Anda di halaman 1dari 21

KONSEP PSIKOLOGI KONSELING

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan psikologi

Dosen Yudha Laga Hadi Kusuma, S. Psi., M. Kes

Disusun oleh :

Venny Riska Wulan Cahyani

PRODI D3 KEPERAWATAN
POLTEKKES MAJAPAHIT MOJOKERTO

TAHUN AJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada allah swt atas anugrah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah tentang Konsep psikologi konseling. Adapun maksud
dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya
bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami. Terlepas dari
semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Mojokerto, Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar belakang ......................................................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan makalah ...................................................................................................... 1
1.4 Manfaat makalah ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2

2.1 Pengertian psikologi konseling ................................................................................. 2

2.2 Teori Teori dalam psikologi konseling ................................................................. 2

2.3 Proses dan langkah langkah konseling ................................................................ 11

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan .............................................................................................................17

3.2 Saran ............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang dilakukan oleh konselor
dan klien untuk memecahkan masalah klien . Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk
sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut,
sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan
(intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah
memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai
langkah selanjutnya

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Psikologi Konseling ?
2. Apa saja teori psikologi konseling ?
3. Bagaimana proses konseling tersebut?
4. Bagaimana tahap-tahap atau langkah-langkah proses konseling tersebut?

1.3 Tujuan Makalah


Agar mengetahui serta memahami teori apa saja yang mencakup psikologi konseling
dan langkah-langkah proses konseling.

1.4 Manfaat Makalah


Dengan adanya makalah ini membuat penulis tahu dan para pembaca faham mengenai
konsep psikologi konseling dan dapat membuat kita mengetahui isi dan apa-apa saja dalam
Ilmu psikologi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi Konseling

Psikologi Konseling merupakan suatu kegiatan yang dibangun melalui adanya


interaksi antara klien dengan psikolog / konselor untuk mengidentifikasi persepsi, kebutuhan,
nilai, perasaan, pengalaman, harapan, serta masalah yang dihadapi klien. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk memecahkan masalah-masalah psikologis klien dengan menyadarkan
klien akan akar masalah yang sebenarnya dihadapi hingga akhirnya klien dapat menemukan
sendiri solusi dari masalah yang dihadapinya.

Seorang yang menghadapi permasalahan dalam hidupnya, kadang kala diraskan


begitu berat atau mengganggu kehidupannya dalam keseharian. Namun, seringkali mereka
menghadapi masalah tersebut tanpa tahu benar dan menyadari apa sebenarnya akar dari
masalah mereka tersebut. Melalui proses konseling inilah bersama-sama antara konselor
dengan klien menemukan akar masalah yang ada dan menyadarkan klien akan apa yang harus
dilakukannya untuk memecahkan masalahnya tersebut.

Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling
adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi
dari psikologi, terutama jika dilihat dari tujuan, teori yang digunakan, dan proses
penyelenggaraannya. Oleh karena itu telaah mengenai konseling dapat disebut dengan
psikologi konseling (counseling psychology).

2.2 Teori-teori dalam Psikologi Konseling

1. Psikoanalisa
Salah satu aliran psikoanalitik Sigmund Freud. Psikoanalisis adalah sebuah model
perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.

2
a. Struktur Kepribadian

Id adalah system kepribadian yang orisinil, merupakan tempat bersemayam naluri-


naluri.
Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan.ego adalah eksekutif dari
kepribadian yang memerintah,mengendalikan ,dan mengatur.
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian.

b. Pandangan Tentang Sifat Manusia


Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik,
deterministic,mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar,kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi selama lima tahun
pertama kehidupan.

c. Kesadaran dan Ketidaksadaran


Mimpi-mimpi, yang merupakan representasi-representasi simbolik dari kebutuhan-
kebutuhan, hasrat-hasrat ,dan konflik-konflik tak sadar.
Salah ucap atau lupa, misalnya terhadap nama yang dikenal.
Sugesti-sugesti pascahipnotik.
Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas.
Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik proyektif.

d. Kecemasan
Kecemasan realistis, adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf
kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada.
Kecemasan neurotic adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinyanaluri-naluri yang
menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bias mendatangkan hukuman
baginya.
Kecemasan moral, adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri.

e. Mekanisme-mekanisme Pertahanan Ego


3
Penyangkalan adalah pertahan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap
keberadaan kenyataan yang mengancam.
Proyeksi adalah mengalamtkan sifat-sifat tertentu yang tidak bias diterima oleh ego
kepada orang lain.
Fiksasi adalah menjadi terpaku pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal
karena mengambil langkah-langkah ketahap selanjutnya bias menimbulkan
kecemasan.
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang
tuntutannya tidak terlalu besar.
Rasionalisasi adalah menciptakan alas an-alasan yang baik guna menghindari ego
dari cedera , memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak
begitu menyakitkan.
Sublimasi adalah menggunakan jalan kelur yang lebih tinggi atau yang secara social
lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek
asal atau orang yang sesungguhnya.
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bias membangkitkan
kecemasan, dorongan kenyataan yang bias diterima ketaksadaran.
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak
sadar , jika perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang akan
menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan yang bias
menimbulkan ancaman itu.

f. Perkembangan Kepribadian
Pentingnya perkembangan awal
Pemahaman pandangan psikoanalitik tentang perkembangan adalah hal yang esensial jika
seorang konselor menangani seorana klien:
1. Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang lain, keyakutan
untuk mencintai dan untuk membentuk hubungan yang intim dan rendahnya rasa harga diri
2. Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan benci dan marah,
penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi dan kekurangan perasaan otonom

4
3. Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan seksual diri sendiri,
kesulitan untuk menerima diri sendiri sebagai pria dan wanita ,dan kekuatan terhadap
seksualitas.
Tahun pertama kehidupan: fase oral
Tugas utama adalah memperoleh rasa percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada
diri sendiri.
Usia satu tahun sampai tiga tahun: fase anal
Tugas yang harus diselesaikan selama fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan
pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan
negative.
Usia tiga sampai lima tahun: fase falik
Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar
mengenal standar-standar moral.

2. Alfred Adler
a. Pandangan Tentang Manusia
Manusia dimotivasi terutama dorongan-dorongan social. Pria dan wanita adalah
makhluk social dan masing masing orang dalam berelasi dengan orang lain
mengembangkan gaya hidup yang unik.

b. Inferioritas Dasar dan Kompensasi


Manusia didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferioritasnya yang inheren serta
untuk mencapai superioritas. Tujuan hidup adalah yang inheren serta untuk mencapai
superioritas. Adler menekankan bahwa setiap orang memiliki perasaan rendah diri.

c. Usaha Untuk Mencapai Superioritas


Orang mencoba mengatasi inferioritas dasarnya dengan mencari kekuasaan, Dengan
mencoba untuk mencapai superioritas, ia ingin mengubah kelemahan dengan kekuatan pada
suatu bidang sebagai kompensasi bagi kekuranag di bidan-bidang lain.
d. Gaya Hidup
Konsep gaya hidup menerangkan keunikan setiap individu. Setiap individu memiliki
gaya hidupnya sendiri dan tidak ada dua orang yang memiliki gaya hidup yang persis sama.

5
e. Pengalaman-pengalaman Masa Kanak-kanak
Adler memekankan jenis-jenis pengaruh awal yang menyebabkan anak
mengembangkan gaya hidup yang keliru. Susunan dalam keluarga bias memperkuat perasaan
rendah diri si anak.

3. Person, Centered Theory (Carl Rogers)


Pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari humanistic yang
menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomemalnya.
Terapis berfungsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan
membantu kliennya itu dalam meemukan kesanggupan untuk memecahkan masalah.
a. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan ini menolak adanya kecendrungan-kecendrungan negative dasar. Pandan
manusia yang positif , individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi
maladjustment menuju keadaan psikologis yang sehat, terapis meletakkan tanggung jawab
utamanya bagi proses terapi pada klien.

b. Ciri-ciri Pendekatan Client-Centered


Pendekatan ini difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk
menemukan cara-cara menghadi kenyataan secara lebih penuh. Terapi client-centered
bukanlah sekumpulan teknik, juga bukan suatu dogma.

c. Tujuan-tujuan Terapeutik
Yaitu menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi
seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis
perlu mengusahakan agar klien bias memahami hal-hal yang ada dibalik topeng yang
dikenakannya.

d. Fungsi dan Peranan Terapis


Yaitu membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami
kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang
diingkari. Klien menjadi kurang defensive dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-
kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.

6
e. Hubungan Antara Terapis dan Klien
Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
Orang pertama, yang akan kita sebut klien, ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan
cemas.
Orang yang kedua, yang akan disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau
terintegrasi dalam berhubungan.
Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap klien.
Terapis merasakan pengertian yang emptik terhadap kerangka acuan internal dan
berusaha mengomunikasikan perasaannya ini kepada klien.
Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis
kepada klien setidak-tidaknya dapat dicapai.

f. Periode-periode Perkembangan Terapi Client-Centered


(1940-1950) Psikoterapi Nondirektif
Menekankan penciptaan iklim permisif dan noninterventif. Melalui terapi nondirektif, klien
akan mencapai pemahaman atas dirinya sendiri dan atas situsi kehidupannya.
(1950-1957) Psikoterapi Reflektif
Terapis terutama merefleksikan perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubunagn
dengan kliennya,Melalui terapi ini, klien mampu mengembangkan keselarasan antara konsep
diri dan konsep diri idealnya.
(1957-1970) Terapi Eksperiensial
Terapi difokuskan pada apa yang sedang dialami oleh klien dan pada pengungkapkan apa
yang sedang dialami oleh terapis.

g. Penerapan di Sekolah: Proses Belajar-Mengajar


Temukan apa yang diinginkan oleh guru dan berusaha untuk menyenangkan guru.
Jangan meragukan wewenang guru.
Belajar adalah hasil dari motivasi eksternal.
Para siswa selalu mencari satu-satunya jawaban yang benar.
Para siswa harus pasif.
Belajar adalah suatu produk alih-alih suatu proses.
Kegiatan belajar di sekolah terpisah dari kehidupan.
7
Diri diabaikan dalam pendidikan.
Para siswa adalah objek, bukan pribadi.
Perasaan yang tidak penting dalam pendidikan
Para guru sepatutnya menjaga jarak terhadap para siswa.
Sekolah mengajar kami untuk tidak jujur.
Para siswa tidak pantas dipercaya.

4. Gestalt Theory
Terapi Gestalt adalah suatu terapi eksistensial yang menekankan kesadaran disini-
dan-sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimana tingkah laku dan peranan
urusan yang tak diselesaikan dari masa lampau yang menghambat kemampuan individu
untuk bias berfungsi secara efektif.

a. Pandangan Tentang Manusia


Bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup
sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu.

b. Tujuan-tujuan Terapi
Yaitu bukan penyesuaian terhadap masyarakat, membantu klien agar menemukan
pusat dirinya. Sasaran utama terpi Gestalt adalah pencapaian kesadaran.

c. Fungsi dan Peran Terapis


Sasaran terapis adalah kematangan klien dan pembokaran hambatan-hambatan yang
mengurangi kemampuan klien berdiri di atas kaki sendiri.
Tugas terapis adalah membantu klien dalam melaksanakan peralihan dari dukungan eksternal
kepada dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu. Satu fungsi yang penting
adalah memberi perhatian kepada bahasa tubuh kliennya.

d. Hubungan Antara Terapis dan Klien


Terapis memberikan umpan balik, terutama yang berkaitan dengan apa yang
dilakukan oleh klien melalui tubuhnya.
8
e. Teknik Terapi Gestalt
Permainan-permainan dialog
Membuat lingkaran.
Urusan yang tak selesai.
Saya memikul tanggung jawab.
Saya memiliki suatu rahasia.
Bermain proyeksi.
Pembalikan.
Irama kontak dan penarikan
Ulangan.
Melebih-lebihkan
Bolehkah saya memberimu sebuah kalimat?.
Permainan-permainan konseling perkawinan.
Bisakah Anda tetap dengan perasaan ini?

5. Transectional Analysis (Eric Berne)

a. Pandangan Tentang Manusia


Pandangan tentang manusia memiliki implikasi-implikasi nyata bagi praktek terapi AT.

b. Tujuan-tujuan Terapi
Yaitu membantu klien dalam membut keputusan baru yang menyangkut tingkah lakunya
sekarang dan arah hidupnya. Berne (1964) menyatakan bahwa tujuan AT adalah pencapaian
otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yaitu kesadaran,
spontanitas, dan keakraban.

c. Fungsi dan Peran Terapis


Fungsinya, terapis membantu klien dalam menemukan kondisi masa lampau yang merugikan

yang menyebabkan klien membuat putusan tertentu, dan membantu klien memperoleh
kesadaran yang lebih realitas dan mencari alternative guna menjalani kehidupan yang lebih
otonom.
9
Tugasnya aadalah membantu agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi
perubahannya.

6. Rational Emotif Theory (Albert Ellis)


a. Pandangan Tentang Manusia
Manusia memiliki kecendrungan untuk memiliki kecendrungan umtuk memelihara diri,
bahagia, berfikir, dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh
dsan mengaktualkan diri.

b. Tujuan Terapeutik
Yaitu meminimalisasikan pandangan yang mengalahkan didi dari klien dan membantu klien
untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistic.
c. Fungsi dan Peranan Terapis
Fungsinya adalah membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan yang tidak logis dan
untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya.
Perananya :
Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan
keyakinan irasionalnya, bagaimana mengembankan nilai-nilai dan sikapnya, dan
menunjukkan secara cognitive bahwa klien telah banyak memasukkan banyak
keharusan , sebaliknya, dan semestinya
Membawa klien ke seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa ia sekarang
mempertahankan emosinya secara logis dan dengan mengulang-ulang kalimat yamg
mengalahkan diri dan dan mengenalkan pengaruh masa kanak-kanak.
Menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga
dia bias menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang
irasional.

d. Hubungan Klien Dengan Terapi


Yaitu kehangatan pribadi, afeksi, dan hubungan pribadi antara terapis dank lien yang intens
memiliki arti yang sekunder.
e. Teknik-teknik dan Prosedurnya
Teknik TRE yang esensial adalah mengajar secara efektif.

10
2.3 Proses dan Langkah-langkah Konseling

Menurut Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (2011: 83),


Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui
untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan
tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara
pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake
interview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor
dapat memulai langkah selanjutnya. Menurut Tohirin, Bimbingan Konseling di Sekolah dan
Madrasah Proses konseling dapat ditempuh dengan beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan masalah
Proses Identifikasi Masalah atau menentukan masalah dalam konseling dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah (identifikasi kasus-kasus) yang
dialami oleh klien. Setelah semua masalah teridentifikasi untuk menentukan masalah mana
untuk dipecahkan harus menggunakan prinsip skala prioritas. Penetapan skala prioritas
ditentukan oleh dasar akibat atau dampak yang lebih besar terjadi apabila masalah tersebut
tidak dipecahkan. Pada tahap ini konselor diharapkan aktif dalam mencegah permasalahan
klien. Konselor perlu lebih banyak memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar aktif
(active listening) terhadap apa yang dikemukakan oleh klien. Mendengar aktif adalah suatu
keterampilan menahan diri untuk tidak berbicara, tidak mendengarkan secara seksama,
mengingat-ingat dan memahami perkataan klien, dan menganalisis secara seksama terhadap
penjelasan klien yang relevan dan yang tidak relevan.
Ety Nurhayati dalam bukunya Bimbingan Konseling, dan Psikoterapi Inovatif (2011: 196)
Bukan pekerjaan yang sederhana mengikuti alur berbicara seseorang sambil menahan diri
tidak memotong, mengomentari, dan mendominasi pembicaraan. Mengembangkan
keterampilan mendengarkan aktif akan sangat membantu menciptakan rasa aman klien.
Selain itu metode klarifikasi dan refleksi perlu digunakan untuk memperoleh kejelasan duduk
persoalan klien. Tujuan tahap ini menggali permasalah yang dialami klien, sehingga klien
dapat menguraikan dan mendudukkan masalah secara tepat dan jelas.
2. Pengumpulan data,
Setelah ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah
mengumpulkan data siswa yang bersangkutan. Data yang dikumpulkan harus secara
komprehensif (menyeluruh) meliputi: data diri, data orang tua, data pendidikan, data
kesehatan dan data lingkungan. 11
Data diri bisa mencakup (nama lengkap, nama panggilan, jenis kelamin, anak keberapa,
status anak dalam keluarga (anak kandung, anak tiri, atau anak angkat), tempat tanggal lahir,
agama, pekerjaan, penghasilan setiap bulan, alamat, dan nama bapak atau ibu. Data
pendidikan dapat mencakup: tingkat pendidikan, status sekolah, lokasi sekolah, sekolah
sebelumnya, kelas berapa, dan lain-lain.
3. Analisis data
Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Data hasil tes bisa dianalisis
secara kuantitatif dan data hasil non tes dapat dianalisis secara kualitatif. Dari data yang
dianalisis akan diketahui siapa konseli kita sesungguhnya dan apa sesungguhnya masalah
yang dihadapi konseli kita.
4. Diagnosis
Diagnosis merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang masalah atau faktor-
faktor penyebab timbulnya masalah pada klien.
5. Prognosis
Setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien selanjutnya
konselor menetapkan langkah-langkah bantuan yang diambil.
6. Terapi
Setelah ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian bantuan selanjutnya adalah
melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan. Dalam contoh diatas, pembimbing atau
konselor melaksanakan bantuan belajar atau bantuan sosial yang ditetapkan untuk
memecahkan masalah konseli.
7. Evaluasi dan Follow Up
Sebelum mengakhiri hubungan konseling, konselor dapat mengevaluasi berdasarkan
performace klien yang terpancar dari kata-kata, sikap, tindakan, dan bahasa tubuhnya. Jika
menunjukkan indicator keberhasilan, pengakhiran konseling dapat dibuat. Evaluasi dilakukan
untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak.
Apabila sudah memberikan hasil apa langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil, begitu
juga sebaliknya apabila belum berhasil apa langkah-langkah yang diambil berikutnya. Dan
Aswadi, Iyadah dan Taskiyah,(2009:40) dalam langkah Follow Up atau tindak lanjut dilihat
perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih lama.
Abrego, Brammer, Shostrom (2005:98) dalam buku Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi
milik Namora Lubis Lumongga (2011:70) Memberikan langkah-langkah konseling sebagai
berikut:
12
1) Membangun Hubungan
Membangun hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan
konselor harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosinal sebelum sampai pada
pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini, konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat
dipercaya dan kompeten dalam menangani masalah klien. Willis (2009) mengatakan bahwa
dalam hubungan konseling harus berbentuk a working relationship yaitu hubungan yang
berfungsi, bermakna, dan berguna. Konselor dan klien saling terbuka satu sama lain tanpa
ada kepura-puraan. Selain itu, konselor dapat melibatkan klien terus menerus dalam proses
konseling. Keberhasilan pada tahap ini menentukan keberhasilan langkah konseling
selanjutnya.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, (Yogyakarta, 2005)
hal 187 Membangun hubungan konseling juga dapat dimanfaatkan konselor untuk
menentukan sejauh mana klien mengetahui kebutuhannya dan harapan apa yang ingin dia
capai dalam konseling. Konselor juga dapat meminta klien agar berkomitmen menjalani
konseling dengan sungguh-sungguh.
Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien
adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu
perkenalan yang memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam
membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan.
Konselor memperkenalkan diri secara sederhana, yang tidak memberikan kesan bahwa
konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
Pada tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan
perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat dengan
dan percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh untuk
mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela
termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, (Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008) hal
98,Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien
adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu
perkenalan yang memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien.
Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan.
Konselor memperkenalkan diri secara sederhana, yang tidak memberikan kesan bahwa
konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
13
Pada tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan
perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat dengan
dan percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh untuk
mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela
termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
2) Identifikasi dan penilaian masalah
Apabila hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah selanjutnya adalah
memulai mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi
ukuran keberhasilan konseling. Konselor memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh mereka
berdua. Hal yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor dapat
mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien. Pengungkapan masalah klien kemudian
diidentifikasi dan didiagnosa secara cermat. Seringkali klien tidak begitu jelas
mengungkapkan masalahnya. Apabila ini terjadi konselor harus membantu klien
mendefinisikan masalahnya secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam diagnosa.
3) Memfasilitasi perubahan konseling
Langkah berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi
yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Harus dipertimbangkan pula
bagaimana konsekuensi dari alternatif dan strategi tersebut. Jangan sampai pendekatkan dan
strategi yang digunakan bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat pada diri klien, karena
akan menyebabkan klien otomatis menarik dirinya dan menolak terlibat dalam proses
konseling. Ada beberapa strategi yang dikemukakan oleh Willis (2009) untuk
mempertimbangkan dalam konseling:

a. Mengkomunikasikan nilai-nilai inti agar klien selalu jujur dan terbuka sehingga dapat
mengali lebih dalam masalahnya.
b. Menantang klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui berbagai alternatif.
Hal ini akan membuatnya termotivasi untuk meningkatkan dirinya sendiri
Pada langkah ini terlihat dengan jelas bagaimana proses konseling berjalan. Apakah terjadi
perubahan strategi atau alternatif. Yang telah disusun? Sudah tepat atau malah tidak sesuai?.
Proses konseling berjalan-jalan terus-meneruspada akhirnya sampai kepada pemecahan
masalah
4) Evaluasi dan Terminasi
Langkah keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling secara umum.
14
Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang menjadi ukuran
keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang
kearah yang lebih positif. Menurut Willis (2009) pada langkah terakhir sebuah proses
konseling ditandai pada beberapa hal:
1. Menurunnya tingkat kecemasan klien
2. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
3. Adanya rencana hidup dimasa mendatang dengan program yang jelas
4. Terjadi perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah mampu berfikir
realistis dan percaya diri.
Dan untuk melaksanakan konseling islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah berikut:
1. Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh penerimaan dan
keakraban dan keterbukaan.
2. Meyakinkan klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang dibicarakan dalam proses
konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui orang lain
3. Wawancara awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal klien,
masalahnya, lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan menyadari
dirinya.
4. Mengeksplorasi masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini konselor mencoba
menelusuri tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan hakekat masalahnya dalam
pandangan islam)
5. Mendorong klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri apakah ada
kewajiban yang belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang salah, sudah bersihkan
jiwanya dari berbagai penyakit hati)
6. Mengeksplorasi tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien, selanjutnya
merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh klien dalam menghadapi
masalahnya.
7. Mendorong klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan sekaligus
mendorong klien mengunakan aqalnya, dan bertanya pada hati nuraninya.
8. Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang diberikan Allah
dengan penuh keridhoan dan keikhlasan.

15
9. Mendorong klien untuk selalu bersandar dan berdoa memohon meminta dibukakan
jalan keluar atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara memperbanyak ibadah sesuai
yang dicontohkan Rosulallah SAW.
10. Mendorong klien untuk mengambil keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan
perilaku yang baik (maruf) bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11. Mengarahkan klien pada keputusan-keputusan yang dibuat.
12. Mengarahkan dan mendorong klien agar selalu bersikap dan berperilaku islami, sehingga
terbentuk sikap dan perilaku yang selalu bercermin pada Al-Quran dan Hadist.
13. Mendorong klien agar terus menerus berusaha menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa
nafsunya, yang dikendalikan oleh syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup
individu.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Psikologi Konseling merupakan suatu kegiatan yang dibangun melalui adanya


interaksiantara klien dengan psikolog / konselor untuk mengidentifikasi persepsi, kebutuhan,
nilai, perasaan, pengalaman, harapan, serta masalah yang dihadapi klien. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk memecahkan masalah-masalah psikologis klien dengan menyadarkan
klien akan akar masalah yang sebenarnya dihadapi hingga akhirnya klien dapat menemukan
sendiri solusi dari masalah yang dihadapinya.Seorang yang menghadapi permasalahan dalam
hidupnya, kadang kala diraskan begitu berat atau mengganggu kehidupannya dalam
keseharian. Namun, seringkali mereka menghadapi masalah tersebut tanpa tahu benar dan
menyadari apa sebenarnya akar dari masalah mereka tersebut. Melalui proses konseling inilah
bersama-sama antara konselor dengan klien menemukan akar masalah yang ada dan
menyadarkan klien akan apa yang harus dilakukannya untuk memecahkan masalahnya
tersebut.
Setiap upaya yang dilakukan dalan psikologi konseling tidak lain sebagai upaya membantu
klien untuk memahami dirinya dan lingkungannya agar dapat melakukan penyesuaian dengan
optimal. Setelah dilakukannya Proses konseling diharapkan setiap konflik yang terjadi dapat
diatasi sendiri oleh klien. Dengan menggunakan segala kelebihan atau potensi yang ada pada
diri klien. Seorang konselor hanya mengarahkan dan membantu mencari pilihan pemecahan
masalah yang dialami oleh klien bukan menginterfensi diri klien.

3.2 Saran

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ronald.Teori Psikologi Konseling.


http://ronaldtheprof.blogspot.co.id/2011/03/teori-teori-dalam-psikologi-
konseling.html(Diakses tanggal 28 Maret 2017)

Nurhalimah,Zaki.Psikologi konseling.
https://nurhalimahzakki.wordpress.com/2013/05/16/psikologi-konseling/ (Diakses tanggal 28
maret 2017)

Suteja,Amar.Proses Konseling.
http://amarsuteja.blogspot.co.id/2014/07/proses-dan-langkah-langkah-konseling.html(Diakses
tanggal 28 Maret 2017)

Anda mungkin juga menyukai