Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Menjadi Multikultural Supervisor Kompeten

Disusun Oleh: Kelompok 6


1. Novriska Azzahra Bey A1L020008
2. Harika Okta Putri A1L020010
3. Raudatus Shalikhah A1L020018
4. Shafa Sabira A1L020078

Dosen Pengampu:
Dr. I. Wayan Dharmayana., M.Pd.

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb.
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang
"MENJADI MULTIKULTURAL SUPERVISOR KOMPETEN"

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dari bimbingan dosen pengampu kami sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan
terimakasih kepada Dosen mata kuliah EvaLuasi dan Supervisi BK kepada Bapak
Drs. Syahriman,. M.Pd. yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami
sehingga kami termotivasi dan bisa menyelesaikan tugas ini. Semua pihak yang
membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini
selesai.
Kami sadar bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki karya ilmiah ini. Namun demikian kami berdo’a Semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amiin.
Wassalamu’alaikumWr.Wb.

Bengkulu, Februari 2023

Penulis,

2
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah.................................................................................................5
1.4 Manfaat Makalah...............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
2.1 Mendefinisikan Multikulturalisme.....................................................................7
2.2 Mempraktikkan Pengawasan Multikultural Secara Efektif...............................7
2.3 Mengembangkan Kompetensi Advokasi...........................................................8
2.4 Kompetensi Multikultural Dalam Pengawasan................................................12
2.5 Mengembangkan Strategi dan Teknik Intervensi yang Tepat Secara Budaya.14
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan......................................................................................................16
3.2 Saran.................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Multikulturalisme dan keragaman telah mendapatkan peningkatan fokus
dalam profesi konseling selama beberapa dekade terakhir. Beberapa tahun
yang lalu itu diinginkan meskipun opsional untuk mental profesional
kesehatan untuk mengambil sikap dan mengintegrasikan komponen
multikultural ke dalam pelatihan dan praktik, tetapi saat ini mengadopsi fokus
multikultural tidak dapat dinegosiasikan. Diharapkan, dan untuk alasan yang
sangat bagus. Hampir dapat dipastikan bahwa Sensus AS tahun 2010 akan
menunjukkan hasil yang besar peningkatan jumlah ras dan etnis minoritas
yang tinggal di Amerika Serikat sejak sensus sebelumnya.
Keanekaragaman menawarkan tantangan dan peluang, dan penyelidikan
perlu melakukannya mengatasi masalah penting ini dengan supervisi mereka.
Melakukan budaya meliputi etnografi, demografi, status, dan afiliasi variabel
ikatan ? Apakah dalam-perbedaan kelompok sebagai signifi tidak bisa sebagai
perbedaan antar kelompok? Dan pada catatan yang lebih pribadi, bagaimana
Anda mengidentifikasi budaya Anda sendiri melalui cara-cara yang konkret,
perilaku, dan simbolik?
Ketika kita memandang orang lain berbeda, kita mengambil risiko bermain
di tangan orang-orang tertutup. Orang yang berpikiran dan berprasangka yang
percaya bahwa kelompok luar lebih rendah dalam beberapa hal. Vontress
secara konsisten berpendapat bahwa meskipun manusia berbeda dalam cara,
mereka lebih mirip daripada berbeda dan profesional penolong harus fokus
pada kesamaan orang daripada menganalisis perbedaan budaya mereka
( Vontress , 1979;Vontress , Johnson, & Epp , 1999). Dalam pandangan
Pedersen (2000), menekankan kesamaan dan/atau perbedaan membentuk
dikotomi palsu. Kita semua berbagi banyak hal yang sama dalam hal-kurang
dari budaya, dan kita semua sangat dipengaruhi oleh banyak budaya yang kita
kenali.

4
Pelatihan konselor telah memasukkan kompetensi dan keragaman
multikultural, menyediakan pelatihan informasi dan keterampilan khusus
untuk konselor. Namun, ada sedikit informasi tersedia mengenai praktik
multikultural dalam pengawasan, meskipun literatur ini pertumbuhan. Dalam
tinjauan penelitian pengawasan selama 5 tahun, Borders (2005) menemukan
bahwa multikultural masalah pengawasan mendapat perhatian yang
meningkat. Dari 1999 hingga 2004, masalah keragaman ditekankan dalam
dialog supervisor-supervisi, dan Borders menyimpulkan bahwa budaya
masalah lebih sering didiskusikan ketika ada ketidaksesuaian pengawas-
penyelia pada variabel budaya.
Penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya yang cocok kurang
penting untuk pengembangan konselor daripada kesadaran, pengakuan, dan
kualitas pembahasan perbedaan dan persamaan. Tercatat bahwa pengawas
memiliki persepsi bahwa mereka membahas topik yang berkaitan dengan
keragaman lebih dari yang sebenarnya mereka lakukan. Bab ini menawarkan
defi konsepsi dan kerangka praktik pengawasan multikultural dan saran
praktis untuk menggabungkan strategi multikultural ke dalam pengawasan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Multikulturalisme?
2. Bagaimana cara Mempraktikkan Pengawasan Multikultural Secara
Efektif?
3. Bagaimana Praktisi Dalam Mengembangkan Kompetensi Advokasi ?
4. Bagaimana Kompetensi Multikultural Dalam Pengawasan?
5. Bagaimana Mengembangkan Strategi dan Teknik Intervensi yang Tepat
Secara Budaya ?

5
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan dari pembuatan maklah ini adalah guna menambah wawasan serta
pemahaman baik untuk penulis maupun pembaca terkait Menjadi Multikultural
Supervisor Kompeten. selain itu, dalam penulisan makalah ini juga berfungsi
sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita semua
untuk mengetahui bagaimana menjadi multicultural supervisor kompeten
sebelum benar-benar memasuki dunia pekerjaan nantinya.

1.4 Manfaat Makalah


 Bagi Penulis
Bagi penulis, makalah ini sebagai bahan menambah pengetahuan
mengenai materi-materi yang sudah disusun, serta untuk melatih
kemampuan kepenulisan karya tulis ilmiah
 Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini akan sangat bermanfaat sebagai sumber
menambah informasi terkait materi-materi tentang evaluasi dan supervis
BK yang menyangkut materi menjadi multicultural supervisor kompeten.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mendefinisikan Multikulturalisme


Multikulturalisme adalah istilah umum yang menunjukkan beberapa
hubungan antara dua atau lebih kelompok budaya yang beragam. Perspektif
multikultural menyediakan kerangka kerja konseptual yang mengakui
keragaman yang kompleks dari masyarakat majemuk sementara pada saat
yang sama menyarankan menjembatani kepedulian bersama yang mengikat
individu yang berbeda secara budaya satu sama lain (Pedersen, 1991).
Pedersen (2000) memberikan definisi kerja yang berguna pengertian luas
perspektif budaya, yang dapat diterapkan untuk pengawasan:
Dengan mendefinisikan budaya secara luas, untuk memasukkan variabel
demografis dalam kelompok, variabel status, dan afiliasi (formal dan
informal), serta variabel etnografis seperti kebangsaan, etnis, bahasa, dan
agama, konstruk multikultural menjadi generik untuk semua hubungan
konseling. Semua bentuk konseling harus, sampai batas tertentu, berpusat
pada budaya. Jika kita membatasi definisi kita hanya pada aspek-aspek yang
dibagikan lintas budaya, kita mungkin mengabaikan komponen terapi yang
sangat penting. Pada saat yang sama, ada bahaya bahwa dengan menipiskan
definisi kita menghindari masalah yang sangat nyata dan sulit.

2.2 Mempraktikkan Pengawasan Multikultural Secara Efektif


Menjadi praktisi kesehatan mental yang kompeten secara multikultur
melibatkan tiga dimensi (Sue et al., 1998). Dimensi pertama berkaitan dengan
sikap dan keyakinan praktisi tentang ras, budaya, etnis, jenis kelamin, dan
orientasi seksual; kebutuhan untuk memantau bias pribadi; berkembangnya
pandangan positif terhadap multikulturalisme; dan memahami bagaimana nilai

7
dan bias seseorang dapat menghalangi bantuan yang efektif. Dimensi kedua
mengakui bahwa seorang praktisi yang kompeten secara budaya memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang pandangan dunianya sendiri, memiliki
pengetahuan khusus tentang berbagai kelompok yang bekerja dengannya, dan
memiliki pemahaman dasar tentang pengaruh sosiopolitik . pengaruh .
Dimensi ketiga berkaitan dengan keterampilan, teknik intervensi, dan strategi
yang diperlukan dalam melayani kelompok klien yang beragam.
Bagian dari kompetensi multikultural memerlukan pengakuan keterbatasan
kita dan diwujudkan dalam kesediaan kita untuk (a) mencari konsultasi, (b)
berpartisipasi dalam pendidikan berkelanjutan, dan (c) bila perlu, membuat
rujukan ke profesional yang kompeten untuk bekerja dengan klien tertentu.
populasi. Untuk peserta pelatihan tingkat master, harapan untuk
mengembangkan kompetensi multikultural selain memperoleh semua
keterampilan dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
konselor yang efektif dalam jangka waktu yang relatif singkat mungkin
tampak berlebihan. Untuk penyelia yang melatih para konselor ini, tugas
mereka pada awalnya mungkin tampak sangat berat! Kabar gembiranya adalah
bahwa tugas ini menjadi jauh lebih mudah dikelola bagi pengawas ketika
mereka memiliki kerangka kerja untuk membantu peserta pelatihan dalam
mengembangkan kompetensi multikultural.

2.3 Mengembangkan Kompetensi Advokasi


Konselor yang berharap untuk menjadi advokat klien yang kompeten perlu
mengembangkan kesadaran yang lebih besar tentang keyakinan, sikap, dan
bias mereka sendiri karena berkaitan dengan dampak faktor sosiopolitik
terhadap populasi yang terpinggirkan dan kurang terlayani. Untuk menerapkan
penyampaian layanan advokasi secara efektif dalam praktik, konselor perlu
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pendekatan yang
diuraikan dalam Kompetensi Advokasi ACA (Lewis, Arnold, House, &
Toporek , 2002; Ratts , Toporek , & Lewis, 2010). “Kompetensi advokasi
dapat diartikan sebagai kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan untuk

8
melakukan advokasi secara etis dan efektif .” Supervisor juga harus
berpengalaman dalam Kompetensi Advokasi untuk mempengaruhi
mempengaruhi pengawasan mereka di daerah ini. Kompetensi Advokasi
mengklarifikasi bagaimana praktisi melayani klien mereka di tiga tingkat
intervensi advokasi yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Klien/Mahasiswa Perorangan
Tingkat advokasi ini memerlukan penggunaan strategi konseling dan
pemberdayaan langsung untuk membantu klien dalam memahami
kehidupan mereka dalam konteks. Pada level ini, “konselor juga berfungsi
sebagai advokat yang membantu menghilangkan hambatan yang
berkontribusi terhadap stres dan gangguan psikologis” ( Ratts & Hutchins,
2009, hlm. 270). Konselor yang dianggap kompeten pada level ini mampu
menyelesaikan 13 tugas berikut (Lewis, Arnold, House, & Toporek ,
2002):
o Mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya klien dan siswa.
o Mengidentifikasi faktor sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang
mempengaruhi klien/siswa.
o Mengenali tanda-tanda yang menunjukkan bahwa perilaku dan
kekhawatiran seseorang mencerminkan tanggapan terhadap
penindasan yang sistemik atau internal.
o Pada tingkat perkembangan yang sesuai, bantu individu
mengidentifikasi hambatan eksternal yang memengaruhi
perkembangannya.
o Latih siswa dan klien dalam keterampilan advokasi diri.
o Membantu siswa dan klien mengembangkan rencana tindakan
advokasi diri.
o Membantu siswa dan klien dalam menjalankan rencana tindakan.
o Menegosiasikan layanan dan sistem pendidikan yang relevan atas
nama klien dan siswa.
o Membantu klien dan siswa mendapatkan akses ke sumber daya yang
dibutuhkan.

9
o Mengidentifikasi hambatan kesejahteraan individu dan kelompok
rentan.
o Kembangkan rencana tindakan awal untuk menghadapi hambatan-
hambatan ini.
o Mengidentifikasi sekutu potensial untuk menghadapi rintangan.
o Melaksanakan rencana tindakan.
2. Tingkat Komunitas/Sekolah
Menurut Lopez-Baez dan Paylo (2009), pada tingkat ini “konselor
dapat melakukan intervensi dalam proses advokasi baik dengan
mengambil posisi sebagai sekutu orang lain di sekolah/masyarakat atau
dengan berpindah dari posisi sekutu ke posisi kepemimpinan di
mengadvokasi perubahan yang diinginkan yang dibutuhkan di dalam
sekolah/masyarakat” (hal. 276). Dua domain Kompetensi Advokasi di
tingkat komunitas/sekolah adalah kolaborasi komunitas dan advokasi
sistem, yang digabungkan mencakup 16 kompetensi. Kompetensi
konselor kolaborasi komunitas adalah sebagai berikut (Lewis et al., 2002):
o Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang mengganggu
perkembangan siswa dan klien.
o Siagakan sekolah atau kelompok masyarakat dengan keprihatinan
umum terkait masalah tersebut.
o Kembangkan aliansi dengan kelompok-kelompok yang bekerja untuk
perubahan.
o Gunakan keterampilan mendengarkan yang efektif untuk
mendapatkan pemahaman tentang tujuan kelompok.
o Mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya yang dibawa anggota
kelompok ke pro-
o proses perubahan sistemik.
o Komunikasikan pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan dan
sumber daya ini.
o Mengidentifikasi dan menawarkan keterampilan yang dapat dibawa
oleh konselor ke dalam kolaborasi.

10
o Menilai pengaruh interaksi konselor dengan masyarakat.
Delapan kompetensi yang tersisa di tingkat ini membahas tugas-tugas
yang terkait dengan advokasi sistem. Konselor yang telah menguasai
kompetensi tersebut harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut:
o Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang mengganggu
perkembangan siswa dan klien.
o Menyediakan dan menginterpretasikan data untuk menunjukkan
urgensi perubahan.
o Bekerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya, kembangkan
visi untuk memandu perubahan.
o Menganalisis sumber kekuatan politik dan pengaruh sosial pengaruh
di dalam sistem.
o Kembangkan rencana langkah demi langkah untuk
mengimplementasikan proses perubahan.
o Kembangkan rencana untuk menangani kemungkinan respons
terhadap perubahan.
o Kenali dan tangani penolakan.
o Menilai pengaruh upaya advokasi konselor pada sistem dan
konstituen.
3. Tingkat Publik/Masyarakat
CC Lee dan Rodgers (2009) menyatakan bahwa “tujuan akhir dari
intervensi konselor pada level ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
publik, mempengaruhi kebijakan publik, dan mempengaruhi
mempengaruhi legislasi” (hlm. 285). Mereka menyarankan bahwa
konselor dapat berpindah dari posisi pasif, yang terlalu umum bagi
mereka yang memberikan "obat bicara", ke posisi aktif dan "menjadi
suara aktif dan saluran untuk perubahan sosial/politik pada intervensi
tingkat makro" ( hal . .285). Ketujuh Kompetensi Advokasi yang
membahas tanggung jawab konselor untuk menginformasikan kepada
masyarakat tentang peran faktor lingkungan dalam perkembangan
manusia adalah sebagai berikut:

11
o Mengenali dampak penindasan dan hambatan lain terhadap
pembangunan yang sehat.
o Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang melindungi
perkembangan yang sehat.
o Siapkan bahan tertulis dan multimedia yang memberikan penjelasan
yang jelas tentang peran faktor lingkungan tertentu dalam
pembangunan manusia.
o Komunikasikan informasi dengan cara yang etis dan sesuai untuk
populasi sasaran.
o Menyebarluaskan informasi melalui berbagai media.
o Mengidentifikasi dan berkolaborasi dengan profesional lain yang
terlibat dalam penyebaran informasi publik.
o Menilai infl pengaruh upaya informasi publik yang dilakukan oleh
konselor

2.4 Kompetensi Multikultural Dalam Pengawasan


a. Menyadari Nilai dan Bias Budaya Anda Sendiri
 Sehubungan dengan sikap dan keyakinan, pengawas yang kompeten
secara budaya:
1. Percaya diri kesadaran budaya dan kepekaan terhadap warisan budaya
sendiri sangat penting.
2. Menyadari bagaimana latar belakang dan pengalaman budaya mereka
sendiri telah memengaruhi sikap, nilai, dan bias mereka tentang proses
pengawasan.
3. Mampu mengenal batas-batas keahliannya dalam pengawasan
multikultural.
4. Mengenali sumber ketidaknyamanan mereka dengan perbedaan yang
ada antara mereka dan supervisi dalam hal ras, etnis, budaya, jenis
kelamin, dan orientasi seksual.
 Sehubungan dengan pengetahuan, pengawas yang kompeten secara
budaya:

12
1. Memiliki pengetahuan khusus tentang bagaimana ras dan warisan
budaya mereka sendiri memengaruhi persepsi mereka tentang
pengkajian, diagnosis, dan penanganan kasus klien yang mereka awasi.
2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana penindasan,
rasisme, diskriminasi, dan stereotip mempengaruhi mereka dan orang-
orang yang diawasi dalam bekerja.
3. Memiliki pengetahuan tentang tanggung jawab advokasi sosial mereka
sebagai pengawas.
 Sehubungan dengan keterampilan, penyelia yang kompeten secara
budaya:
1. Mencari pendidikan, pelatihan, dan konsultasi untuk meningkatkan
pekerjaan pengawasan mereka dengan populasi yang beragam.
2. Berpartisipasi dalam eksplorasi diri yang berkelanjutan sebagai
makhluk ras dan budaya.

b. Memahami Pandangan Dunia Klien dan Pengawas


 Sehubungan dengan sikap dan keyakinan, pengawas yang kompeten
secara budaya:
1. Sadar akan reaksi emosional negatif dan positif mereka terhadap
kelompok ras dan etnis lain yang mungkin terbukti merugikan
hubungan konseling dan pengawasan.
2. Sadar akan stereotip dan praduga yang mungkin mereka pegang
terhadap populasi klien dan supervisi yang beragam.
 Sehubungan dengan pengetahuan, pengawas yang kompeten secara
budaya:
1. Memiliki pengetahuan dan informasi spesifik tentang supervisi dan
klien yang menjadi tanggung jawab mereka.
2. Memahami bagaimana ras, budaya, etnis, bahasa, usia, agama, jenis
kelamin, dan orientasi seksual mempengaruhi memengaruhi cara
pengawas dan klien berfungsi di dunia.

13
3. Memahami dan memiliki pengetahuan tentang bagaimana faktor sosial
politik mempengaruhi perkembangan pribadi supervisi dan klien yang
dilayaninya.
 Sehubungan dengan keterampilan, penyelia yang kompeten secara
budaya:
1. Memiliki pengetahuan kerja dan melatih supervisor mereka tentang
kesehatan mental dan gangguan mental yang memengaruhi berbagai
kelompok etnis dan ras.
2. Berinteraksi dengan beragam populasi secara profesional dan di
komunitas yang mereka layani.

2.5 Mengembangkan Strategi dan Teknik Intervensi yang Tepat Secara


Budaya
a. Sehubungan dengan sikap dan keyakinan, pengawas yang kompeten
secara budaya:
1. Contohkan rasa hormat terhadap keyakinan dan nilai agama dan
spiritual yang disupervisi dan klien.
2. Menghormati kebutuhan populasi yang beragam dalam memilih
strategi intervensi yang sesuai untuk budaya tertentu.
b. Sehubungan dengan pengetahuan, pengawas yang kompeten secara
budaya:
1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman yang jelas dan eksplisit
tentang model dan metode konseling dan supervisi serta
kesesuaiannya dengan nilai-nilai kelompok yang beragam.
2. Menyadari hambatan yang mencegah beragam populasi mengakses
perawatan kesehatan mental.
3. Memiliki pengetahuan tentang potensi bias budaya dalam pengkajian,
diagnosis, pengobatan , dan evaluasi.
4. Memiliki pengetahuan tentang sistem keluarga dan masyarakat dari
beragam populasi yang mereka layani.

14
5. Sadar akan praktik diskriminatif yang relevan di tingkat profesional
dan komunitas dari orang yang diawasi dan klien yang mereka layani.
c. Sehubungan dengan keterampilan, penyelia yang kompeten secara
budaya:
1. Gunakan berbagai metode supervisi yang sesuai dengan latar
belakang para supervisi yang beragam.
2. Gunakan keterampilan hubungan yang konsisten dengan latar
belakang budaya penerima supervisi dan klien mereka.
3. Bertanggung jawab untuk melatih supervisi dalam konseptualisasi
kasus multikultural yang berkaitan dengan asesmen, diagnosis, dan
pengobatan.
4. Mampu membantu supervisi membantu kliennya dalam menentukan
apakah suatu masalah berasal dari rasisme atau bias sehingga klien
tidak mempersonalisasikan masalah secara tidak tepat.
5. Terbuka untuk berkonsultasi tentang strategi pengobatan alternatif
untuk memenuhi kebutuhan populasi yang beragam yang mereka
layani.
6. Dapat mengajari orang yang disupervisi tentang potensi bias dan
penggunaan instrumen penilaian dan pengujian tradisional yang tepat
saat bekerja dengan populasi yang beragam.
7. Membantu orang yang diawasi dalam mengurangi atau
menghilangkan bias, prasangka, dan praktik diskriminatif karena
berkaitan dengan kelompok yang beragam.
8. Bertanggung jawab untuk mendidik orang yang diawasi melalui
penggunaan kontrak pengawasan yang mencakup dimensi
pengawasan multikultural.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa Multikulturalisme merupakan istilah umum
yang merujuk pada beberapa hubungan antara dua atau lebih kelompok budaya
yang beragam. Adapun beberapa Bagian dari kompetensi multikultural
memerlukan pengakuan keterbatasan serta dapat diwujudkan dalam kesediaan kita
untuk mencari konsultasi, berpartisipasi dalam pendidikan berkelanjutan, dan bila
di perlukan dapat membuat rujukan ke profesional yang kompeten untuk bekerja
dengan klien tertentu. populasi.

3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini,
akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan
penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

16
DAFTAR PUSTAKA

17
18

Anda mungkin juga menyukai