Anda di halaman 1dari 6

PERANAN SIKAP DALAM PRAKTIK BIMBINGAN DAN

KONSELING Makalah disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Landasan


Psikologi Sosial Dosen Pengampu : Sigit Hariyadi, S. Pd.
Oleh : Angga Nurlitasari Hariyono 1301413073 JURUSAN BIMBINGAN DAN
KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah sebagai salah satu instansi pendidikan yang membutuhkan pelayanan
Bimbingan dan Konseling (selanjutnya akan disingkat BK) untuk pengembangan dan
peningkatan kondisi sekolah. BK sebagai salah satu sub bagian dari sekolah
diharapkan mampu untuk mengembangkan potensi peserta didik serta
mengoptimalkan perkembangan siswa tersebut. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah menyatakan bahwa struktur kurikulum pada setiap satuan pendidikan
memuat tiga komponen, yaitu mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Komponen pengembangan diri meliputi kegiatan BK dan kegiatan ekstrakulikuler.
Komponen ini bertujuan memberikan peserta didik kesempatan untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan bakat dan minatnya
masing-masing. Hal ini sejalan dengan visi profesi dari BK itu sendiri yaitu
terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya
pelayanan bantuan dalam memberikan dukungan perkembangan dan pengentasan
masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri, dan bahagia (Prayitno,
2004:13). Agar pelayanan BK di sekolah dapat berjalan dengan maksimal dibutuhkan
konselor yang memiliki wawasan, keterampilan, pengetahuan, nilai dan sikap yang
tinggi, termasuk didalamnya penguasaan terhadap ilmu psikologi sebagai salah satu
landasan dari penyelenggaraan BK. Psikologi mempunyai banyak cabang, diantaranya
adalah psikologi umum, psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, psikologi
pendidikan, psikologi abnormal, dan psikologi sosial. Psikologi sosial sebagai ilmu
yang membicarakan tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan situasi
sosial. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang peranan psikologi sosial
dalam praktik bimbingan dan konseling yang dibatasi pada Penerapan Sikap dalam
Bimbingan dan Konseling.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis dapat mengambil rumusan sebagai berikut : a. Apa
yang dimaksud dengan sikap? b. Bagaimana struktur sikap? c. Bagaimana ciri-ciri
sikap itu? d. Bagaimana fungsi sikap itu? e. Bagaimana proses terbentuknya sikap? f.
Apakah Bimbingan dan Konseling ? g. Bagaimana penerapan sikap dalam praktik
Bimbingan dan Konseling itu? 1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, penulis dapat mengambil tujuan : a. Mengetahui
tentang pengertian, struktur, ciri, fungsi, dan proses terbentuknya sikap. b. Mengetahui
Bimbingan dan Konseling secara umum. c. Mengetahui penerapan sikap dalam praktik
bimbingan dan konseling.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sikap
2.1.1 Pengertian Sikap
Pendapat Thurstone (dalam Walgito, 2003:125) “an attitude as the degree of positive
or negative affect associated with some psychological object. By psychological object
Thurstone means any symbol, phrase, slogan, person, institutuoin, ideal, or idea
toward which people can differ with respect to positive or negative affect.” Dari
pendapat Thurstone diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Thurstone menganggap
sikap adalah suatu tingkatan afeksi. Tingkatan ini ada yang negatif ada juga yang
positif dalam hubungannya dengan objek psikologi. Thurstone juga memandang
apabila sikap hanya mengandung komponen afeksi saja.
Lalu Newcomb (dalam Walgito, 2003:126) memberikan pengertian sikap sebagai
berikut “from a cognitive point of view, then, an attitude represent an organization of
valenced cognitions. From a motivational point of view, an attitude represents a state
of readiness for motive arousal.” Dari batasan itu, Newcomb lebih menghubungkan
sikap dengan komponen kognitif dan konatif. Komponen afektif yang telah
dikemukakan oleh Thurstone tidak nampak. Dari sini sudah terlihat perbedaan
diantara keduanya. Selain itu Rokeach (dalam Walgito, 2003:126) memberi
pengertian tentang sikap yaitu “an attitude is a relatively enduring organization of
beliefs around an object or situation predisposing one to respond in some preferential
manner.” Menurut pendapat Rokeach diatas, sikap merupakan predisposing untuk
merespon objek atau situasi, untuk berperilaku. Seperti pendapat Newcomb,
komponen afektif dalam sikap tidak ditunjukkan.
Sedangkan pendapat Gerungan (dalam Walgito, 2003:127) tentang pengertian sikap
sebagai berikut : Pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan kata sikap
terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan,
tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan bertindak sesuai dengan sikap terhadap
objek tadi. Jadi attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan
bereaksi terhadap sesuatu hal. Dari pendapat Gerungan di atas, dapat disimpulkan
bahwa sikap mengandung komponen afektif, konatif dan kognitif yaitu kesediaan
untuk bertindak atau berperilaku. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah suatu pandangan yang mengandung komponen
afektif, kognitif dan konatif dan bersedia untuk bertindak atau berperilaku. 2.1.2
Struktur Sikap
Ada tiga komponen dalam struktur sikap :
 Komponen kognitif (komponen perseptual), komponen ini berhubungan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan yang berhubungan dengan bagaimana orang
mempersepsi terhadap sikap.
 Komponen afektif (komponen emosional), komponen ini berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap suatu objek.  Komponen konatif (komponen
perilaku) kecenderungan bertindak terhadap suatu objek sikap. 2.1.3 Ciri-Ciri Sikap
Berikut ciri-ciri sikap yang dikemukakan oleh Walgito (2003:131) : a. Sikap itu tidak
dibawa sejak lahir Pada saat manusia lahir, mereka belum membawa sikap-sikap
tertentu terhadap suatu objek. Sikap itu dapat mengalami perubahan dan
kecenderungan stabil.
b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap Hubungan antara individu dengan
objek sikap baik yang positif maupun negatif akan membentuk sikap tertentu dari
individu itu. c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada
sekumpulan objek Hubungan antara orang yang mempunyai sikap negatif pada
seseorang dan melampiaskannya juga pada kelompok dimana orang itu ada.
Kecenderungan menggeneralisasi objek sikap. d. Sikap itu dapat berlangsung lama
atau sebentar Sikap yang terbentuk dan telah menjadi nilai akan bertahan lama pda
orang tersebut, sikap ini akan sulit berubah dan apabila berubah akan memakan waktu
yang relatif lama. Sedangkan sikap yang tidak mendalam pada diri seseorang, maka
sikap itu relatif dapat cepat berubah dan perubahan itu tidak memakan waktu yang
cukup lama. e. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi Sikap kepada suatu
objek akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang bisa bersifat positif atau negatif.
Sikap juga mengandung motivasi, karena sikap memang menjadi pendorong individu
untuk menunjukkan perilaku tertentu. 2.1.4 Fungsi Sikap
Menurut Katz (dalam Walgito, 2003:128) sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu : a.
Fungsi Instrumental Di fungsi ini sikap merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan.
Objek sikap yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan, maka orang akan
bersikap positif terhadap objek tersebut. Apabila objek tidak bisa atau bahkan
menghambat untuk mencapai tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek
tersebut. b. Fungsi Pertahanan Ego Sikap ini diambil untuk mempertahankan fungsi
ego atau akunya. Dia mengambil sikap tertentu untuk mempertahankan egonya.
c. Fungsi Ekspresi Nilai Sikap digunakan untuk mengekspresikan nilai yang ada
dalam dirinya. Dengan mengungkapkan sikap terhadap nilai, orang tersebut
memperlihatkan sistem nilai yang dia lakukan. d. Fungsi Pengetahuan Apabila
seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, dia menunjukkan
pengetahuan terhadap objek tersebut. Abu Ahmadi (dalam Sugiyo, 2006:43) juga
mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi sikap yang terbagi menjadi empat
golongan, yaitu : a. Sebagai alat menyesuaikan diri Sikap menjadi penghubung antara
individu satu dengan individu lain dalam suatu kelompok. Dengan demikian angdota
kelompok yang mengambil sikap yang sama terhadap objek tertentu akan dapat saling
meramalkan tingkah laku masing-masing anggota kelompok. b. Sebagai alat pengatur
tingkah laku Sikap disini sebagai proses sadar menilai stimulus atau perangsang yang
berada di luar individu sebelum individu bereaksi. Proses sadar tersebut berwujud
perimbangan atau penialaian yang tidak lepas dari keinginan, cita-cita dan tujuan
hidup seseorang, peraturan kesusilaan di masayarakat, dan lain sebagainya. c. Sebagai
pernyataan kepribadian Sikap yang dimunculkan ndividu mencerminkan kepribadian
yang dimiliki individu tersebut. d. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
Pengalaman pada individu tidak diterima begitu saja secara pasif namun individu aktif
menilai diantara sekian banyak pegalaman hidup akan diambil yang bermanfaat dan
berarti bagi kehidupannya kelak.
2.1.5 Terbentuknya Sikap
Bagan Sikap (dalam Walgito, 2003:133)
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa sikap terbentuk dari faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal tersebut ada pengalaman, situasi, norma, hambatan,
pendorong. Dan faktor internalnya ada faktor psikologis dan faktor fisiologis. 2.2
Bimbingan dan Konseling
Berbagai rumusan tentang bimbingan telah bermunculan sejak awal abad ke-20. Hal
ini diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Berbagai rumusan tentang
bimbingan itu sebagai berikut : Pertama, menurut Frank Parson (dalam Prayitno, 2004
: 93) bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih,
Faktor internal - Fisiologis - Psikologis
Faktor eksternal - Pengalaman - Situasi - Norma-norma - Hambatan - Pendorong
Sikap
Objek sikap
reaksi
mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam
jabatan yang dipilihnya itu. Kedua, bimbingan membantu seseorang agar menjadi
berguna, tidak sekadar mengikuti kegiatan yang berguna (Tiedeman, dalam Prayitno,
2004 : 94) Ketiga, menurut Bernard & Fullmer (dalam Prayitno, 2004 : 94) bimbingan
merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap
individu. Dari beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan oleh beberapa ahli di
atas dapat dissimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu kegiatan yang diberikan
kepada individu guna membantu individu tersebut mempersiapkan diri kearah yang
lebih baik, berguna, juga mendapat kemajuan dalam jabatan yang telah dipilihnya.
Sedangkan rumusan tentang konseling sendiri sebagai berikut : Menurut McDaniel
(dalam Prayitno, 2004 : 100), konseling adalah suatu rangkaian pertemuan langsung
dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat
menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan dengan
lingkungannya. Lalu pendapat Bernard & Fullmer (dalam Prayitno, 2004 : 101)
tentang konseling adalah konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk
mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potemsi-potensi yang unik dari
individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal
tersebut. Sedangkan menurut Prayitno (2004 : 105), konseling adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut
klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Dari
pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konseling adalah suatu proses
pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor terhadap klien untuk membantu klien
mengatasi kesulitannya. Dalam bimbingan dan konseling ada beberapa asas yang
perlu diketahui oleh seorang konselor. Asas-asas itu adalah :
Pertama, asas kerahasiaan. Asas kerahasiaan yang dimaksud disini adalah segala
sesuatu yang dibicarakan antara konselor dan konseli tidak boleh disampaikan kepada
orang lain. Asas kerahasian ini merupakan kunci utama dalam proses pelayanan
bimbingan dan konseling. Jika asas ini dilaksanakan dengan baik maka akan terjalin
hubungan yang baik antara konselor dan konseli sehingga para konseli akan
memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik – baiknya. Kedua, asas
kesukarelaan. Di dalam proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar
kesukarelaan baik dari pihak konselor dan konseli. Konseli diharapkan secara sukarela
menceritakan masalahnya. Pihak konselor juga diharapkan bersukarela, tidak terpaksa
memberikan bantuan kepada konseli dengan ikhlas. Ketiga, asas keterbukaan. Asas. Di
dalam asas keterbukaan itu ditinjau dari dua sisi. Dari pihak klien, pertama diharapkan
mau membuka diri agar orang lain (dalam hal ini konselor) bisa tahu kesulitan atau
masalah yang sedang dihadapinya. Kedua, terbuka dalam hal mau menerima saran
dari orang lain. Dari pihak konselor, diharapkan mau menjawab pertanyaan –
pertanyaan dari pihak konseli dan konselor diharapkan mau terbuka tentang siapa
dirinya. Keempat, asas kekinian. Masalah individu yang ditangani oleh konselor ialah
masalah yang sedang dihadapi atau dirasakan bukan masalah yang sudah lampau dan
juga bukan masalah yang akan dihadapi. Asas ini juga mengandung pengertian bahwa
konselor tidak boleh menunda – nunda pemberian bantuan. Kelima, asas kemandirian.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling memiliki tujuan menjadikan konseli dapat
berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Individu yang dibimbing setelah
dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri – ciri pokok mampu mengenal diri
sendiri dan lingkungan sebagaimana mestinya; menerima diri sendiri dan lingkungan
secara positif dan dinamis; mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri;
mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu; dan mewujudkan diri secara optimal
sesuai denga potensi, minat dan kemampuan – kemampuan yang dimilikinya (Prayitno
2004:117).
Keenam, asas kegiatan. Hasil dari pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan
terjadi secara sendiri, melainkan harus ada kerja giat dari klien sendiri. Konselor
hanya membangkitkan semangat klien agar mampu dan mau mengatasi masalahnya
sendiri. Ketujuh, asas kedinamisan. Dalam usaha pelayanan bimbingan dan konseling
itu diharapkan ada perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik yang terjadi pada
diri klien. Perubahan ini diharapkan perubahan yang selalu menuju pada
pembaharuan, lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien.
Kedelapan, asas keterpaduan. Pelayanan dalam bimbingan dan konseling berusaha
memadukan semua aspek kepribadian yang ada pada diri klien. Disamping
kepribadian klien, isi dan proses layanan yang diberikan juga harus terpadu. Agar
konselor dapat melaksanakan asas keterpaduan maka konselor harus memiliki
wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek – aspek lingkungan klien.
Kesembilan, asas kenormatifan. Pelayanan bimbingan dan konseling harus sesuai
dengan norma – norma yang ada di masyarakat. Asas ini diterapkan terhadap isi
maupun proses dari pelayanan bimbingan dan konseling. Kesepuluh, asas keahlian.
Pelayanan bimbingan dan konseling perlu menggunakan prosedur, teknik, dan alat
yang memadai. Karena itu konselor butuh pelatihan yang cukup agar pelayanan
bimbingan dan konseling bisa berhasil. Dan pelayanan bimbingan dan konseling itu
harus menggunakan tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu. Kesebelas,
asas alih tangan. Jika seorang konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya
tetapi masalah individu yang bersangkutan belum terselesaikan, maka konselor dapat
mengirim individu tersebut kepada petugas yang lebih ahli. Terakhir, asas tut wuri
handayani. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konselor itu tidak hanya
dirasakan oleh orang yang sedang mempunyai masalah atau konseli dan waktu konseli
menghadap konselor saja, melainkan diluar proses bantuan bimbingan dan konseling
pun hendaknya dirasakan ada manfaat dari pelayanan bimbingan dan konseling.
2.3 Penerapan Sikap dalam Praktik Bimbingan dan Konseling Peranan sikap dalam
praktik bimbingsn dan konseling dapat ditinjau dari beberapa aspek dalam sikap,
seperti dalam fungsi dan ciri-cirinya. Pertama, salah satu fungsi sikap adalah fungsi
mengekspresikan nilai. Dalam fungsi ini sikap digunakan untuk mengekspresikan nilai
yang ada pada dirinya. Untuk mengungkapkan nilai tersebut orang dapat bersikap
negatif maupun positif. Hal ini sangat membantu dalam praktik bimbingan dan
konseling, sebab dalam konseling ada asas kesukarelaan. Dan apabila individu tidak
suka atau rela dalam menyampaikan masalahnya konselor akan segera tahu dengan
ekspresi sikap dari klien. Kedua, dalam bimbingan dan konseling terdapat asas
keterpaduan. Dalam asas ini konselor diharapkan dapat memadukan seluruh aspek
kepribadian klien, salah satunya sikap. Ketiga, ciri-ciri sikap salah satunya adalah
sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi. Di bimbingan dan konseling sendiri,
konselor harus memotivasi anak didik ataupun klien agar mereka dapat menjadi
pribadi yang baik dan mempunyai sikap yang baik pula. Dari paparan di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa peranan sikap dalam praktik bimbingan dan konseling
sangat banyak.

Anda mungkin juga menyukai