahyu Ilahi
(bagi kita Wahyu Kristen) untuk menyempurnakan dan mengangkat hormat
yang semata-mata bersifat insani dan kodrati ke tingkat yang lebih tinggi
dengan memberinya dimensi yang lebih dalam, yaitu cinta terhadap sesama
manusia sebagai citra Allah dan Saudara Yesus Kristus. Maka hormat dan
cinta terhadap sesama manusia sebagai perwujudan konkrit imperative
moral selalu saling melengkapi dan bukan saling mengeksklusifkan.

c) Proses Personalisasi Proses personalisasi :Mengapa rumah yang ini


dicat putih sementara yang lain berwarna hijau? Mengapa sebelah sini
4
pekarangan rumahnya ditumbuhi banyak pepohonan, sementara yang
sebelah sana tidak? Mengapa yang ini pagarnya rendah, sementara yang itu
tinggi dan mengapa lain – lain? Mungkin jawabannya, adalah personalisasi,
ide personalisasi berasal dari pemikiran bahwa setiap pribadi adalah unik

4. Listening

Mendengarkan merupakan bagian integral dari proses komunikasi.


Mendengarkan adalah karena budaya kita yang bergerak sangat cepat yang
menyebabkan individu sepertinya tidakpunya waktu untuk mendengarkan,
menjadi terlalu sibuk berbicara, dan jikasi individu tidak berbicara, maka
individu yang lain merumuskan apa yang akan dikatakan oleh individu itu
selanjutnya.Mendengar adalah proses pasif dan fisik mendengarkan.
Terkadang seorang individu mungkin mendengarakan tapi tidak memahami
makna yang sedang dibicarakan. Mendengar hanya terjadi ketika pesan
yang diucapkan membuat getaran pada gendang telinga si pendengar dan
mengirimkan sinyal ke otak manusia. Ketika semua pendengar yang ada
pada sebuah perkumpulan saling komunikasi mendengarkan secara sadar,
maka semua semua mitra komunikasi yang terlibat merefleksikan
bagaimana pembicaraan yang terjadi bisa mempengaruhi keseluruhan
kelompok, tim, atau perusahaan

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam konteks konseling lintas budaya, beberapa hambatan psikososial
muncul yang dapat mempengaruhi kualitas hubungan sosial dan proses
konseling. Self-disclosure, atau keterbukaan diri, memainkan peran kunci
dalam memahami dan membangun hubungan yang kuat. Namun, self-hatred
atau ketidaknyamanan terhadap diri sendiri juga bisa menjadi hambatan yang
signifikan, karena dapat menghambat individu dalam berinteraksi dengan orang
lain. Selain itu, prinsip-prinsip personalisme yang menekankan martabat
pribadi manusia sebagai nilai utama dan listening yang efektif dalam
komunikasi juga perlu diperhatikan dalam konteks konseling lintas budaya.
Memahami dan mengatasi hambatan-hambatan ini menjadi penting untuk
menciptakan hubungan yang saling pengertian dan efektif dalam konteks
konseling lintas budaya.
B. Saran

Semoga dengan tersusunnya tulisan makalah ini dapat berguna dan


bermanfaat bagi para pembaca dan penulis. Kritik dan saran akan selalu diterima
diterima oleh penulis guna sebagai perbaikan proses pembelajaran yang akan
mendatang.

6
DAFTAR PUSTAKA

Supratiknya, A. 1995. Tinjauan Psikologis Komunikasi Antar


pribadi.Yogyakarta:Kanisius.

Rao, Narayana S. 2006. Counselling and Guidance (Second Edition).


Departemenof Psychology, Sri Venkateswara University. New Delhi: Tata
McGraw-Hill.

Susabda, Yakub. 2012. Pastoral Konseling Jilid 1. Jakarta: Yayasan GandumMas.

Supriyo dan Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling.


Semarang:UNNES Press.

Anda mungkin juga menyukai