Anda di halaman 1dari 21

Hubungan dan Proses Konseling

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

“KONSELING INDIVDUAL”

DOSEN PENGAMPU:

SISKA MENDES,. S.Pd Kons

Disusun oleh

Kelompok 2;

Aura Anisa Simarmata 2205134489

Meliza Ananda 2205112262

Fajri Rivel 2205124660

Fariza Rahmadayani 2205112247

PRORAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSTAS RIAU PEKANBARU

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-
Nya yang senantiasa melimpah pada kita semua Shalawat serta Salam Semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para sahabatnya yang senantiasa
menjadi teladan bagi kita semua

Dalam rangka memenuhi tugas mata kullah Assesment Test dan Non Test. kami kelompok 1
menyusun makalah dengan tema "Hubungan dan Proses Konseling” Melalui makalah ini
kami berharap dapat memahami lebih dalam mengenai Hubungan konseling.

Tentunya dalam penyusunan makalah ini, kami tidak bisa mengesampingkan bimbingan dan
arahan dan dosen pengampu mata kuliah Konseling Individul Ibu Siska Mendes., S.Pd. M.Pd,
Kons. Kami ucapkan terima kasih atas bimbingannya yang telah memberikan banyak ilmu
dan pengetahuan mengenai Hubungan dan proses Konseling.

Hami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kelompok Kami yang telah
bekerja sama dan saling membantu dalam penyelesaian tugas ini

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi ilmu yang
sangat membantu kita yang baik bagi pembaca

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Pekanbaru: 01 September 2023

Hormat kami

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

cover
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

I. Latar Belakang Masalah.....................................................................................................4

II. Rumusan Masalah...............................................................................................................4

III. Tujuan...............................................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

A. Makna Hubungan Konseling.......................................................................................5

B. Hubungan Konseling dan Agama................................................................................5

C. Mengembangkan Hubungan Konseling......................................................................9

D. Menciptakan Rapport...................................................................................................9

E. Hubungan Konseling dan Keterlibatan Klien..........................................................10

F. Konselor yang Resistensi............................................................................................11

G. Proses Konseling..........................................................................................................12

BAB III.....................................................................................................................................16

PENUTUP................................................................................................................................17

A. Kesimpulan.......................................................................................................................17

B. Saran.................................................................................................................................17

Daftar Pustaka..........................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Barbara F. Okun menyatakan bahwa hubungan konseling adalah hubungan


membantu memecahkan permasalahan klien yang dipusatkan pada perubahan perilaku
dan tindakan klien serta mengidentifikasi pemahaman klien terhadap perasaan, perilaku
dan tindakannya juga pemahaman klien terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya.

II. Rumusan Masalah

a. Bagaimana cara seorang konselor untuk mengembangkan hubungan konseling?


b. Apa saja karakteristik hubungan antara konselor dan klien dalam hubungan konseling?
c. Bagaimana cara seorang konselor untuk mampu menciptakan Rappot?

III. Tujuan

1. Untuk mengetahui cara seorang konselor untuk dapat mengembangkan hubungan


konseling.
2. Untuk mengetahui karakteristik hubungan konselor dan konseli dalam hubungan
konseling.
3. Untuk mengetahui cara konselor untuk menciptakan rappot.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Hubungan Konseling

Hubungan konseling adalah hubungan yang membantu, artinya pembimbing


berusaha membantu klien agar tumbuh, berkembang, sejahtera, mandiri.

Shertzer dan Stone (1980) mendefinisikan hubungan konseling yaitu: “Interaksi


antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara
positif bagi perbaikan orang tersebut. Orang- orang yang membantu itu adalah kaum
profesional yang kegiatannya adalah untuk memudahkan orang lain dalam memahami,
mengubah, atau untuk memperkaya perilakunya, sehingga terjadi perubahan positif
Kaum profesional ini tertarik kepada perilaku manusia yaitu, perasaan, sikap, motif,
ide, kebutuhan, pengetahuan, dan seluruh kehidupan manusia.

Rogers mendefinisikan hubungan konseling sebagai: “Hubungan seorang dengan


orang lain yang datang dengan maksud tertentu Hubungan bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan, itu perkembangan, kematangan, memperbaiki fungsi, dan
memperbaiki kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan konseling adalah menghargai
terbuka, fungsional untuk menggali aspek-aspek terselubung (emosional ide, sumber-
sumber informasi dan pengalaman, dan potensi secara umum).

Tujuan utama konseling adalah untuk memudahkan Perkembangan individu.


Hubungan konseling terjadi juga pada relasiguru-siswa, orang tua-anak, suami-isteri,
dan sebagainya.

B. Hubungan Konseling dan Agama

Agama amat menyentuh iman, taqwa dan akhlak, Jika iman kuat maka ibadah
akan lancar termasuk berbuat baik dengan sesama manusia, karena telah terbentuk
akhlak yang mulia. Dengan kata lain kuatnya iman, lancarnya ibadah, serta baiknya
akhlak, akan memudahkan seorang individu untuk mengendalikan dirinya dan untuk
selalu beramal terhadap masyarakat serta alam sekitar.

5
Seorang konselor yang telah lama dilingkungi referensi dari Barat besar
kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya, terutama terhadap agama Mungkin dia
tidak akan mempercayai bahwa jika seorang konselor yang muslim akan bisa
mengembangkan konseling Islami Padahal, banyak sekali ayat-ayat Allah dan hadis
Rasulullah yang dapat memberikan banyak kontribusi terhadap proses konseling, dan
terhadap klien. Sebagai contoh. Allah berfirman dalam Surat Saba ayat 28: “Dan Kami
tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali kepada seluruh umat manusia sebagai
pembawa gembira dan peringatan.” Dari Erman ini dapat kita ambil makna bahwa:

(1) Ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah adalah sebagai bimbingan kepada seluruh
umat manusia.
(2) Dalam bimbingan Rasul tersebut, pertama sekali haruslah dengan memberi
kegembiraan Arti kegembiraan adalah bahwa orang yang dibimbing itu harus merasa
senang dengan pembimbing. Jika dia sudah merasa senang, maka dia akan suka atau
senang mengemukakan semua perasaannya, termasuk masalahnya, dan potensinya.
(3) Selanjutnya oleh Rasulullah akan diberikan bantuan sesuai dengan masalah saatnya
diberi peringatan, mungkin berupa nasehat, pikiran, atau aturan-aturan agama harus
dipatuhinya.

Jadi dalam hubungan konseling, sebaiknya konselor tidak memulai perlakuan


(treatment) kepada kelemahan, masalah, atau kesulitan klien Akan tetapi sebaiknya
dimulai dari hal-hal yang membahagiakan klien seperti keberhasilan diri dan keluarga
prestasi hobi (seni dan olahraga), bakat dan minat klien tersebut. Perlakuan seperti ini
akan memberi dorongan kepada klien untuk berbicara bebas dan terbuka serta penuh
minat Akan tetapi jika konselor memulai memberikan perlakuan (treatment) kepada
kelemahan, kesulitan, dan masalah klien yang amat dirahasiakannya maka dia akan
tertutup (disclosed) dan amat sulit untuk diajak berbicara oleh konselor apalagi untuk
mengungkap perasaan klien lebih mendalam, terutama mengenai rahasianya.

Karena itu harus ada upaya yang baru yang bertujuan agar klien senang berbicara
dengan konselor yaitu memulai treatment dari hal yang menggembirakannya. Sebagai
contoh jika seorang klien mempunyai kelemahan 75% dan potensinya hanya 25%,
maka konselor akan memberikan perlakuan utama terhadap potensi 25%. Alasannya
adalah jika konselor berdialog dengan klien tentang potensi yang 25%
menggembirakan) maka klien akan senang membicarakan hal tersebut, misalnya

6
tentang prestasi olahraga yang pernah diraih klien. Pembicaraan itu terus berkembang
sehingga pada gilirannya klien secara jujur dan terbuka mengungkapkan hambatan-
hambatan dan masalah-masalah dirinya yang menyebabkan prestasi belajarnya
menurun.

Sampai disini secara objektif konselor tidak pernah mengungkit masalah klien,
akan tetapi klien sendiri yang mengemukakannya. Pada giliran selanjutnya tanpa
disengaja diskusi telah beralih pada masalah utama klien yang merupakan titik
kelemahan mendasar yang selama ini jarang diungkapkannya kepada siapapun. Dengan
mendiskusikan potensi klien yang 25% berarti potensi ini membesar mungkin mencapai
50%. Sebaliknya, dengan mendiskusikan kelemahan yang 75% maka angka ini
menurun lebih kurang 25% sehingga menjadi 50%.

Dalam hubungan konseling yang terjadi antara pembimbing atau konselor dengan klien
akan ditemukan karakteristik hubungan sebagai berikut:

(1) Hubungan konseling itu sifatnya bermakna, terutama bagi klien, demikian pula bagi
konselor

Maknanya adalah bahwa hubungan konseling mengandung harapan bagi klien


dan konselor Juga memiliki tujuan yang jauh yaitu tercapainya perkembangan klien.
Hubungan konseling terjadi dalam suasana keakraban antara konselor dan klien
(intimare), mengacu pada perkembangan potensi dan memecahkan masalah klien,
mengurangi kecemasan, dan ada komitmen (keterikatan) antara kedua belah pihak
(konselor-klien).

(2) Bersifat afek

Afek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap, dan kecenderungan-


kecenderungan, yang didorong oleh emosi. Didalam hubungan konseling afek
memegang peranan penting. Afek hadir dalam hubungan konseling karena adanya
keterbukaan diri (disclosure) klien, keterpikatan, keasyikan diri (self absorbed) dan
saling sensitif satu sama lain (konselor dan klien). Keterbukaan (disclosure) kadang-
kadang dapat juga menimbulkan ketegangan dan keraguan. Karena untuk membuat diri
jujur dan terbuka adalah berat bagi klien, terutama yang sudah lama menyimpan
rahasia.

7
Dalam hubungan konseling tidak saja faktor afek yang ada, akan tetapi juga kognitif.
Namun suasana afeklah yang menonjol. Agar kognitif muncul dengan baik, maka
tekanan-tekanan emosi harus dibongkar atau dieksplorasi terlebih dahulu sehingga
membuat klien menurun tingkat kecemasannya dan muncul pikiran-pikiran jernih untuk
membuat rencana tentang pemecahan masalah dan pengembangan diri.

(3) Integrasi pribadi

Dalam hubungan konseling integritas pribadi (ketulusan. Kejujuran, dan


keutuhan) konselor dan klien adalah amat penting. Orang-orang yang terlibat dalam
relasi konseling harus jujur secara emosional dan intelektual, satu sama lain.

Saling menghargai adalah penting, karena setiap orang mempunyai keunggulan


sendiri-sendiri. Konselor harus memiliki kualita pribadi yang menentramkan,
menyenangkan mendorong menyegarkan dan menyembuhkan, menghapus kepura-
puraannya. Membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan Konselor dan klien
masing- masing menampilkan keaslian diri (genuine) dan dapat dipercaya (reliable)

(4) Persetujuan bersama

Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama Jika tanpa komitmen


bersama, maka konseling akan dirasakan sebagai paksaan vieh klien. Jika klien merasa
terpaksa, maka jangan diharapkan ada keterbukaan dan keterlibatan klien dalam dialog
konseling.

(5) Kebutuhan

Hubungan dan proses konseling akan berhasil mencapai tujuan bila klien datang
meminta bantuan atas dasar kebutuhannya. Klien mungkin butuh akan informasi,
instruksi, nasehat, pemahaman, rencana, bantuan, dan treatment dari konselor. Orang
yang datang meminta bantuan disebabkan dia merasa kekurangan pengetahuan dan
kemampuan, merasa dalam keadaan yang menderita, kesulitan atau bahaya (distress)
juga mungkin merasa ketakcocokan/kejanggalan, cemas, dan tidak efektif.

8
Orang yang meminta bantuan dengan sukarela berarti dia dewasa, sadar, dan mau
percaya pada orang lain yang mau membantu. Sedangkan konselor yang mau
memberikan bantuan akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut: memiliki kekuatan
pribadi, ramah, energik, skill, berwawasan, dan teliti. Dengan sifat-sifat ini konselor
akan mendapat kepercayaan dari klien dan kepercayaan diri klien juga makin
meningkat.

Orang yang membantu orang lain harus pula dapat membaca bahasa tubuh (body
language), membaca pribadi dan perilaku, memahami apa yang terjadi. Dia paham apa
kenyataan dan apa dibalik kenyataan itu (membaca perilaku nonverbal).

Pengetahuan dan latihan mengenai bahasa dan perilaku nonverbal amat penting
bagi konselor, namun agak sukar dilakukan. Sebab itu dituntut ketekunan. Dengan
membaca perilaku nonverbal. Maka konselor akan akurat memahami keseluruhan
persoalan klien.

(6) Struktur

Dalam proses konseling (bantuan) terdapat struktur karena adanya keterlibatan


konselor dan khen. Pertama, perbedaan identitas konselor dan klien. Mereka
dilatarbelakangi kehidupan biologis, sosial, budaya, dan agama, sehingga mempunyai
sikap-sikap dan kecenderungan tertentu. Kedua, struktur tugas antara konselor dan
klien. Ketiga, adanya pola-pola respon dan stimulasi dalam hubungan konseling.

(7) Kerjasama

Kerjasama antara konselor dan klien amat diperlukan, karena akan mempercepat
tercapai tujuan konseling. Jika sekiranya klien bertahan (resisten) maka ia menolak dan
tertutup terhadap konselor. Akibatnya, hubungan konseling akan macet. Demikian juga
jika konselor kurang wawasan dan kurang terampil akan berakibat klien tidak
berpartisipasi, sehingga menghambat tujuan konseling.

9
(8) Konselor mudah didekati, klien merasa aman

Konselor harus dirasakan oleh orang lain sebagai orang yang mudah didekati. Dia
mudah menerima orang lain serta mudah memberi ide, saran, dan bantuan Disamping
itu klien merasa aman bersamanya. Konselor bebas dari rasa cemas, ragu-ragu. Dan
takut. Dia memperlihatkan penampilannya yang selalu prima, stabil, dan siap.

Faktor iman dan taqwa amat mendukung terhadap kehidupan emosional konselor. Jika
kurang iman, mungkin konselor akan mengalami gejolak emosi yang tak karuan
sebagai dampak negatif keadaan rumah tangga atau karir yang kacau.

(9) Perubahan

Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada diri klien.
Perubahan itu dapat dirinci yakni: terjadi pemahaman potensi dan kelemahan diri.
Selanjutnya adanya rencana untuk pengembangan potensi diri dan mengatasi masalah
yang dihadapi.

Sebenarnya dalam hubungan konseling, konselor dan klien saling belajar.


Terutama klien, bahwa hasil belajar dan pengalaman konseling bersama konselor akan
menghasilkan perubahan positif terhadap dirinya. Sebelum konseling klien amat
menderita, bingung dan tak sanggup, dan tak berdaya. Namun setelah selesai melalui
proses konseling, dia menjadi lebih sadar dan memahami diri, mendapatkan cara-cara
yang terbaik untuk berbuat/merencanakan mengenai kehidupannya, menjadi lebih-
dewasa, dan pribadinya terintegrasi Perubahan internal dan eksternal terjadi didalam
sikap dan tindakan, serta persepsi terhadap diri, orang lain, dan dunia.

C. Mengembangkan Hubungan Konseling

Mengembangkan hubungan konseling adalah upaya konselor untuk


meningkatkan keterlibatan dan keterbukaan klien, sehingga akan memperlancar proses
konseling, dan segera mencapai tujuan konseling yang diinginkan klien atas bantuan
konselor. Bentuk utama hubungan konseling adalah pertemuan pribadi dengan pribadi
(konselor-klien) yang dilatarbelakangi oleh lingkungan (internal-eksternal).

10
Menurut Barbara Okun (1987:22) jika terjadi hubungan konseling maka yang
berhadapan adalah helper’s environment dengan helpee’s environment, dimana terdapat
aspek-aspek: sikap. Kebutuhan, nilai, keyakinan, dan kepedulian (concern) pada diri
klien. Sedangkan pada diri konselor terdapat aspek sikap, kebutuhan. Nilai, keyakinan,
dan keterampilan.

D. Menciptakan Rapport

Tujuan helping relationship atau hubungan konseling adalah untuk dapat


memenuhi kebutuhan helpee (klien) dan bukan untuk memenuhi kebutuhan konselor
(helper). Secara luas dikatakan bahwa khien harus dapat mempunyai tanggung jawah
mengenai dirinya, dan membuat keputusan berdasarkan alternatif alternatif yang dia
tentukan atas bantuan konselor. Untuk mencapai tujuan yang baik tersebut, maka dalam
hubungan konseling harus terjadi rapport antara klien dan konselor.

Rapport adalah suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan


keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik Rapport dimulai
dengan persetujuan. Kesejajaran. Kesukaan, dan persamaan. Jika sudah terjadi
persetujuan dan rasa persamaan, timbullah kesukaan terhadap satu sama lain.

Didalam kehidupan sehari-hari ada dua cara kita melihat orang lain. Pertama,
melihat dari perbedaan. Cara melihat ini diwarnai oleh perasaan egosentrisme yakni
melihat orang lain dari kelemahannya kesalahannya, atau keburukannya. Dan
menganggap diri sendiri adalah yang serba hebat, pandai, terhormat, mulia dan
sebagainya. Akibatnya orang ini hanya melihat perbedaan, sehingga menjurus kepada
individualistik. Kedua, memandang orang lain dari segi persamaan. Pandangan ini
melahirkan sikap ingin berbagi (sharing) dengan orang lain Dan orang itu dianggap
saudara, Islam mengajarkan bahwa “Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara,
karena itu damaikanlah perselisihan diantara saudara-saudaramu (QS.Al-Hujurat: 100).

Jika anda menekankan pada perbedaan, maka anda akan sulit mencapai rapport.
Sebaliknya jika anda menekankan pada pandangan persamaan dan rasa berbagi maka
sikap resisten dan berlawanan akan hilang. Jika sikap dan perasaan ini tumbuh maka
terjadilah rapport.

11
Didalam konseling, seorang konselor harus mampu menciptakan rapport. Bagaimana
caranya?

1) Pribadi konselor harus empati, merasakan apa yang dirasakan kliennya. Dia juga harus
terbuka, menerima tanpa syarat, dan mempunyai rasa hormat dan menghargai.
2) Konselor harus mampu membaca perilaku nonverbal klien. Terutama yang
berhubungan dengan bahasa lisannya.
3) Adanya rasa kebersamaan, intim, akrab, dan minat membantu tanpa pamrih. Artinya
ada keikhlasan, kerelaan, dan kejujuran pada diri konselor.

E. Hubungan Konseling dan Keterlibatan Klien

Jika terjadi rapport dalam hubungan konseling, berarti hubungan tersebut telah
mencapai puncak. Artinya dalam kondisi ini, kondusif sekali bagi keterbukaan klien.
Klien telah mulai membuang selubung resistensinya dan keengganannya, dan
memasuki keterbukaan (disclosure). Jika klien sudah terbuka, maka dia akan terlibat
dengan diskusi bersama konselor. Sebab dia sudah mempunyai rasa mempercayai
konselor.

Ada beberapa hal yang perlu dipelihara dalam hubungan. Konseling yakni

a. Kehangatan, artinya konselor membuat situasi hubungan konseling itu demikian hangat
bergairah, bersemangat. Kehangatan disebabkan adanya rasa bersahabat, tidak formal,
serta membangkitkan semangat dan rasa humor.
b. Hubungan yang empati, yaitu konselor merasakan apa yang dirasakan klien, dan
memahami akan keadaan diri serta masalah yang dihadapinya.
c. Keterlibatan klien, yaitu terlihat klien bersungguh-sungguh mengikuti proses konseling
dengan jujur mengemukakan persoalannya, perasaannya, dan keinginannya.
Selanjutnya dia bersemangat mengemukakan ide, alternatif dan upaya-upaya.

Keterlibatan klien dalam proses konseling ditentukan oleh faktor keterbukaan


dirinya dihadapan konselor. Jika klien diliputi keengganan dan resistensi, maka dia
tidak akan jujur mengeluarkan perasaannya.

Gejala-gejala resistensi klien yang perlu dikenal konselor adalah.


12
a) Klien berbicara amat formal, hanya dipermukaan saja, dan menutup hal-hal yang
sifatnya pribadi.
b) Klien enggan untuk bicara, sehingga lebih banyak diam
c) Klien bersifat defensif, artinya bertahan dan tidak mau berbagi, mempertahankan
kerahasiaan. Menghindar atau menolak dan membantah.

Yang menjadi pemikiran adalah, apa sebab seseorang begitu resistensi? Mungkin ada
beberapa sebab seperti:

A. Klien dihadirkan secara paksa, mungkin atas desakan orang tua atau guru.
B. Konselor bersikap kaku, curiga, kurang bersahabat, atau konselor terlalu mendominasi
proses konseling dengan banyak nasehat dan kata-kata yang kurang disenangi klien.
C. Situasi ruang konseling kurang mendukung klien untuk terbuka. Misalnya dekat dengan
ruang lain yang mudah mendengarkan pembicaraan, atau tempat lalu lalang orang, atau
ruangan di sebelah bising, dan sebagainya.
D. Faktor pribadi klien seperti keangkuhan karena jabatan, titel (gelar), kekayaan dan
sebagainya. Biasanya seorang pejabat yang terbiasa didengarkan, sulit baginya untuk
didengarkan orang lain, alias tidak mau terbuka.

Jika klien itu resistensi, perlu ada upaya konselor untuk mengatasinya seperti
mengalihkan topik, memberi motivasi, atau menurunkan dan menaikkan level diskusi
tergantung tingkat kemampuan klien. Akan tetapi jika klien terus juga resistensi
walaupun telah diupayakan maka sebaiknya klien itu di DO secara baik dengan istilah
Okun (1987) adalah A sabbatical leave from helping (di-cutipanjang-kan alias di drop
atau dialihkan kepada konselor yang cocok).

F. Konselor yang Resistensi

Sering terjadi resistensi pada konselor. Jika demikian maka hubungan


koriseling akan macet, karena kiien tertulan resistensi dari konselor. Banyak faktor
yang menyebabkan resistensi konselor antara lain

(1) Kecemasan, mungkin dari kekalutan pikiran karena masalah keluarga, Pekerjaan dan
uang

13
(2) Konselor yang sedang mengalami frustrasi dan konflik
(3) Konselor yang merangkap pejabat, biasa memerintah, menasehati dan mengatur. Dia
melihat hubungan konseling sebagai hubungan bawahan dan atasan. Klien adalah
bawahan, karenanya layak dinstruksi, dinasehati bahkan dimarahi Mungkin guru yang
merangkap jadi konselor adalah contoh yang demikian.

Masalah komunikasi klien dalam hubungan konseling juga tergantung kepada


situasi keterbukaan tadi Dampak dari komunikasi konselor yang efektif. Komunikasi
konselor adalah kapasitas untuk mendengarkan, memberikan perhatian, merasa dan
merespon dengan verbal dan nonverbar kepada klien maka klien akan terbuka dan
terlibat dalam pembicaraan, dan menampakkan kepada klien bahwa konselor adalah
menghampiri, mendengarkan, dan merasakan secara akurat.

Respon tidak sama dengan reaksi. Karena itu keterampilan komunikasi dapat
dipelajari oleh siapa saja apapun tingkat pendidikannya. Karena hal itu adalah ski maka
latihan yang terus menerus amat diperlukan.

Hasil penelitian menunjukan (Okun, 1987) bahwa permasalahan komunikasi


adalah sumber terbesar dari terjadinya kesulitan hubungan interpersonal. Sebagai
contoh, kebanyakan masalah perkawinan dan keluarga bersumber dari kesalahpahaman,
dari komunikasi yang tidak efektif yang menghasilkan frustrasi dan kemarahan,
terutama jika harapan dan keinginan tidak terkabulkan. Suatu masalah besar dalam
kehidupan profesional konseling adalah ketidakmampuan klien mengkomunikasikan
masalah dan kepeduliannya.

Banyak orang yang mengenal masalahnya, atau mengetahui secara baik, akan
tetapi mengalami kesulitan secara verbal mengkomunikasikannya. Ada pula klien yang
dapat mengkomunikasikan ide atau kepeduliannya, akan tetapi gagal mengidentifikasi
dan menggarisbawahi masalahnya. Ada lagi yang punya masalah akan tetapi enggan
untuk mengkomunikasikan padahal dia perlu mendapat bantuan (reluctant client).

G. Proses Konseling

14
Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik.
Menurut Brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung
dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien).

Setiap tahapan proses konseling membutuhkan keterampilan- keterampilan


khusus. Namun keterampilan-keterampilan itu bukanlah yang utama jika hubungan
konseling tidak mencapai rapport. Dinamika hubungan konseling ditentukan oleh
penggunaan keterampilan konseling yang bervariasi. Dengan demikian proses
konseling tidak dirasakan oleh peserta konseling (konselor-klien) sebagai hal yang
menjemukan. Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal hingga
akhir dirasakan sangat bermakna dan berguna.

Secara umum proses konseling dibagi atas tiga tahapan:

1. Awal Konseling

Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling
sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu,
kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling Tahap Awal dilakukan
konselor sebagai berikut.

(1) Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien

Hubungan konseling yang bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan
konselor. Hubungan tersebut dinamakan a working relationship hubungan yang
berfungsi. Bermakna, berguna Keberhasilan proses konseling amat ditentukan oleh
keberhasilan Tahap Awal ini.

Kunci keberhasilannya terletak pada: Pertama, keterbukaan konselor. Kedua,


keterbukaan klien artinya dia dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan, harapan,
dan sebagainya. Namun keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni dapat
dipercayai klien karena dia tidak berpura pura, akan tetapi jujur, asli, mengerti dan
menghargai. Ketiga, konselor mampu melibatkan klien terus menerus dalam proses
konseling Karena dengan demikian, maka proses konseling akan lancar dan segera
dapat mencapai tujuan konseling.

(2) Memperjelas dan mendefinisikan masalah

15
Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik dimana klien telah
melibatkan diri, berarti kenasama antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat
isu, kepedulian, atau masalah yang ada pada klien.

Sering klien tidak begitu mudah menjelaskan masalahnya. Walaupun mungkin


dia hanya mengetahui gejala-gejala yang dialaminya. Karena itu amatlah penting peran
konselor untuk membantu memperjelas masalah klien. Demikian pula klien tidak
memahami potensi apa yang dimilikinya, maka tugas konselorlah untuk membantu
mengembangkan potensi memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan
masalahnya bersama-sama.

(3) Membuat penaksiran dan penjajakan

Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan mengembangkan


isu atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan dia menentukan berbagai alternatif yang
sesuai bagi antisipasi masalah

(4) Menegosiasikan kontrak

Kontrak artinya perjanjian antara konselor dengan klien. Hal itu berisi kontrak
waktu, artinya berapa lama diinginkan waktu pertemuan oleh klien dan apakah konselor
tidak keberatan; kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya, dan klien apa pula;
kontrak kerjasama dalam proses konseling.

Kontrak menggariskan kegiatan konseling, termasuk kegiatan klien dan konselor


Artinya mengandung makna bahwa konseling adalah urusan yang saling ditunjang, dan
bukan pekerjaan konselor sebagai ahli, thok. Disamping itu juga mengandung makna
tanggung jawab klien, dan ajakan untuk kerja sama dalam proses konseling.

1. Tahap Pertengahan (Tahap Kerja)

16
Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada Tahap Awal,
kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada:

1) Penjelajahan masalah klien


Bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah
dijelajah tentang masalah klien.

Menilai kembali masalah klien akan membantu klien memperoleh perspektif


baru, alternatif baru, yang mungkin berbeda dengan sebelumnya, dalam rangka
mengambil keputusan dan tindakan Dengan adanya perspektif baru, berarti ada
dinamika pada diri klien menuju perubahan. Tanpa perspektif maka klien sulit untuk
berubah.

Adapun tujuan-tujuan Tahap Pertengahan ini yaitu:

(1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih jauh

Dengan penjelajahan ini, konselor berusaha agar kliennya mempunyai


perspektif dan alternatif baru terhadap masalahnya. Konselor mengadakan reassessment
(penilaian kembali) dengan melibatkan klien, artinya masalah itu dinilai bersama sama.
Jika klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka. Dia akan melihat
masalahnya dari perspektif atau pandangan yang lain yang lebih objektif dan mungkin
pula dengan berbagai alternatif.

(2) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara

Hal ini bisa terjadi jika: pertama, klien merasa senang terlibat dalam
pembicaraan atau wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk
mengembangkan potensi diri dan memecahkan masalahnya. Kedua, konselor berupaya
kreauf dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara keramahan, empati,
kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas konselor dituntut pula untuk
membantu klien menemukan berbagai alternatif sebagai upaya untuk menyusun
rencana bagi penyelesaian masalah dan pengembangan diri.

(3) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak

17
Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling.
Karena itu konselor dan klien agar selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat
dalam pikirannya. Pada Tahap Pertengahan konseling ada lagi beberapa strategi yang
perlu digunakan konselor yaitu: Pertama, mengkomunikasikan nilai-nilai inti, yakni
agar klien selalu jujur dan terbuka, dan menggali lagi lebih dalam masalahnya. Karena
kondisi sudah amat kondusif, maka klien sudah merasa aman, dekat, terundang dan
tertantang untuk memecahkan masalahnya Kedua, menantang klien sehingga dia
mempunyai strategi baru dan rencana baru, melalui pilihan dan beberapa alternatif,
untuk meningkatkan dirinya.

2. Tahap Akhir Konseling (Tahap Tindakan)

Pada Tahap Akhir konseling ditandai beberapa hai yaitu Menurunnya


kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan
kecemasannya Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif. Sehat dan
dinamik Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas
Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan meniadakan
sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, guru, teman, keadaan tidak
menguntungkan dan sebagainya Jadi klien sudah berpikir realistik dan percaya diri
Tujuan-tujuan Tahap Akhir ini adalah sebagai berikut.

(1) Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai


Klien dapat melakukan keputusan tersebut karena dia sejak awal sudah
menciptakan berbagai alternatif dan mendiskusikannya dengan konselor, lalu dia
putuskan alternatif mana yang terbaik. Pertimbangan keputusan itu tentunya
berdasarkan kondisi objektif yang ada pada diri den diluar diri. Saat ini dia sudah
berpikir realistik dan dia tahu keputusan yang mungkin dapat dilaksanakan sesuai
tujuan utama yang ia inginkan.
(2) Terjadinya transfer of learning pada diri klien

Klien belajar dari preses konseling mengenai perilakunya dan hal-hal yang
membuatnya terbuka untuk mengubah perilakunya diluar proses konseling, Artinya
klien mengambil makna dari hubungan konseling antuk kebutuhan akan suatu
perubahan.

(3) Melaksanakan perubahan perilaku

18
Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan sikap dan perilakunya. Sebab
ia datang minta bantuan adalah atas kesadaran akan perlunya perubahan pada dirinya.
(4) Mengakhiri hubungan konseling

Mengakhiri konseling harus atas persetujuan klien. Sebelum ditutup ada


beberapa tugas klien yaitu: pertama, membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil
proses konseling; kedua, mengevaluasi jalannya proses konseling, ketiga, membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya.

Beberapa indikator keberhasilan konseling adalah:

1) Menurunnya kecemasan klien


2) Mempunyai rencana hidup yang praktis, pragmatis, dan bergun.
3) Harus ada perjanjian kapan rencananya akan dilaksanakan sehingga pada pertemuan
berikutnya konselor sudah bisa mengecek hasil pelaksanaan rencananya.

Mengenai evaluasi. Terdiri dari beberapa hal yaitu:

i. Klien menilai rencana perilaku yang akan dibuatnya


ii. Klien menilai perubahan perilaku yang telah terjadi pada dirinya.
iii. Klien menilai proses dan tujuan konseling.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa kelompok kami ambil dari materi mengenai hubungan dan
proses konseling ini adalah hubungan konseling adalah hubungan membantu
memecahkan permasalahan klien yang dipusatkan pada perubahan perilaku dan
tindakan klien serta mengidentifikasi pemahaman klien terhadap perasaan, perilaku dan
tindakannya juga pemahaman klien terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya.
Adapun hubungan antara konseling dengan agama itu Agama amat menyentuh iman,
taqwa dan akhlak, Jika iman kuat maka ibadah akan lancar termasuk berbuat baik
dengan sesama manusia, karena telah terbentuk akhlak yang mulia. Dengan kata lain
kuatnya iman, lancarnya ibadah, serta baiknya akhlak, akan memudahkan seorang
individu untuk mengendalikan dirinya dan untuk selalu beramal terhadap masyarakat
serta alam sekitar.

20
Daftar Pustaka

Willis . S . Sofyan. Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabet: Bandung. 2011

21

Anda mungkin juga menyukai