Anda di halaman 1dari 11

KONSELING KELUARGA DAN PERNIKAHAN

Kelompok 2 :
Elisa Christina Chandra ( 1971001 )
Erwin ( 1971004 )
Felicia Audrey Yaury ( 1971007 )

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI


UNIVERSITAS ATMA JAYA MAKASSAR
2020
A. Sejarah Konseling Keluarga dan Pernikahan
Sejarah perkembangan konseling keluarga di dunia berasal dari Eropa
dan Amerika Serikat pada tahun 1919 yakni sesudah perang dunia I ,
Magnus Hirschfeld mendirikan klinik pertama untuk pemberian informasi
dan nasehat tentang masalah seks di Berlin Institut For sexual science.
Pusat informasi dan advis yang sama didirikan pula di Vienna pada tahun
1922 0leh Karl Kautsky dan kemudian pusat lain didirikan lagi di Berlin pada
tahun 1924. Di Amerika Serikat ada dua penentu yang masing-masing
berkaitan dalam perkembangan gerakannya yaitu:
1). Adanya perkembangan pendidikan keluarga yang diusahakan secara
akademik, dan kemudian menjadi pendidikan orang dewasa.
2). Munculnya konseling perkawinan dan keluarga terutama dalam
masalah-masalah hubungan diantara anggota keluarga (suami, istri dan
anak-anak) dalam konteks kemasyrakatan.
Tokoh yang berperan dalam bidang Pendidikan keluarga dan
pernikahan adalah Ernest Rutherford Gover (1877-1948). Perkembangan
konseling keluarga di Indonesia sendiri tertimbun oleh maraknya
perkembangan bimbingan dan konseling di sekolah.

B. Defenisi Konseling Keluarga dan Pernikahan

Konseling keluarga merupakan penerapan konseling pada situasi yang


khusus. Konseling keluarga menfokuskan pada masalah – masalah yang
berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya
melibatkan anggota keluarga. Konseling keluarga memandang keluarga
secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak
mungkin di pisahkan dari anak ( klien ) dalam melihat permasalahannya
maupun penyelesaiannya.
Konseling pernikahan adalah upaya membantu pasangan calon suami
istri oleh konselor profesional, sehingga mereka dapat berkembang dan
mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang
saling menghargai, toleransi dan dengan komunikasi yang penuh
pengertian, sehingga tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan,
kemandirian, dan sejahtera seluruh anggota keluarga.
C. Kaitan Konseling Keluarga dan Pernikahan

Konseling perkawinan pada dsarnya adalah sebuah prosedur


konseling keluarga yang di kembangkan dari adanya konflik hubungan
perkawinan dan menekankan pada hubungan perkawinan tanpa
mengabaikan nilai konseling individual.
Konseling keluarga di lakukan jika masalah yang di alami oleh anggota
keluarga secara jelas tidak dapat terpecahkan tanpa adanya keterlibatan
Bersama – sama anggota keluarga yang bersangkutan.Konflik perkawinan
termasuk dalam masalah keluarga

D. Pendekatan konseling Keluarga


• Pendekatan Sistem Keluarga
Murray Bowen merupakan peletak dasar pendekatan sistem.
Menurtnya keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi,
Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat
membebaskan diri dari peran dan harapan yang mengatur dalam
hubungan mereka.
Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat
membuat anggota keluarga Bersama – sama dan kekuatan itu
dapat membuat anggota untuk saling melawan yang mengarah
pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat
menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang
mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan.
• Pendekatan Conjoint
Menurut (Satir 1967 dalam Latipun) masalah yang di hadapi
oleh keluarga berhubungan dengan self esteem dan komunikasi.
Menurutnya , keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan
komunikasi dan Kesehatan mental, masalah terjadi jika self esteem
yang di bentuk oleh keluarga sangat rendah dan komunikasi yang
terjadi di keluarga itu juga tidak baik.
Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga
menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan
keseluruhan yang di komunikasikan anggota keluarga lain.
• Pendekatan Struktural
Menurut, ( Minuchin 1974 dalam Latipun) masalah keluarga
yang sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang
di bangun tidak tepat. Seringkali dalam membangun sttruktur dan
transaksi ini batas antara sub sistem dan sistem keluarga tidak jelas
Mengubah struktur dalam keluarga berarti Menyusun Kembali
keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar
anggota keluarga. Oleh karena itu, jika di jumpai keluarga yang
bermasalah perlu di rumuskan Kembali struktur keluarga itu dengan
memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang lebih sesuai.

E. Tipe – Tipe Konseling Perkawinan


• Concurrent Marital Counselling
Konselor yang sama melakukan konseling secara terpisah pada
setiap partner. Metode ini di gunakan ketika slaah satu partner
memiliki masalah psikis tertentu untuk di pecahkan sendiri, selain
itu juga untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan
pasangannya.
Dalam pendekatan ini konselor juga mempelajari kehidupan
masing – masing yang di jadikan bahan dalam pemecahan masalah
pribadi maupun masalah yang berhubungan dengan
perkawinannya.
• Collaborative Marrital Counselling
Setiap partner secara individual menjumpai konselor yang
berbeda. Konseling ini terjadi Ketika seorang prtner lebih suka
menyelesaikan masalah hubungan perkawinannya, sementara
konselor yang lain juga menyelesaikan masalah – masalah lain
yang juga menjadi perhatian kliennya. Konselor kemudian bekerja
sama satu sama lain, mebandingkan hasil konselingnya dan
merencanakan strategi intervensi yang sesuai.
• Conjoint Marital Counselling
Suami istri Bersama – sama datang ke seseorang atau
beberapa konselor. Pendekatan ini di gunakan Ketika dua partner
di motivasi untuk bekerja sama dalam hubungan, penekanan pada
pemahaman dan modifikasi hubungan. Dalam conjoint konselor
secara simultan melakukan konseling terhadap dua partner.
• Couples Group Counselling
Beberapa pasangan secara bersama – sama datang ke
seorang atau beberapa konselor. Pendekatan ini di gunakan
sebagai pelengkap conjoint counselling. Cara ini dapat mengurangi
kedalaman situasi emosional antar pasangan, selanjutnya mereka
belajar dan memelihara perilaku yang lebih rasional dalam
kelompok.

F. Tujuan Konseling Keluarga dan Pernikahan


Secara umum tujuan konseling keluarga adalah mengubah struktur
dalam keluarga dengan cara Menyusun Kembali kesatuan dan
menyembuhkan perpecahan antara dan sekiat anggota keluarga. Secara
khusus konseling keluarga bertujuan untuk mengembangkan motif dan
potensi – potensi setiap anggota keluarga dengan cara mendorong,
memberi semangat dan mengingatkan anggota tersebut.
Tujuan konseling keluarga antara lain :
• Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling empati
terhadap partner
• Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing
– masing
• Meningkatkan keterbukaan diri
• Meningkatkan hubungan yang lebih intim
• Mengembangkan keterampilan komunikasi, pemecahan masalah ,
dan mengelola konfliknya.
G. Karakteristik Konseling Keluarga dan Pernikahan
a. keluarga
• Keluarga sebagai sistem manusia yang mendasar, dan alternatif-
alternatif yang tersedia.
• Nilai fleksibilitas sistem dan kapasitasnya untuk perluasan dan
restrukturing (pengstrukturan kembali) seperti dengan mengubah
aliansi, koalisi sistem dan subsistem dalam berespon terhadap
perubahan keadaan.
• Membantu dalam menguji daya resonansi (keadaan respon) sistem
keluarga, kesensitifan terhadap aksi anggota lain.
• Meninjau suasana kehidupan keluarga,
• Menguji tahap perkembangan keluarga dan penampilan keluarga
dalam melakukan tugas sesuai dengan tahap tersebut (misalnya:
tugas anak umur 12 tahun tugas perkembangannya bagaimana
seharusnya, tetapi kenyataannya tugas itu mundur atau terlalu
maju).

b. Pernikahan
• Menekankan pada hubungan pasangan, bukan pada masing –
masing partner
• Masalah yang di hadapi kedua belah pihak adalah masalah
mendesak
• Masalah yang di hadapi adalah masalah – masalah normal,
bukan kasus ekstrem yang bersifat patologis.

H. Tahapan Konseling Keluarga dan Pernikahan


1. Pengembangan Raport
Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan Konseling
adalah agar suasana Konseling itu merupakan suasana yang
memberikan keberanian dan kepercayaan diri Konseli untuk
menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan bahkan rahasia batinnya
kepada Konselor.
2. Pengembangan Apresiasi Emosional
Pada saat ini masing-masing anggota keluarga yang tadinya
dalam keadaan terganggu komunikasi mulai terlihat berinteraksi
diantara mereka dengan Konselor
3. Pengembangan Alternatif Modul Perilaku
Konselor memberikan daftar perilaku yang akan dipraktikkan
selama satu minggu, kemudian melaporkannya pada sesi Konseling
keluarga berikutnya, tugas tersebut juga home assigment atau
pekerjaan rumah.
4. Fase Membina Hubungan Konseling
Fase ini harus terjadi di tahap awal dan tahap berikutnya dari
Konseling yang ditandai dengan adanya rapport sebagai kunci
lancarnya hubungan Konseling.
5. Memperlancar Tindakan Positif
Mengevaluasi hasil Konseling, dan menutup hubungan Konseling.

I. Teknik Konseling Keluarga dan Pernikahan


1. Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-
anggota keluarga untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya
tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota
keluarga.
2. Role playing (bermain peran)
3. Silance (diam)
4. Confrotation (konfrontasi) biasanya digunakan untuk
mempertentangkan pendapat
5. Teaching Via Questioning, untuk mengajar anggota keluarga dengan
cara bertanya
6. Listening (mendengarkan)
7. Recapitulating (mengikhtisarkan pembicaraan)
8. Summary (menyimpulkan)
9. Clarification (menjernihkan/memperjelas pernyataan, perasaan yang
samar)
10. Reflection (merefleksikan perasaan klien dan ekspresi wajah).
J. Contoh Kasus Konseling Keluarga dan Pernikahan
a. Keluarga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah konseling keluarga dapat


membantu mengurangi kencanduan game online pada siswa kelas VII SMP
Negeri 21 Surabaya. Jenis penelitian ini akan menggunakan Pre-test post-test one
group design, dimana dilakukan pengukuran sebelum test menggunakan angket
terhadap 34 siswa. Hasil dari pre-test ditemukan 7 siswa yang memiliki tingkat
kecanduan game online yang tinggi. Lalu ke 7 siswa ini dijadikan sebagai subjek
dalam penerapan konseling keluarga. Konseling keluarga dilakukan sebanyak 4
kali pertemuan. Pada pertemuan pertama konseli diminta Genogram untuk
mengetahui penyebab konseli bermain game online. Lalu dengan memberikan
contoh kesuksesan yang diraih oleh keluarga konseli, konseli diharapkan mau
meniru ataupun mau mencotontoh kesuksesan keluarganya.

Pada pertemuan kedua ini dibahas tentang intensitas berupa durasi dan
dampak konseli kecanduan game online. Pada hari ketiga konselor menerapkan
teknik Teachin Via Questioning yaitu dengan mengajar konseli dengan cara
bertanya kemungkinan terburuk yang dapat terjadi ketika Konseli terus bermain
game online. Seperti “Bagaimana jika kamu tidak naik kelas?” atau “Bagaimana
jika sekolahmu gagal?”. Dengan teknik tersebut diharapkan konseli mulai
menyadari dan mulai memikirkannya. Dengan contoh-contoh kesuksesan dalam
Genogram yang digambarkan oleh konseli sendiri, Konseli dapat merasa
terdorong untuk meraih kesuksesan yang sama seperti yang mereka tuliskan di
Genogram, Pada pertemuan keempan Konseli mengaku telah mengurangi
waktunya bermain game online, Setelah memberikan perlakuan konseling
keluarga dalam 4 kali pertemuan lalu diadakan pengukuran kembali terhadap
tingkat kecanduan game online siswa dengan menggunakan angket. Hasilnya
adalah ke-7 Siswa yang diberikan penerapan konseling keluarga mulai
mengurangi kecanduan mereka dalam bermain game online.

b. Pernikahan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah konseling keluarga dapat
membantu mengurangi kencanduan game online pada siswa kelas VII SMP
Negeri 21 Surabaya. Lalu ke 7 siswa ini dijadikan sebagai subjek dalam penerapan
konseling keluarga. Konseling keluarga dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan.
Hasilnya adalah ke-7 Siswa yang diberikan penerapan konseling keluarga mulai
mengurangi kecanduan mereka dalam bermain game online.

K. Kesimpulan
Konseling pernikahan dan keluarga adalah hla yang saling berkaitan
satu dengan yang lainnya, konseling pernikahan bisa ada karena adanya
konseling keluarga antar satu dengan yang lain dalam anggota keluarga di
mana masing – masing memiliki kekuatan untuk memengaruhi, terlibat
dalam hal emosional dan peran di dalamnya.
Agar sebuah pernikahan dan keluarga dapat terjalin dengan baik maka
sangat di perlukan komunikasi status peran dan penerimaan satu dengan
yang lainnya.

L. Daftar Pustaka
1. Latipun. (2015). Psikologi Konseling.Malang : Universitas
Muhammadiyah.
2. Willis,S.S.(2008). Konseling Keluarga. Bandung : ALFABETA.
3. Laili.F.M.,Nuryono.W.(2015). Penerapan Konseling Keluarga Untuk
Mengurangi Kecanduan Game Online Pada Siswa Kelas Viii Smp
Negeri 21 Surabaya. Jurnal BK. Vol 5(1)

Anda mungkin juga menyukai