Anda di halaman 1dari 4

Taufiq, A (2020) dalam bukunya menuliskan tiga maksud dan

tujuan utama dari supervisi Bimbingan dan Konseling, antara


lain:
1

Perkembangan Pribadi dan Profesional

Pengembangan Kompetensi
2

Promosi Akuntabilitas
3
1. Perkembangan Pribadi dan Profesional

Maksud pertama supervisi konselor adalah dwitunggal (two in one) yaitu memfasilitasi perkembangan
personal dan profesional konselor. Gilbert Wrenn (1973) menyatakan bahwa “konselor sebagai pribadi
adalah satu faktor yang sangat penting di dalam konseling. Dia perlu memahami dirinya sendiri secara
psikologis agar efektif di dalam membantu orang lain”.

Perkembangan profesional yang merujuk pada tugas yang diadaptasi dari Boyd (1978) adalah sebagai
berikut:
 Konselor harus menerima nama dan citra profesi sebagai bagain dari konsep dirinya.
 Memiliki komitmen seperti persepsi yang jelas tentang peran dan fungsi profesional
 Konselor harus memiliki committed terhadap tujuan isntitusi dimana layanan Bimbingan dan
Konseling ditampilkan
 Konselor akan mengenali dan mengapresiasi keberartian profesi bagi individu, kelompok, instutusi
dan masyarakat secara keseluruhan.
2. Pengembangan Kompetensi

 Maksud kedua supervisi adalah untuk meningkatkan berbagai kompetensi bersama-


sama dengan membantu konselor untuk mencapai, meningkatkan dan mempertajam
keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan peran dan fungsi
konselor.

 Namun sayangnya, maksud ini sudah lebih terkait dengan program-program


pendidikan konselor daripada dengan pelatihan dalam jabatan (in-service) supervisi,
karena para supervisor lapangan seringkali enggan menerima tanggungjawab
mengembangkan kompetensi rekan sejawatnya.
Sebelum memasuki posisi supervisor, konselor master bertanggungjawab hanya untuk kemajuan
dirinya sendiri, sedangkan untuk memonitor level keterampilan rekan sejawatnya dianggap sebagai
suatu kesombongan.

Supervisor lapangan yang tidak merasa nyaman dengan tanggungjawab terhadap perkembangan
kompetensi supervisee adalah karena mereka tidak dipersiapkan di dalam aspek metodologi
supervisi.

Adanya anggapan tentang batas-batas kompetensi, suatu pikiran dimana konselor menganggap
“telah mempelajari seluruhnya” sewaktu kuliah.

Anda mungkin juga menyukai